You are on page 1of 53

REFERAT

GAGAL GINJAL

Oleh :
Salsabila Rahma
Sarah T W
Seno Pamungkas
Sofie Hanafiah N
Yuni Kartika

Pembimbing :
dr. Henny K Koesna, Sp.PD
dr. Seno M Kamil, Sp.PD
dr. Dinny G. Prihadi, Sp.PD, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOREANG
2017
Daftar Isi

1
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….. ii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………… 3

II. 1 Anatomi Ginjal ……………………………………………………….7

II. 2 Fisiologi Ginjal ………………………………………………………. 11

II. 3 Gagal Ginjal Akut

II.3.1 Definisi ……………………………………………………...22


II.3.2 Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal Akut ………………....23

II.3.3 Patofisiologi …………………………………………………25

II.3.4 Gejala Klinis…………………………………………………29

II.3.5 Diagnosis …………………………………………………...30

II.3.6 Penatalaksanaan ……………………………………………..31

II.3.7 Komplikasi………………………………………………….34

II.3.8 Prognosis ……………………………………………………35

II. 4 Gagal Ginjal Kronik

II.4.1 Definisi ………………………………………………………35

II.4.2 Klasifikasi………………………………………………..36

2
II.4.3 Etiologi…………………………………………………...37

II.4.4 Gejala Klinis……………………………………………..40


II.4.5 Diagnosis…………………………………………………42

II.4.6 Penatalaksanaan …………………………………………49

II.4.7 Komplikasi ………………………………………………56

II.4.8 Prognosis …………………………………………………56.

III. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………57

BAB I

3
PENDAHULUAN

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang


rongga abdomen, satu di setiap sisi columna vertebralis sedikit di atas garis pinggang.
Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin,
menahan bahan–bahan tertentu dan mengeliminasi bahan–bahan yang tidak
diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional
berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang disatukan satu sama lain
oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen
tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.

Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas


kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang
melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu saluran
berongga berisi cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan yang sudah
terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik dengan plasma, kemudian
mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut dimodifikasi oleh
berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable


diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit
ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases)
sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.

Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler


sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien
mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner,
gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.

4
Gagal ginjal adalah keadaan dimana kedua ginjal tidak bisa menjalankan
fungsinya. Gagal ginjal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : Gagal Ginjal Kronik
(GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif yang akhirnya akan mencapai gagal ginjal
terminal. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik
atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa
oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeotasis tubuh.

Prevalensi dan insidensi gagal ginjal terus meningkat di dunia tak terkecuali di
Amerika Serikat. Data dari United State Renal Data System (USRDS)
mengindikasikan bahwa gagal ginjal kronik meningkat 104% antara tahun 1990 –
2001. Menurut Third National Health and Examination Survey (NHANES III)
diperkirakan bahwa prevalensi penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat pada usia
dewasa adalah 11% atau 19,2 juta dari penduduk di Amerika Serikat: 3,3% ( 5,9 juta )
pada stadium 1,3% ( 5,3 juta ) pada stadium 2, 4,3 % ( 7,6 juta ) dengan stadium 3,
0,2% ( 400,000 ) dengan stadium 4 dan 0,2% (300,000) dengan stadium 5. Data
prevalensi di Indonesia tentang penderita penyakit ginjal kronik khususnya end stage
renal disease hingga kini belum ada yang akurat karena belum ada sistem atau pusat
pendataan yang mendatanya. Tetapi diperkirakan, bahwa jumlah penderita penyakit
ginjal kronik di Indonesia semakin meningkat. Jumlah penderita gagal ginjal di
Indonesia sekitar 150 ribu orang dan yang menjalani hemodialisis 10 ribu orang. Dari
data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan prevalensi penyakit ginjal
kronik masing-masing berkisar 100 - 150/ 1 juta penduduk. Untuk penyakit ginjal
akut, data prevalensi tidak dapat diketahui dengan tepat1.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penulis merasa perlu membahas


lebih lanjut mengenai gagal ginjal dengan harapan dapat menjelaskan lebih lanjut

5
definisi, anatomi fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, serta
penatalaksanaan pada gagal ginjal kronis maupun gagal ginjal akut.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Anatomi Ginjal 1

6
Gambar 1. Makroskopik Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang


rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit diatas garis pinggang.
Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena renalis, yang masing – masing
masuk dan keluar ginjal dilekukan medial yang menyebabkan organ ini berbentuk
seperti buncis. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk
menghasilkan urin yang kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral
(pelvis renalis) yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua
ginjal. Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding otot
polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian proksimal) arteri
dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke
sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli – buli) yang menyimpan urin secara

7
temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan volumenya
disesuaikan dengan mengubah – ubah status kontraktil otot polos di dindingnya.
Secara berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui sebuah
saluran, uretra. Bagian – bagian sistem kemih diluar ginjal memiliki fungsi hanya
sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di ginjal,
komposisi dan volume urin tidak berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi
sisi sistem kemih.
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk dua daerah khusus : daerah
sebelah luar yang tampak granuler ( korteks ginjal) dan daerah bagian dalam yang
berupa segitiga – segitiga bergaris – garis, piramida ginjal, yang secara kolektif
disebut medula ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen
tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.
Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :
 Arteriol aferen
merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi – bagi menjadi
pembuluh – pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan darah ke kapiler
glomerulus
 Glomerulus
suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut
dari darah yang melewatinya
 Arteriol eferen
Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen tubulus
meninggalkan glomerulus dan merupakan satu – satunya arteriol di dalam
tubuh yang mendapat darah dari kapiler
 Kapiler peritubulus

8
Merupakan arteriol eferen yang terbagi – bagi menjadi serangkaian kapiler yang
kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem tubulus untuk memperdarahi
jaringan ginjal dan berperan dalam pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler
– kapiler peritubulus menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke
vena renalis, temoat darah meninggalkan ginjal

Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis cairan
yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain:
 Kapsula Bowman
Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus untuk
mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus
 Tubulus proksimal
Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku – liku) atau
berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal menerima cairan yang
difiltrasi dari kapsula bowman
 Lengkung henle
Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam medula. Pars
desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke dalam medula, pars
assendens berjalan kembali ke atas ke dalam korteks. Pars assendens kembali
ke daerah glomerulus dari nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati
garpu yang dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel – sel
tubulus dan sel – sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk aparatus
jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang berperan penting dalam
mengatur fungsi ginjal.
 Tubulus distal
Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari lengkung
henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus pengumpul
 Duktus atau tubulus pengumpul

9
Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa nefron yang
berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke dalam medula untuk
mengosongkan cairan yang kini telah berubah menjadi urin ke dalam pelvis
ginjal

Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron jukstamedula yang
dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian strukturnya. Nefron korteks
merupakan jenis nefron yang paling banyak dijumpai dan lengkung tajam dari nefron
korteks hanya sedikit terbenam ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula
terletak di lapisan dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke
dalam medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk
lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan
berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan karakteristik
permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta berperan penting dalam
kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam berbagai konsentrasi tergantung
kebutuhan tubuh.

10
Gambar 2. Mikroskopik Ginjal

II.2 FISIOLOGI GINJAL1

Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran
mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu sama lain oleh
jaringan ikat. Nefron adalah satuan terkecil yang mampu membentuk urin. Setiap
nefron terdiri dari komponen vaskular dan komponen tubulus, yang keduanya secara
struktural dan fungsional berkaitan erat.

