You are on page 1of 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ASKEP POST PARTUM DALAM VULVA HYGIENE

Pengkajian

Diagnose

Intervesi keperawatan

(noc, nic)

Implentasi

….

Dischare planning

2.2. LUKA PERENIUM

2.2.1 Definisi
Penyembuhan / Perawatan perineum adalah pemenuhan
kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva
dan anus pada ibu yang dalam masa antara kelahiran placenta sampai
dengan kembalinya organ genetik seperti pada waktu sebelum hamil.
Menurut Oxorn (2010) Tindakan supportif dilaksanakan
sampai daerah luka bersih. Lamanya tindakan ini 5 hingga 6 hari.
Kemudian pasien dianesthesi, jaringan yang mati
menjalani debridement, dan luka episiotomi diperbaiki. Banyak kasus
kala tiga selesaai tidak lama setelah anak dilahirkan, perbaikan
episiotomi dikerjakan sesudah placenta dilahirkan, uterus
berkontraksi, dan cervix serta vagina ditemukan tanpa cedera. Bukan
saja prosedur intrauterin seperti pengeluaran placenta secara manual,
dan prosedur intravaginal menjadi lebih sulit dilaksanakan jika luka
episiotomi sudah ditutup, tetapi juga perbaikan luka tersebut dapat
robek kembali. Jarum jahit yang digunakan adalah jarum bundar
berukuran medium kecuali bagi lapisan subcutis. Pada jaringan dalam,
pemakaian jarum yang pinggirannya tajam dapat menyayat pembuluh
darah dan menyebabkan hematoma.
Perawatan lanjut episiotomi pada hakekatnya merupakan
masalah kebersihan. Perineum dibersihkan dengan larutan antiseptik
ringan tiap kali sesudah buang air kecil dan besar. Panas yang dapat
diperoleh dari bola lampu listrik dapat digunakan untuk mengeringkan
daerah tersebut dan mengurangi pembengkakan. Pembasuhan dan
pencucian tiap hari dengan menggunakan air dan sabun yang lembut
adalah tindakan yang baik sekali untuk mempertahankan agar
perineum selalu bersih dan bebas dari sekret yang iritatif. Beberapa
penyelidik memakai preparat oral enzim proteolitik dengan hasil yang
baik untuk mengurangi nyeri dan edema (Oxorn, 2010).

2.2.2 Fase-Fase Penyembuhan Luka


Menurut Ismail (2012) Proses penyembuhan luka dapat kita
kelompokkan dalam 3 fase :
1. Fase inflamasi berlangsung selama 1 – 4 hari
2. Fase proliferasi atau fase fibroplasti berlangsung 5 – 20 hari
3. Fase remodeling, berlangsung 21 hari – sebulan atau tahunan.
2.2.3 Luka Jahitan Perineum
Luka / Ruptur Perineum adalah robekan atau koyaknya jaringan
secara paksa yang terletak antara vulva dan anus. Luka jahitan perineum
didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan rahim maupun karena
episotomi pada saat melahirkan janin (Wiknjosastro, 2008).
2.2.4 Jenis Luka Jahitan Perineum
1. Ruptur Perineum Spontan
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin
atau bahu pada saat proses persalinan. Bentuk rupture biasanya tidak
teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.
Ruptur Spontan

2. Ruptur perineum yang disengaja (Episiotomi)


Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang
menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara,
jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perineum dan
kulit sebelah depan perineum. (Wiknjosastro, 2008).

Ruptur yang
disengaja

2.2.4. Tingkat Robekan Perineum


Menurut Prawirohardjo (2009), tingkat perlukaan pada
perineum dapat dibagi dalam :
1. Tingkat I : bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina
atau kulit perineum
2. Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke
vagina dan perineum dengan melukai fasia serta otot – otot
diafragma urogenitale
3. Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang
menyebabkan muskulus fingter ani ekternus terputus di depan.
2.2.5 Perawatan Pasca Tindakan
Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun
dapat juga bilateral. Perlukaan pad adifragma urogenitalis dan
muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan normal
atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit
perineum atau pada vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar.
Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul, sehingga
mudah terjadi prolapsus genitalis.
Umumnya perlukaan perineum terjadi pada tempat dimana
muka janin menghadap. Robekan perineum dapat mengakibatkan
pula robekan jaringan pararektal, sehingga rektum terlepas dari
jaringan sekitarnya. Diagnosis ruptura perinei ditegakkan dengan
pemeriksaan langsung. Pada tempat terjadinya perlukaan akan
timbul perdarahan yang bersifat arterial atau yang merembes.
Dengan dua jari tangan kiri luka dibuka, bekuan darah diangkat,
lalu luka dijahit secara rapi.
Pada perlukaan tingkat I, bila hanya ada luka lecet, tidak
diperlukan penjahitan. Pada perlukaan tingkat II, hendaknya luka
dijahit kembali secara cermat. Pada perlukaan tingkat II, hendaknya
luka dijahit kembali secara cermat. Lapisan otot dijahit simpul
dengan katgut kromik no. 0 atau 00, dengan mencegah terjadinya
ruang mati. Adanya ruang mati antara jahitan – jahitan
memudahkan tertimbunnya darah beku dan terjadinya radang.
Lapisan kulit dapat dijahit dengan benang katgut atau sutera secara
simpul. Jahitan hendaknya jangan terlalu ketat, sebab beberapa jam
kemudian di tempat perlukaan akan timbul edema. Penanganan
perlukaan perineum tingkat III memerlukan teknis penjahitan
khusus (Prawirohardjo, 2009).

