You are on page 1of 10

Peran Dukungan Sosial dan Regulasi Emosi

Terhadap Resiliensi Keluarga Penderita Skizofrenia


1
Daisy Prawitasari Poegoeh
RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat, Lawang - Malang
2
Hamidah
Dept. Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Fak. Psikologi Universitas Airlangga, Surabaya

Abstract
The research examined the relationship between social support, emotion regulation and family
resilience of schizophrenic patients. The method used in this research was quantitative method by
using questionnaires to survey parents of schizophrenic patient. Questionnaires used in this research
were Social Support Index (SSI), Cognitive Emotion Regulation Questionnaire (C-ERQ) and Family
Resilience Assessment Scale (FRAS). Result indicated that there was a significant relationship
between social support, emotional regulation and family resilience in the sample of 60 schizophrenic
patients' parents. It indicated through multiple coefficient (R=0.596, p<0.05). Coefficient of
2
determination (R =0.355, p<0.05) revealed that both variable influenced family resilience by 35.5%.
Social support contributed 20.9%, while emotional regulation had 14.6% contribution to family
resilience of schizophrenic patients. It suggested that the practitioners for family intervention with
emphasis of how to get social support, especially networking support and regulating emotion in
order to increase families of schizophrenic patients' resilience.

Key words: emotional regulation, family resilience, schizophrenia, social support.

Abstrak.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial, regulasi emosi dan
resiliensi keluarga penderita skizofrenia. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif
dengan menggunakan kuesioner Social Support Index (SSI), Cognitive Emotion Regulation
Questionnaire (CERQ) dan Family Resilience Assessment Scale (FRAS). Hasil penelitian adalah
adanya hubungan yang signifikan antara dukungan sosial, regulasi emosi dan resiliensi pada 60
orangtua pasien yang menjalani rawat inap ulang dengan diagnosis skizofrenia. Hasil dari keeratan
hubungan tersebut ditunjukkan melalui nilai koefisien regresi linier berganda (R=0.596, p<0.05).
Koefisien determinasi (R2=0.355, p<0.05) menunjukkan secara bersama-sama variable dukungan
sosial dan regulasi emosi dapat mempengaruhi variabel resiliensi keluarga sebesar 35.5%.
Sumbangan relatif dukungan sosial terhadap resiliensi keluarga adalah sebesar 20.9% dan
sumbangan relatif regulasi emosi sebesar 14.6%. Temuan dari penelitian ini menunjukkan besarnya
peran dukungan sosial dan regulasi emosi terhadap resiliensi keluarga penderita skizofrenia,
sehingga para praktisi dapat memfokuskan pada faktor protektif untuk meningkatkan resiliensi
keluarga.

Kata Kunci: dukungan sosial, regulasi emosi, resiliensi keluarga, skizofrenia.

1 2
Korespondensi: RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat. Jln. xxxx, Lawang - Malang, Departemen Psikologi Klinis dan
Kesehatan Mental Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Jln. Airlangga 4-6. Surabaya. Telp. (031) 5032770, Email:
1 2
daisy.prawita-p-p-11@psikologi.unair.ac.id. hamidah@psikologi.unair.ac.id

12 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Daisy Prawitasari Poegoeh, Hamidah

PENDAHULUAN teori keluarga dan teori sosial.