Fungsi bagian- bagian nefron:

1. Komponen vaskular

11
 Arteriol aferen: mengangkut darah ke glomerulus
 Glomerulus: berkas kapiler yang menyaring plasma bebas protein ke dalam
komponen tubulus
 Arteriol eferen: mengangkut darah dari glomerulus
 Kapiler peritubulus: memperdarahi jaringan ginjal; berperan dalam
pertukaran dengan cairan di lumen tubulus
2. Kombinasi komponen vaskuler/ tubulus
 Apartus jugstaglomerulus: mensekresi zat- zat yang berperan dalam
mengontrol fungsi ginjal
3. Komponen tubulus
 Kapsul bowman: mengumpulkan filtrat glomerulus
 Tubulus proksimal: reabsorbsi dan sekresi tidak terkontrol zat- zat
tertentu berlangsung disini
 Lengkung henle: membentuk gradien osmotik di medula ginjal yang
penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan berbagai
konsentrasi
 Tubulus distal: sekresi dan reabsorpsi tidak terkontrol zat- zat tertentu
berlangsung disini
 Tubulus pengumpul: reabsorpsi H2O dalam jumlah bervariasi
berlangsung disini; cairan yang meninggalkan tubulus pengumpul
menjadi urin, yang kemudian masuk ke pelvis ginjal
FILTRASI GLOMERULUS

Cairan yang di filtrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bownman harus


melewati tiga lapisan yang membentuk membran glomerulus, yaitu

1. Dinding kapiler glomerulus


Dinding ini terdiri dari selapis sel endotel gepang yang memiliki lubang
dengan pori- pori besar sehingga seratus kali lebih permeabel terhadap H 2O
dan zat terlarut
2. Lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal (basement
membrane)

12
Terdiri dari glikoprotein yang berfungsi untuk menghambat filtrasi protein
plasma kecil dan kolagen ynag menghasilkan kekuatan struktural
3. Lapisan dalam kapsul bownman
Terdiri dari podosit, setiap podosit memiliki banyak tonjolan memanjang

seperti kaki. Celah sempit antara tonjolan yang berdekatan, yang dikenal
sebagai celah filtrasi (filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk
keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsula bownman

Gambar 5. Lapisan- lapisan membran Glomerulus1

Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul halus
yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan H 2O dan zat
terlarut yang ukuran molekulnya cukup kecil.

Terdapat tiga gaya fisik yang terlibat dalam filtrasi glomerulus:


1. Tekanan darah kapiler glomerulus
Tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus.
Tekanan ini bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi arteriol aferen

13
dan eferen terhadap aliran darah. Tekanannya diperkirakan bernilai rata- rata
55 mmHg
2. Tekanan osmotik koloid plasma
Tekanan ini ditimbulkan oleh distribusi protein- protein plasma yang tidak
seimbang di kedua sisi membran glomerulus. Tekanan osmotik yang melawan
filtrasi ini rata- rata besarnya 30 mmHg
3. Tekanan hidrostatik kapsul bowman
Cairan di dalam kapsul bownman menimbulakn tekan hidrostatik besarnya
sekitar 15 mmHg

Gambar 6. Gaya- gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus

REABSORBSI TUBULUS
Secara umum, tubulus memiliki kapasitas reabsorbsi yang tinggi bagi bahan-
bahan yang diperlukan oleh tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dan nutrien
lainnya serta Na+ dan elektrolit lainnya tetapi kurang atau tidak memiliki daya
reabsorbsi untuk bahan- bahan yang tidak bermanfaat
1. Reabsorpsi Natrium

14
Reabsorbsi Natrium bersifat unik dan kompleks. 80% dari kebutuhan energi
total ginjal digunakan untuk transportasi Na+, yang menandai betapa pentingnya
proses ini. Reabsorbsi memiliki peran penting yang berbeda- beda di setiap segmen
tersebut, yaitu:
a. Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal berperan penting dalam reabsorbsi
glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea
b. Reabsorpsi natrium di lengkung henle, bersama dengan reabsorbsi Cl -,
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan
konsentrasi dan volume yang berbeda- beda, bergantung pada kebutuhan
tubuh untuk menyimpan atau membuang H2O
c. Reabsorpsi natrium di bagian distal nefron bersifat variabel dan berada di
bawah kontrol hormon, menjadi penting dalam mengatur volume CES.
Reabsorpsi tersebut juga sebagian berkaitan dengan sekresi K+ dan H+

Reabsorpsi sejumlah kecil Na+ dibagian distal tubulus berada di bawah kontrol
hormon. Sistem hormon terpenting dan paling dikenal adalah sistem renin-
angiotensin- aldosteron. Sel- sel granuler aparatus jukstaglomerulus mensekresi suatu
hormon, renin, ke dalam darah sebagai respons terhadap penurunan NACl/ volume
CES/ tekanan darah. Renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein plasma yang
disintesis oleh hati dan selalu terdapat pada plasma dalam konsentrasi tinggi. Pada
saat melewati paru melalui sirkulasi paru, angiotensin I diubah oleh angiotensin-
converting enzyme (ACE) yang banyak terdapat pada kapiler paru, menjadi
angiotensin II. Angiotensin II adalah stimulus utama untuk sekresi hormon aldosteron
dari kelenjar adrenal. Salah satu efek aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi Na +
oleh tubulus distal dan tubulus pengumpul. Dengan demikian, sistem renin-
angiotensin- aldosterob mendorong retensi garam yang akhirnya menyebabkan
retensi H2O dan peningkatan tekanan darah arteri

15
Gambar 7. Sistem renin- angiotensin- aldosteron
2. Reabsorpsi Air
Air secara pasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang tubulus. Dari H 2O
yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian
sisa H2O sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan duktus pengumpul
dengan kontrol vasopressin.
3. Reabsorpsi Glukosa
Glukosa direabsorpsi secara transpor aktif di tubulus proksimal. Proses
reabsorpsi glukosa ini bergantung pada pompa Na ATP-ase, karena molekul Na
tersebut berfungsi untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler tubulus
dengan menggunakan energi.
4. Reabsorpsi Klorida

16
Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi secara pasif mengikuti
penurunan gradien reabsorpsi aktif dan natrium yang bermuatan positif. Jumlah
Klorida yang direabsorpsikan ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na
5. Reabsorpsi Kalium
Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi
secara difusi pasif di tubulus proksimal sebanyak 50%, 40% kalium akan dirabsorpsi
di ansa henle pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus pengumpul
6. Reabsorpsi Urea
Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein. Ureum akan difiltrasi
seluruhnya di glomerulus, kemudian akan direabsorpsi sebagian di kapiler
peritubulus, dan urea tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan
direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus kontortus proksimal tidak
permeabel terhadap urea. Saat mencapai duktus pengumpul urea akan mulai
direabsorpsi kembali.
7. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium
Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion fosfat dan kalsium
dalam plasma. Kalsium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di
tubulus kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle pars assendens.
Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan oleh homon paratiroid. Ion fosfat yang
difiltrasi, akan direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal kemudian
sisanya akan dieksresikan ke dalam urin.

