You are on page 1of 5

ⓘ Baru saja dioptimalkan oleh Google Lihat yang asli

http://lurahkmd2012.blogspot.com/2011/08/makalah-fungsi-agama-dalam-kehidupan.html?m=1

Azkiyah

Media persembahan buah hati dan motivasi

KAMIS, 11 AGUSTUS 2011

Makalah Fungsi Agama Dalam Kehidupan


Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan
manusia, antara lain adalah

Karena agama merupakan sumber moral


Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka,
maupun di kala duka.

Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta
tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia
menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka
yang mensyukurinya.
Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai
macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan
rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu

Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan


kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut
dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik
manusia kepada hidayah ataukebaikan.

Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada


kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni
kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan

Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia
kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.

Fungsi Agama Kepada Manusia


Dari segi pragmatisme, seseorang itu menganut sesuatu agama adalah disebabkan oleh
fungsinya. Bagi kebanyakan orang, agama itu berfungsi untuk menjaga kebahagiaan
hidup. Tetapi dari segi sains sosial, fungsi agama mempunyai dimensi yang lain seperti
apa yang dihuraikan di bawah:
- Memberi pandangan dunia kepada satu-satu budaya manusia.
Agama dikatankan memberi pandangan dunia kepada manusia kerana ia sentiasanya
memberi penerangan mengenai dunia(sebagai satu keseluruhan), dan juga kedudukan
manusia di dalam dunia. Penerangan bagi pekara ini sebenarnya sukar dicapai melalui
inderia manusia, melainkan sedikit penerangan daripada falsafah. Contohnya, agama
Islam menerangkan kepada umatnya bahawa dunia adalah ciptaan Allah SWTdan setiap
manusia harus menaati Allah SWT
-Menjawab pelbagai soalan yang tidak mampu dijawab oleh manusia.
Sesetangah soalan yang sentiasa ditanya oleh manusia merupakan soalan yang tidak
terjawab oleh akal manusia sendiri. Contohnya soalan kehidupan selepas mati, matlamat 
menarik dan untuk menjawabnya adalah perlu. Maka, agama itulah berfungsi untuk
menjawab soalan-soalan ini.
- Memberi rasa kekitaan kepada sesuatu kelompok manusia.
Agama merupakan satu faktor dalam pembentukkan kelompok manusia. Ini adalah
kerana sistem agama menimbulkan keseragaman bukan sahaja kepercayaan yang sama,
malah tingkah laku, pandangan dunia dan nilai yang sama.
– Memainkan fungsi kawanan sosial.
Kebanyakan agama di dunia adalah menyaran kepada kebaikan. Dalam ajaran agama
sendiri sebenarnya telah menggariskan kod etika yang wajib dilakukan oleh
penganutnya. Maka ini dikatakan agama memainkan fungsi kawanan sosial

Fungsi Sosial Agama

Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat
positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat
negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai
faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin
adanya konsensus dalam masyarakat.

Fungsi Disintegratif Agama.


Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,
dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat
memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu
kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali
mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain

Tujuan Agama

Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang
sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah
sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar
serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama
dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta
membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk
agama

Beberapa tujuan agama yaitu :

Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa


(tahuit).
Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan  baik,
sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
Menyempurnakan akhlak manusia.

Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L
Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi
umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan
sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan
kemanusiaan.
Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi.
Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan
sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai
komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.
Yang lebih sial lagi, di antara elite agama (terutama Islam dan Kristen yang ekspansionis),
banyak di antaranya yang berambisi ingin mendakwahkan atau menebarkan misi (baca,
mengekspansi) seluas-luasnya keyakinan agama yang dipeluknya. Dan, para elite agama
ini pun tentunya sangat jeli dan tidak akan menyia-nyiakan peran signifikan dari negara
sebagaimana yang dikatakan Hobbes di atas. Maka, kloplah, politisasi agama menjadi
proyek kerja sama antara politisi yang mabuk kekuasaan dengan para elite agama yang
juga mabuk ekspansi keyakinan.
Namun, perlu dicatat, dalam proyek “kerja sama” ini tentunya para politisi jauh lebih
lihai dibandingkan elite agama. Dengan retorikanya yang memabukkan, mereka tampil
(seolah-olah) menjadi elite yang sangat relijius yang mengupayakan penyebaran dakwah
(misi agama) melalui jalur politik. Padahal sangat jelas, yang terjadi sebenarnya adalah
politisasi agama.
Di tangan penguasa atau politisi yang ambisius, agama yang lahir untuk membimbing ke
jalan yang benar disalahfungsikan menjadi alat legitimasi kekuasaan; agama yang
mestinya bisa mempersatukan umat malah dijadikan alat untuk mengkotak-kotakkan
umat, atau bahkan dijadikan dalil untuk memvonis pihak-pihak yang tidak sejalan
sebagai kafir, sesat, dan tuduhan jahat lainnya.
Menurut saya, disfungsi atau penyalahgunaan fungsi agama inilah yang seyogianya
diperhatikan oleh segenap ulama, baik yang ada di organisasi-organisasi Islam semacam
MUI. Ulama harus mempu mengembalikan fungsi agama karena Agama bukan benda
yang harus dimiliki, melainkan nilai yang melekat dalam hati.
Mengapa kita sering takut kehilangan agama, karena agama kita miliki, bukan kita
internalisasi dalam hati. Agama tidak berfungsi karena lepas dari ruang batinnya yang
hakiki, yakni hati (kalbu). Itulah sebab, mengapa Rasulullah SAW pernah menegaskan
bahwa segala tingkah laku manusia merupakan pantulan hatinya. Bila hati sudah rusak,
rusak pula kehidupan manusia. Hati yang rusak adalah yang lepas dari agama. Dengan
kata lain, hanya agama yang diletakkan di relung hati yang bisa diobjektifikasi,
memancarkan kebenaran dalam kehidupan sehari-hari.
Sayangnya, kita lebih suka meletakkan agama di arena yang lain: di panggung atau di
kibaran bendera, bukan di relung hati
Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta
bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan
sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji
kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya
sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan,
Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.
Kategori pertama ini, adalah daerah yang tidak terlibat di dalam dialog antara agama.
Pluralisma agama yang disebut beberapa kali oleh satu dua penceramah, TIDAK
bermaksud menyamaratakan semua agama dalam konteks ini. Mana mungkin penyama
rataan dibuat sedangkan sesiapa sahaja tahu bahawa asas agama malah sejarahnya
begitu berbeza. Tidak mungkin semua agama itu sama!
Manakala fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks
interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca
Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.
Ketika Allah SWT menurunkan ayat al-Quran yang memerintahkan manusia agar saling
kenal mengenal (Al-Hujurat 49: 13), perbezaan yang berlaku di antara manusia bukan
sahaja meliputi perbezaan kaum, malah agama dan kepercayaan. Fenomena berbilang
agama adalah seiring dengan perkembangan manusia yang berbilang bangsa itu
semenjak sekian lama.
Maka manusia dituntut agar belajar untuk menjadikan perbedaan itu sebagai medan
kenal mengenal, dan bukannya gelanggang krisis dan perbalahan.
Untuk seorang manusia berkenalan dan seterusnya bekerjasama di antara satu sama
lain, mereka memerlukan beberapa perkara yang boleh dikongsi bersama untuk
menghasilkan persefahaman. Maka di sinilah, dialog antara agama (Interfaith Dialogue)
mengambil tempat. Dialog antara agama bertujuan untuk menerokai beberapa
persamaan yang ada di antara agama. Dan persamaan itu banyak ditemui di peringkat
etika dan nilai.

Seto Wicaksono di 10.05

Tidak ada komentar:

Link ke posting ini

Buat sebuah Link

Beranda
‹ ›
Lihat versi web

MENGENAI SAYA

Seto Wicaksono

Pendidik SDN 41 Plus Banyuasin III, Tenaga Pengajar Akademi Kebidana Persada Palembang

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like