You are on page 1of 44

LAPORAN KASUS

Pembimbing:

dr. Tommy Hermansyah, Sp.KJ

Disusun oleh:

Indah Eka Rahmawati 2012730052


Wisnu Surya W 2013730120
Indah Uswatun Hasanah 2013730053

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SYAMSUDIN SH SUKABUMI


KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
2017
BAB I
STATUS PSIKIATRI

A. IdentitasPasien
Nama : Ny. R
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 28 tahun
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Cimampag RT 03/RW01
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status pernikahan: Janda
No. RM : 00088204
Tanggal masuk : 16 Januari 2017

B. Riwayat Psikiatri
Berdasarkan
 Autoanamnesis : dilakukan pada tanggal 27 Januari 2018 di Bangsal Kemuning
 Alloanamnesis : dilakukan pada tanggal 29 Januari 2018 dengan ibu pasien

1. KeluhanUtama
Pasien suka berbicara sendiri sejak 1 minggu SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD R. Syamsudin pada tanggal 16 Januari 2018
diantar oleh keluarga dengan keluhan suka berbicara sendiri dan tertawa sendiri
sejak 1 minggu SMRS. Pasien juga terkadang mengamuk dan memukuli ibu dan
dirinya sendiri. Pasien juga terkadang mendengar bisikan dari mantan suami
pertamanya yang berkata bahwa pasien tidak boleh pulang lagi ke Indonesia dan
suara bisikan lain yang menyuruh pasien untuk main kesini dan mengikutinya. Ibu
pasien juga mengatakan bahwa sejak seminggu yang lalu pasien sering berteriak
minta tolong, pasien merasakan bahwa ada orang yang ingin memukulinya dan
pasien suka kabur dari rumah. Keluhan seperti ini sudah dirasakan sejak kurang
lebih 7 bulan yang lalu, namun awalnya tidak separah ini. Menurut keluarga,
keluhan pasien disebabkan setelah bercerai dengan suami keduanya sekitar 7 bulan
yang lalu, serta pasien tidak diperbolehkan bertemu dengan anaknya oleh suaminya.
Pasien mengalami gejala seperti ini pertama kali pada tahun 2015 setelah
pulang dari Saudi Arabia. Pasien bekerja sebagai TKI di Saudi Arabia selama 9
tahun, menurut keluarga pasien, selama di saudi arabia pasien tidak pernah ada
kabar. Namun ibu pasien mengatakan bahwa selama di saudi arabia pasien pernah
dijodohkan oleh majikanya secara paksa dan tidak dibolehkan pulang ke Indonesia,
tetapi akhirnya pasien dibolehkan pulang ke Indonesia oleh majikannya dengan
bantuan orang Indonesia yang tinggal di saudi arabia. Keluarga menyangkal jika
pasien mendapat kekerasan fisik selama di saudi arabia.
Setelah pasien pulang ke kampungnya di Jampang pada tahun 2015, pasien
mengalami perubahan dari fisik dan tingkah lakunya. Keluarga pasien mengatakan
sebelum berangkat ke arab saudi, pasien merupakan orang yang periang dan
tubuhnya gemuk, namun setelah pulang dari arab saudi, tubuh pasien kurus dan jika
berbicara tidak nyambung dan sering berbicara sendiri dan nyanyi sendiri. Karena
keluhan tersebut pasien dibawa ke RSUD Syamsudin SH dan dirawat di ruangan
kemuning selama 2 minggu setelah itu pasien pulang ke rumah bibi nya di kota
sukabumi dan berobat jalan. Namun pasien berobat jalan hanya sekitar 2 bulan, dan
pasien disuruh pulang oleh ibunya. Pasien pulang ke jampang dan menikah dengan
pemuda yang bekerja sebagai petani disana. Pasien membangun rumah dan
memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan uang hasil bekerja sebagai TKI di
arab saudi. Semenjak menikah, suami pasien tidak bekerja dan hanya mengandalkan
uang dari pasien, dikarenakan pasien membawa uang banyak dari arab saudi hasil
bekerja sebagai TKI. Setelah satu tahun menikah dan mempunyai satu anak
perempuan, suami pasien menceraikan pasien dikarenakan kebutuhan ekonomi yang
kurang dan uang pasien sudah habis digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Suami
pasien melarang pasien untuk bertemu dengan anaknya. Pasien diceraikan oleh
suaminya pada bulan Juni tahun 2016.
Setelah diceraikan oleh suaminya, pasien menjadi pemurung dan sering
menangis sendiri. Setelah diceraikan suaminya pasien tinggal dengan paman dan
ibunya di jampang. Setelah diceraikan suami pasien mulai sering berbicara sendiri
dan tertawa sendiri. Jika pasien berkunjung ke rumah orang atau tetangganya pasien
sering mengatakan bahwa rumah tersebut adalah rumah miliknya. Pasien terkadang
suka kabur dari rumah dan kencing di dalam kamar. Pasien juga suka marah-marah
dan memukuli ibunya. Ibu pasien baru bisa membawa pasien ke RSUD Syamsudin
pada bulan Januari 2018 dikarenakan sebelumnya tidak mempunyai uang untuk
berobat. Pasien dibawa ke UGD dalam keadaan gelisah dan suka bicara sendiri
selama di perjalanan.
Selama di ruangan kemuning, pasien dirawat di ruang isolasi selama 3 hari
dikarenakan pasien sering mengamuk dan menggebrak pintu, spasien selalu
berbicara sendiri dan suka mengeluarkan kata-kata aneh yang tidak bisa dimengerti.
Pada saat pasien ditanya mengapa pasien ke rumah sakit pasien tidak ingat apa yang
terjadi dengan pasien.

3. Riwayat Gangguan Sebelumnya


a. Gangguan Psikiatri
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami saat ini
sebelumnya pada tahun 2015 dan pernah dirawat di Ruangan Kemuning RSUD R.
Syamsudin, SH selama 2 minggu. Setelah dirawat 2 minggu pasien kontrol ke
poliklinik jiwa RSUD Syamsudin selama 2 bulan, kemudian setelah itu pasien
tidak pernah berobat jalan lagi.

b. Gangguan Medik
 Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat penyakit infeksi : disangkal.
 Riwayat epilepsi : disangkal.
 Riwayat gangguan kesadaran : disangkal.

c. Gangguan Zat Psikoaktif


Pasien tidak pernah merokok. Pasien menyangkal bahwa dirinya pernah
mengkonsumsi alkohol dan NAPZA sebelumnya.

