You are on page 1of 15

Pengertian dan Filosofi Just In Time

Sistem produksi tepat waktu (Just In Time)adalah sistem produksi atau sistem
manajemen fabrikasi modern yang dikembangkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang yang
pada prinsipnya hanya memproduksi jenis-jenis barang yang diminta sejumlah yang
diperlukan dan pada saat dibutuhkan oleh konsumen.
JIT mempunyai empat aspek pokok sebagai berikut:
1. Produksi Just In Time (JIT), adalah memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat
dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan.
2. Autonomasi merupakan suatu unit pengendalian cacat secara otomatis yang tidak
memungkinkan unit cacat mengalir ke proses berikutnya.
3. Tenaga kerja fleksibel, maksudnya adalah mengubah-ubah jumlah pekerja sesuai dengan
fluktuasi permintaan.
4. Berpikir kreatif dan menampung saran-saran karyawan

Tujuan utama yang ingin dicapai dari sistem JIT adalah:

1. Zero Defect (tidak ada barang yang rusak)


2. Zero Set-up Time (tidak ada waktu set-up)
3. Zero Lot Excesses (tidak ada kelebihan lot)
4. Zero Handling (tidak ada penanganan)
5. Zero Queues (tidak ada antrian)
6. Zero Breakdowns (tidak ada kerusakan mesin)
7. Zero Lead Time (tidak ada lead time)

Just in Time dikembangkan oleh Toyota Motor Corporation tahun 1973. Tujuan
utamanya adalah pengurangan biaya atau perbaikan produktivitas dengan menghilangkan
berbagai pemborosan. Pengembangan yang sangat penting dalam perencanaan dan
pengendalian operasional saat ini adalah JIT manufacturing yang kadang disebut
sebagai”produk tanpa persedian”. JIT bukan hanya sekedar sebuah metode yang bertujuan
untuk mengurangi persediaan. JIT juga memperhatikan keseluruhan system produksi
sehingga komponen yang bebas dari cacat dapat disediakan untuk tingkat produksi
selanjutnya tepat ketika mereka dibutuhkan – tidak terlambat dan tidak terlalu cepat

1
Untuk mencapai tujuan tersebut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penerapan
Just In Time,diantaranya adalah sebagai berikut :

 Aliran Material yang lancar – Sederhanakan pola aliran material. Untuk itu
dibutuhkan pengaturan total pada lini produksi. Ini juga membutuhkan akses langsung
dengan dan dari bagian penerimaan dan pengiriman. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan aliran material yang tidak terputus dari bagian penerimaan dan
kemudian antar tiap tingkat produksi yang saling berhubungan secara langsung,
samapi pada bagian pengiriman. Apapun yang menghalangi aliran yang merupakan
target yang haru diselidiki dan dieliminasi.
 Pengurangan waktu set-up – Sesuai dengan JIT, terdapat beberapa bagian produksi
diskret yang memilki waktu set-up mesin yang kadang-kadang membutuhkan waktu
beberapa jam. Hal ini tidak dapat ditoleransi dalam sistem JIT. Pengurangan waktu
setup yang dramatis telah dapat dicapai oleh berbagai perusahaan, kadang dari 4-7
jam menjadi 3-7 menit. Ini membuat ukuran batch dapat dikurangi menjadi jumlah
yang sangta kecil, yang mengijinkan perusahaan menjadi sangat fleksibel dan
responsif dalam menghadapi perubahan permintaan konsumen.
 Pengurangan lead time vendor – Sebagai pengganti dari pengiriman yang sangat
besar dari komponen-komponen yang harus dibeli setiap 2/3 bulan, dengan sistem JIT
kita ingin menerima komponen tepat pada saat operasi produksi membutuhkan. Untuk
itu perusahaan kadang-kadang harus membuat kontrak jangka panjang dengan vendor
untuk mendapatkan kondisi seperti ini.
 Komponen zero defect – Sistem JIT tidak dapat mentolelir komponen yang cacat,
baik itu yang diproduksi maupun yang dibeli. Untuk komponen yang diproduksi,
teknis kontrol statistik harus digunakan untuk menjamin bahwa semua proses sedang
memproses komponen dalam toleransi setiap waktu. Untuk komponen yang dibeli,
vendor diminta untuk menjamin bahwa semua produk yang mereka sediakan telah
diproduksi dalam sistem produksi yang diawasi secara satistik. Perusahaan kan selalu
memiliki program sertifikasi vendor untuk menjamin terlaksananya hal ini.
 Kontrol lantai produksi yang disiplin – Dalam system pengawasan lantai produksi
tradisional, penekanan diberikan pada utilitas mesin, waktu produksi yang panjang
yang dapat mengurangi biaya set up dan juga pengurangan waktu pekerja. Untuk itu,
order produksi dikeluarkan dengan memperhatikan faktorfaktor ini. Dalam JIT,