2.2.5. Komplikasi Jika Robekan Perineum Dibiarkan


Jika robekan tingkat III tidak diperbaiki dengan baik,
pasien dapat menderita gangguan defekasi dan flatus. Jika robekan
rektum tidak diperbaiki, dapat terjadi infeksi dan fistula
rektovaginal.
2.2.6. Penanganan Komplikasi
Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan. Jika tidak ada
tanda infeksi dan perdarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan.
Jika terdapat infeksi, buka dan drain luka. Berikan Ampisilin 500
mg peroral tiga kali sehari selama 5 hari dan Metronidazol 400 mg
peroral tiga kali sehari selama 5 hari. Jika infeksi mencapai otot
dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan antibiotika
secara kombinasi sampai pasien bebas demam 48 jam. Penisilin G
2 juta unit setiap 6 jam IV. Ditambah Gentamisin 5 mg/kgBB
setiap 24 jam IV.Ditambah Metronidazol 500 mg peroral setiap 8
jam IV.
Sesudah pasien bebas demam selama 48 jam berikan :
Ampisilin 500 mg peroral empat kali sehari selama 5 hari.
Ditambah Metronidazol 400 mg peroral tiga kali sehari selam 5
hari. Luka dapat dijahit bila telah tenang, 2-4 minggu kemudian.
Fistula rektovaginal perlu dilakukan bedah rekonstruksi 3 bulan
atau lebih pasca persalinan.

2.2.7. Perawatan Luka Jahitan Perineum


Perawatan luka jahitan perineum menurut APN (2009),
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga agar perineum selalu bersih dan kering.
2. Menghindari pemberian obat trandisional.
3. Menghindari pemakaian air panas untuk berendam.
4. Mencuci luka dan perineum dengan air dan sabun 3-4 x sehari.
5. Kontrol ulang maksimal seminggu setelah persalinan untuk
pemeriksaan penyembuhan luka.

2.2.8. Tujuan Perawatan Luka Jahitan Perineum


Menurut Ambawati (2011), tujuan perawatan perineum
adalah:
1. Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum,
maupun di dalam uterus
2. Untuk penyembuhan luka perinium (jahitan perineum)
3. Untuk kebersihan perineum dan Vulva
4. Untuk mencegah infeksi seperti diuraikan diatas bahwa saat
persalinan vulva merupakan pintu gerbang masuknya kuman-
kuman. Bila daerah vulva dan perineum tidak bersih, mudah
terjadi infeksi pada jahitan perineum saluran vagina dan uterus

2.2.9. Waktu Perawatan Perineum


Waktu perawatan perineum adalah:
1. Saat Mandi
Pada saat mandi, ibu post partum pasti melepas pembalut.
Setelah terbuka maka akan kemungkinan terjadi kontaminasi
bakteri pada cairan yang tertampung pada pembalut, untuk itu
maka perlu dilakukan penggantian pembalut
2. Setelah Buang Air Kecil
Pada saat buang air kecil kemungkin besar terjadi
kontaminasi air seni pada rektum akibatnya dapat memicu
pertumbuhan bakteri pada perineum untuk itu diperlukan
pembersihan perineum.
3. Setelah Buang Air Besar
Pada saat buang air besar, dilakukan pembersihan sisa-sisa
kotoran disekitar anus, untuk mencegah terjadinya kontaminasi
bakteri dari anus ke perinium.
2.2.10. Cara Perawatan Luka Jahitan Perineum
1. Mencuci tangannya
2. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan kebawah
mengarah ke rectum dan letakan pembalut tersebut kedalam
kantung plastic
3. Berkemih dan BAB ke toilet
4. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air
5. Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari depan ke
belakang
6. Pasang pembalut dari depan ke belakang
7. Cuci kembali tangan