4. Riwayat Kehidupan Pribadi


a. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien dilahirkan cukup bulan melalui persalinan normal yang dibantu oleh
bidan di daerah tempat tinggal. Namun tidak dilakukan pemeriksaan antenatal
teratur di dokter kandungan atau bidan. Pasien merupakan anak yang dikehendaki
oleh kedua orangtuanya. Ibu pasien tidak merokok, tidak mengkonsumsi alkohol
atau NAPZA sebelumnya.

b. MasaKanak-kanak Dini (0 - 3 tahun)


Pasien tinggal di rumah bersama ibu dan ayah kandungnya di daerah jampang.
Pasien merupakan anak tunggal. Hubungan pasien dengan ibu dan ayahnya baik.
Riwayat demam tinggi dan kejang disangkal selama anak-anak. Riwayat penyakit
diare dan kekurangan gizi selama anak-anak disangkal. Riwayat Trauma kepala
selama masa kanak-kanak disangkal.

c. Masa Kanak-kanak Pertengahan (3 – 11 tahun)


Pasien tinggal dengan ayah dan ibu kandungnya sampai pasien berusia 5
tahun, setelah itu pasien tinggal dengan pamannya dan kedua anak pamannya
dikarenakan ayah pasien meninggal saat pasien berusia 5 tahun dan ibu pasien
bekerja di jakara. Hubungan pasien dengan pamannya baik, namun hubungan
sosial pasien dengan kedua saudara sepupu nya kurang baik. Pasien sering
dimarahi oleh saudara sepupunya dan diperlakukan seenaknya, dikarenakan
pasien orangnya pendiam maka pasien hanya pasrah terhadap apa yang dilakukan
sepupunya.
Pasien memiliki beberapa teman di sekolahnya. Pasien merupakan anak yang
pendiam, sopan, tidak rewel, dan pengertian dengan pekerjaan ibunya, namun
pasien orangnya sangat sensitif dan mudah tersinggung.

d. Masa Kanak-kanak akhir dan Remaja


 Hubungan Sosial
Pasien memilliki hubungan yang baik dengan keluarga dan teman-
temannya. Pasien juga membina komunikasi yang baik dengan semuanya.
 Riwayat Pendidikan Formal
Pasien memperoleh pendidikan formal sampai tahap SD di Jampang.
Pasien tidak melanjutkan sekolahnya disebabkan karena faktor ekonomi dan
jarak sekolah SMP dari kampungnya jauh.
 Perkembangan Motorik dan Kognitif
Tidak terdapat gangguan pertumbuhan fisik, sesuai dengan usianya,
dalam perkembangan kognitif tidak terlihat adanya gangguan dalam belajar.
Tidak ada gangguan dalam perkembangan motoric.
 Masalah Emosi dan Fisik
Pasien termasuk orang yang pendiam dan mudah tersinggung. Pasien
memiliki beberapa teman di sekolah dan luar sekolahnya.
 Riwayat Psikoseksual
Pasien tidak pernah mengalami penyiksaan seksual, pasien mengetahui
tentang seks dengan cara mencari tahu sendiri, keluarga tidak memberikan
pengetahuan tentang seks. Pasien tidak pernah berhubungan seks diluar nikah.

e. Riwayat Masa Dewasa


a. Riwayat Masa Dewasa
i. Riwayat Pekerjaan
Pasien pernah bekerja sebagai buruh tani saat usia 15 tahun membantu
pekerjaan suami pertamanya. Pada usia 16 tahun pasien berangkat ke arab
saudi untuk bekerja sebagai TKI selama 9 tahun, setelah kembali ke
Indonesia pasien tidak bekerja lagi dan hanya menjadi ibu rumah tangga.

ii. Riwayat Pernikahan


Pasien menikah pada tahun 2004 dan tidak dikaruniai sanak,
pernikahan pertama ratna hanya bertahan 1 tahun, dikarenakan tidak tahan
dengan pekerjaan yang harus diemban oleh ratna selama berumah tangga
dengan suami pertamanya, karena ratna harus ikut membantu suaminya
bekerja ke sawah dan mengangkat barang-barang berat dan dikarenakan
masalah ekonomi suaminya yang kurang mencukupi, oleh karena itu ratna
bercerai dengan suami pertamanya pada awal tahun 2005. Kemudian ratna
menikah dengan suami keduanya pada tahun 2015, kemudian pada bulan
juli 2017 bercerai kembali, karena suami nya yang menceraikannya akibat
masalah ekonomi.

iii. Riwayat Agama


Menurut keluarganya, Pasien adalah seorang Muslim yang termasuk
taat dalam beribadah sholat lima waktu dan pintar membaca Al-Qur’an
mulai dari masa kanak-kanak hingga saat ini.

iv. Riwayat Aktivitas Sosial


Pasien kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar dan jarang
mengikuti beberapa kegiatan di lingkungan sekitar.

f. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak tunggal. Pasien dirawat sejak kecil hanya oleh ibu ayah
kandungnya sampai usia 5 tahun. Setelah itu pasien tinggal bersama pamannya
dan saudara sepupunya. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat gangguan jiwa.

5. Pohon Keluarga

Keterangan Gambar:
: tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan
: tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki.
: blok hitam menunjukkan memiliki gangguan jiwa (Pasien)

a. Situasi Kehidupan Sekarang


Pasien tinggal bersama Bibi dan Pamannya dan tinggal terpisah dengan ibu
kandungnya. Ibu pasien tinggal dengan suami keduanya, namun ibu pasien
sering ke rumah paman pasien untuk membantu merawat pasien. Pasien
tinggal di lingkungan yang cukup baik namun pasien sering dijauhi karena
dianggap sering mengganggu lingkungan sekitarnya.

b. Persepsi Keluarga Tentang Diri Os


Ibu pasien mengatakan bahwa pasien merupakan sosok ibu yang baik
dan perhatian. Keluarga pasien memaklumi kondisi pasien saat ini. Menurut
keluarganya pasien juga termasuk sosok yang pendiam dan sensitif.