2
perhitungan performansi tradisional ini sangat jauh dari keinginan untuk membentuk
persediaan yang rendah dan menghilangkan halhal yang menghalangi operasi yang
responsif. Hal ini membuat waktu awal pelepasan order yang tepat harus dilakukan
setiap saat. Ini juga berarti, kadangkadang mesin dan operator mesin dapat saja
menganggur. Banyak manajer produksi yang telah menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk menjaga agar mesin dan tenaga kerja tetap sibuk, mendapat kesulitan
membuat penyesuaian-penyesuaian yang dibutuhkan agar berhasil menggunakan
operasi JIT. Perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan filosofi JIT akan
mendapatkan manfaat yang besar.

3
Pola Operasi Ramping

Operasi ramping (lean production) merupakan suatu pola operasi suatu perusahaan
yang menjalankan proyek manufakturnya dengan cara memasok sesuai dengan keinginan
pelanggan ketika pelanggan menginginkannya,tanpa pemborosan dan melalui perbaikan
berkelanjutan . Operasi ramping bisa dibilang dipengaruhi oleh tarikan berupa pemesanan
oleh pelanggan. Jika operasi ramping dan JIt dipadukan dalam keseluruhan proses
manufaktur,JIT dan operasi ramping dapat memelihara keunggulan kompetitif dan
menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Pola operasi ramping juga bisa dikatakan
berkonsep pada peniadaan “limbah”. Bila produsen secara umum memliki pemikiran
tentang produk yang gagal produksi sebagai produk cacat / limbah , namun bagi produsen
yang berpola pikiran “ramping” akan berpikir dari sisi yang berbeda ; tidak ada bagian
produk yang cacat ,tidak ada persediaan hanya aktivitas yang menambah nilai dan tidak
ada sampah ataupun limbah.

Bagi produsen dengan pola operasi ramping menganggap bahwq kegiatan apapun
yang tidak menambahkan nilai di mata konsumen adalah “sampah”. Bagi produden
dengan pola pikir ini, produk yang bahkan tidak ingin dibayar oleh konsumen juga
dikategorikan sebagai sampah. Sehingga,produsen dengan pola operasi ramping selalu
mengupayakan peniadaan sampah ini. Kemudian,produsen dengan pola pikir ini,selalu
berupaya mengurangi variabilitas yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Variabilitas yang dimaksud dalam konteks ini adalah segala penyimpangan yang berasal
dari proses optimal yang mengluarkan produk sempurna dengan tepat waktu dan setiap
saat. Semakin sedikit variabilitas di dalam sistem,maka semakin sedikit pemborosan di
dalam sistem itu.

Push vs Pull System

Sistem tarik (pull system) merupakan sebuah sistem yang menarik unit di mana ia
diperlukan dan saat ia diperlukan. Sistem tarik adalah alat standar dari sistem JIT ,yang
menggunakan sinyal untuk meminta dilakukannya proses produksi dan pengiriman dari
satu stasiun ke stasiun lain yang memiliki kapasitas produksi. Konsep tarik dalam proses
produksi digunakan baik pada proses produksi selanjutnya maupun dengan para pemasok.

4
Dengan menarik bahan dengan ukuran lot yangsangat kecil pada saat diperlukan,maka
dapat menghilangkan atau mengurangi tumpukan persediaan mapun limbah yang ada.

Ketika persediaan dihilangkan,maka masalah – masalah akan tampak dan perbaikan


yang berkelanjutan dapat ditekankan,di samping itu menghilangkan tumpukan persediaan
juga mengurangi investasi dalam persediaan dan waktu siklus produksi.Sedangkan sistem
dorong (push system)mengalihkan pesanan ke area berikutnya,terlepas dari ketepatan
waktu dan ketersediaan sumbernya.

