You are on page 1of 10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Formalin

2.1.1 Definisi

Formalin merupakan salah satu pengaawet non-pangan yang sekarang

banyak di gunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin adalah nama dagang

dari campuran formaldehid, metanol dan air dengan rumus kimia CH2O. Formalin

yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara

20%-40%. Di indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan

formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No.

1168/Menkes/PER/X/1999 tentang Bahan Tambahan Pangan, UU No. 7/1996

tentang Pangan dan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini

disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi

tubuh manusia (Sitiopan, 2012).

Menurut Cahyadi (2011), formalin merupakan cairan jernih yang tidak

berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya

merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan. Berat jenis formalin sekitar

1,08 gr/ml. Formalin dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak

bercampur dengan kloroform dan eter. Sifat formalin mudah larut dalam air

dikarenakan adanya elektron bebas pada oksigen sehingga dapat mengadakan

ikatan hidrogen molekul air. Struktur bangun dari formalin dapat dilihat pada

Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Struktur kimia formalin (Cahyadi, 2011)

Keterangan:

1. Rumus molekul: CH2O.

2. Berat molekul: 30,03 g/mol.

3. Titik leleh/Titik didih: 11,7 oC (berupa gas).

Dalam udara bebas formalin berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut

dalam air biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merek dagang

formalin atau formol. Umumnya, larutan ini mengandung 10-15% metanol

sebagai stabilisator dan untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan

formalin dalam air, dengan kadar antara 10%-40%. Meskipun formalin

menampilkan sifat kimiawi seperti pada umumnya aldehida, senyawa ini lebih

reaktif daripada aldehida lainnya. Formalin bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer

menjadi asam format, karena itu larutan formalin harus ditutup serta diisolasi

supaya tidak kemasukan udara (Sari, 2011).

2.1.2 Penggunaan formalin

Larutan formalin adalah desinfektan yang efektif melawan bakteri

vegetatif, jamur atau virus, tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formalin

bereaksi dengan protein dan hal tersebut mengurangi aktifitas mikroorganisme.

Larutan formalin 0,5% dalam waktu 6-12 jam dapat membunuh bakteri dan waktu
2-4 hari dapat membunuh spora. Sedangkan larutan 8% dapat membunuh spora

dalam waktu 18 jam. Sifat antimikrobial dari formalin merupakan hasil dari

kemampuannya menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi dengan

Amino bebas dalam protein menjadi campuran lain (Cahyadi, 2011).

Formalin dalam bentuk larutan digunakan sebagai antiseptik, untuk

menghilangkan bau dan digunakan sebagai fumigasi (uap/kabut). Bau formalin

yang tajam merangsang dapat menyababkan mati lemas (Badjonga, 2015).

Formalin digunakan sebagai desinfektan untuk rumah, perahu, gudang, kain,

sebagai germisida dan fungisida tanaman dan buah-buahan, digunakan pada

pabrik sutera sintetik, fenilin resin, selulosa ester, bahan peledak, mengeraskan

film pada fotografi, mencegah perubahan dan mengkoagulasikan lateks, dan

sebagainya. Formalin banyak digunakan pada industri tekstil untuk mencegah

bahan menjadi kusut dan meningkatkan ketahanan bahan tenunan. Dalam bidang

farmasi formalin digunakan sebagai obat penyakit kutil karena kemampuannya

merusak protein (Sitiopan, 2012).

Formalin juga digunakan sebagai obat pembasmi hama untuk membunuh

virus, bakteri, jamur, dan benalu yang efektif pada konsentrasi tinggi. Ganggang,

amuba (binatang bersel satu), dan organisme uniseluler lain, relatif sensitif

terhadap formalin dengan konsentrasi yang mematikan berkisar antara 0,3-22

mg/liter (Cahyadi, 2011).


2.1.3 Manfaat formalin

Manfaat formalin di bidang industri non pangan sangat beragam,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih: lantai, gudang,

pakaian dan kapal.

2. Pembasmi lalat dan serangga lainnya.

3. Bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.

4. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin

dan kertas.