Wawancara Psikiatri Alloanamnesis


Tanggal : 28 Januari
Lokasi : Bangsal Kemuning
D : Dokter Muda R : Ibu pasien

D: Selamat siang Ibu


R: Siang dokter
D: Perkenalkan bu, saya dokter muda I, benar dengan ibunya R?
R: Benar dok, itu anak saya, ada apa dok?
D: Tidak apa-apa bu, kami hanya ingin ngobrol-ngobrol mengenai R, ada waktunya bu?
R: Oh begitu, baik dokter, boleh-boleh
D: Jadi bagaimana cerita awalnya kenapa R bisa sampai dibawa kesini, bu?
R: Jadi pertama kali itu timbulnya bulan Juli tahun 2017 setelah diceraikan sama suami
keduanya. Suaminya gak kerja apa-apa di rumah cuma ngandelin uangnya ratna aja, begitu
uangnya habis suaminya langsung minta cerai dan ngebawa anaknya. Abis itu ratna suka
bicara sendiri, ketawa sendiri dan nyanyi sendiri sama kadang-kadang suka mukulin saya
di rumah kalo lagi pusing kepalanya.
D : Ratna sebelumnya kerja apa bu ?
R : Jadi gini dok, ratna dulu sempet kerja jadi buruh tani waktu usia 15 tahun, bantu suami
pertamanya kerja, nah karena ratna gak tahan kerjanya, jadinya ratna minta cerai sama
suami pertamanya. Beberapa bulan kamudian ratna pergi ke arab saudi selama 9 tahun gak
ada kabar tentang ratna, baru setelah 9 tahun pulang ratna bawa uang banyak hasil kerja di
arab saudi selama 9 tahun. Katanya ratna disana dipaksa nikah sama majikannya dan gak
boleh pulang ke Indonesia, tapi untungnya ada orang Indonesia yang bantu ratna biar bisa
pulang ke Indonesia. Tapi ratna katanya gak pernh disiksa disana, Cuma dipaksain nikah
aja katanya
D: Setelah pulang dari arab Saudi konsidinya gimana bu ?
R: Iya waktu pulang kondisinya beda banget dok, sebelum berangkat kan badannya gemuk
tuh, umurnya masih 16 tahun, nah waktu sebelum berngkat ke saudi dia juga orangnya
ceria. Tapi pas pulang ke jampang tahun 2015 kemarin badannya jadi kurus dan bicaranya
mulai ngacau, gak nyambung kalo diajak bicara dok, sama suka nyanyi sendiri sama
ketawa sendiri.
D: Setelah itu ratna langsung dibawa ke RS atau diobatin ke orang pintar dulu ?
R: Langsung dibawa ke RS dok, dan pernah dirawat di kemuning 2 minggu terus pulang ke
rumah bibinya di sukabumi buat berobat jalan 2 bulan, terus karena sudah sehat jadi saya
suruh pulang lagi ke jampang dan nikah sama suami keduanya dok.
D: Selama pernikahan keduanya itu, ratna suka ada masalah ekonomi atau masalah sama
suaminya gak bu ? pernikahannya bertahan berapa lama ?
R: pernikahannya Cuma sekitar 1 tahun lebih dok. Awalnya gak ada masalah sih. Jadi gini
dok, kan ratna setelah pulang dari arab saudi bawa uang banyak, nah suaminya itu gak
kerja dok jadi Cuma ngandelin uang dari ratna aja dok dan bangun rumah pake uang ratna,
setelah uangnya ratna abis, si ratna langsung diceraikan paksa sama suaminya terus
anaknya dibawa sama suaminya, padahal itu rumah dibangun ake uang ratna semua
suaminya gak ngasih uang sedikitpun untuk bantu bangun rumah.
D: setelah diceraikan sama suaminya si ratna tinggal sama siapa ?
R: si ratna tinggal sama bibinya dan pamannya dok, tapi saya sering ke rumahnya ratna buat
bantu ngerawat ratna, nah ratnanya juga sering main ke rumah saya buat main. Nah
semenjak diceraikan suaminya itu gejalanya mulai timbul lagi pas bulan juli 2017, si ratna
suka ngomong sendiri, ketawa sendiri dan kadang nyanyi sendiri dan marah-marah ke saya
bahkan sampe mukul saya dok kalo dia ngerasa lagi pusing. Kadang dia sampe kencing
dikamarnya dan suka kabur dari rumah.
D: setelah gejala itu timbul lagi, ratna dibawa kemana bu ?
R: gak dibawa kemana-mana dok, saya gak ada uang buat bawa ke RS, jadi Cuma saya rawat
aja dok di rumah, nah baru awal tahun 2018 ini saya udah punya uang dan saya bawa ke
RS Bunut ini dok
D: lalu, ratna suka ngedenger suara-suara yang bisikin gak ? atau suka ngeliat sesuatu yang
gak bias diliat sama orang lain ?
R: iya dok, katanya si ratna suka ngedenger suara bisikan dari mantan suami pertamanya,
bisikannya berbicara gini dok “kamu gak usah pulang ke indonesia aja, di arab saudi aja
sana” sama katanya juga denger suara bisikan kaya gini “sini ratna kesini main ikutin
aku”. Si ratna juga suka ngeliat bayangan-bayangan putih banyak dok katanya kaya
malaikat, beberapa ada yang ngikutin dan beberapa ada yang terbang diatasnya.
D: Ratna suka curiga sama tetangganya atau sama orang sekitarnya gak kalo misalkan
mereka mau ngejahatin ratna ?
R: Enggak dok
D: Ratna pernah bilang gak ke ibu kalo dia punya kekuatan atau kelebihan yang orang lain
gak punya, contohnya bias mengendalikan cuaca
R: Enggak dok gak pernah katanya, dia Cuma bilang bisa angkat barang-barang sendiri tanpa
bantuan orang lain
D: Dulu ratna lahirnya dibantu oleh siapa bu ? proses kelahirannya normal bu ?
R: Iya dok, lahirannya waktu itu dibantu sama paraji di desa, iya normal dok gak ada cacat
apa-apa selama lahir dan gak ada kelainan apa-apa dok
D: Ketika hamil apakah ibu merokok atau di keluarga ada yang merokok?
R: gak dok, saya gak ngerokok, kalo suami saya sih kadang-kadang ngerokok