SEKRESI TUBULUS
Proses sekresi yang terpenting adalah sekresi H+, K+, dan ion- ion organik.
1. Sekresi H+
Sekresi ini penting untuk mengatur keseimbangan asam basa tubuh. Tingkat
sekresi H+ bergantung kepada keasaman cairan tubuh
2. Sekresi K+,

17
Sekresi ini menjaga konsentrasi K+ plasma pada tingkat yang sesuai untuk
mempertahankan eksitabilitas normal membran sel otot dan saraf. Sekresi hormon ion
kalium di tubulus distal dan pengumpul digabungkan dengan reabsorpsi Na + melalui
pompa NA+-K+ basolateral yang bergantung energi. Pompa ini tidak saja
memindahkan Na+ ke luar ruangan lateral, tetapi juga memindahkan K+ ke dalam sel
tubulus.
Beberapa faktor mampu mengubah kecepatan sekresi K+, yang paling penting
adalah hormon aldosteron, yang merangsang sekresi K+ oleh sel- sel tubulus dibagian
akhir nefron secara simultan untuk mengingkatkan reabsorpsi Na+ oleh sel- sel
tersebut.
Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal, sedangkan penurunan konsentrasi Na+ plasma
merangsang sekresi aldosteron melalui jalur kompleks renin- angiotensin- aldosteron.
Ion kalium sebagai ion yang paling banyak di cairan intrasel memegang peran
kunci dalam aktivitas listrik membran jaringan- jaringan exitable. Peningkatan
konsentrasi ion kalium di CES menyebabkan penurunan potensial istirahat dan diikuti
dengan peningkatan eksitabilitas, terutama otot jantung. Eksitabilitas jantung yang
berlebihan dapat menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung atau bahkan
aritmia jantung fatal. Sebaliknya, penurunan konsentrasi ion kalium CES
menyebabkan hiperpolarisasi membran sel saraf dan sel otot, sehingga eksitabilitas
sel- sel tersebut berkurang. Manifestasi deplesi K+ di CES adalah kelemahan otot
saraf, diare dan distensi abdomen akibat disfungsi otot polos dan kelainan irama
jangtung serta hantaran impuls
3. Sekresi ion- ion organik
Sekresi ini melaksanakan eliminasi senyawa organik asing dari tubuh. Sistem ini
memiliki beberapa fungsi penting.
 Dengan menambahakan lebih banyak ion organik tertentu ke cairan
tubulus yang sudah mengandung bahan yang bersangkutan melalui proses
filtrasi, jalur sekretorik organik ini mempermudah ekskresi bhan- bahan

18
tersebut. Yang termaksuk dalam ion- ion organik tersebut adalah zat- zat
perantara kimiawi yang terdapat dalam darah misalnya prostaglandin
 Ion organik secara ekstensif tetapi tidak ireversible terikat ke protein
plasma sehingga ion organik tersebut tidak dapat di filtrasi melalui
glomerulus. Sekresi tubulus ini mempermudah eliminasi ion- ion organik
yang tidak dapat difiltrasi ini melalui urin
 Kemampuan sistem sekresi ion organik mengeliminasi banyak senyawa
asing dari tubuh termaksuk zat- zat tambahan pada makanan, polutan
lingkungan (misalnya pestisida), obat dan bahan organik non nutritif
lainnya yang masuk kedalam tubuh

2.2.1 EKSKRESI URIN DAN KLIRENS PLASMA

Dari 125 ml/menit cairan yang di filtrasi di glomerulus, dalam keadaaan


normal hanya 1 ml/menit yang tertinggal di tubulus dan di ekskresikan sebagai urin.
Hanya zat- zat sisa dan kelebihan elektrolit yang tidak diperlukan oleh tubuh
dibiarkan berada di dalam tubulus. Karena bahan yang diekskresikan itu disingkirkan
atau “dibersihkan” dari plasma, istilah klirens plasma mengacu pada volume plasma
yang dibersihkan dari zat tertentu setiap menitnya oleh ginjal.

Ginjal mampu mengekskresikan urin dengan volume dan konsentrasi yang


berbeda- beda baik untuk menahan atau mengeluarkan H2O, masing- masing
bergantung pada apakah tubuh mengalami defisit atau kelebihan H2O. Ginjal mampu
menghasilkan urin dengan rentang dari 0,3 ml/menit pada 1.200 mosm/l sampai
25ml/menit pada 100mosm/l dengan mereabsorpsi H2O dalam jumlah bervariasi dari
bagian distal nefron. Variasi reabsorpsi ini dimungkinkan dengan adanya garien
osmotik vertikal yang berkisar dari 300 sampai 1200 mosm/l di cairan interstitium
medula yang dibentuk oleh sistem counter current lengkung henle dan daur ulang
urea antara tubulus pengumpul dan lengkung henle. Gradien osmotik vertikal tempat
cairan tubulus hipotonik (100 mosm/l) terpajan sewaktu cairan mengalir melalui

19
bagian distal nefron ini menciptakan gaya pendorong pasif untuk reabsorpsi progesif
H2O dari cairan tubulus tetapi tingkat reabsorpsi H 2O yang sebenarnya bergantung
pada jumlah vasopresin (hormon antidiuretik) yang diekskresikan. Vasopresin
meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan pengumpul terhadap H2O, keduanya
impermiabel terhadap H2O jika tidak terdapat vasopresin. Sekresi vasopresin
meningkat sebagai respon terhadap defisit H 2O, dan hal ini menyebabkan
peningkatan reabsorpsi H2O. Sekresi vasopresin dihambat jika terdapat kelebihan
H2O sehingga reabsorpsi H2O menurun. Dengan cara ini, penyesuaian dalam
reabsorpsi H2O yang dikontrol oleh vasopresin membantu mengkoreksi setiap
ketidakseimbangan cairan

Setelah terbentuk, urin didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari
ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara. Kandung kemih dapat
menampung 250- 400 ml urin sebelum reseptor regang di dindingnya memulai
refleks berkemih. Refleks ini menyebabkan pengosongan kandung kemih secara
involunter dengan secara bersamaan menyebabakan kontraksi kandung kemih yang
disertai oleh pembukaan sfingter uretra internal dan eksternal. Berkemih dapat untuk
beberapa saat dan dengan sengaja dicegah sampai waktu yang lebih tepat dengan
pengencangan secara sengaja sfingter eksternal dan diafragma pelvis sekitar.

II.3 Gagal Ginjal Akut

II.3.1 Definisi

Gagal ginjal akut adalah sindrom yang terdiri dari penurunan kemampuan
filtrasi ginjal (jam sampai hari), retensi produk buangan dari nitrogen, gangguan

20
elektrolit dan asam basa. Komplikasi gagal ginjal akut menyebabkan 5% pasien
masuk RS dan 30% masuk di ICU. Terjadi oliguri (pengeluaran urin < 400mL/d)
namun jarang terjadi sebagai manifestasi klinis. Gagal ginjal akut sering asimtomatik
dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin.
Diagnosis dan penatalaksanaan gagal ginjal terbagi 3 yaitu 1. Gangguan pada
prerenal tanpa gangguan renal (55%);2. Penyakit yang mengakibatkan gangguan pada
parenkim renal.(40%) dan;3. Penyakit dengan obstruksi saluran kemih(5%).
Kebanyakan gagal ginjal reversible karena dapat kembali kefungsi normal setelah
penyakit mendasar diterapi2,3.

Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialysis, mempunyai mortalitas


tinggi melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ.
Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas
belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya4,5,6.

Diagnosis GGA berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi


peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar
kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkat >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The
Acutr Dialysis Quality Initiations Group membuat RIFLE system yang
mengklasifikasikan GGA ke dalam tiga kategori menurut beratnya ( Risk Injury
Failure ) serta dua kategori akibat klinik ( Loss and End-stage renal disease). Pada
beberapa penyakit GGA tertentu diperlukan alat diagnostik yang canggih misalnya
immunohistochemistry(IHC) dan electronmicroscopic examination(EM) pada scrup
thypus di parenkim renal3.