5. Bahan pembentuk pupuk berupa urea.

6. Bahan pembentuk produk parfum.

7. Bahan pengawet produk kosmetik dan pengeras kuku.

8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.

9. Bahan untuk isolasi busa.

10. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood).

11. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1%) digunakan sebagai pengawet,

untuk berbagai barang konsumen, seperti pembersih rumah tangga, cairan

pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet

(Saraswati et al, 2012)

2.1.4 Sifat Formalin

Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang,

dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal

dengan nama formalin dengan rumus H2CO. Formalin adalah nama komersil dari
senyawa formalin yang mengandung 35-40 % dalam air. Formalin termasuk

kelompok senyawa desinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet

mayat tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet makanan, walaupun formalin

tidak diizinkan untuk bahan pengawet makanan serta bahan tambahan (Laksmiani,

2015).

Formaldehida mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis,

serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat

ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan

fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan

bau yang tajam menyengat. Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat

mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti

tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu

hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat

unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal. Selain itu

protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan

senyawa asam, itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi

lebih awet (Public health service, 2011).

2.1.5 Bahaya formalin

Formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan

manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia

dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan

menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh (Cahyadi,

2011). Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan

iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat


mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang

mengkonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing darah, dan

kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila

menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam

menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan, dan mata (Fahruddin,

2011).

Menurut International programme on chemical safety (IPCS) ambang

batas formalin dalam tubuh adalah 1 mg dalam pangan, formalin yang boleh

masuk dalam tubuh antara 1,4 sampai 14 mg. Apabila formalin masuk kedalam

tubuh melebihi ambang batas dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan

sistem tubuh (Mahrus, 2014).

Formalin yang masuk dalam tubuh melampaui ambang toxic, akan

bereaksi ke hampir semua zat di dalam sel dan menekan fungsi sel kemudian

menyebabkan kematian sel dan akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada

organ tubuh. Formalin yang tidak termetabolisme single atom karbon. Atom

karbon yang dihasilkan merupakan elektrofilik dan dapat bereaksi kuat terhadap

makromolekul, termasuk DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) dan protein, juga

bereaksi kuat terhadap nukleofilik membran sel yang akan menyebabkan

meningkatnya produksi senyawa ROS (Reaktif Oxygen Species) dalam tubuh.

Keadaan tersebut dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif

dapat menyebabkan terjadinya reaksi peroksidasi lipid membran, oksidasi protein

termasuk enzim dan DNA, yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan

oksidatif dan karsinogenesis (Berry, 2013).


Beberapa studi menunjukkan pengaruh formalin terhadap kerusakan sel.

Tikus yang diberi larutan formalin 100 ppm selama 1 minggu akan menyebabkan

terjadinya kerusakan membran sel yang ditandai dengan peningkatan MDA

(Malondialdehudy) dan perubahan morfologi jaringan hepar yang dinilai dari

pemeriksaan histopatologi. Radikal bebas yang dihasilkan dari formalin, terutama

radikal hidroksil (OH-) menyebabkan terjadinya peroksidasi asam lemak tak jenuh

pada membran sel, sehingga terjadi kerusakan oksidatif sel hepar (Guyton dan

Hall, 2007).

Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat:

1. Akut : efek pada kesehatan manusia langsung terlihat : seperti iritasi,

alergi, kemerahan, mata berair, mual, muntah, rasa terbakar, sakit perut

dan pusing.

2. Kronik : efek pada kesehatan manusia terlihat setelah terkena dalam

jangka waktu yang lama dan berulang : iritasi kemungkinan parah, mata

berair, gangguan pada pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf

pusat, menstruasi dan pada hewan percobaan dapat menyebabkan kanker

sedangkan pada manusia diduga bersifat karsinogen (menyebabkan

kanker). Mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung formalin, efek

sampingnya terlihat setelah jangnka panjang, karena terjadi akumulasi

formalin dalam tubuh (BPOM, 2005).