D: Itu ratna anak ke berapa bu ? dari berapa bersaudara
R: Anak pertama dok, ratna anak tunggal dok, gak punya adek atau kakak
D: Semenjak kecil ratna diasuh sama siapa ?
R: Jadi gini dok, awalnya si ratna saya yang asuh sama suami saya sampai usia 5 tahun,
soalnya kan bapaknya meninggal usia 5 tahun, terus saya titip ratna ke kakak saya dok
karena saya mau ke jakarta buat kerja, nah setelah usia 5 tahun sampe sebelum nikah sama
suami pertamanya si ratna tinggal sama kakak saya dan saudara sepupunya.
D: di rumah pamannya si ratna diperlakuin baik gak sama paman atau saudara sepupunya.
R: paman sama bibi nya sih baik dok sama ratna, tapi sodara sepupunya suka galak sama
ratna dok, suka ngomong kata-kata kasar sama suka nyuruh-nyuruh ratna seenaknya dan
karena mereka kan istilahnya lebih tua dari ratna, nah mereka seenaknya dok mentang-
mentang anak kandung dari kakak saya.
D: Tapi ratna pernah dapet kekerasan fisik gak dari sodara sepupunya ?
R: gak dok, gak pernah katanya
D: ibu selama kerja di jakarta suka jenguk ratna gak ? berapa lama ibu kerja di jakarta ?
R: gak pernah dok, saya kerja di jakarta Cuma 1 tahunan dok, terus saya nikah lagi dan saya
tinggal sama suami saya yang kedua, tapi saya tetep sering jenguk ratna setelah saya
pulang dari jakarta
D: Ibu kenapa gak ngasuh ratna aja ? bapak tiri ratna galak gak sama ratna ?
R: Iya dok, jadi kan dari kecil sudah diasuh sama kakak saya, jadi biar sekalian dilanjutin aja
dok, gak kok dok, suami saya yang kedua baik sama ratna.
D: Ratna pernah ngeluh sama ibu gak kalo tidurnya susah ?
R: Iya dok, selama 7 bulan terakhir si ratna suka susah tidur gara-gara denger bisikan mantan
suaminya itu dok, suara bisikannya itu terus-terusan dok, muncul terus, sama kadang gak
tidur dok, sehari semalam bicara sendiri
D: Kalau ngomong-ngomong aneh pernah bu?
R: Iya sih dok pernah, tapi saya kurang tau juga kata-katanya apa.. Saya tuh ngggak hafal
detailnya dok. Yah gimana ya mikirin anak saya aja biar sembuh aja saya udah pusing,
makanya saya nggak terlalu merhatiin yang lain-lain
D: Kalau keseharian biasanya anaknya bagaimana bu? Suka maksa kehendak atau
temperamen?
R: selama dirawat sama kakak saya sih katanya anaknya baik dok, kalau dikasih tau mah
nurut. Yah kadang mah anak suka ngambek atau marah gitu karena suat hal, cuman kalau
saya udah kasih pengertian dia mau ngerti. Kalau saya kasih uang jajan segitu, ya segitu,
nggak pernah maksa. Sama anak kecil juga baik. Orangnya pendiem, tapi ada kok
beberapa temen deketnya selama sekolah. Nggak pendiem banget gitu. Trus kalau sakit aja
masih mau sekolah. Dia bilang nggak mau ketinggalan pelajaran.
D: P suka keluar tanpa izin atau keluar malem-malem bu?
R: Nggak pernah. Dia kalo jalan-jalan atau maen sama temennya selalu kasih tau ke saya
dulu. Si ratna mah orangnya ceria dok, setelah lulus SD pernah nginep di rumah kakak
saya di sukabumi dok beberapa minggu, nah kata kakak saya juga si ratna orangnya suka
main keluar sama sodara-sodara lainnya dok, dan hubungan dengan anak-anak kakak saya
juga baik dok
D: P punya penyakit yang lagi diderita nggak bu?
R: Enggak dok, sehat-sehat aja ratna mah dari dulu
D: Kalo merokok bu?
R: Gak pernah dok
D: Maaf ya bu, kalau minum alkohol atau narkoba bu?
R: Nggak sama sekali dok
D: Sebelum sakit pernah ada riwayat kecelakaan yang membentur kepala nggak bu, atau ada
penyakit-penyakit?
R: gak sih dok, gak pernah ada kecelakaan atau penyakit dari kecil mah sehat-sehat aja, tapi
kalo sekedar sakit kaya demam, flu atau diare mah pernah, tapi biasanya dibawa ke mantri
juga sembuh dok
D: Ketika kecil, ada penyakit seperti kejang, demam tinggi atau gizi buruk bu?
R: Kalau demam-demam biasa mah pernah, cuman kalo seperti yang ditanyakan mah tidak
D: Masa sekolah pernah ada catatan dari gurunya atau tidak bu?
R: Nggak ada dok, nggak pernah ada laporan dari gurunya.
D: Pernah terlibat tawuran atau bagaimana bu?
R: Setau saya sih tidak, anak saya mah baik dok.. nggak pernah macam-macam.
D: setelah SD pasien sekolah lagi gak bu ?
R: gak dok, saya gak ada uang buat nyekolahin anak saya sama jarak SMP dari kampung saya
jauh dok, jadi si ratna suruh di rumah aja buat bantu-bantu pekerjaan rumah
D: pernah terlibat kasus hokum gak bu si ratna ?
R :gak dok gak pernah
D : Si ratna suka ikut-ikut kegiatan gak bu di sekolah atau di lingkungan sekitar ?
R : Gak dok kayanya jarang, soalnya juga di kampung jarang ada kegiatan, tapi waktu kecil si
ratna memang rajin ikut pengajian TPA, tapi semenjak cerai sama suami keduanya si ratna
jarang berbaur dok sama orang.
D : selama dibawa ke bunut kondisi ratnanya gimana ? waktu dtang ke UGD sama pas di
perjalanana
R : Iya selama di perjalanan mah ngomong-ngomong sendiri dok sama gelisah, tapi gak
sampe ngamuk atau mukulin saya dok, si ratna mukulin saya mah Cuma berani pas di
rumah aja dok.
D : sementara ini dulu ya bu, terimakasih atas informasinya ya bu.
R: Terima kasih dokter
D: Sama-sama bu