Tekhnik – tekhnik JIT

Dalam menerapkan pola Just In Time dalam proses produksi,perlu diperhatikan kebjakan
– kebijakan dalam beberapa bidang yang patut diterapkan,yang di antaranya ;

1. Pemasok
Dalam penerapan sistem JIT,kita harus dapat mengupayakan kerja sama dengan
pemasok yang mampu memasok barang dengan kualitas tinggi dan dapat
memprioritaskan ketepatan waktu dalam pengiriman barang ke area kerja. Beberapa
perhatian dari pemasok juga perlu ditindaklanjuti. Adapun perhatian tersebut meliputi
;
a. Diversifikasi : keinginan pemasok untuk memiliki banyak pelanggan dengan tidak
terikat pada satu pelanggan saja.
b. Penjadwalan : Ketidakyakinan pemasok terhadap kemampuan pembeli dalam
memproduksi pesanan dalam jadwal yang lancer dan terkoordinasi.
c. Perubahan :perubahan tekhnik dan spesifikasi yang diterapkan pembeli kerap
menjadi malapetaka bagi JIT karena kurangnya waktu tunggu bagi pemasok untuk
mengimplementasikan perubahan yang diperlukan.
d. Kualitas : anggaran permodalan ,proses – proses dan tekhnologi dapat membatasi
kualitas produk
e. Ukuran lot : pengiriman dengan lot yang kecil,dianggap sebagai suatu cara
mentransfer biaya penyimpanan yang seharusnya ditanggung pembeli kepada
pemasok.

5
2. Tata Letak (layout)
Untuk lebih mengefisienkan proses produksi , penataan letak ruang kerja merupakan
salah satu factor yang penting. Dengan penataan letak yang strategis dan teratur maka
akan memudahkan moblisasi pekerja dalam mengerjakan masing – masing tugasnya
dan koordinasi dengan sesama pekerja dapat berlangsung lebih maksimal.
Adapun tekhnik – tekhnik dalam layout yang dapat diterapkan di antara lain :
a. Membangun area kerja untuk kelompok – kelompok produk
b. Melakukan sejumlah besar operasi dalam area yang kecil
c. Meminimalisasi jarak antar segmen produksi
d. Merancang area kecil untuk persediaan\
e. Meningkatkan komunikasi antar pekerja
f. Menggunakan peralatan poka – yoke
g. Menyediakan erlengkapan yang fleksibel dan mudah dipindahkan
h. Melatih silang para pekerja untuk menambah fleksibilitas
3. Persediaan
Dalam JIT,persediaan biasanya bersifat just in case (jaga – jaga) jika terjadi sesuatu
yang tidak beres. Persediaan just in time adalah persediaan minimum yang diperlukan
untuk menjaga agar suatu sistem dapat berjalan dengan sempurna. Dengan metode
persediaan just in time ,barang tiba saat dibutuhkan .
4. Penjadwalan
Dalam menerapkan pola JIT,ketepatan jadwal dalam proses produksi harus dapat
diprioritaskan. Ketepatan jadwal akan mmbantu proses produki yang
berkesinambungan dan tidak sampai menunda proses produksi yang ada.
5. Pemeliharaan preventif
Selain kebijakan di atas,upaya preventif terhadap hal – hal yang tidak diinginkan juga
patut mendapat perhatian khusus.
6. Pemberdayaan pekerja
Pemberdayaan pekerja dengan cara pelatihan,klasifikasi dan pembagian kerja yang
tepat dan fleksibel dapat berkontribusi besar bagi produktivitas yang lebih optimal
bagi para pekerja.
7. Komitmen
Kesungguhan manajemen serta seluruh komponen yang mendukung proses produksi
sangat penting untuk mempertahankan kualitas produk dan kepuasan konsumen akan
produk buatan kita.