II.3.2 Etiologi dan Klasifikasi Gagal Ginjal


Penyebab gagal ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu
pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-renal

21
(uropati obstruksi akut). Penyebab pre-renal adalah hipoperfusi ginjal, ini disebabkan
oleh2,5,6:
1. Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka bakar,
diare, asupan kurang, pemakaian diuretic yang berlebihan. Kurang lebih
sekitar 3% neonatus masuk di ICU akibat gagal ginjal prerenal.
2. Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark miokardium,
tamponade jantung, dan emboli paru.
3. Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera, dan
pemberian obat antihipertensi.
4. Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses pembedahan,
penggunaan obat anestesi, obat penghambat prostaglandin, sindrom hepato-
renal, obstruksi pembuluh darah ginjal, disebabkan karena adanya stenosis
arteri ginjal,embolisme, trombosis, dan vaskulitis.
5. Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan plasenta
dan perdarahan psotpartum yang biasanya terjadi pada trimester 3.
Penyebab gagal ginjal pada renal (gagal ginjal intrinsik) dibagi antara lain:
1. Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna, emboli
kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik, sindrom uremia
hemolitik, krisis ginjal, scleroderma, dan toksemia kehamilan.
2. Penyakit pada glomerolus, terjadi pada pascainfeksi akut, glomerulonefritis,
proliferatif difus dan progresif, lupus eritematosus sistemik, endokarditis
infektif, sindrom Goodpasture, dan vaskulitis.
3. Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotksik (aminoglikosida,
sefalosporin, siklosporin, amfoterisin B, aziklovir, pentamidin, obat
kemoterapi, zat warna kontras radiografik, logam berat, hidrokarbon,
anaestetik), rabdomiolisis dengan mioglobulinuria, hemolisis dengan
hemoglobulinuria, hiperkalsemia, protein mieloma, nefropati rantai ringan,

22
4. Penyakit interstisial pada nefritis interstisial alergi (antibiotika, diuretic,
allopurinol, rifampin, fenitoin, simetidin, NSAID), infeksi (stafilokokus,
bakteri gram negatif, leptospirosis, bruselosis, virus, jamur, basil tahan asam)
dan penyakit infiltratif (leukemia, limfoma, sarkoidosis).
Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu terjadinya :
1. sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal, striktura
bilateral pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral, nekrosis papiler
lateral, dan bola jamur bilateral.
2. Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura ureter,
kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih “neurogenik”.

Tabel 1. Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group
Kriteria laju filtrasi glomerulus Kriteria jumlah urine
Risk Peningkatan serum kreatinin 1,5 kali < 0,5 ml/kg/jam selama 6
Injury Peningkatan serum kreatinin 2 kali jam
Failure Peningkatan serum kreatinin 3 kali atau
kreatinin 355 μmol/l < 0,5 ml/kg/jam selama 12
Loss Gagal ginjal akut persisten, kerusakan total jam
fungsi ginjal selama lebih dari 4 minggu < 0,5 ml/kg/jam selama 24
ESRD Gagal ginjal terminal lebih dari 3 bulan jam
atau anuria selama 12 jam

II.3.3 Patofisiolgi
Unit kerja fungsional ginjal disebut sebagai nefron. Setiap nefron terdiri dari
kapsula Bowman yang mengitari kapiler glomerolus, tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus
pengumpul1.

23
Dalam keadaan normal aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerolus relatif
konstan yang diatur oleh suatu mekanisme yang disebut otoregulasi. Dua mekanisme
yang berperan dalam autoregulasi ini adalah :
 Reseptor regangan miogenik dalam otot polos vascular arteriol aferen
 Timbal balik tubuloglomerular
Selain itu norepinefrin, angiotensin II, dan hormon lain juga dapat
mempengaruhi autoregulasi. Pada gagal ginjal pre-renal yang utama disebabkan oleh
hipoperfusi ginjal. Pada keadaan hipovolemi akan terjadi penurunan tekanan darah,
yang akan mengaktivasi baroreseptor kardiovaskular yang selanjutnya mengaktifasi
sistim saraf simpatis, sistim rennin-angiotensin serta merangsang pelepasan
vasopressin dan endothelin-I (ET-1), yang merupakan mekanisme tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah dan curah jantung serta perfusi serebral. Pada
keadaan ini mekanisme otoregulasi ginjal akan mempertahankan aliran darah ginjal
dan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan vasodilatasi arteriol afferent yang
dipengaruhi oleh reflek miogenik, prostaglandin dan nitric oxide (NO), serta
vasokonstriksi arteriol afferent yang terutama dipengaruhi oleh angiotensin-II dan ET-
12,7.
Pada hipoperfusi ginjal yang berat (tekanan arteri rata-rata < 70 mmHg) serta
berlangsung dalam jangka waktu lama, maka mekanisme otoregulasi tersebut akan
terganggu dimana arteriol afferent mengalami vasokonstriksi, terjadi kontraksi
mesangial dan penigkatan reabsorbsi natrium dan air. Keadaan ini disebut prerenal
atau gagal ginjal akut fungsional dimana belum terjadi kerusakan struktural dari
ginjal2.
Penanganan terhadap hipoperfusi ini akan memperbaiki homeostasis
intrarenal menjadi normal kembali. Otoregulasi ginjal bisa dipengaruhi oleh berbagai
macam obat seperti ACEI, NSAID terutama pada pasien – pasien berusia di atas 60
tahun dengan kadar serum kreatinin 2 mg/dL sehingga dapat terjadi GGA pre-renal.
Proses ini lebih mudah terjadi pada kondisi hiponatremi, hipotensi, penggunaan

24
diuretic, sirosis hati dan gagal jantung. Perlu diingat bahwa pada pasien usia lanjut
dapat timbul keadaan – keadaan yang merupakan resiko GGA pre-renal seperti
penyempitan pembuluh darah ginjal (penyakit renovaskuler), penyakit ginjal
polikistik, dan nefrosklerosis intrarenal. Sebuah penelitian terhadap tikus yaitu gagal
ginjal ginjal akut prerenal akan terjadi 24 jam setelah ditutupnya arteri renalis2.
Pada gagal ginjal renal terjadi kelainan vaskular yang sering menyebabkan
nekrosis tubular akut. Dimana pada NTA terjadi kelainan vascular dan tubular Pada
kelainan vaskuler terjadi1,2:
1) Peningkatan Ca2+ sitosolik pada arteriol afferent glomerolus yang
menyebabkan sensitifitas terhadap substansi-substansi vasokonstriktor dan
gangguan otoregulasi.
2) Terjadi peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan kerusakan sel endotel
vaskular ginjal, yang mngakibatkan peningkatan A-II dan ET-1 serta
penurunan prostaglandin dan ketersediaan nitric oxide yang bearasal dari
endotelial NO-sintase.
3) Peningkatan mediator inflamasi seperti tumor nekrosis faktor dan interleukin-
18, yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi dari intraseluler adhesion
molecule-1 dan P-selectin dari sel endotel, sehingga peningkatan perlekatan
sel radang terutama sel netrofil. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
radikal bebas oksigen. Kesuluruhan proses di atas secara bersama-sama
menyebabkan vasokonstriksi intrarenal yang akan menyebabkan penurunan
GFR.

