Professional Documents
Culture Documents
Dosen Pembimbing:
Shohibbujana, S.Ag.M.Pdi.
Disusun oleh:
Yusril Ikhsan 111511023
Muhammad Arif Khakim 111511057
Izzatul Afidha 111511085
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami bisa menyusun Makalah yang berjudul “Hikmah Bermadzhab dalam
Memeliharan dan Melaksanakan Ajaran Islam”. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga kami bisa menyusun Makalah ini. Makalah ini disusun untuk tugas dari
mata kuliah ASWAJA WAL MADZAHIB.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya
miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
b. Menurut KH. Abdurahman, mazhab dalam istilah islam berarti pendapat
atau aliran seorang alim besar dalam islam yang digelari imam seperti
mazhab Imam Abu Hanifah.
c. Menurut A. Hasan mazhab adalah sejumlah fatwa atau pendapat-pendapat
seorang alim besar urusan agama baik dalam masalah ibadat ataupun
lainnya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dengan ijtihad adalah mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum Syar`i
yang bersifat amali melalui secara istinbath.
Sejak pertengahan abad ke-1 H. sampai pada awal abad ke-4 H. tidak kurang
dari sembilan belas alliran dalam berijtihad. Pada waktu itu ada dua madrasah
terbesar di daerah timur tengah, yang pertama di Hijaz, ataupun Madinah yang
disebut Madrasah hadits. Madrasah ini bersifat terbatas yaitu hanya membahas
dengan berdasarkan Nash (Al-Qur`an dan Al-Hadits). Yang kedua Madrasah Ra`yu
bertempat di Irak ataupun Kuffah yang bersifat lebih menyelami keadaan
masyarakat dan meneliti Illat causalita hukum. Dari sanalah timbul berbagai macam
golongan Ijtihad yang di klasifikasikan kedalam dua bagian yaitu Sunny dan Syi`ah.
Dalam berijtihad mereka langsung menuju kepada dalil Syara` dan menghasilkan
temuan orisinal, karena antara para mujtahid itu dalam berijtihadnya mengguakan
ilmu ushul dan metode yang berbeda maka hasil yang mereka capai tidak akan
selalu sama, jalan yang ditempuh seorang mujtahid dengan menggunakan ilmu
ushul dan metode tertentu untuk menghasilkan suatu pendapat tentang hukum
kemudian disebut madzhab dan toko mujtahidnya dinamai imam madzhab.
4
b. Mazhab Maliki
Mazhab ini didirikan oleh Malik bin Anas Al Ashbahi. Ia dilahirkan pada tahun 93
H dan wafat pada bulan Safar 170 H. Beliau berasal dan belajar diMadinah. Dasar-
dasar mazhabnya adalah Al-Qur’an, As Sunnah, Ijma’, Qiyas.
Dalam proses pengambilan hukum Maliki lebih cenderung literal. Hal itu karena
Al-Hadist begitu banyak bertebaran diMadinah, sehingga dalam memecahkan
persoalan sosial (hukum).
c. Madzhab Syafi’i
Mazhab ini didirikan oleh muhammad bin Idris As Syafi’i Al Hasyimi. Ia dilahirkan
pada tahun e 150 H dipalestina dan wafat pada tahun 204 H di Mesir. Fatwa pertama
dari Syafi’i yaitu mazhab al Qodim yang tulis pada tahun 195 H . tahun 200 H
beliau pinda dan menulis fatwa baru yang berjudul mazhab al jadid. Beliau
mengarang kitab Ar Risalah dalam ilmu ushul fiqh dan kitab Al Umm dalam ilmu
fiqh.
Dasar-dasar mazhabnya adalah Al-Qur’an, As Sunnah, Ijma’, dan Qiyas. Corak
pemikiran Syafi’i cenderung moderat, konvergensi, yaitu berusaha
mempertemukan antara tradisi tekstual dan rasional. Pemikiran Syafi’i dalam
metodologi hukum secara komprehensif dapat dilacak dalam karyannya al-Risalah
dan beberapa bab dalam Al-Umm termasuk kritiknya terhadap aliran yang
berpegang pada Al-Hadist tetapi kurang selektif.