Hasil sebuah survei yang dilakukan oleh
Berdasarkan data yang disampaikan pada
The Indonesian Psychiatric Epidemologic (2004)
konferensi tahunan The American Psychiatric
menyebutkan sekitar 18.5% orang dewasa
Association (APA) di Miami Florida, Mei 1995,
pernah mengalami gangguan mental, baik
disebutkan bahwa angka penderita Skizofrenia
ringan maupun parah dan sebagian besarnya
cenderung meningkat menjadi 1 per 100
adalah skizofrenia. Sebagian besar penderita
penduduk. Selanjutnya dikemukakan, bahwa
skizofrenia merupakan individu dalam usia
setiap tahun 300.000 penderita Skizofrenia
p r o d u k t i f, t e ta p i m e r e k a ce n d e r u n g
mengalami kekambuhan. Menurut data World
ditelantarkan. Survei yang dilakukan oleh
Health Organization (WHO), masalah
Kementerian Sosial Republik Indonesia (2008)
gangguan kesehatan mental di seluruh dunia
menunjukkan dari sekitar 650 ribu penderita
memang sudah menjadi masalah yang sangat
gangguan mental berat di Indonesia dan sekitar
serius. WHO (2001) menyatakan paling tidak
30 ribu penderita Skizofernia dipasung
ada satu dari empat orang di dunia mengalami
keluarganya. Alasan pemasungan agar
gangguan kesehatan mental dan
penderita tidak membahayakan orang lain dan
memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di
menimpakan aib pada keluarganya.
dunia mengalami gangguan kesehatan mental.
Survei Kesehatan Rumah Tangga (1995)
Berdasarkan laporan WHO tahun 2005
yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
menyatakan bahwa terdapat lima gangguan
Pengembangan Kesehatan menunjukkan
mental terbanyak di dunia, yaitu depresi
prevalensi gangguan mental emosional pada
unipolar (11.8%), alcohol used disorder (3.3%),
anggota rumah tangga dewasa (diatas 15 tahun)
skizofrenia (2.8%), depresi bipolar (2.4%), dan
adalah 264 per 1000. Pada anak remaja (5-15
demensia (1.4%) (WHO, 2005).
tahun) adalah 104 per 1000. Prevalensi di atas 100
Skizofrenia berasal dari kata schizein
per 1000 anggota rumah tangga dianggap
(pecah-belah) dan phren (otak). Bleuler (1939
sebagai suatu permasalahan kesehatan yang
dalam Nevid & Rathus, 2003) menyebutkan
penting. Kementerian Kesehatan lewat Riset
is tilah skizof renia yang secara tepat
Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2007) mencatat
menonjolkan gejala utama dari gangguan ini,
penderita gangguan mental berat adalah
yaitu otak yang terpecah belah. Artinya, ada
sebanyak 0.46% dari populasi nasional. Angka
keretakan atau pemisahan antara proses pikir,
tersebut setara dengan 1.093.150 penduduk
respon-respon perasaan atau afektif dan
mengalami gangguan mental berat, termasuk
perilaku. Penyebab yang dapat menimbulkan
skizofrenia dimana setiap tahunnya sebanyak
patof isiologis dari skizofrenia sampai saat ini
35% kambuh, sedangkan 19 juta orang lainnya
belum dapat diketahui, namun ada beberapa
menderita gangguan mental ringan hingga
f aktor risiko yang dapat menyebabkan
sedang, yaitu total populasi beresiko yang
munculnya skizof renia. Skizof renia
menerima perawatan yang memadai (Riskesdas,
kemungkinan merupakan suatu kelompok
2007).
gangguan dengan penyebab yang berbeda dan
Saat ini, Kementerian Kesehatan Republik
secara pasti memasukkan pasien yang
Indonesia giat mengampanyekan Indonesia
gambaran klinis, respon pengobatan, dan
Bebas Pasung 2014, namun target itu kemudian
perjalanan penyakitnya bervariasi. Kaplan, dkk.
direvisi menjadi 2019 dengan pertimbangan
(1997) menjelaskan tentang etiologi skizofrenia
bahwa menurut Riset Kesehatan Dasar 2007,
atara lain diatesis-stress model, faktor biologis,
dari total populasi 1.09 juta orang ternyata hanya
faktor genetik, psikogenesis, teori pembelajaran,

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 13


Peran Dukungan Sosial dan Regulasi Emosi Terhadap Resiliensi Keluarga Penderita Skizofrenia

38 ribu (3.5%) yang terlayani dengan baik. penyakit ini berarti memahami pengaruh dari
Selama program sosialisasi bebas pasung itu, sakit yang dirasakan pasien terhadap sistem
Kementerian Kesehatan sudah mendapatkan keluarga dan memahami dampak sistem
sebanyak 4.329 pasien gangguan mental yang keluarga terhadap pasien dan outcomenya
dipasung, yang tersebar di 19 provinsi. (Heru & Dreary, 2011).
Skizofrenia menimbulkan beban bagi keluarga Perawatan penderita skizofrenia dalam
baik karena penyakitnya maupun jangka waktu keluarga adalah tanggung jawab yang berat.
kesembuhan. Menurut perspektif Kraepelin, Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh
skizof renia adalah suatu penyakit yang National Family Caregiver Association di
cenderung memburuk. Meskipun demikian, Amerika Serikat (1997), 58% anggota keluarga
sejalan dengan perkembangan waktu, semakin yang merawat penderita skizofrenia mengalami
banyak penelitian yang memberikan bukti gejala depresi yang signif ikan dan 34%
empiris tentang kesembuhan skizofrenia diantaranya berpendapat mereka tidak
(Harding, dkk. dalam Subandi, dalam menerima bantuan dari anggota keluarga yang
penerbitan). lain maupun teman-teman di lingkungan
Menurut Scharff & Scharff (1991 dalam Day, sosialnya. Hwu (1998 dalam Wei, 2008) dalam
2007) keluarga adalah suatu sistem yang berisi penelitiannya mengenai caregiver penderita
sejumlah relasi yang berfungsi secara unik. skizofrenia di Taiwan menyatakan adanya stres
Def inisi tentang keluarga menegaskan bahwa emosional berat, yaitu 64.4% menyangkal
hakikat dari keluarga adalah relasi yang keberadaan orang dengan skizofrenia di tengah
terjalin antara individu yang menentukan keluarga mereka dan 45.6% menarik diri dari
komponen-komponennya. Bila ada sesuatu lingkungan karena adanya penderita skizofrenia
menimpa atau dialami oleh salah satu anggota dalam keluarga mereka. Temuan ini
keluarga, dampaknya mengenai seluruh merefleksikan hubungan kausal antara depresi
anggota keluarga yang lain. Penelitian yang dan perawatan penderita skizof renia,
dilakukan oleh Gibbons (1988) menyatakan membuktikan bahwa keluarga dari penderita
bahwa diperkirakan sejumlah 50%80% skizofrenia adalah populasi yang rentan,
penderita skizofrenia maupun gangguan mengalami stres dan menghadapi stigma sosial
psikotik lainnya yang berhubungan secara dan karenanya memiliki suatu kebutuhan yang
rutin dengan keluarga yang juga menjadi mendesak.
caregiver-nya, maka dalam keluarga tersebut Kondisi pasien skizof renia menjadi
akan menunjukkan adanya tingkat beban yang sumber stres bagi anggota keluarganya. Seperti
tinggi terkait dengan merawat anggota halnya penyakit berat lainnya. Adanya penderita
keluarganya yang mengalami skizofrenia skizofrenia dalam keluarga dipandang sebagai
(McDonnel, dkk., 2003). musibah oleh seluruh keluarga tersebut
Systemic view of illness menyebutkan (Finkelman, 2000 dalam Gonzales-Torres,
bahwa apabila ada salah satu anggota keluarga 2010). Munculnya berbagai gejala dari penderita
yang mengalalami sakit, maka semua anggota dapat memberikan dampak tersendiri bagi
keluarga akan terpengaruh. Apabila kesulitan keluarga. Keberadaan penderita di tengah-
dalam perawatan itu tinggi maka anggota tengah keluarga memberikan beban secara f isik
keluarga yang lain juga akan merasakan beban dan psikis untuk setiap anggota keluarga lain
yang berat atau sakit. Apabila caregiver tersebut yang ada di dalamnya, terutama orang tua (Jones
sakit, maka pasien yang sedang sakit itu akan & Hayward, 2005 dalam Jones & Pasley, 2009).
menghadapi kesulitan lebih besar untuk Keluarga penderita skizofrenia juga akan
penyembuhan. Pandangan sistemik dari menderita karena banyaknya sumber stres yang