6
A. Pemanufakturan JIT dan Penentuan Biaya Produk
Pemanufakturan JIT menggunakan pendekatan yang lebih memusat daripada yang
ditemui dalam pemanufakturan tradisional.Penggunaan sistem pemanufakturan JIT
mempunyai dampak pada:
 Meningkatkan Keterlacakan (Ketertelusuran) biaya.
 Meningkatkan akurasi penghitungan biaya produk.
 Mengurangi perlunya alokasi pusat biaya jasa (departemen jasa)
 Mengubah perilaku dan relatif pentingnya biaya tenaga kerja langsung.
 Mempengaruhi sistem penentuan harga pokok pesanan dan proses.

Dasar-dasar pemanufakturan JIT dan perbedaannya dengan pemanufakturan


tradisional:
1. JIT Dibandingkan dengan Pemanufakturan Tradisional.
Pemanufakturan JIT adalah sistem tarikan permintaan (Demand-Pull). Tujuan
pemanufakturan JIT adalah memproduksi produk hanya jika produk tersebut dibutuhkan dan
hanya sebesar jumlah permintaan pembeli (pelanggan). Beberapa perbedaan pemanufakturan
JIT dengan Tradisional meliputi:
a. Persediaan Rendah
b. Sel-sel Pemanufakturan dan Tenaga Kerja Interdisipliner
c. Filosofi TQC (Total Quality Control)

2. JIT dan Ketertelusuran Biaya Overhead


Dalam lingkungan JIT, beberapa aktivitas overhead yang tadinya digunakan bersama
untuk lebih dari satu lini produk sekarang dapat ditelusuri secara langsung ke satu produk
tunggal. Manufaktur yang berbentuk sel-sel, tanaga kerja yang terinterdisipliner, dan aktivitas
jasa yang terdesentralisasi adalah karakteristik utama JIT.
JIT TRADISIONAL
Sistem Pull-through Sistem Push-through
Persediaan tidak signifikan Persediaan signifikan
Sel-sel pemanufakturan Berstruktur departemen
Tenaga kerja terinterdisipliner Tenaga kerja terspesialisasi
Pengendalian mutu (TQC) Level mutu akseptabel (AQL)
Dsentralisasi jasa Sentralisasi jasa

7
3. Keakuratan Penentuan Biaya Produk dan JIT
Salah satu konsekuensi dari penurunan biaya tidak langsung dan kenaikan biaya
langsung adalah meningkatkan keakuratan penentuan biaya (Harga Pokok Produk).
Pemanufakturan JIT, dengan mengurangi kelompok biaya tidak langsung dan mengubah
sebagian besar dari biaya tersebut menjadi biaya langsung maupun sebaliknya, dapat
menurunkan kebutuhan penaksiran yang sulit.

4. JIT dan Alokasi Biaya Pusat Jasa

Dalam manufaktur tradisional, sentralisasi pusat-pusat jasa memberikan dukungan


pada berbagai departemen produksi. Dalam lingkungan JIT, banyak jasa
didesentralisasikan.Hal ini dicapai dengan membebankan pekerja dengan keahlian khusus
secara langsung ke lini produk dan melatih tenaga kerja langsung yang ada dalam sel-sel
untuk melaksanakan aktivitas jasa yang semula dilakukan oleh tenaga kerja tidak langsung.

5. Pengaruh JIT pada Biaya Tenaga Kerja Langsung

Sebagai perusahaan yang menerapkan JIT dan otomatisasi, biaya tenaga kerja
langsung tradisional dikurangi secara signifikan.Oleh sebab itu ada dua akibat:
1. Persentasi biaya tenaga kerja langsung dibandingkan total biaya produksi menjadi
berkurang
2. Biaya tenaga kerja langsung berubah dari biaya variabel menjadi biaya tetap.

B. Kanban
Suatu cara mencapai ukuran lot yang kecil adalah memindahkan persediaan ke dalam
pabrik hanya jika dibutuhkan, alih – alih mendorongnya ke stasiun kerja berikutnya tanpa
mempertimbangkan ada atau tidaknya pekerjaan yang siap mengerjakanlot tersebut. Seperti
yang telah ditekankan di awal,persediaan hanya dipindahkan jika dibutuhkan,hal ini dikenal
dengan sistem tarik dan ukuran lot yang ideal adalah satu. Namun, di mata orang
Jepang,sistem ini disebut dengan kanban. Kanban membuat waktu kedatangan dalam pusat
kerja hamper sama dengan waktu pemrosesan. Kanban ( dalam bahasa Indonesia berarti
‘kartu’ ) merupakan suatu alat bagi orang Jepang pada zaman dahulu untuk memberikan