Pemikiran orisinal yang dikembangkan Syafi’i dalam membangun pemikiran
hukum Islam adalah meletakkan fungsi sunnah dalam konstalasi pemikirann hukum
islam yang holistik. Syafi’i memiliki posisi yang istimewa diantara para ahli hadist
yang lain, karena menetapkan metode riwayat yang tidak sama dengan malik yaitu
hadist yang sanadnya mustahil wajib diamalkan tanpa perlu dikaitkan dengan
praktek penduduk Madinah.
d. Madzhab Hambali
Mazhab ini didirikan oleh Ahmad bin Hanbal Asy Syaibani atau Imam Ahmad
(164-241 H). Ia lahir dan wafat diBaghdad. Dasar dari mazhabnya adalah Al-
Qur’an, As Sunnah, perkataan sahabat, Ijma’, Qiyas, Istishab, Mashalih mursalah,
dan Adz Dzarai’.
5
Beliau mengarang kitab Al Musnad mengenai hadist dan berisi sekitar 45000
hadist.
6
2.5 Sebab Terjadinya Ikhtilaf
Ikhtilaf berarti berselisih tidak sepaham. Sedangkan secara terminology fiqih
ikhtilaf adalah perselisihan paham atau pendapat di kalangan para ulama fiqih
sebagai hasil ijtihad untuk mendapatkan dan menetapkan suatu ketentuan hukum
tertentu.
Sebab-sebab ikhtilaf yaitu:
a. Perbedaan pemahaman tentang lafadz nash.
b. Perbedaan dalam masalah hadits.
c. Perbedaan dalam pemahaman dan penggunaan kaidah penggunaan kaidah
lughawiyah
d. Perbedaan dalam mentarjihkan dalil-dalil yan berlawanan.
e. Perbedaan tentang qiyas.
f. Perbedaan dalam penggunaan dalil-dalil hukum.
g. Perbedaan dalam masalah nash
h. Perbedaan dalam pemahaman illat hukum.
Syaikh Muhamad al-madaniyah dalam bukunya Asbab Ikhtilaf al-Fuqaha,
membagi sebab-sebab ikhtilaf itu kepada empat macam, yaitu:
1. Pemahaman Al-Qur’an dan sunnah rasul.
2. Sebab-sebab khusus tentang sunnah rasul.
3. Sebab-sebab yang berkenaan dengn aqidah-aqidah ushuliyah atau fiqhiyah.
4. Sebab-sebab yang khusus mengenai penggunaan dalil-dalil di luar Al-
Qur’an dan sunnah Rasul.
Sebab-sebab khusus menganai sunah Rasul, yaitu:
a) Perbedaan dalam penerimaan hadits.
b) Perbedaan dalam menilai periwayatan hadits.
c) Ikhtilaf tentang kedudukan Rasulullah SAW.
7
terbatas pada empat madzhab saja. Bahkan masih banyak madzhab ulama (selain
madzhab empat) yang boleh diikuti, seperti madzhab Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin
‘Uyainah, Ishaq bin Rahawaih, Daud azh-Zhahiri dan al-Auza’i (Majmu’ah Sab’ah
Kutub Mufidah, hlm 59).