14 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Daisy Prawitasari Poegoeh, Hamidah

terjadi, mengalami kesulitan, dan kurangnya secara mutual dan keterlibatan yang empatik
bantuan dari pelayanan kesehatan mental (Heru & Dreary, 2011).
(Song, dkk., 1997 dalam Wei, 2008). Perawatan Keluarga sebagai social support system
dan dukungan pada penderita schizofrenia bisa juga dapat dikatakan sebagai sarana terdekat
mempengaruhi well being dan kesehatan bagi seseorang yang membutuhkan dukungan
mental dari anggota keluarga yang lain (Cuijpers sosial. Dukungan sosial dalam keluarga dapat
& Stam, 2000 dalam Wei, 2008). menurunkan tingkat kerentanan stres dan juga
Hubungan antara penderita skizofrenia meningkatkan kemampuan bagi penderita
dan keluarganya dapat terganggu karena adanya skizofrenia untuk bisa menghadapi dan
perilaku negatif dan pola komunikasi yang mengatasi masalah yang menimbulkan stres
kacau. Pengaruh ini akan semakin parah apabila (Chow, 2011). Persepsi terhadap dukungan sosial
gaya komunikasi dan sikap keluarga penderita adalah indikator positif pada beban keluarga
cenderung negatif. Hal ini akan berpengaruh yang disebabkan oleh penderita skizofrenia,
secara negatif terhadap proses penyembuhan merupakan peran kunci dan berkontribusi
penderita skizofrenia. Keluarga, sebaliknya, secara signif ikan terhadap kesembuhan
juga dapat menjadi sumber resiko bagi gangguan mental (Thoits, 1995 dalam Chow,
kerentanan penderita skizofrenia. Meta analisis 2011). Pemaknaan terhadap suatu kejadian
dari 27 penelitian (Butzlaff & Holey, 1998) musibah dengan sikap yang optimis akan
menyebutkan bahwa ekspresi emosi tinggi memberikan respon yang positif terhadap
anggota keluarga yang dimanifestasikan dengan kejadian tersebut dan membantu melakukan
munculnya komentar-komentar yang kritis, penyesuaian diri dan pemecahan masalah
sinis, tajam, dan keterlibatan emosional yang (Silderberg, 2001).
berlebihan yang muncul dalam kata-kata Regulasi emosi adalah fungsi yang sangat
spontan anggota keluarga, telah berhubungan signif ikan dalam kehidupan manusia. Regulasi
dengan keadaan/relaps penderita skizofrenia emosi sendiri adalah bentuk kontrol yang
dan timbulnya symptom positif yang lebih kuat dilakukan seseorang terhadap emosi yang
dalam 6 bulan follow-up (dalam Schloser, dkk., dimilikinya. Setiap hari individu akan terus
2010). menerus terpapar pada ragam stimuli yang
Resiliensi didef inisikan sebagai berpotensi untuk membangkitkan emosi. Oleh
kemampuan untuk beradaptasi, mengatasi sebab itu, reaksi emosional yang tidak sesuai,
masalah, bertahan dan melenting dari musibah ekstrim atau tidak terkontrol akan
dalam kondisi fungsional (Walsh 1998; Walsh, m e n g g g a n g g u f u n g s i i n d iv i d u d a l a m
2003, Deegan, 2005 dalam Plump, 2011). masyarakat, sehingga diperlukan adanya
Resiliensi keluarga adalah tingkat resiliensi yang regulasi emosi setiap waktu (Gross & John,
terkait dengan hubungan yang kompleks dan 2003). Individu biasanya akan menunjukkan
faktor-faktor lingkungan (Van Breeda, 2003). f leksibilitas dalam mengelola keadaan
Dalam orientasi sistem biopsikososial, resiko emosional yang ekstrim, tetapi tidak menutup
dan resiliensi dipandang dalam suatu pengaruh kemungkinan adanya orang-orang yang
berulang yang melibatkan individu, keluarga kekurangan ketrampilan dasar atau kesadaran
dan sistem sosial yang lebih besar (Walsh, 2003). akan adanya regulasi emosi, atau terganggu
Resiliensi keluarga meliputi kemampuan untuk disebabkan karena alasan klinis atau
mengembangkan ketrampilan interpersonal perkembangan. Sebagai contoh, orang-orang
yang adaptif, misalnya membedakan orang yang mengalami gangguan di otak, trauma atau
dengan sakitnya, dan adanya kualitas keluarga kondisi psikiatrik dan psikologis dapat
yang positif, misalnya adanya penerimaan menjadikan ia tidak mampu melakukan