Wawancara Psikiatri Autoanamnesis


Tanggal : 29 September 2017
Lokasi : Bangsal Kemuning
D : Dokter Muda P : Pasien
D : Selamat pagi R?
P : Iya pagi.
D : R gimana kabarnya sekarang ?
P : Baik
D : R sudah sarapan?
P : Sudah.
D : Makan apa tadi?
P : Makan nasi, ayam, tahu sama sayur.
D : Obatnya sudah diminum?
P : Sudah juga dok.
D : Tadi solat subuh nggak?
P : Solat dok, sudah mandi juga.
D : Semalam gimana tidurnya enak? Bisa tidur?
P : Bisa dok, lumayan
D : mimpi gak semalam tidurnya ?
P : Iya dok mimpi, ada polisi yang jagain rumah ratna
D : oh gitu, memangnya rumah ratna dimana ?
P : Ada di kampung dok, rumahnya gede dan ada empat motor
D : Tinggal sama siapa di rumah ?
P : sekarang ratna tinggal sama uwak dan sodara
D : Semalam R kegiatannya apa aja ?
P : Naik gunung
D : Naik gunung ? naik gunung apa ?
P : Gunung besar
D : Ratna Naik gunung dengan siapa ?
P : Naik gunungnya 4 kali dok
D : Gunungnya dimana ratna ? nama gunungnya apa ? gunung bromo ?
P : Gunung antasari
D : Ratna suka mendengar bisikan gak ?
P : Iya dok sering,
D : Suara bisikannya kaya gimana ?
P : suara bisikannya kaya “sini kesini main kesini”
D : Maksudny gimana ratna ? Bisikannya nyuruh ratna ngelakuin sesuatu ?
P : Itu yang di sawah dok, iya suaranya nyuruh ratna datang ke rumahnya buat main
D : Bisikannya ngancem ratna gak ?
P : (Tiba-tiba pasien wajahnya langsung beralih pasien lain yang masuk ke kamarnya dan
menjawab dengan jawaban lain) Aku punya kekasih satu namanya pak ade
D : Ratna punya pacar ? Sudah menikah belum ?
P : Sudah dok, dua kali, suami yang pertama sudah mati terus saya nikah lagi.
D : Suami kerja apa ratna ?
P : Ya kerja biasa, tukang bangunan
D : Ratna ada masalah gak dengan suami ?
P : Iya ada
D : Masalahnya apa ?
P : suami suka pergi sama orang lain dan jarang sama ratna
D : Ratna punya anak ?
P: Iya punya satu perempuan
D : Ratna tinggal sama suami dan anaknya ?
P : Enggak dok, saya tinggal sama suami aja, kalo anak saya enggak
D : Anaknya tinggal sama siapa ?
P : Anak saya tinggal sama dokter
D : Dokter siapa ?
P : Ibu dia di cipalingkis, dia itu saudara saya selalu
D : Ratna suka ngeliat sesuatu gak ? kaya halusinasi ?
P : Ada dok, kaya bayangan putih yang nyamperin ratna, dan bayangannya kaya seperti
malaikat berjubah putih, bayangannya banyak dok, ada beberapa bayangan yang ngikutin
ratna
D : Ratna takut gak ngeliat bayangannya ?
P : Gak takut dok, tapi sekarang jadi takut
D : Ratna pernah ngerasa ada orang yang mau celakain ratna gak ?
P : Ada dok, orang bule namanya, mau celakain ratna waktu ratna ke mekah dulu
D : Oh ratna pernah ke mekah ? Kapan ratna ? Naik haji atau umroh ?
P : Aku umroh waktu tahun 2018 ketemu orang bule itu, kebeset tangannya dan langsung
mau celakain ratna, tapi tiba tiba tahun 2020 sudah tegak lagi sekarang
D : Tegak lagi maksudnya gimana ratna ?
P : dari makanan atau apa ?
D : Dari makanannya maksudnya ?
P : Dikasih bolu, kue dan disamperin dulu terus dikasih
D : Ada lagi gak orang yang keliatanya mau nyelakain ratna ?
P : Ada lagi dok, orangnya seumuan ratna dari karawang, dia ngejer-ngejer ratna katanya mau
mukulin ratna
D : emangnya kenapa dia mau ngecelakain ratna ?
P : Judulnya jaipong dok
D : Maksudnya ratna ?
P : Iya dok mencelakakan, judulnya jaipong dari karawang
D : Ratna tau gak ini ruangan buat pasien gangguan apa ?
P : Gak tau dok, isinya mama hinde
D : Siapa itu mama hinde ?
P : Anaknya bpak abdul majid, dari jeddah dateng keruangan ini
D : Yang mana orangnya ratna ?
P : Geulis namina
D : Ratna sekarang sakit apa ?
P : Ratna sakit daleman, dirombokin badan ku
D : Ratna ngerasa ada sakit jiwa gak ?
P : Iya ada
D : Temen-temennya pada sakit apa itu ?
P : Gak tau dok, karena saya direnggut namaku sama seseorang yang pergi
D : Direnggut sama suami ratna ?
P : Itu juga sekarang ikut (sambil menunjuk ke pasien lain) si sari, namanya lunasari wari dan
yang satunya ratna sharm, dan bisa berubah orangnya
D : Siapa itu ratna yang bisa berubah ?
P : Itu namanya lunasari wari, bisa berubah, asalnya dari malaysia, bisa berubah bentuk
D : Selama di rumah kegiatan ratna apa aja sebelum dirawat di ruangan ini ?
P : Kegiatan saya nyuci piring, ngepel lantai
D : Ratna suka keluar dan ngobrol sama tetangga atau sama orang-orang yang tinggal di
deket rumah ratna ?
P : Pernah
D : Ratna hobi nya apa ?
P : Saya hobinya nyanyi dok, nyanyi lagu indonesia ada upin ipin, saya dicap sama garuda
terus bisa berubah jadi ular 3 tahun lagi.
D : Ratna bisa berubah jadi ular 3 tahun lagi ? Tapi sekarang bisa gak berubah jadi ular ?
P : Gak bisa
D : Ratna mau berubah jadi ular tujuannya buat apa ?
P : Suling bersinger
D : Maksudnya ?
P : Maksudnya kayak rejen
D : Oh gitu ya, oh iya ratna punya temen atau sahabat gak di kampung ratna ?
P : punya, ada tiga
D : Siapa aja namanya
P : Teh ira tapi sekarang kan dia gesit kerjanya, teh koneng dia sama irpan, dan teh yati,
dimarib itu lang
D : Dimarib apa maksudnya ?
P : Almamasri dimarib adarab
D : Oh gitu
P : di catur ada kuda kan ? L jalannya, elka
D : Elka maksudnya
P : Elka maksudnya nikah, saya mau nikah lagi, eh apa mending di rujuk aja ya ?
D : Udah pernah ktemu anaknya blum ratna ?
P : iya udah pernah
D : Nama anaknya siapa ?
P : Rianti
D : ratna punya kekuatan gak ?
P : Punya, jalan di keraton, menjilat
D : Maksudnya ?
P : Maksudnya gini, loncatnya gini kudanya gini (memperlihatkan posisi loncat seperti
lompat lomba balap karung)
D : tapi ratna punya kekuatan yang lebih dari orang lain gak ?
P : iya itu bisa berubah jadi ular 3 tahun lagi
D : Tapi sekarang bisa gak ?
P : Enggak
D : Oh gitu
P : Aku bukan dari india terus ke saudi terus nanti aku ke korea, aku punya ngelareng yak
asidah cinjui
D : Maksudnya apa ratna ?
P : Iya cinjui kan bedak ya ?
D : Oh gitu, ayok cerita lagi ratna
P : Udah menjadi nanti ..... bla bla bla (tiba-tiba pasien mengeluarkan kata-kata yang aneh
dan sulit dimengerti
D : Oh gitu ya ratna
P : iya (tiba-tiba pasien menyanyi-nyanyi sendiri) “djarum coklat, djarum coklat saat santai”
D : Ratna kenapa tiba-tiba nyanyi djarum coklat
P : Iya kan ratna hobinya nyanyi (tiba-tiba pasien langsung pergi dan mengambil cemilan)
D : yaudah makasih ya ratna nanti kita ngobrol lagi
P : Iya