25
Gambar 1. Patofisiologi gagal ginjal akut di renal.
Pada kelainan tubular terjadi2:
1) Peningkatan Ca2+, yang menyebabkan peningkatan calpain sitosolik
phospholipase A2 serta kerusakan actin, yang akan menyebabkan kerusakan
sitoskeleton. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan basolateral
Na+/K+-ATP ase yang selanjutnya menyebabkan penurunan reabsorbsi
natrium di tubulus proximalis serta terjadi pelepasan NaCl ke maculadensa.
Hal tersebut mengakibatkan peningkatan umpan tubuloglomeruler.
2) Peningkatan NO yang berasal dari inducible NO syntase, caspases dan
metalloproteinase serta defisiensi heat shock protein akan menyebabkan
nekrosis dan apoptosis sel.
3) Obstruksi tubulus, mikrofili tubulus proksimalis yang terlepas bersama debris
seluler akan membentuk substrat yang menyumbat tubulus, dalam hal ini pada
thick assending limb diproduksi Tamm-Horsfall protein (THP) yang
disekresikan ke dalam tubulus dalam bentuk monomer yang kemudian
berubah menjadi polimer yang akan membentuk materi berupa gel dengan

26
adanya natrium yang konsentrasinya meningkat pada tubulus distalis. Gel
polimerik THP bersama sel epitel tubulus yang terlepas baik sel yang sehat,
nekrotik maupun yang apoptopik, mikrofili dan matriks ekstraseluler seperti
fibronektin akan membentuk silinder-silinder yang menyebabkan obstruksi
tubulus ginjal.
4) Kerusakan sel tubulus menyebabkan kebocoran kembali dari cairan
intratubuler masuk ke dalam sirkulasi peritubuler. Keseluruhan proses tersebut
di atas secara bersama-sama yang akan menyebabkan penurunan GFR.
Gagal ginjal post-renal, GGA post-renal merupakan 10% dari keseluruhan
GGA. GGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-renal dan ekstrarenal.
Obstruksi intrarenal terjadi karena deposisi kristal (urat, oksalat, sulfonamide) dan
protein ( mioglobin, hemoglobin). Obstruksi ekstrarenal dapat terjadi pada pelvis
ureter oleh obstruksi intrinsic (tumor, batu, nekrosis papilla) dan ekstrinsik
(keganasan pada pelvis dan retroperitoneal, fibrosis) serta pada kandung kemih (batu,
tumor, hipertrofi/ keganasan prostate) dan uretra (striktura). GGA post-renal terjadi
bila obstruksi akut terjadi pada uretra, buli – buli dan ureter bilateral, atau obstruksi
pada ureter unilateral dimana ginjal satunya tidak berfungsi.
Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi peningkatan aliran
darah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal dimana hal ini disebabkan oleh
prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah 1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darah
ginjal dibawah normal akibat pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pelvis
ginjal tetap meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase kronik,
ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan tekanan pelvis ginjal
ke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah ginjal setelah 24 jam adalah 50%
dari normal dan setelah 2 minggu tinggal 20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi
pengeluaran mediator inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan
fibrosis interstisial ginjal8.

27
Gambar 2. Batu pada ginjal
II.3.4 Gejala Klinis
Gejala klinis yang sering timbul pada gagal ginjal akut adalah jumlah volume
urine berkurang dalam bentuk oligouri bila produksi urine > 40 ml/hari, anuri bila
produksi urin < 50 ml/hari, jumlah urine > 1000 ml/hari tetapi kemampuan
konsentrasi terganggu, dalam keadaan ini disebut high output renal failure. Gejala
lain yang timbul adalah uremia dimana BUN di atas 40 mmol/l, edema paru terjadi
pada penderita yang mendapat terapi cairan, asidosis metabolik dengan manifestasi
takipnea dan gejala klinik lain tergantung dari faktor penyebabnya2.

II.3.5 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GGA pre-renal, renal, dan
post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit untuk mengetahui saat
mulainya GGA serta faktor-faktor pencetus yang terjadi, tanyakan pula riwayat
penyakit dahulu. Pemeriksaan fisik yang harus diperhatikan adalah status volume
pasien, pemeriksaan kardiovaskuler, pelvis, dan rectum, dan pemasangan kateter
untuk memonitor jumlah urine yang keluar selama pemberian terapi cairan.

28
Pemeriksaan laboratorium harus mencakup elektrolit serum, BUN, kreatinin serum,
kalsium, fosfor, dan asam urat2.
Pemeriksaan penunjang lain yang penting adalah pemeriksan USG ginjal
untuk menentukan ukuran ginjal dan untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila
perlu lakukan biopsy ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GGA
yang etiologinya tidak diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen pada arteri dan
vena) dilakukan jika diduga penyebabnya adalah penyumbatan pembuluh darah.
Pemeriksaan lainnya yang bisa membantu adalah CT scan dan MRI. Jika
pemeriksaan tersebut tidak dapat menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka
dilakukan biopsi (pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya
pada nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi,dengan menggunakan
medium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis yang ditandai dengan
peningkatan absolute konsentrasi kreatinin serum setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l)
atau dengan peningkatan relative setidaknya 25 % dari nilai dasar2,9,10.

II.3.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengelolaan GGA adalah mencegah terjadinya kerusakan
ginjal, mempertahankan hemostasis, melakukan resusitasi, mencegah komplikasi
metabolik dan infeksi, serta mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal
ginjalnya sembuh secara spontan. Penatalaksanaan gagal ginjal meliputi, perbaikan
faktor prerenal dan post renal, evaluasi pengobatan yang telah doberikan pada pasien,
mengoptimalkan curah jantung dan aliran darah ke ginjal, mengevaluasi jumlah urin,
mengobati komplikasi akut pada gagal ginjal, asupan nutrisi yang kuat, atasi infeksi,
perawatan menyeluruh yang baik, memulai terapi dialisis sebelum timbul komplikasi,
dan pemberian obat sesuai dengan GFR.

29
Status volume pasien harus ditentukan dan dioptimalkan dengan pemantauan
berat badan pasien serta asupan dan keluaran cairan setiap hari. Pada pasien dengan
kelebihan volume, keseimbangan cairan dapat dipertahankan dengan menggunakan
diuretika Furosemid sampai dengan 400 mg/hari. Dosis obat harus disesuaikan
dengan tingkat fungsi ginjal, obat-obat yang mengandung magnesium (laksatif dan
anatasida) harus dihentikan. Antibiotik bisa diberikan untuk mencegah atau
mengobati infeksi. Untuk dukungan gizi yang optimal pada GGA, penderita
dianjurkan menjalani diet kaya karbohidrat serta rendah protein,natrium dan
kalium3,11.
Terapi khusus GGA
Dialisis diindikasikan pada GGA untuk mengobati gejala uremia, kelebihan
volume, asidemia, hiperkalemia, perikarditis uremia, dan hipoinatremia. Indikasi
dilakukannya dialisa adalah3,11:
1. Oligouria : produksi urine < 2000 ml in 12 h
2. Anuria : produksi urine < 50 ml in 12 h
3. Hiperkalemia : kadar potassium >6,5 mmol/L
4. Asidemia : pH < 7,0
5. Azotemia : kadar urea > 30 mmol/L
6. Ensefalopati uremikum
7. Neuropati/miopati uremikum
8. Perikarditis uremikum
9. Natrium abnormalitas plasma : Konsentrasi > 155 mmol/L atau < 120 mmol/L
10. Hipertermia
11. Keracunan obat
Kebutuhan gizi pada gagal ginjal akut (18):
1. Energy 20–30 kcal/kgBW/d
2. Carbohydrates 3–5 (max. 7) g/kgBW/d
3. Fat 0.8–1.2 (max. 1.5) g/kgBW/d