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 15


Peran Dukungan Sosial dan Regulasi Emosi Terhadap Resiliensi Keluarga Penderita Skizofrenia

regulasi emosi. tersebut akan meningkatkan emosi positif dan


Orang-orang yang seperti itu akan dapat mengurangi pengaruh emosi negatif
tergolong sebagai poor self regulator, yaitu ketika menghadapi stres (Tugade & Frederikson,
orang- orang yang mungkin marah atau 2011). Oleh karena itu, hipotesis dalam
meletakkan frustrasinya pada orang lain atau penelitian ini adalah terdapat hubungan antara
pada dirinya sendiri dan menunjukkan ekspresi dukungan sosial dan regulasi emosi dengan
wajah yang berlawanan dengan normatif pada resiliensi keluarga penderita skizofrenia.
situasi tersebut. Mereka tidak mampu
mengontrol emosinya dengan baik. Regulasi METODE
dapat mempengaruhi perilaku dan pengalaman
Partisipan penelitian
seseorang. Hasil dari regulasi dapat berupa
Penelitian ini termasuk dalam penelitian
perilaku yang ditingkatkan, dikurangi atau
kuantitatif dengan menggunakan desain
dihambat dalam ekspresinya. Menurut
penelitian survei. Penelitian ini menggunakan
pandangan psikologi evolusi, regulasi emosi
data dari 60 anggota keluarga atau caregiver dari
sangat diperlukan karena beberapa bagian dari
individu yang didiagnosis skizofrenia dan
otak manusia menginginkan untuk melakukan
pernah menjadi pasien rawat inap di RSJ Dr.
sesuatu pada situasi tertentu, sedangkan bagian
Radjiman Wediodiningrat Lawang. Alat
lainnya menilai bahwa rangsangan emosional
pengumpulan data berupa kuesioner diberikan
ini tidak sesuai dengan situasi saat itu,
kepada keluarga (ayah dan/atau ibu) sebagai
sehingga membuat seseorang melakukan
caregiver penderita skizofrenia. Responden
sesuatu yang lain atau tidak melakukan sesuatu
yang masih menikah 78% dan yang tinggal
pun (Gross, 1999). Reiss dan Patrick (1996 dalam
sendirian dalam merawat anaknya yang
Kring & Sloan, 2010) menyatakan bahwa ada
mengalami gangguan adalah 22%. Tingkat
perbedaan individual dalam reaksi emosional
pendidikan paling banyak adalah setingkat
yang mempengaruhi bagaimana seseorang bisa
SMA yaitu 40% dan penghasilan yang terbanyak
mencapai keadaan emosi yang sejahtera setiap
adalah penghasilan antara 1 juta 5 juta yaitu
harinya. Menurut Reiss dan Patrick (1996),
46%. Terdapat responden dengan tingkat
regulasi emosi yang ditampilkan oleh setiap
pendidikan S2 sebanyak 13% dan memiliki
individu dapat menentukan kesejahteraan
penghasilan di atas 10 juta rupiah perbulan
emosi dalam setiap interaksi sosial.
sebanyak 12.4%.
Berdasarkan penjelasan pada latar
belakang diatas, terlihat pentingnya resiliensi Variabel
keluarga agar keluarga dapat menjadi sistem Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
pendukung bagi penderita skizofrenia. Asumsi dukungan sosial (X1) dan regulasi emosi (X2).
yang muncul adalah bahwa munculnya Kedua variabel bebas ini diukur dengan
resiliensi dalam keluarga penderita skizofrenia menggunakan kuesioner. Dukungan sosial
disebabkan karena adanya dukungan sosial dari diukur menggunakan skala Sosial Support Index
keluarga dan teman-teman di lingkungan, yang terdiri dari 17 item dan regulasi emosi
sehingga dapat membantu keluarga tersebut d i u k u r d e n g a n E m o t i o n R e g u la t i o n
mengatasi stres dan permasalahan yang Questionnaire (CERQ) yang terdiri dari 36 item.
dihadapi (Fischer & Corcoran, 2007). Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini
Hal kedua yang diasumsikan adalah resiliensi keluarga (Y) yang diukur
mempengaruhi resiliensi keluarga adalah dengan menggunakan kuesioner Family
kemampuan individu dalam keluarga tersebut Resilience Assessment Scale yang terdiri dari 66
melakukan regulasi emosi. Strategi regulasi item.