C. STATUS FISIK
1. Status Internus
 Keadaan Umum : Tampak sehat
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda Vital
a. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
b. Suhu : 36,5ºC
c. Nadi : 86 kali/menit
d. Pernafasan : 20 kali/menit
2. Status Neurologi
 Gangguan Rangsang Meningeal : (-)
 Mata
a. Gerakan : Baik ke segala arah
b. Bentuk Pupil : Bulat isokor
c. Reflek Cahaya : +/+ (langsung & tidak langsung)
 Motorik
a. Tonus : Baik
b. Turgor : Baik
c. Kekuatan : Baik
d. Koordinasi : Baik
 Refleks : Normorefleks di semua ekstremitas

D. STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum : Kooperatif, bila ditanya selalu menjawab
a. Raut wajah : Tampak bingung
2. Pola Pikir
a. Bentuk : Autistik
b. Jalan : Asosiasi longgar, Flight of idea,
c. Isi : Waham kejar
(Pasien merasa ada orang yang ingin memukuli dan mencelakakannya)

3. Gangguan Emosi
a. Mood : Labil (kadang takut, kadang sedih, kadang
bersemangat)
b. Afek : Inapropriate
4. Gangguan Persepsi : Halusinasi visual dan auditorik
5. Gangguan Perhatian : Aproseksia
6. Gangguan Tingkah Laku : Normoaktif
7. Decorum
a. Penampilan : Kurang rapih / acak-acakan
b. Kebersihan : Bersih
c. Sopan santun : Baik dan sopan
8. Tilikan : Derajat 2
9. Taraf dapat dipercaya : Tidak Dapat dipercaya

E. PEMERIKSAAN MULTIAKSIS
 Aksis I
F20.1 Skizofrenia hebefrenik
 Aksis II
Gangguan kepribadian belum bisa dinilai
 Aksis III
Tidak ada gangguan
 Aksis IV
Ditemukan adanya masalah teman dan keluarga
 Aksis V
GAF saat ini 60-51 = gejala sedang (moderate), disabilitas sedang
F. DIAGNOSIS
Skizofrenia Hebefrenik

G. RENCANA TERAPI
A. Farmakologi
Haloperidol 5 mg 3x1
Trihexyphenidyl 2 mg 3x1
Chlorpromazine 100 mg 1x1

B. Psikoterapi
1. Pengenalan terhadap penyakitnya, manfaat pengobatan, cara pengobatan, efek
samping pengobatan.
2. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin kontrol setelah pulang
dari perawatan.
3. Membantu pasien untuk menerima realita dan menghadapinya.
4. Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas sehari-hari secara
bertahap.
5. Menambah kegiatan dengan ketrampilan yang dimiliki.

C. Psikoedukasi
Kepada keluarga :
1. Memberikan pengertian kepada keluarga pasien tentang gangguan yang dialami
pasien.
2. Menyarankan kepada keluarga pasien agar memberikan suasana/lingkungan yang
kondusif bagi penyembuhan dan pemeliharaan pasien.
3. Menyarankan kepada keluarga agar lebih berpartisipasi dalam pengobatan pasien
yaitu membawa pasien kontrol secara teratur

H. PROGNOSIS
Pasien ada keinginan diri untuk sembuh
Keluarga mendukung pasien untuk sembuh
Pasien masih memiliki keinginan untuk kembali beraktifitas.
Pasien masih merasa takut
Sehingga kesimpulan prognosis pada pasien berdasarkan wawancara diatas sebagai
berikut:
ad vitam : ad bonam
ad sanationam : dubia ad malam
ad fungsionam: dubia ad malam

Skizofrenia Hebefrenik Kasus


Epidemiolog  Laki laki lebih banyak  Laki laki
i  16 tahun
dari pada perempuan
 Rentang usia 15 – 25
tahun
Etiologi  Genetik:  Psikologis:
Risiko meningkat jika memiliki Pasien sering menceritakan
keluarga inti dengan riwayat masalahnya ke orang tua
skizofrenia.