2.2.11. Dampak Perawatan Luka Jahitan Perineum


Menurut Suwiyoga (2008), perawatan perineum yang
dilakukan dengan baik dapat menghindarkan hal berikut ini:

1. Infeksi
Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab akan
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum
2. Komplikasi
Munculnya infeksi pada perineum dapat merambat pada
saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang dapat
berakibat pada munculnya komplikasi infeksi kandung kemih
maupun infeksi pada jalan lahir
3. Kematian Ibu Post Partum
Penanganan komplikasi yang lambat dapat menyebabkan
terjadinya kematian pada ibu post partum mengingat kondisi
fisik ibu post partum masih lemah.
4. Infeksi Perineum
Infeksi Perineum biasanya terjadi pada persalinan normal.
Disebabkan kebersihan daerah perineum kurang terjaga.
Misalnya, karena tidak segera mengganti pembalut bila sudah
penuh cairan lokia. Atau, setelah dibasuh, daerah perineum
tidak dikeringkan.
Gejala Infeksi Perineum :
a. Timbul rasa panas dan perih pada tempat yang terinfeksi
b. Perih saat buang air kecil.
c. Demam.
d. Keluar cairan seperti keputihan dan berbau.
2.2.12. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Jahitan
Perineum
Menurut Krisnawati (2007) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka jahitan perineum :
1. Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini tidak hanya mempercepat kesembuhan luka
jahitan perineum tetapi juga memulihkan kondisi tubuh ibu
jika dilakukan dengan benar dan tepat. Mobilisasi dini atau
gerakan sesegera mungkin bisa mencegah aliran darah
terhambat. Hambatan aliran darah bisa menyebabkan
terjadinya thrombosis vena dalam (deep vein trombosis) dan
menyebabkan infeksi.
2. Vulva Hygiene
Vulva hygiene merupakan perawatan diri pada organ
eksterna untuk membersihkan area perineal dan pengeluaran
lochea untuk meminimalis infeksi.
3. Gizi
Faktor gizi terutama protein akan sangat mempengaruhi
terhadap proses penyembuhan luka pada perineum karena
penggantian jaringan sangat membutuhkan protein.
4. Obat-Obatan
Obat-obatan yaitu steroid dapat menyamarkan adanya
infeksi dengan mengganggu respon inflamasi normal,
antikoagulan dapat menyebabkan haemoragi, antibiotik
spektrum luas atau specifik efektif bila diberikan segera
sebelum pembedahan untuk patologi spesifik atau kontaminasi
bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup tidak efektif karena
koagulasi intra vaskular.
5. Keturunan
Keturunan sifat genetik seseorangakan mempenengaruhi
kemampuan dirinya dalam penyembuhan luka. Salah satu sifat
genetik yang mempengaruhi adalah kemampuan dalam sekresi
insulin dapat dihambat sehingga menyebabkan glukosa darah
meningkat sehingga dapat terjadi penipisan protein-kalori.
6. Sarana dan Prasarana
Merupakan kemampuan ibu dalam menyediakan sarana dan
prasarana dalam perawatan perineum akan sangat
mempengaruhi penyembuhan perineum misalnya kemampuan
ibu dalam hal menyediakan antiseptik.
7. Budaya Dan Keyakinan
Budaya dan keyakinan akan sangat mempengaruhi
penyembuhan perineum misalnya kebiasaan makan telur, ikan
dan daging ayam akan mempengaruhi asupan gizi ibu yang
akan sangat bermanfaat dalam penyembuhan luka.
2.3 VULVA HYGIENE
2.3.1 Pengertian Vulva Hygiene
Vulva Hygiene yaitu membersihkan alat kelamin wanita
bagian luar dan sekitarnya. Dengan kebersihan vulva dan sekitarnya
membantu dalam penyembuhan luka dan menghindari infeksi. Jadi
teknik vulva hygiene adalah tindakan seseorang untuk melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu yaitu cara membersihkan
alat kelamin wanita bagian luar dan sekitarnya (Laurike, 2007).
2.3.2 Frekuensi Perawatan Vulva
Vulva Hygiene Bisa dilakukan minimal 2 kali sehari dan
waktu yang lebih baik adalah pada pagi dan sore hari sebelum mandi,
sesudah buang air kecil atau buang air besar.
2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Teknik Vulva Hygiene
Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik vulva hygiene yaitu :
1. Pengetahuan dan sikap
2. Kebiasaan
3. Lingkungan (keluarga, televisi, radio, majalah dan lain-lain)
4. Sarana (air bersih, sabun dan lain-lain)
5. Tingkat ekonomi