16 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Daisy Prawitasari Poegoeh, Hamidah

Selain menggunakan validitas isi, dukungan sosial (X1) dan regulasi emosi (X2)
penelitian ini juga menggunakan prosedur secara simultan terhadap variabel terikat
validitas item melalui pendekatan konsistensi resiliensi keluarga (Y). Hubungan ini dapat
internal. Validitas item dengan pendekatan ditunjukkan oleh nilai koef isien korelasi
konsistensi internal ini menghasilkan suatu berganda (R). Hasil analisis menunjukkan R =
indeks validitas item yang umum juga dikenal 0.596 (p<0.05). Hal ini menunjukkan hubungan
dengan sebutan indeks daya beda item. yang cukup kuat antara dukungan sosial,
Penelitian ini melakukan uji coba terhadap data regulasi emosi dan resiliensi keluarga. Hasil
yang ditabulasikan dengan cara meng- analisis menunjukkan bahwa kedua variabel
korelasikan antara skor item instrumen dibantu bebas yaitu X1 (dukungan sosial) dan X2 (regulasi
oleh SPSS 17. emosi), memiliki hubungan signif ikan dengan
variabel terikat Y (resiliensi keluarga).
HASIL PENELITIAN Kesimpulannya, kedua variabel bebas tersebut
Dari uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan dapat dimasukkan dalam model persamaan
nilai signif ikansi residual regresi adalah 0.354 regresi.
(p<0.05), sehingga dapat disimpulkan asumsi Untuk menguji hipotesis maka dilakukan
normalitas terpenuhi. Kemudian berdasarkan uji F dan berdasarkan hasil yang tersaji dalam
uji multikolinearitas menunjukan baik variabel tabel 2, diketahui bahwa nilai F hitung yang
X1 yaitu dukungan sosial dan variabel X2 yaitu diperoleh sebesar 15.665 (p<0.05). Oleh karena
regulasi emosi memiliki nilai VIF 1.016. Bila nilai itu, dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak
VIF lebih dari 10 maka tidak terjadi atau Ha diterima, jadi variabel X1 (dukungan
multikolinearitas yang artinya tidak terdapat sosial) dan X2 (regulasi emosi) secara simultan
hubungan linier yang sangat tinggi antar berpengaruh signif ikan terhadap Y (resiliensi
variabel bebas dalam penelitian ini. keluarga).

Tabel 1. Hasil Uji Korelasi Berganda dan Multikolinearitas

Variabel Bebas R Nilai Tolerance VIF


X1 (dukungan sosial) 0.596 0.984 1.016
X2 (regulasi emosi) 0.984 1.016

Tabel 2. Model Regresi

Variabel b SE Uji F p aR2


Resiliensi keluarga
Konstanta 52.264 0.638 15.665 0.000 0.355
Dukungan Sosial 0.435 0.024 0.000
Regulasi Emosi 0.356 0.038 0.000

Penelitian ini ditujukan untuk menguji Kemudian untuk mengetahui


hipotesis apakah terdapat hubungan antara menentukan kekuatan hubungan antara
dukungan sosial dan regulasi emosi terhadap variabel bebas yang paling dominan dan lebih
resiliensi keluarga pada penderita skizofrenia. kuat mempengaruhi variabel terikat maka
Keeratan hubungan antara variabel bebas dilakukan uji koef isien determinasi, yang

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 17


Peran Dukungan Sosial dan Regulasi Emosi Terhadap Resiliensi Keluarga Penderita Skizofrenia