2.2 Ikan

2.2.1 Definisi

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak

dikonsumsi masyarakat karena relatif mudah didapat karena harganya yang

terjangkau. Banyak jenis ikan yang dikembangkan di Indonesia meliputi

perikanan air tawar, air asin (laut), dan air payau atau tambak. Ikan yang baik

adalah ikan yang masih segar. Ikan segar yang masih mempunyai sifat sama

seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya. Ikan segar dapat

diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan

setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya.

(Mareta, 2011).

Ikan dikenal sebagai suatu komoditi yang mempunyai nilai gizi tinggi

namun mudah busuk karena mengandung kadar protein yang tinggi dengan

kandungan asam amino bebas yang digunakan untuk metabolisme

mikroorganisme, produksi amonia, biogenik amine, asam organik, ketone dan

komponen sulfur. Sumber gizi yang bagus tersebut dapat diperoleh jika kondisi

ikan dalam keadaan segar. Namun karena ikan dikenal sebagai bahan pangan yang

mudah busuk, maka perlu dilakukan cara untuk memperlambat pembusukan

diantaranya adalah dengan mendinginkan dan menyimpannya dalam es (Opara et

al., 2007). Es dapat digunakan memperlambat pembusukan dan memperpanjang

shelf-life ikan. Tingginya suhu pada negara tropis termasuk Indonesia dan

minimnya penerapan sanitasi dan higiene pada penangkapan ikan menyebabkan

ikan lebih cepat busuk (Oehlenschlager, 2010).


2.2.2 Manfaat Ikan

Sebagai bahan pangan ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin

dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Keunggulan utama protein ikan

dibandingkan produk lainnya terletak pada kelengkapan komposisi asam

aminonya dan kemudahan dicerna. Ikan juga mengandung asam lemak, terutama

asam lemak omega-3 yang sangat penting bagi kesehatan dan perkembangan otak

bayi untuk potensi kecerdasanya. Oleh karena itu, ikan merupakan pilihan yang

tepat untuk diet. Dibandingkan dengan lemak hewani lainnya, lemak ikan sangat

sedikit mengandung kolesterol. Hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan

karena kolesterol yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya penyumbatan

pembuluh darah dan penyakit jantung koroner. Selain protein tinggi ikan juga

mengandung sejumlah vitamin dan mineral yang berimbang. Vitamin yang

banyak terdapat pada ikan adalah vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A dan

D), sedangkan mineral yang dominan adalah kalsium, fosfor, iodium, besi, dan

selenium. Zat-zat gizi tersebut bermanfaat mencegah berbagai penyakit

degeneratif. Kandungan iodium ikan laut hampir dua puluh delapan kali

kandungan iodium ikan air tawar (Astawan, 2004).

Penelitian Agustini & Hariyadi (2007), menunjukkan adanya penggunaan

bahan-bahan yang dilarang (formalin) pada ikan segar yang didaratkan di Pantai

Utara Jawa Tengah sebagai akibat dari meningkatnya biaya perbekalan

menangkap ikan termasuk biaya pembelian es. Formalin merupakan bahan yang

tidak berwarna dan mengandung 30-50% formaldehyde dalam air.


2.3 Kit Test

Kit test adalah alat pemeriksaan/pendeteksi awal, dengan pembacaan

secara visual, yaitu dengan membandingkan warna yang terbentuk dari hasil

reaksi antara sampel dengan pereaksi siap pakai dengan rangkaian beberapa warna

standarnya. Maka hasil yang didapat adalah merupakan hasil pendekatan antara

nilai yang sebenarnya dengan nilai standar yang ada, sehingga dari temuan awal

tersebut, selanjutnya dilakukan identifikasi atau pengujian lanjutan dengan metode

persiapan sampel (Mahrus, 2014).

Residu formalin pada produk pangan sulit dideteksi tanpa menggunakan

alat penguji, untuk mendeteksi adanya formalin dibutuhkan alat penguji (kit test)

kualitatif yang praktis menggunakan larutan campuran pararosanilin dengan

sulfat jenuh pada suasana asam (Mahrus, 2014). Analisis kualitatif menggunakan

reagen kit test yang memiliki batas deteksi visual yang relatif rendah terhadap

formaldehid yaitu 0,2 ppm (Stedman, 2003).

You might also like