30
4. Protein (essential dan non-essential amino acids)
5. Terapi konservatif 0.6–0.8 (max. 1.0) g/kgBW/d
6. Extracorporeal therapy 1.0–1.5 g/kgBW/d
7. CCRT, in hypercatabolism Up to maximum 1.7g/kgBW/d
GGA post-renal memerlukan tindakan cepat bersama dengan ahli urologi
misalnya tindakan nefrostomi, mengatasi infeksi saluran kemih dan menghilangkan
sumbatan yang dapat disebabkan oleh batu, striktur uretra atau pembesaran prostate.
Tabel 2. Pengobatan suportif pada gagal ginjal akut
Komplikasi Pengobatan
Kelebihan volume intravaskuler Batasi garam (1-2 g/hari) dan air (<
1L/hari)
Hiponatremia Furosemid, ultrafiltrasi atau dialysis
Batasi asupan air (< 1 L/hari), hindari
Hiperkalemia infuse larutan hipotonik.
Batasi asupan diit K (<40 mmol/hari),
Asidosis metabolic hindari diuretic hemat kalium
Natrium bikarbonat ( upayakan
Hiperfosfatemia bikarbonat serum > 15 mmol/L, pH
>7.2 )
Batasi asupan diit fosfat (<800 mg/hari)
Hipokalsemia Obat pengikat fosfat (kalsium asetat,
kalsium karbonat)
Nutrisi Kalsium karbonat; kalsium glukonat
( 10-20 ml larutan 10% )
Batasi asupan protein (0,8-1
g/kgBB/hari) jika tidak dalam kondisi
katabolic
Karbohidrat 100 g/hari

31
Nutrisi enteral atau parenteral, jika
perjalanan klinik lama atau katabolik

Indikasi hemodialisa pada gagal ginjal akut2:


1. GGT ( klirens kreatinin < 5 ml/m)
2. GGA berkepanjangan ( > 5 hari)
3. GGA dg. : a. keadaan umum yang buruk
b. K serum > 6 mEq/L
c. BUN > 200 mg%
d. pH darah < 7,1
e. Fluid overload
4. Intoksikasi obat yg gagal dg terapi konservatif

II.3.7 Komplikasi
Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis
metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan
hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru,
yang dapat menimbulkan keadaan gawat. Hiperkalemia terjadi karena beberapa hal
seperti ekskresi melalui ginjal terganggu, perpindahan kalium keluar sel, kerusakan
sel akibat proses katabolik, trauma, sepsis, infeksi, atau dapat juga disebabkan karena
asupan kalium yang berlebih, keadaan ini berbahaya karena bisa menyebabkan henti
jantung dalam keadaan diastolik. Asidosis terjadi karena bikarbonat darah menurun
akibat ekskresi asam nonvolatile terganggu dimana juga meningkatkan anion gap.
Hipokalsemia sering terjadi pada awal GGA dan pada fase penyembuhan GGA.
Komplikasi sistemik seperti12:
1. Jantung
Edema paru, aritmia dan efusi pericardium.

32
2. Gangguan elektrolit
Hiperkalemia, hiponatremia, dan asidosis
3. Neurologi:
Iiritabilitas neuromuskular, tremor, dan koma,
4. Gangguan kesadaran dan kejang.
5. Gastrointestinal:
Nausea, muntah, gastritis, dan ulkus peptikum.
6. Perdarahan gastrointestinal
7. Hematologi
Anemia, dan diastesis hemoragik
8. Infeksi
Pneumonia, septikemia, dan infeksi nosokomial.
9. Hambatan penyembuhan luka
II.3.8 Prognosis
Mortalitas akibat GGA bergantung keadaan klinik dan derajat gagal ginjal.
Perlu diperhatikan faktor usia, makin tua makin jelek prognosanya, adanya infeksi
yang menyertai, perdarahan gastrointestinal, penyebab yang berat akan memperburuk
prognosa. Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan terutama
saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal multiorgan
dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien dengan GGA yang
menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena itu pencegahan,
diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan2,3.

II.4 Gagal Ginjal Kronik


II.4.1 Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis

33
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi
ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya
dalam darah)12.
Kriteria Penyakit Ginjal Kronik3

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan stuktural
atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju fitrasi glomerolus (LFG),
dengan manifestasi:
- Kelainan patologis
- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelaian dalam tes pencitraan
2. LFG kurang dari 60 ml/menit/1,73m², selama 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.

II.4.2 Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu atas dasar
derajat (stage) penyakit dan dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat
penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan rumus
Kockcorft-Gault sebagai berikut:
LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma (mg/dl)*)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

Derajat Penjelasan LFG(ml/mnt/1,73m²)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ > 90


2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ berat 15- 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

34
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes  Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes  Penyakit glomerular(penyakit otoimun, infeksi


sistemik, obat, neoplasia)
 Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati)
 Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
 Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada transplantasi  Rejeksi kronik
 Keracunanobat (siklosporin/takrolimus)
 Penyakit recurrent (glomerular)
 Transplant glomerulopathy

II.4.3 Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik secara klinis dibedakan menjadi dua bagian:
a. Penyakit parenkim ginjal
1). Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, pielonefritis, penyakit ginjal
polikistik.
2). Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, nefropati, hipertensi, diabetes
melitus
b. Penyakit ginjal obstruktif : Benigna Prostate Hipertropi, batu saluran kemih,
refluks ureter.
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan menjadi:
a. Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
b. Obstruksi saluran kemih
c. Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
d. Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal

35
Tabel klasifikasi sebab-sebab gagal ginjal kronik

Klasifikasi penyakit Penyakit

Infeksi Pielonefritis kronik

Penyakit peradangan Glomerulonefritis

Penyakit vasklar hipertensif Nefrosklerosis , senosis arteria renalis

Gangguan jaringan penyambung SLE, poliarteritis nodosa, sclerosis


sistemik progresif

Penyakit congenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik, asidosis


tubulus ginjal

Penyakit metabolic Diabetes mellitus, gout,


hiperparartiroidisme, amiloidosis

Nefropati toksis Penyalahgunaan analgesic, nefropati


timbale

Nefropati obstruktif Saluran kemih bagian atas :


Kalikuli, neoplasma, fibrosis
retoperitoneal

Saluran kemih bagian bawah :


Hipertrofi prostate, striktur uretra,
anomaly congenital pada leher kandung
kemih dan uretra

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal
Registry (IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai
berikut glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis

36
Istilah glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang
etiologinya tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi
tertentu pada glomerulus. Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis
dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya
berasal dari ginjal sendiri sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan
ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus
sistemik, mieloma multipel, atau amiloidosis.
Gambaran klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan
secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat
medik yang harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.
b. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya.
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau
hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi
sekunder atau disebut juga hipertensi renal.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau
material yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat

37
ditemukan kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di
medula. Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling
sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal
polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada
fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal.

II.4.4 Gejala Klinis


Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular:
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila
ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih
belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus
sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan
mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera
mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien
gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf
mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina
(retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai

38
pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada
conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan
hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal
ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan
segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada
gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa
merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada
pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien
dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif pada gagal ginjal kronik sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi
sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada
stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.

II.4.5 Diagnosa
Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

39
c. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik
diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK,
perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal
(LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan
laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat
penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan
penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. Gambaran laboratorium
penyakit ginjal kronik meliputi :
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum,
dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-Gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan
fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau
hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis


 Pemeriksaan Radiologis dan USG
Pemeriksaan radiologis dan USG penyakit GGK meliputi (Adamson JW, 2005):
o Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak

40
o Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh
toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
o Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi
o Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,
korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa,
kalsifikasi
o Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi
o Nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating
Cysto Urography (MCU) juga dapat digunakan terutama dalam menentukan
etiologi
 Biopsi dan pemeriksaan ginjal
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan
ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara non
invasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil
terapi yang sudah diberikan. Biopsi ginjal ini di kontra indikasikandilakukan
pada ginjall yang ukurannhya sudah mengecil ( contracted kidney ), ginjal
polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinerfik, gangguan
pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
Bila GGK telah bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan
tanda GGK akan dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.