menunjukan hasil sebagai berikut: berdampak pada kesejahteraan individu secara


Berdasarkan tabel 1 diketahui koef isien umum (Bishop, 1994). Dukungan sosial, dalam
korelasi (R) yang dihasilkan sebesar 0.596 yang penelitian ini terbukti dapat meningkatkan
artinya terdapat hubungan yang kuat antara X1 kemampuan resiliensi keluarga. Hal ini sejalan
(dukungan sosial) dan X2 (regulasi emosi) dengan penelitian Plump (2011) terhadap orang
dengan Y (resiliensi keluarga). Sumbangan tua dari penyandang autistik yang
2
relatif (aR ) yang diperoleh sebesar 0.355, yang menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat
berarti varian skor Y (resiliensi keluarga) dukungan sosial akan semakin rendah tingkat
disumbang oleh X1 (dukungan sosial) dan X2 s t res d a l a m ke l u a rg a . Pe n e l i t i a n i n i
(regulasi emosi) sebesar 35.5 persen, sedangkan membuktikan dukungan sosial adalah
sisanya dipengaruhi oleh faktor lain selain X1 sumberdaya yang penting dalam
meminimalkan kesulitan dengan adanya stresor
(dukungan sosial) dan X2 (regulasi emosi).
yang kronis yaitu penderita skizofrenia dan
Untuk menentukan variabel yang paling
meningkatkan adaptasi yang baik.
dominan mempengaruhi Y (resiliensi
Dukungan jejaring bisa menjadi faktor
keluarga), maka dapat dilihat berdasarkan nilai
protektif dalam pembentukan resiliensi
b pada masing- masing variabel bebas. Nilai b keluarga, sebab dalam jaringan sosial, akan juga
yang paling tinggi merupakan variabel dominan didapatkan dukungan informatif yaitu
yang sumbangan varian skornya pada variabel Y pemberian nasehat, petunjuk, saran-saran atau
yang terbesar, yaitu variabel X1 (dukungan umpan balik melalui sharing dengan anggota
sosial) dengan nilai b sebesar 0.435, sedangkan lain dalam kelompok. Hasil penelitian ini juga
variabel X2 (regulasi emosi) dengan nilai b mendukung penelitian yang dilakukan oleh
sebesar 0.356. Pasongh, dkk. (2012) tentang persepsi keluarga
mengenai f aktor psikososial penyebab
DISKUSI skizof renia. Penulis menemukan bahwa
keluarga sering memiliki persepsi yang keliru
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda
mengenai gangguan skizofrenia. Melalui
d i s i m p u l k a n b a hwa d u k u n g a n s o s i a l
penelitian ini dikembangkan penyebab persepsi
mempunyai pengaruh yang signif ikan terhadap
yang keliru disebabkan karena kurangnya
resiliensi keluarga penderita skizofrenia.
dukungan sosial dalam bentuk dukungan
Dukungan sosial menjadi peran penting bagi
jejaring yang dapat memberikan informasi,
resiliensi keluarga, sebagaimana disebutkan
umpan balik dan aktivitas yang sesuai untuk
oleh Elis dan Donovon (2005 dalam Plump, 2011)
penderita skizofrenia. Dukungan jaringan bisa
semakin tinggi tingkat dukungan sosial, maka
didapatkan melalui interaksi keluarga dengan
akan semakin tinggi tingkat resiliensi pada
pihak Rumah Sakit Jiwa melalui aktivitas-
keluarga penderita skizof renia. Melalui
aktivitas seperti famil y gathering dan
penelitian ini terlihat bahwa dukungan sosial
penyuluhan-penyuluhan yang diadakan.
merupakan prediktor yang penting untuk Berdasarkan hasil penelitian, dapat
indikator-indikator resiliensi keluarga, antara disimpulkan bahwa regulasi emosi mempunyai
lain pemaknaan terhadap kejadian musibah dan pengaruh yang signif ikan terhadap resiliensi
fleksibilitas dalam keluarga. keluarga penderita skizofrenia. Regulasi emosi
Dukungan sosial adalah pertolongan dan dengan cara kognitif atau berpikir sangat
dukungan yang diperoleh seseorang dari berhubungan dengan kehidupan manusia dan
interaksinya dengan orang lain dimana bantuan membantu untuk mengontrol emosi selama
tersebut akan dapat menaikkan perasaan positif atau sesudah mengalami suatu pengalaman
serta mengangkat harga diri sehingga akan yang mengancam atau menekan (Garnefski &

18 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Daisy Prawitasari Poegoeh, Hamidah

