You are on page 1of 7

LAPORAN FISIKA FARMASI

EMULSI
Dosen Pengampu : Anom Parmadi,S.Si,Apt,M.Kes

Disusun Oleh :

KELOMPOK 4

1. Andriadi S
2. Bunga Rosalia
3. Dita Rahmawati F
4. Hartatik
5. Hidayah Abadi P

PRODI DIII FARMASI


POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA
SUKOHARJO
2016
EMULSI

I. TUJUAN
Mengetahui pengaruh penggunaan alat stabilitas emulsi.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa. Distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok. Emulsi adalah system dua fase , yang salah satu cairannya terdispersi
butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan minyak
yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang penting agar
memperoleh emulsi yang stabil.
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) disekeliling butir-
butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi mencegah terjadinya koalesen dan
dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil. Konsistensi emulsi sangat
beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang hingga krim setengah padat.
Emulsi merupakan sediaan yang mengandumg dua zat yang tidak tercampur,
biasanya air dan minyak, dimana cairan yang saat terdispersi menjadi butir-butir
kecildalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, terpisahnya cairan disperse
sebagai fase terpisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu tipe M/A dimana tetes
minnyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M diman fase intern adalah air dan fase
extern adalah minyak.
Penggunaan emulsi dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi untuk pemakaian
dalam dam emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi per
oral atau pada injeksi intravena yang untuk pemakaian luar digunakan pada kulit atau
membrane mukosa yaitu linimen,lision,krim, dan salep. Emulsi untuk penggunaan
oral biasanya mempunyai tipe M/A.

EMULGATOR
Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa tidak
enak. Flavor ditambahkan pada fase ekstern agar rasanya lebih enak. Emulsi juga
berfaedah untuk menaikkan absorbs lemak melalui dinding usus. Emulsi parenteral
banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk hewan dan manusia. Vit. A
diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksikan dalam bentuk emulsi. Juga terdapat
injeksi emulsi Oleum Chhaulmogra, Vit.K , dan hormone seks. Penggunaan emulsi
untuk parenteral meminta perhatian khusus dalam produksi seperti : pemilihan
emulgator, ukuran kesamaan butir tetes untuk injeksi intravena. Untuk pemakaian
kulit dan membrane mukosa digubakan sediaan emulsi tipe M/A atau A/M. Emulsi
obat dalam dasar salep dapat menurunkan kecepatan absoebsi dan eksistensinya
absorbsi melalui kulit dan membran mukosa.

STABILITAS EMULSI
Umumnya suatu emulsi dianggap stabil secara fisik jika : (a)fase dalam atau fase
terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk agrerat dari bulatan- bulatan
(b) jika bulatan-bulatanatau agrerat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke
dasar emulsi tersebut akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam, dan (C)
jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak terelmusikan dan membentuk
suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi, yang merupakan
hasil dari bergabungnya bulatan – bulatan fase dalam. Disamping itu suatu emulsi
mungkin sangat dipengaruhi oleh kontaminasi dan pertumbuhan mikroba serta
perubahan fisika dan kimia lainnya.

III. ALAT dan BAHAN


ALAT BAHAN
Mixer Mortir + stamper Oleum sesami
Blender Batang pengaduk CMC- Na
Pipet panjang (2) Beaker glass 100 ml Aquadest
Gelas ukur 25 ml dan 250 ml Tabung reaksi berskala (2)

IV. CARA PERCOBAAN


1. FORMULA
R/ Oleum Sesami 85 ml
CMC-Na 3,75 ml
Aquadest 250 ml

2. Buatlah larutan CMC-Na dalam air dengan cara melarutkan dalam sebagian air
panas. Setelah larut tambahkan air dingin sambil diaduk.
3. Siapkan mixer, masukkan Oleum sesami kedalamnya tambahkan larutan CMC-
Na sedikit demi sedikit sambil diaduk. Teruskan pengadukan selama 3 menit.
4. Bagilah cairan menjadi : I. 100 ml (di mixer)
II. 150 ml (di blender)
5. Masukkan bagian I ke dalam mixer kembali dan lakukan pengadukan selama 6
menit.
6. Masukkan bagian II ke dalam blender, aduklah selama 15 menit.
7. Simpanlah masing-masing emulsi dalam tabung berskala dan lakukan pengamatan
stabilitasnya pada 24 jam. Kemudian bandingkan!
V. DATA PENGAMATAN
a. Organoleptis
Membandingan organoleptis dari sediaan yang dikocok menggunakan Mixer dan
Blender
Organoleptis (Mixer) (Blender)
Bentuk Cairan/ emulsi Cairan/ emulsi
Warna Putih agak kekuningan Putih agak kekuningan
Bau Aroma minyak wijen Aroma minyak wijen
Rasa Hambar, seperti wijen Hambar, seperti wijen, dingin

b. Tipe emulsi
Menentukan tipe emulsi dengan penggunaan Larutan methilen blue.
Mixer Blender

Keterangan :
Air :

Berwarna biru

Minyak :

Berwarna terang
Tipe emulsi : Tipe emulsi :
Minyak dalam air Minyak dalam air
III. STABILITAS

Menentukan stabilitas emulsi dari dua media pengocok yang berbeda setelah 24
jam.