 Gangguan Pada Sistem Gastrointestinal


 Anoreksia, nausea dan vomitus, yang berhubungan dengan gangguan
metabolism protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat
metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal guanidine, serta
sembabnya mukosa usus.
 Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri di mulut menjadi amonia sehingga napas berbau amonia. Akibat
yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis.

41
 Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui.
 Gastritis erosif ulkus peptik, dan kolitis uremik.
 Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kunigan akibat penimbunan
urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium dipori-pori kulit.
 Ekimosis akibat gangguan hematologis.
 Urea frost : akibat kristalisasi urea yang ada pada keringat, (jarang dijumpai).
 Bekas-bekas garukan karena gatal.
 Sistem Hematologis
Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :

i. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis


pada sumsum tulang menurun.
ii. Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksis.
iii. Defisiensi besi, asam foiat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang
berkurang.
iv. Perdarahan, paling sering pada saluran cema dan kulit.
v. Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder.
 Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
Mengakibatkan perdarahan akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta
menurunnya faktor trombosit III dan ADP (adenosin difosfat).

 Gangguan fungsi leukosit.


Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga
imunitas juga menurun.

 Burning feet syndrome


Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama di telapak kaki.

 Ensefalopati metabolik
Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus,
kejang.

42
 Miopati
Kelemahan dari hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proksimal.
 Sistem Kardiovaskuler
- Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktifitas
sistem renin-agiotensin-aldosteron.
- Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit
jantung koroner akibat atrerosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung
akibat penimbunan cairan dan hipertensi.
- Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit dan
kalsifikasi metastatik.
- Edema akibat penimbunan cairan.
 Sistem Endokrin
- Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosteron dan spermatogenesi menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolik tertentu (seng, hormon paratiroid). Pada
wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea.
- Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 mL/menit),
terjadi penurunan klirens metabolik insulin menyebabkan waktu paruh
hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat
penurun glukosa darah akan berkurang.
 Gangguan sistem lain
 Tulang : osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis,
dan kalsifikasi metastatik.
 Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik sebagai hasil
metabolisme.
 Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.
Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan
homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh pada
sistem lain, sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan kelainan pada
berbagai sistem/organ tubuh.

43
Pemeriksaan penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium
Untuk menetapkan adanya Penyakit Ginjal Kronik, menentukan adanya
kegawatan, menentukan derajat Penyakit Ginjal Kronik, menetapkan gangguan
sistem dan membantu menetapkan etiologi. Dalam menetapkan ada tidaknya
gagal ginjal tidak semua faal ginjal perlu diuji, Untuk keperluan praktis yang
paling lazim diuji adalah GFR.

2) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan adanya hipertrofi ventrikel kiri, tanda tanda
perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperlakemia, hipokalsemia).

3) Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel seperti
obstruksi oleh karena batu atau massa tumor, juga untuk menilai apakah proses
sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG sering dipakai karena non-invasif dan tak
perlu persiapan yang rumit.

4) Pemeriksaan radiologi
BNO
Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto
polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik. Sebaiknya
pemeriksaan BNO ini tidak dilakukan tanpa puasa, karena dehidrasi dapat
memperburuk fungsi ginjal(3) Sedangkan PIV jarang dikerjakan, karena
kontras sering tidak bisa melewati filtrasi glomerulus, disamping
kekhawatiran terjadinya pengaruh toksis oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.2

44
Thorax foto
Dapat melihat tanda tanda bendungan paru akibat overload cairan serta efusi
pleura dan kardiomegali, kadang infeksi proses spesifik juga dapat ditemukan
karena menurunnya daya tahan tubuh.
Radiologi tulang
Dengan radiologi tulang, kita dapat mencari osteodistrofi dan kalsifikasi
metastatik.

5) Pemeriksaan biopsi dan histopatologi ginjal


Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal,
dimana diagnosa secara noninvasif tidak bisa ditegakan. Pemeriksaan
histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi,
prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal
dikontraindikasikan pada ginjal yang ukurannya sudah megecil, ginjal polikistik,
hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah,
gagal napas dan obesitas.3
II.4.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif
Pengaturan diet

 Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari


 Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah yang
sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh
 Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total
 Garam (NaCl): 2-3 gram/hari
 Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari
 Kalsium: 1400-1600 mg/hari
 Besi: 10-18mg/hari
 Magnesium: 200-300 mg/hari
 Asam folat pasien HD: 5mg
 Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)
Restriksi protein
Penderita dengan azotemia biasanya dibatasi asupan proteinnya meskipun
masih diperdebatkan seberapa jauh pembatasan harus dilakukan. Pembatasan protein

45
tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil metabolisme protein
toksis yang belum diketahui, tetapi juga mengurangi asupan kalium an fosfat, serta
mengurangi produksi ion H yang berasal dari protein. Gejala seperti mual, muntah
dan letih mungkin dapat diperbaiki
Salah satu anjuran bagi penderita PGK sebelum didialisis dilakukan adalah
berdasarkan pada GFR sebagai berikut :
GFR (ml/menit) Pembatasan protein (g)
10 40
5 25-30
3< 20
Bukan hanya jumlah protein yang penting, tetapi juga kualitas protein
tersebut. Mungkin saja mempertahankan keseimbangan nitrogen pada diet protein 20
g. asalkan protein tersebut mempunyai nilai biologik yang tinggi (yaitu mengandung
semua asam amino esensial). Kecuali itu juga harus diatur agar jumlah kalori yang
tersedia dalam bentuk lemak dan karbohidrat cukup memadai sehingga dapat
mencegah pemecahan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhan kalori.
Restriksi kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah gagal ginjal lanjut
,dengandemikian asupan kalium juga harus dikurang. Diet yang dianjurkan adalah
40-80 meq / hari. Harus diperhatikan jangan sampai makan makanan atau obat obatan
yang tinggi kaliumnya, termasuk semua garam penganti (yang mengandung amonium
klorida atau kalium klorida), ekspektoran, kalium sitrat, makanan seperti sup, kurma,
pisang dan sari buah murni.
Restriksi natrium
Pengaturan diet natrium penting sekali pada gagal ginjal. Jumlah natrium yang
dianjurkan adalah 40-90 meq/hari (1 – 2 gram natrium ) tetapi asupan natrium
maksimum harus ditentukan secara tersendiri untuk tiap penderita agar hidrasi yang
baik dapat tetap dipertahankan. Asupan natrium yang terlalu longgar dapat
mengakibatkan retensi cairan, edema perifer, edema paru paru, hipertensi dan gagal
jantung kongestif.Sebaliknya bila natrium dikurangi demikian rupa sehingga
keseimbangan natrium dalam tubuh menjadi negatif, maka dapat terjadi hipovolemia,

46
penurunan GFR dan gangguan fungsi ginjal.
Pengaturan minum
Cairan yang diminum pada penderita gagal ginjal lanjut harus diawasi secara
seksama karena rasa haus bukan lagi petunjuk yang dapat dipakai untuk mengetahui
hidrasi tubuh.Asupan yang terlalu bebas dapat mengakibatkan beban sirkulasi
menjadi berlebihan, edema dan intoksinasi air. Sedangkan asupan yang terlalu sedikit
akan mengakibatkan dehidrasi, hipotensi dan gangguan fungsi ginjal. Aturan umum
yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya asupan cairan adalah jumlah
kemih yang dikeluarkan selama 24 jam terakhir ditambah 500 ml, 500 ml ini untuk
mengantikan ISWL (insensible water loss).
Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan
derajatnya:

Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana

1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,


evaluasi pemburukan (progession)
fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskuler

2 60-89 menghambat pemburukan (progession)


fungsi ginjal

3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal.
1) Hemodialisis

47
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah(gejala |oksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG
antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat.
2) Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual
urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-
mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual
tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal yang dilakukan pada
GGk stadium 5, yaitu pada GFR kurang dari 15 ml/ menit. Pertimbangan program
transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama

Pencegahan dan pengobatan komplikasi

48
Atasi hipertensi
Biasanya hipertensi dapat dikontrol secara efektif dengan pembatasan cairan
dan natrium, oleh karena lebih dari 90% penderita hipertensi bersifat tergantung
volume.Pada beberapa kasus dapat diberikan obat antihipertensi (dengan atau tanpa
diuretik) agar tekanan darah dapat dikontrol.Obat antihipertensi yang sering dipakai
adalah metildopa, propanolol, dan klonidin.Sedangkan diuretik yang paling sering
digunakan adalah furosemid (lasix). Penyelidikan terakhir menunjukan bahwa ACE
inhibitor dapat pula bermanfaat ganda, Selain menurunkan tekanan darah, ACE
inhibitor juga langsung menurunkan tekanan intraglomelurar dengan dilatasi selektif
pada arteriola eferen
Atasi hiperkalemia
Salah satu komplikasi paling serius pada penderita uremia adalah
hiperkalemia. Bila K serum mencapai kadar sekitar 7 meq/l dapat terjadi aritmia yang
serius dan henti jantung. Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa
dan insulin intravena yang akan memasukan K ke dalam sel, atau dengan pemberian
kalsium glukonat 10% intravena dengan hati hati sementara EKG penderita terus
diawasi akan kemungkinan timbulnya hipotensi disertai pelebaran kompleks QRS.
Tindakan tindakan ini hanya bersifat sementara dan koreksi hiperkalemia harus
dilakukan dengan dialisis. Bila kadar K tdk dapat diturunkan dengan dialisis, maka
dapat digunakan resin penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate).
Atasi anemia
Oleh karena penyebab utama anemia pada PGK tampaknya berupa penurunan
sekresi eritropoetin oleh ginjal yang sakit, maka pengobatan yang ideal adalah
pengantian hormon ini.Mengemberikan sekali bawha rekombinan eritropoetin (r-
EPO) belum lama ini berhasil disintesis.Sambil menantikan pengunaan r-EPO secara
meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik adalah dengan memperkecil
pengeluaran darah, pemberian vitamin, androgem dan tranfusi darah. Sebelumnya
diduga bahwa tranfusi darah harus dibatasi seminimal mungkin oleh karena tranfusi
akan menyebabkan prasensitisasi tubuh dengan merangsang pembentukan antibodi

49
yang melawan antigen leukosit, sehingga secara teoritis akan meningkatkan reaksi
penolakan cangkokan jika suatu saat akan dilakukan pencangkokan ginjal.
Atasi asidosis
Asidosis metabolik kronik yang ringan pada penderita uremia biasanya akan
menjadi stabil pada kadar bikarbonat plasma 16 – 20 meq / l. Keadaan ini biasanya
tidak berkembang melewati titi tersebut, karena produksi H diimbangi oleh buffer
dari tulang. Asidosi ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3 plasma turun dibawah
angka 15 meq/l, dimana gejala gejala asidosis dapat mulai timbul.Asidosis berat dapat
tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah
mengalami asidosis kronik ringan misalnya diare berat yang disertai kehilangan
HCO3. Bila asidosis berat akan dikorekai dengan pemberian NaHCO3 parenteral.
Atasi osteodistrofi
Salah satu tindakan pengobatan terpenting untuk mencegah timbulnya
hiperparatirodisme sekunder dan segala akibatnya adalah diet rendah fosfat dengan
pemberian gel yang dapat mengikat fosfat dalam usus.
Diet rendah protein biasanya juga mengandung rendah fosfat.Pengobatan ini
sebaiknya dimulai pada awal perjalanan gagal ginjal progresif dimana GFR nya mulai
turun hingga sepertiga normal. Obat yang sering digunakan untuk pengikat fosfat
adalah gel antasida alumunium.
Jika gangguan pada rangka demikian hebat kendatipun sudah dilakukan
tindakan pencegahan dengan gel antasida. Maka pemberian vitamin D arau
paratiroidektomi subtotal dapat menjadi indikasi.
Metode lain yang digunakan untuk mencegah osteodistrofi antara lain dengan
meningkatkan asupan Ca 1,2 – 1,5 g / hari dalam diet.
Atasi hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada PGK adalah alopurinol.
Atasi neuropati perifer
Biasanya neuropati perifer simptomatik tidak timbul sampai gagal ginjal
mencapai tahap yang sangat lanjut. Tidak ada pengobatan yang diketahui untuk
mengatasi perubahan tersebut kecuali dengan dialysis.
Pengobatan segera pada infeksi
Penderita PGK memiliki kerentanan yang lebih tinggi terhadap serangan

50
infeksi, terutama infeksi saluran kemih. Karena semua jenis infeksi dapat
memperkuat proses katabolisme dan menganggu nutrisi yang adequat, keseimbangan
cairan dan elektrolit maka infeksi harus segera diobati.

II.4.7 Komplikasi12
Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai berikut :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolik
- Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )
- Kelainan hematologi (anemia)
- Osteodistrofi renal

II.4.8 Prognosis13
Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka
panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan yang
dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah progresifitas dari GGK itu
sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi tanpa disadari sampai mencapai
tingkat lanjut dan menimbulkan gejala sehingga penanganannya seringkali terlambat.
- Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)
- Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

51
Daftar Pustaka

1. Sherwood, L. Sistem Kemih. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Edisi 2.


Jakarta: EGC: 2001: Bab 14: 161-186.
2. Stein,Jay H. Kelainan ginjal dan elektrolit. panduan klinik ilmu penyakit
dalam.edisi ke-3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
3. Dennis L. Kasper, Eugene Braunwald, Anthony Fauci. Harrison's Principles of
Internal Medicine 16th Edition. USA : McGraw-Hill, 2004.
4. Nissenson. Epidemiology and pathogenesis of acute renal failure in the ICU.
Kidney International 1998; 53; 7-10.
5. Stapleton FB, Jones DP, Green RS. Acute renal failure in neonates: Incidence,
etiology and outcome. Pediatr Nephrol 1987; 1; 314-320.
6. Altıntepe, Gezginç, Tonbul. Etiology and prognosis in 36 acute renal failure
cases related to pregnancy in central anatolia. Eur J Gen Med 2005; 2(3): 110-
113.
7. Markum,M.H.S. Gagal Ginjal Akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editors.
Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI, 2006.
8. Boediwarsono.Gagal ginjal akut. segi praktis pengobatan penyakit
dalam.Surabaya : Penerbit PT Bina Indra Karya 1985.
9. Takaoka, Kuro, Matsumura. Role of endothelin in the pathogenesis of acute
renal failure. Drug News Perspect 2000, 13(3): 141.
10. Rahardjo, J.Pudji. Kegawatan pada Gagal Ginjal. Penatalaksanaan
Kedaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat infomasi dan
Penerbitan FKUI 2000.
11. Aspelin P, Aubry P, Fransson sg. Efek nefrotoksik pada pasien risiko tinggi
yang menjalani angiografi. NEJM 2006; 348 (6): 491.

52
12. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 – 1040
13. Kamaludin Ameliana. 2010. Gagal Ginjal Kronik. Jakarta : Bagian Ilmu Penyakit
Dalam UPH.

53

You might also like