 Faktor biokimia:
1. Hiperaktivitas
 Sosial:
dopaminergik.
Pasien merasa mendapatkan
2. Kelebihan serotonin.
3. Inhibisi dari GABA yang ancaman dari temannya.
berperan dalam regulasi
dopamine
Gejala  Preokupasi pada satu atau Pada pasien:
lebih waham (biasanya - Waham kebesaran
waham kejar atau waham - Halusinasi visual dan auditorik
kebesaran) atau halusinasi
auditorik.
Memenuhi kriteria skizofrenia :

 Cenderung tegang, curiga,


berhati-hati, dan kadang  Halusinasi visual dan auditorik :
Pasien mendengar ada yang
agresif.
memanggil namanya dan
Pedoman diagnostik skizofrenia menyuruhnya untuk membunuh
menurut PPDGJ III: ibu, nenek, dan paman. Pasien
 Harus ada sedikitnya satu gejala juga melihat adanya setan yang
berikut ini yang amat jelas (dan mengikuti dirinya, pasien juga
biasanya dua gejala atau lebih bila melihat adanya kepala, jantung,
gejala-gejala itu kurang tajam atau dan usus yang bergantungan di
kurang jelas):
langit
a. Thought echo, thought
 Gejala negatif. Pasien menarik
insertion/withdrawal, thought
diri dari lingkungan sekitarnya
broadcasting.
b. Delusion of control, delusion of dan afek tumpul.
influence, delusion of passivity,  Gejala positif. Pasien

delusional perception. mengalami halusinasi visual dan


c. Halusinasi auditorik: auditorik, waham kebesaran,
- Suara halusinasi yang
autistik
berkomentar secara terus-
 Gejala-gejala berlangsung
menerus terhadap perilaku
dalam kurun waktu lebih dari 1
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien bulan
di antara mereka sendiri (di
antara berbagai suara yang
berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain
yang berasal dari salah satu
bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis
lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahil,
misalnya perihal keyakinan
agama tau politik tertentu, atau
kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa.
 Atau paling sedikit dua gejala di
bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari
panca indra apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas,
ataupun disertai oleh ide-ide
berlebihan yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
b. Arus pikiran yang terputus atau
yang mengalami sisipan, yang
berakibat inkoherensi atau
pembicaraan yang tidak relevan,
atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti
keadaan gaduh-gelisah, posisi
tubuh tertentu, atau fleksibilitas
cerea, negativism, mutisme, dan
stupor;
d. Gejala-gejala negatif, seperti
sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respons emosional
yang menumpul atau tidak
wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri
dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial;
tetapi harus jelas bahwa semua
hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi
neuroleptika.
 Adanya gejala-gejala khas tersebut
di atas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih
(tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal);
 Harus ada suatu perubahan yang
konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku pribadi,
bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri, dan penarikan diri
secara sosial.

Terapi Terapi untuk skizofrenia paranoid Rawat dalam bangsal.


diberikan seperti terapi Haloperidol 5 mg 3x1
skizofrenia pada umumnya. Trihexyphenidyl 2 mg 3x1
Terapi saat fase akut meliputi: Chlorpromazine 100 mg 1x1
1. Perawatan di rumah sakit
untuk mencegah cedera.
2. Pengurangan agresi dengan
obat penenang kerja cepat,
seperti lorazepam 1-2 mg,
olanzapine 10 mg, atau
risperidone 1-2 mg. Berikan
IM lorazepam 2 mg atau
haloperidol 5-10 mg jika
pasien menolak obat secara
oral.
3. Pengurangan gejala akut
dengan pemberian antipsikotik
oral yang dimulai dengan dosis
rendah lalu dinaikkan setiap 2
minggu.

Setelah pasien tenang, dimulai


terapi inisial dengan antipsikotik
dan dilakukan pemantauan awal
selama 4-6 minggu, dan jika tidak
ada kemajuan perlu
dipertimbangkan untuk
mengganti obat.
Pilihan obat antipsikotik:
1. Tipikal: chlorpromazine,
trifluoperazine, haloperidol
2. Atipikal: clozapine,
olanzapine, quetiapine,
risperidone, aripiprazole.

Pemilihan obat antipsikotik juga


perlu mempertimbangkan efek
sampingnya, yaktu efek otonom,
efek ekstrapiramidal, dan sedasi.
Pemberian obat anti-parkinson
direkomendasikan untuk cegah
efek ekstrapiramidal pada
pemberian antipsikotik jangka
panjang atau dosis tinggi.

Psikoterapi : untuk meningkatkan


kemampuan sosial, kemandirian,
dan kemampuan intrapersonal
pada pasien skizofrenia.
Prognosis Skizofrenia paranoid memiliki Quo ad vitam: ad bonam.
prognosis paling baik Quo ad functionam: dubia ad
dibandingkan dengan tipe malam.
skizofrenia yang lain. Quo ad sanationam: dubia ad
Secara umum, hanya 10-20% malam.
pasien skizofrenia yang memiliki
prognosis baik setelah 5-10 tahun
dirawat di rumah sakit. Lebih dari
50% memiliki prognosis buruk
yang meliputi kembali dirawat,
kekambuhan gejala, percobaan
bunuh diri, atau gangguan mood
yang berat.
Ditemukan bahwa 10-60% pasien
akan memiliki remisi, 20-30%
pasien memiliki kehidupan yang
kembali normal, 20-30%
mengalami gejala sedang, dan 40-
60% pasien akan terus terganggu
dengan gangguan ini selama
seumur hidupnya.
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku.

Menurut PPDGJ III

 Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab ( banyak belum diketahui ) dan
perjalanan penyakit ( tak selalu bersifat kronis atau “deterioting” ) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan
social budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan
karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar
(inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih ( clear consciousness
) dan kemampuan intelektual yang tetap terpelihara, walaupun kemunduran
kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.