Kraaij, 2011). Regulasi emosi, dalam penelitian penyebab kekambuhan skizofrenia. Mengasuh
ini, terbukti dapat meningkatkan resiliensi dan merawat anggota keluarga yang mengalami
keluarga. skizofrenia merupakan kejadian yang penuh
Penilaian kembali secara positif adalah tekanan yang akan mempengaruhi
suatu pemaknaan terhadap suatu kejadian keseimbangan keluarga. Dalam masyarakat
musibah dalam hubungannya dengan yang memberikan stereotype tentang gangguan
pertumbuhan personal (Garnefski & Kraaiji, mental, dimana gangguan mental dikaitkan
2011). Sedangkan indikator regulasi emosi yang dengan majik, kesalahan pola asuh atau
lain memberikan sumbangan yang tidak penyakit kutukan, maka orang tua penderita
signif ikan terhadap resiliensi keluarga. akan mengalami perasaan penolakan, malu,
Menurut Garnefski dan Kraaij (2011), isolasi, ketakutan dan rasa bersalah. Perasaan-
strategi regulasi emosi yang negatif diantaranya perasaan ini akan membuat orang tua
ruminasi, menganggap sebagai malapetaka dan menghindar dari aktivitas sosial dan menutup
menyalahkan orang lain berhubungan kuat diri tentang penyakit yang menimpa anaknya
dengan permasalahan-permasalahan (Lefley, 1966 dalam Chow, 2011). Kondisi ini
emosional diantaranya kecemasan dan akan semakin menjauhkan penderita dari
kemarahan. Hal ini sejalan dengan pembuktian mendapatkan informasi yang akurat dan
bahwa indikator di atas memberikan kesembuhan yang diharapkan.
sumbangan secara signif ikan terhadap Sebagai sebuah konstruk, resiliensi
resiliensi keluarga. Selain daripada itu, layaknya sebuah payung yang terdiri dari
penggunaan strategi regulasi emosi yang positif, banyak konsep-konsep positif menuju suatu
misalnya positive reappraisal akan adaptasi dalam merespon kejadian-kejadian
memudahkan keluarga mentolerir atau musibah (Masten & Obradovich, 2006).
menguasai kejadian hidupyang negatif. Konsep-konsep positif tersebut diantaranya
Regulasi emosi adalah faktor yang adalah dukungan sosial dan regulasi emosi.
diperlukan untuk mencapai coping yang efektif, Konsep-konsep positif tersebut akan menjadi
dan regulasi emosi secara positif akan f aktor protektif pembentuk resiliensi
mempengaruhi proses berpikir dan perilaku diantaranya regulasi diri yang baik, hubungan
untuk menghadapi kejadian yang negatif atau kohesivitas keluarga dan kedekatan
(Tugade & Frederikson, 2006). Dalam penelitian hubungan dengan orang lain. Resiliensi
ini, dapat disimpulkan bahwa keluarga keluarga berkaitan dengan adaptasi keluarga
penderita skizof renia perlu melakukan yang lebih baik dalam meningkatnya fungsi
penilaian kembali secara positif terhadap keluarga dalam merawat anggota keluarganya
anggota keluarganya yang mengalami yang mengalami skizof renia dan akan
skizof renia untuk dapat meningkatkan meningkat sejalan dengan meningkatnya
resiliensinya. dukungan sosial dan regulasi emosi yang positif.
Berdasarkan hasil analisis data dapat Melalui model regresi linier yang menjelaskan
disimpulkan bahwa dukungan sosial dan hubungan antara variabel dukungan sosial dan
regulasi emosi memiliki hubungan yang cukup regulasi emosi terhadap resiliensi keluarga
kuat terhadap resiliensi keluarga penderita didapatkan interpretasi bahwa resiliensi
skizofrenia. Dukungan sosial yang nyata dan keluarga akan meningkat sejalan dengan
regulasi emosi yang positif akan meningkatkan peningkatan dukungan sosial dan regulasi
resiliensi keluarga dalam merawat pasien emosi. Sebaliknya, variabel dukungan sosial dan
skizofrenia. regulasi emosi diperlukan untuk dapat
Pada dasarnya mikrosistem keluarga meningkatkan resiliensi keluarga.
diasumsikan merupakan f aktor resiko

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 19


Peran Dukungan Sosial dan Regulasi Emosi Terhadap Resiliensi Keluarga Penderita Skizofrenia

SIMPULAN aktivitas yang dapat dilakukan penderita untuk


menunjang kesembuhannya dan mengatasi
Secara keseluruhan dapat disimpulkan
permasalahan apabila terjadi kekambuhan.
bahwa dukungan sosial dan regulasi emosi
Dukungan tersebut selain meningkatkan
merupakan faktor protektif dalam resiliensi
resiliensi keluarga, juga akan meringankan level
keluarga dan merupakan prediktor yang baik
caregiver burden yang dirasakan dalam merawat
untuk fungsi psikologi yang positif setelah
anaknya yang mengalami skizofrenia. Strategi
kejadian musibah (Garmezy, 2007). Dukungan
regulasi emosi yang positif, khususnya dengan
sosial yang memberikan sumbangan secara
strategi positive reappraisal keluarga akan dapat
signikan terhadap resiliensi keluarga adalah
meningkatkan kemampuan resiliensi, dimana
dukungan jaringan. Hal tersebut dapat
hal tersebut berarti menunjukkan kemampuan
diinterpretasikan bahwa dengan adanya
untuk meningkatkan dan memelihara
jaringan yang memadai maka keluarga
kesehatan dan fungsi psikologisnya dalam
penderita bisa mendapatkan pengetahuan dan
menghadapi kejadian musibah. Keluarga dapat
umpan balik mengenai perawatan penyakit
mempelajari teknik meregulasi emosi yaitu
tersebut dan bagaimana cara mengatasi
dengan melakukan penilaian kembali secara
kekambuhannya.
positif dengan memperhitungkan sumberdaya
Strategi regulasi emosi yang positif akan
yang dimiliki dalam merespon kejadian
meningkatkan resiliensi keluarga dalam hal
musibah. Keluarga dapat memanfaatkan
mengembalikan stabilitas respon emosional
sumberdaya untuk berjejaring dan melibatkan
dalam menghadapi kejadian musibah (Tugade
diri baik dengan institusi maupun dengan
& Frederikson, 2011). Kompleksitas dari
komunitas yang menangani skizofrenia.
dukungan sosial dan regulasi emosi ini
Melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan
merupakan indeks dari fleksibilitas respon
secara rutin dan berkala, keluarga bisa
untuk menghadapi kejadian-kejadian dalam
mendapatkan informasi tentang perawatan
kehidupan dan situasi yang sulit berkaitan
skizofrenia secara lebih efektif dari orang yang
dengan perawatan gangguan skizofrenia.
dipandang cukup kompeten dan ber-
Peranan keluarga penderita skizofrenia tidak
pengalaman.
mudah, memerlukan waktu lama dan
Selain itu bagi institusi terkait, disarankan
membutuhkan biaya yang cukup besar.Semakin
untuk mengembangkan intervensi terhadap
lama durasi penyakit dan emosi yang naik turun
keluarga pasien dengan menggunakan
yang disebabkan oleh siklus eksaserbasi dan
kerangka resiliensi keluarga. Intervensi ini
relaps akan semakin membuat beban bagi
dapat dilakukan dengan aktivitas seperti,
keluarga yang merawatnya (Biegel, Sales &
konsultasi keluarga, psikoedukasi berbasis
Schulz, 1991 dalam Chow, 2008).
resiliensi melalui penyuluhan secara berkala
kepada keluarga pasien dengan materi, adaptasi
SARAN
dengan skizofrenia, stres dan sumberdaya
Sejalan dengan kesimpulan yang keluarga serta tantangan dalam menghadapi
didapatkan dari penelitian ini, dukungan sosial stigma.
memiliki hubungan yang lebih kuat dengan Kemudian untuk penelitian selanjutnya
resiliensi keluarga dibandingkan regulasi disarankan untuk meneliti hubungan antara
emosi, maka peneliti menyarankan beberapa resiliensi keluarga dengan perjalanan penyakit
hal yaitu, bagi keluarga dukungan sosial skizofrenia atau durasi kekambuhan. Selain itu
memberikan insight mengenai penanganan perlu dikembangkan penelitian yang lebih
penderita skizofrenia termasuk didalamnya lanjut dengan populasi pasangan dan/atau