Mixer Blender

Terjadi Creaking (pecahnya dua lapisan yang Terjadi Creaming (terbentuknya buih pada sediaan
sifatnya tetap) yang sifatnya sementara)
Penggabungan bulatan – bulatan fase dalam dan Agrerat dari bulatan fase dalam mempunyai
pemisahan fase tersebut menjadi suatu lapisan. Hal kecenderungan yang lebih besar untuk naik ke
ini bersifat reversible karena lapisan pelindung di permukaan =emulsi atau jatuh ke dasar emulsi
sekitar bulatan – bulatan tidak ada lagi daripada partikel-partikelnya sendiri.

VI. PEMBAHASAN
Sebelum melakukan Uji evaluasi pada emulsi, terlebih dahulu yang harus
dilakukan yaitu membuat sediaan emulsi dari formula yang tersedia :
1. Menimbang dan mengukur bahan yang dibutuhkan sesuai formula yang
ditentukan
2. Dalam mortir panas, CMC Na dilarutkan dengan air hangat sedikit demi sedikit,
setelah itu di ad kan dengan aquadest sebanyak 250 ml.
3. Kocok Oleum sesami sebentar menggunakan mixer, setelah itu masukkan larutan
dari CMC Na. semuanya di mixer selama 3 menit.
4. Setelah 3 menit, larutan dibagi menjadi 2, dengan ketentuan :
a. 100 ml larutan untuk dikocok dengan MIXER
b. 150 ml larutan untuk dikocok dengan BLENDER

Dengan menggunakan media pengocokan yang berbeda, kita dapat mengetahui


pengaruh alat terhadap stabilitas emulsi apakah berbeda atau tidak.

5. 100 ml larutan di mixer selama 6 menit, kemudian dipindahkan kedalam tabung


berskala.
6. 150 ml larutan di blender selama 15 menit, kemudian dipindahkan ke dalam
tabung berskala.

Sisa dari larutan yang tidak dipindahkan kedalam tabung, akan diuji organoleptis dan tipe
emulsinya.

1. Organoleptis

Dari pengamatan yang dilakukan, ditemui perbedaan dari larutan yang


dikocok menggunakan mixer dan blender yaitu dari warnanya. Warna dari sediaan
larutan yang di kocok dengan blender lebih terang dan kental dari pada yang dikocok
menggunakan mixer. Kecepatan dari alatlah yang mempengaruhi perbedaan warna
dari sediaan.

2. Tipe emulsi
Untuk mengetahui tipe emulsi dari 2 sediaan dengan alat berbeda
Dengan penambahan surfaktan dan zat pengemulsi lain, tipe emulsi yang terbentuk
tidak selalu merupakan fungsi fasa volume dan ukuran pencampuran, tetapi juga
kelarutan relatif dari pengemulsi dalam minyak dan air. Oleh karena itu, polimer
hidrofilik dan surfaktan akan mendorong pembentukan emulsi M/A, sedangkan
surfaktan lipofilik mendorong pembentukan emulsi A/M. emulsi tipe A/M biasanya
lebih kental.

3. Stabilitas Emulsi
Emulsi dikatakan stabil jika tetesan fase terdispersi dapt mempertahankan
karakter awalnya dan masih tetap terdistribusi secara uniform keseluruh fasa kontinu
selama usia guna sediaan.tidak boleh ada perubahan fasa/ kontaminasi mikroba
selama penyimpanan, dan emulsi harus mempertahankan penampilan, bau, warna,
dan konsistansinya. Ketidakstabilan kimia cenderung menyebabkan ketidakstabilan
fisika.
Penguji stabilitas fisika

Sediaan emulsi baru setelah waktu cukup lama/ panjang dapat menjadi tidak
stabil secara fisikadan kimia. Evaluasi didasarkan pada uukuran partikel tetesan,
pemisahan fasa/ pecah, sifat reologi, sedimentasi dan creaming. Factor lain yang
menentukan kelarutan obat adalah solubilitas dalam fasa dispersi.

Solubilitas adalah perpindahan fasa secara spontan obat tidak larut kedalam
fasa air dari surfaktan menurut mekanisme penjeratan molekul obat dalam misel
surfaktan. Oleh karena itu (CMC Na) surfaktan sangat tergantung pada keberadaan
senyawa polar lain/ dielektrik molekul.

VII. KESIMPUDAFTAR PUSTAKA

- Anief, Moh., 1993, Farmasetika, Yogyakarta, UGM


- Ansel, C. Howard., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ITB, Bandung
- Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
- Chaerunissa, Anis Yohana., Surahman, Emma., Soeryati, Sri., 2009, Farmasetika Dasar
Konsep Teoritis dan Aplikasi Pembuatan Obat, Widya Padjadjaran, Bandung
- Lachman, L., Liebermen, H. A dan Kanig, J. L., 1971, Kinetics Principles and Stability
Testing, The Theory and Pracite of Industrial Pharmacy, Leang Febiger, Philadelpia,
669-680
- Agoes Goswin. 2008. Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB : Bandung.
- Ansel, C. Howard. 1990, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi edisi IV. UI-PRESS,
Jakarta.

You might also like