Namun mengapa yang diakui serta diamalkan oleh golongan Ahlussunnah
wal-jamaah hanya empat madzhab saja? Sebenarnya, yang menjadi salah satu
faktor adalah tidak lepas dari murid beliau-beliau yang kreatif, yang membukukan
pendapat-pendapat imam mereka sehingga semua pendapat imam tersebut dapat
terkodifikasi dengan baik, akhirnya validitas dari pendapat-pendapat tersebut tidak
diragukan lagi. Di samping itu, madzahibul arba’ah ini telah teruji keshalihannya
sepanjang sejarah, sebab memiliki metode istinbat yang jelas dan sistematis,
sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebagaimana masih
ditegaskan oleh Sayyid ‘Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah
Kutub Mufidah: “Sekelompok ulama dari kalangan ashhab kita (ashhâbina)
mengatakan bahwa tidak diperbolehkan bertaklid kepada selain madzhab yang
empat, karena selain yang empat itu jalur periwayatannyatidak valid, sebab tidak
ada sanad (mata rantai) yang bisa mencegah dari kemungkinan adanya penyisipan
dan perubahan. Berbeda dengan madzhab yang empat. Para tokohnya telah
mengerahkan kemampuannya untuk meneliti setiap pendapat serta menjelaskan
setiap sesuatu yang memang pernah diucapkan oleh mujtahindnya atau yang tidak
pernah dikatakan, sehingga para pengikutnya merasa aman dari terjadinya
perubahan, distorsi pemahaman, serta meraka juga mengetahui pandapat yang
shahih dan yang lemah.” (Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59)
Jadi kesimpulannya, kita tidak diperbolehkan melakukan ijtihad sendiri,
sebab kita tidak mempunyai bekal yang memadai untuk sampai pada tingkatan itu,
kendati pintu ijtihad masih terbuka selebar-lebarnya. Dan yang boleh diikuti pada
saat ini madzhab yang empat, sebab madzhab di luar madzhab yang empat tidak
mudawwan (terkodifikasi), dan mata rantai periwayatannya telah terputus.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terdapat 4 mazhab yang masih dikenal sampai saat ini, yaitu Mazhab Hanafi,
Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i dan Mazhab Hambali. Mazhab-mazhab tersebut
lahir karena adanya perbedaan dalam memegang prinsip hukum, sistem hukum,
metode pengkajian dan pendekatan dalam memahami ajaran keagamaan yang
terangkum dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Meskipun berbeda, asalkan semata-
mata mencari kebenaran maka hal itu tidak menjadi masalah.
Perbedaan mazhab dan khilfiah merupakan merupakan persoalan yang terjadi
dalam realitas kehidupan manusia. Diantara masalah khilafiah tersebut ada yang
bias diselesaikan dengan cara yang sangat sederhana dan mudah berdasarkan akal
sehat, karena adanya toleransi dan saling pengertian. Meskipun demikian,
keberadaan masalah khilafiah itu tetap menjadi ganjalan dalam menjalin
harmonisasi di tengah umat Islam. Karena diantara mereka seringkali menonjolkan
ta’asubiah (fanatik) yang berlebihan dan jauh dari pertimbangan akal sehat.
Khilafiah dalam lapangan hokum (fiqh Islam) tidak perlu dipandang sebagai
factor yang melemahkan kedudukan hokum Islam dan menjadi penyebab
munculnya friksi di tengah-tengah masyarakat. Bahkan sebaliknya, adanya
khilafiah furu’iyah bisa memberikan kelonggaran kepada umat Islam dalam
melaksanakan semua perintah Allah dan Rasul-Nya sesuai situasi dan kondisi yang
dihadapinya. Di sinilah urgensinya memaknai ungkapan “Ikhtilafu ummati
rakhmat” (perbedaan pendapat umatku adalah rahmat)
3.2 Saran
Perbedaan pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu fenomena baru,
tetapi semenjak masa Islam yang paling dini perbedaan pendapat itu sudah terjadi.
Perbedaan terjadi adanya ciri dan pandangan yang berbeda dari setiap mazhab dalam
memahami Islam sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus selalu
bersikap terbuka dan arif dalam memandang serta memahami arti perbedaan,
hingga sampai satu titik kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan
9
bertentangan selama perbedaan itu bergerak menuju kebenaran dan Islam adalah satu
dalam keragaman.
DAFTAR PUSTAKA
Aswadie Syukur, Perbandingan Mazhab. PT. Bina Ilmu, Surabaya. 1990 Wahab
Afif, Pengantar Studi Perbadingan Mazhab, Darul Ulum Press. Jakarta.
1991
Hujaimah Tahido Yanggo. DR., Pengantar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1997).
Muhammad Ali Hasan. Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1996). Cet. 2.
Qodri Azizy Prof. DR. Reformasi Bermazhab, (Jakarta: Teraju, 2003).
10