20 INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016


Daisy Prawitasari Poegoeh, Hamidah

saudara kandung penderita skizofrenia untuk selanjutnya juga diharapkan mengembangkan


dapat mengeksplorasi konstruk resiliensi metodologi dengan menyertakan teknik
keluarga secara lebih mendalam. Penelitian wawancara mendalam.

PUSTAKA ACUAN
American Psychiatric Association (2008). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 4th edition.
Washington DC: Text Revision.
Day, R.D. (2010), Introduction to Family Process 5th Edition. New York: Routledge.
Garnefski, N. & Kraaij, V. (2007). The Cognitive Emotion Regulation Questionnaire: Psychometric Feature
and Prospective Relationship with Depression and Anxiety in Adult. European Journal of
Psychological Assessment, 23(3).
Gonzales-Torres (2010). Stigma and Discrimination towards People with Schizophrenia and Their Family
Members: A Qualitative Study with Focus Group. Journal of Social PsychiatryPsychiatry
Epidemiology, 42(1):14-23.
Gross, J.J. & John, O.P. (2003). Individual Differences in Two Emotion Regulation Processes: Implication
for Affect, Relationship and Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, 85(2).
Heru, A. & Dreary, L.M. (2011). Developing Family Resilience in Chronic Psychiatric Ilness, Journal of
Medicine & Health, 94(2).
Jones & Passey. (2009). Family Adaptation, Coping and Resources: Parents of Children with
Developmental Disabilities and Behavior Problems, Journal on Developmental Disabilities, 11(1).
Kaplan, H. I., Sadock, B. J. & Grebb, J. A. (1997). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis Jilid 1 (Edisi Ketujuh). Jakarta: Binarupa Aksara.
Kementerian Kesehatan (2007). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kring, A.M & Sloan, D.M. (2010). Emotion Regulation and Psychopathology; A Transdiagnostic Approach
to Etiology and Treatment. New York: The Guilford Press.
Maria, R. (2013) Sejuta Penduduk Indonesia Berisiko Gangguan Jiwa Berat, www.antaranews.com diakses
pada tanggal 19 Mei 2014.
McDonell, M.G., Short, R.A., Berry, B.A. & Dyck, D.G. (2003) Burden in Schizophrenia Caregivers:
Impact of Family Psychoeducation and Awareness of Patient Suicidality. Journal of Family Process,
42(1).
Nevid, R. & Greene. (2003). Abnormal Psychology edisi 5. Jakarta: Erlangga.
Plump, J.C. (2011). The Impact of Social Support and Family Resilience on Parental Stres in Families with A
Child Diagnosed with ASD. Disertasi. University of Pennsylvania.
Silderberg, S. (2001).Searching for Family Resilience, Australian Institute of Family Study, Journal of
Family Matters, 8(5).
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Grasindo.
Stromwall, L.K. & Robinson, E.A. (1998). When A Family Member Has A Schizophrenic Disorder.
American Journal of Orthopsychiatry. 68(4).
Subandi. (dalam penerbitan). The Role of Family Empowerment and Family Resilience on Recovery of
Psychosis. Yogyakarta: Gadjah Mada University.
Tugade M.M & Frederickson, B.L (2006). Regulation of Positive Emotion: Emotion Stragegies That
Promotes Resilience. Journal of Happiness Studies, 8, 311-333.
Van Breeda. A.D. (2001) Resilience Theory: A Literature Review. Johanessburg: South African Military
Psychological Institute, Social Work Research & Development.
Walsh, F. (2003) Family Resilience: A Framework for Clinical Practice. Family Process, 42(1).

INSAN Vol. 01 No. 01, Juni 2016 21

You might also like