2.3.4 Bahan dan Teknik/ Cara Perawatan Vagina


1. Bahan untuk perawatan vagina
Bahan yang dipakai untuk membersihkan vagina yaitu
disiram dengan air pada daerah sekitar kemaluan dan perineum
atau disemprot air biasa.
2. Teknik atau cara perawatan vagina
a. Mandi setiap hari dengan sabun atau air hangat, jangan pakai
sabun yang mengandung zat-zat kimia tertentu. Pada waktu
mencuci regangkan bibir vagina dan bersihkan baik-baik,
jangan lupa membersihkan daerah klitoris.
b. Sesudah buang air besar, bersihkan daerah dubur dari depan ke
belakang. Pembersihan yang kurang baik bisa memindahkan
bakteri dari dubur dan kotoran ke dalam vagina atau saluran
kencing sehingga mengakibatkan infeksi saluran kencing.
c. Di kamar mandi umum sebaiknya pakai penutup tempat duduk
toilet yang dapat langsung dibuang sesudah dipakai sendiri,
jangan lupa cuci tangan sesudahnya.
d. Vulva harus cukup mendapatkan udara dan harus selalu kering,
lebih baik pakai celana dalam terbuat dari katun karena nilon
tidak menghisap air dan tidak tembus udara sehingga
memudahkan berkembang biaknya organisme.
e. Selama haid gantilah pembalut sesering mungkin, minimum
dua kali sehari meskipun jumlah darah sedikit, bila terlalu lama
bisa tumbuh bakteri yang akhirnya mengakibatkan infeksi.
Sebaiknya sering mandi untuk menghilangkan bau karena
produksi keringat selama haid lebih banyak daripada biasanya
f. Selama ovulasi pengeluaran cairan dari vagina lebih dari
biasanya kadang-kadang ada perdarahan, mencuci dengan air
dan sabun sudah cukup.
g. Jangan pakai deodorant khusus untuk vagina karena dapat
merangsang dan menutupi gejala infeksi tertentu.
h. Bersikaplah waspada terhadap VD / Veneral Disease yaitu
penyakit kelamin, karena itu setiap wanita perlu
memperhatikan kesehatan partnernya. Infeksi penyakit seksual
dapat menularkan kepada pasangan.
i. Jangan lupa memeriksakan diri secara teratur apabila terdapat
gejala yang lain daripada biasanya.
j. Berusahalah selalu menambah pengetahuan, mengenal fungsi
tubuh dan anatomisnya.

2.3.5 Gambaran Klinik dan Diagnosis


Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Getah
yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal ini demikian, pertumbuhan
tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami segera sehabis
senggama (disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala
karsinoma serviks.
Perdarahan yang timbul akibat terburuknya pembuluh darah makin
lama akan lebih sering terjadi, juga di luar senggama (perdarahan
spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik
yang lebih lanjut (II atau III), terutama pada tumor yang bersifat
eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami
secara seksual, atau janda yang sudah mati haid (menopause)
bilamana mengidap kanker serviks sering terlambat datang meminta
pertolongan. Perdarahan spontan saat defekasi akibat tergesernya
tumor eksofitik dari serviks oleh skibala, memaksa mereka datang ke
dokter. Adanya perdarahan spontan pervaginam saat berdefekasi,
perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut.
Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma.
Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang
terulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf,
memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan
dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan
dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul
ialah gejala-gejala yang disebabkan oleh metastasis jauh. Sebelum
tingkat akhir (terminal stage), penderita meninggal akibat perdarahan
yang eksesif, kegagalan faal ginjal (CRF = Chronic Renal Failure)
akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih,
yang menyebabkan obstruksi total.
2.3.6 Pencegahan
Daripada menderita dan mengobati suatu penyakit, lebih baik
mencegah terjadinya penyakit tersebut selama hal tersebut dapat
dilakukan. Pencegahan terjadinya kanker serviks dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain :
1. Membiasakan hidup sehat terutama sejak kecil dengan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dan tidak mengandung zat
karsinogenik
2. Selalu menjaga kebersihan genetalia dengan cara melakukan
teknik vulva hygiene secara tepat, membersikan vagina segera
setelah melakukan hubungan intim
3. Menghindari kebiasaan merokok dan minum alkohol
4. Tidak berganti-ganti pasangan seksual
5. Tidak melakukan hubungan seksual di usia muda (kurang dari 18
tahun).

You might also like