8
isyarat bagi kebutuhan untuk container bahan berikutnya. Namun kini,sistem kanban telah
dimodifikasi sehingga tidak lagi menggunakan kartu sebagai isyaratnya.Kini , sebuah posisi
kosong di lantai menjadi indikasi bagi kebutuhan container yang selanjutnya.
Ketika ada kontak visual antara produsen dan pengguna,prosesnya akan bekerja
sebagai berikut :
1. Pengguna memindahkan container berukuran standar yang berisi komponen dari
suatu area penyimpanan kecil
2. Isyarat di area penyimpanan dianggap oleh departemen sebagai otorisasi untuk
mengisi deartemen yang digunakan atau area penyimpanan. Karena ukuran lot
yang maksimal,departemen produksi dapat membuat beberapa container
sekaligus.
Untuk menghitung jumlah kartu kanban dihitung dengan cara sebagai berikut :

𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢+𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑛


Jumlah kaban (container) =
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟

Contoh : Hobbs Bakery menghasilkan kue dalam periode yang singkat dan kemudian
dikirimkan ke took – took bahan makanan. Pemiliknya,Ken Hobbs ingin mengurangi
persediaan dengan beralih ke sistem kanban.Atas data berikut,Ia meminta anda
menyelesaikan proyeknya ;
1
Permintaan harian = 500 kue , persediaan pengaman = 2 hari ,

waktu tunggu produksi = waktu tunggu + waktu penanganan bahan + waktu pemrosesan = 2
hari. Ukuran container (ditentukan berdasarkan ukuran pesanan produksi EOQ ) = 250 kue
Setelah diketahui jumlah EOQ nya maka dapat diketahui jumlah kanban yang dibutuhkan :
Permintaan selama waktu tunggu (waktu tunggu x permintaan harian = 2 hari x 500 kue =
1000. Persediaan pengaman = 250

Jumlah kanban (container) yang diperlukan =

𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢+𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑛 1000+250


= =5
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 250

Maka jumlah kanban yang diperlukan adalah 5 kanban. Dalam artian,ketika titik pesaan ulang
tercapai,terdapat 5 kontainer yang harus dikeluarkan.

9
Dalam menentukan ukuran kanban sendiri,dapat dihitung dengan cara :

2 𝐷𝑆
Qp = 𝑑 Dimana :
𝐻 (1− )
𝑃

D = permintaan tahunan

S = biaya penyetelan

H = biaya penyimpanan tahunan per kompresor

d = permintan harian

P = tingkat produksi harian

SOAL

Krupp Refrigerator,Inc berupaya mengurangi persediaannya dan meminta anda untuk


menerapkan sebuah sistem kanban bagi kompresor dalam salah satu lini perakitann.
Tentukanlah ukuran dari kanban dan jumlah kanban (container) yang diperlukan .

Biaya penyetelan = $10


Biaya penyimpanan tahunan per kompresor = $100
Produksi harian = 200 kompresor
Pemakaian tahunan = 25.000 (50 minggu x 5 hari masing – masing x pemakaian harian 100
Kompresor.
Waktu tunggu = 3 hari
1
Persediaan pengaman = 2 hari produksi kompresor

10
Jawab :
Pertama harus ditentukan ukuran container kanban. Untuk melakukannya,tentukan jumlah
pesanan produksi yang menentukan ukuran kanban :

2 𝐷𝑆 2(25.000)(10) 500.000
Qp = 𝑑 = 100 =
𝐻 (1− ) 100 (1− ) 50
𝑃 200

= √10.0000 = 100 kompresor

Jadi,ukuran pesanan produksi dan ukuran container kanban = 100

Penentuan jumlah kanban :


Permintaan selama waktu tunggu = 300 (3 hari x pemakaian harian sebanyak 100 )
Persediaan pengaman = 100 (1⁄2hari produksi x 200 )

𝑃𝑒𝑟𝑚𝑖𝑛𝑡𝑎𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑢𝑛𝑔𝑔𝑢+𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑛


Jumlah kanban =
𝑈𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟

300+100 400
= = = 4 kontainer
100 100

11
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dalam menangani tingginya biaya, menurunnya laba, dan menajamnya persaingan


telah mengakibatkan perusahaan mencari cara-cara untuk merampingkan kegiatan usaha
mereka dan mengumpulkan lebih banyak data akurat untuk tujuan pengambilan keputusan.
Oleh karena itu muncullah ide Just In Time (JIT) yang hanya memproduksi apabila ada
permintaan. Akibatnya pemborosan dapat dihilangkan dalam skala besar, yaitu berupa
perbaikan kualitas dan biaya produksi yang lebih rendah. Tujuan utama JIT adalah untuk
meningkatkan laba dan posisi persaingan perusahaan yang dicapai melalui usaha
pengendalian biaya, peningkatan kualitas, serta perbaikan kinerja pengiriman.
Prinsip dasar JIT adalah meningkatkan kemampuan secara terus-menerus untuk
merespon perubahan dengan meminimisasi pemborosan. Ada empat aspek pokok dalam
sistim JIT yaitu :

12
• Menghilangkan semua aktivitas atau sumber-sumber yang tidak memberikan nilai tambah
terhadap produk.
• Komitmen terhadap kualitas prima.
• Mendorong perbaikan berkesinambungan untuk meningkatkan efisiensi.
• Memberikan tekanan pada penyederhanaan aktivitas dan peningkatan visibilitas yang
memberikan nilai tambah.
Persediaan JIT adalah untuk sistem persediaan yang dirancang guna mendapatkan
barang secara tepat waktu. Pada persediaan JIT mensyaratkan bahwa proses atau orang yang
membuat unit-unit rusak dapat dikirim untuk menunggu pengerjaan ulang atau menjadi bahan
sisa. Sistim JIT menghapus kebutuhan akan persediaan karena tidak ada produksi sampai
barang akan dijual. Hal ini berarti bahwa perusahaan harus mempunyai pesanan terus
menerus agar dapat berproduksi Dalam system JIT menerapkan untuk membeli barang hanya
dalam kuantitas yang dibutuhkan saja. Untuk itu perusahaan harus mengikat kontrak panjang
kepada pemasok agar bersedia mengirimkan barang yang kita pesan sesering mungkin. Hal
ini agar tidak adanya persediaan di gudang.
Produsi JIT adalah suatu sistem dimana tiap komponen dalam jalur produksi
menghasilkan secepatnya saat diperlukan dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi.
Perusahaan harus memproduksi barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya
persediaan.
Pada system JIT perusahaan harus meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing
dengan perusahaan yang lain. Untuk perusahaan harus memperhatikan kualitas mutunya.
Dalam pengiriman barang dalam JIT harus tepat waktu, sesuai dengan jumlah pesanan dan
dengan kualitas yang bermutu tinggi. Karena hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan
pelanggan terhadap perusahaan produksi. Jika pelanggan senang maka ia akan sering
melakukn pesanan terhadap perusahaan produksi dan sebaliknya jika pelanggan tidak puas
maka pelanggan akan memilih ke perusahaan produksi lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hayzer Jay, Render Barry .Manajemen Operasi Edisi 9, Jakarta : Salemba Empat, 2010

Tjiptono, Fandi dan Diana Anastasia. Total Quality Management, Yogyakarta : Andi Offset,
1994.

Simamora, Henri, Akuntansi Manajemen, Jakarta : Salemba Empat, 1999.

Mulyadi, AkuntansiManajemen, Ed. 5, Jakarta : Salemba Empat, 1999.

Deakin, Maher, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Erlangga, 1996.

Cherrington, Hubbard & Luthy, Cost Accounting, San Fransisco : West Publishing Company,
1994.

Hay, Edward, The Just In Time Breakthough, New York : Rath, 1998.

14
Hansen & Mowen, Akuntansi Biaya, Ed. 4, Jakarta : Salemba Empat, 2000.

Gayle, Raybun, Akuntansi Biaya Dengan Menggunakan Pendekatan Manajemen Biaya, Ed.
6, Yokyakarta : Erlangga, 1999.

Milton, F. Usry, Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian, Yogyakarta : Erlangga,


1999.

15

You might also like