Menurut DSM IV
 Skizofrenia didefinisikan sebagai sekelompok ciri dari gejala positif dan negatif;
ketidakmampuan dalam fungsi sosial, pekerjaan ataupun hubungan antar pribadi
dan menunjukan terus gejala-gejala ini selama paling tidak 6 bulan. Sebagai
tambahan, gangguan skizoafektif dan gangguan afek dengan gejala psikotik tidak
didefinisikan sebagai skizofrenia dan juga skizofrenia tidak disebabkan oleh
karena efek langsung karena psikologi dari zat atau kondisi medis.

Epidemiologi

Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu
dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau
sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga
dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700
ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia.

Tiga perempat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16
sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai
diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebar di
antara anggota keluarga sedarah.

Klasifikasi Skizofrenia

DSM IV mengklasifikasikan skizofrenia kedalam beberapa tipe yaitu:

1. Skizofrenia paranoid
Pada tipe ini, halusinasi dan waham harus menonjol. Disertai juga dengan gangguan
afektif.
2. Skizofrenia disorganized/hebefrenik
Pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (15-25 tahun).
Kepribadian premorbid biasanya pemalu dan cenderung menyendiri. Gejala yang tampak
antara lain: perilaku tidak bertanggung jawab atau tidak dapat diramalkan, perilaku tanpa
tujuan, afek dangkal dan tidak wajar, tersenyum sendiri, disorganisasi proses pikir,
pembicaraan tidak menentu dan gangguan afektif. Halusinasi dan waham ada namun
tidak menonjol.
3. Skizofrenia katatonik
Yang khas disini ialah adanya stupor, negativisme, rigiditas atau fleksibilitas cerea.
4. Skizofrenia residual
Berupa gejala negatif dari skizofren yang menonjol setelah sedikitnya ada riwayat satu
episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria skizofrenia dan
sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas waham dan
halusinasi sudah berkurang.

Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV :
A. Gejala karakteristik: Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk
bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati
dengan berhasil):
(1) Waham
(2) Halusinasi
(3) Bicara terdisorganisasi (misalnya, sering menyimpang atau inkoheren)
(4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
(5) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan: Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku atau
pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lainnya.

B. Disfungsi sosial/pekerjaan: Untuk bagian waktu yang bermakna sejak onset


gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal,
atau perawatan diri, adalah jelas di bawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau
jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat
pencapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).
C. Durasi: Tanda gangguan terus menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika
diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan
mungkin termasuk periode gejala prodomal atau residual, tanda gangguan mungkin
dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan
dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh,
pengalaman persepsi yang tidak lazim).
D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif
dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena:
(1) Tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi
bersama-sama dengan gejala fase aktif; atau
(2) Jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya
adalah relatif singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

E. Penyingkiran zat/kondisi medis umum: Gangguan tidak disebabkan oleh afek


biologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu
medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
F. Hubungan dengan gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat riwayat adanya
gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis
tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga
ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil).

Kriteria Diagnostik Skizofrenia Menurut PPDGJ-III

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):

(a) “Thought echo”, “thought insertion” atau “thought withdrawal”, dan


“thought broadcasting”;
(b) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion
of influence), atau “passivity” yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh
atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan atau perasaan
(sensations) khusus; persepsi delusional;
(c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri, atau
jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh;
(d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap
tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas
keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia super”
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
makhluk asing dari dunia lain);
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

(e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk
tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over-
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus-menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibiltas serea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
(h) Gejala-gejala “negatif” seperti sikap sangat apatis, pembicaraan terhenti,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptik;
(i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed
attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu
bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).

Etiologi

1. Model Diatesis-stres

Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.


Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan
spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.

Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis


(missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis
selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan
obat, stress psikososial , dan trauma.

Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat


menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar
kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi
skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk
membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang
tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun
stressornya.

2. Faktor Neurobiologi

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya


kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui
bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu dengan
munculnya simptom skizofrenia.

Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sistem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain.
Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan
stressor lingkungan dan sosial.

Hipotesa Dopamin

Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas


neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :

a. Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.

b. Obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat


menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.

3. Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan
merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren.
Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat
anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan
keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan
pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan
kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
skizofrenia.

4. Faktor Psikososial

Teori Tentang Individu Pasien

a. Teori Psikoanalitik

Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi


perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika
neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan
konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego
defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia.
Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan
waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.

Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang
buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud
tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon
terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.

Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia


disebabkan oleh kesulitan interpersonal yang terjadi sebelumnya, terutama
yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang
salah, yaitu cemas berlebihan.

Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,


kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol
terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut
terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.

Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi


masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin
mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien
untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga
merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.

b. Teori Psikodinamik

Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan


psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap
berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan
kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan
mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.

Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan


dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan
erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat
dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya
perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam hubungan
interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin
juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.

Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan


psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom
psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran
pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu,
menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan
hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.

Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa
kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan
cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang
sebenarnya juga memiliki masalah emosional.

Teori Tentang Keluarga

Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami


nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga
yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang
harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:

a. Double Bind

Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan


keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari
orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya
anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga
kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari
rasa konfliknya itu.

b. Schims and Skewed Families

Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan


yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat
dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga
skewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu
orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan
menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.

c. Pseudomutual and Pseudohostile Families


Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress
ekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual
atau pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola
komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah
jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

d. Ekspresi Emosi

Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam


dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian
menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada
pasien skizofrenia.

Teori Sosial

Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak


berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,
namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu
timbulnya onset dan keparahan penyakit.

Kriteria Diagnosis

Kriteria Diagnostik Skizofrenia Tipe Paranoid

Suatu tipe dari Skizofrenia dimana memenuhi kriteria berikut:

A. Preokupasi dengan satu atau lebih delusi atau halusinasi auditorik yang sering.
B. Tidak ada dari yang berikut ini yang menonjol: pembicaraan terdisorganisasi,
perilaku terdisorganisasi atau katatonik, atau afek datar atau tidak sesuai.

Pedoman Diagnostik Skizofrenia Tipe Paranoid

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia. Sebagai tambahan:


Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;

(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah,


atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit
(whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain-lain perasaan tubuh. Halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

Diagnosis Banding

Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat

Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan
medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau
katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat,
diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum,
atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis
nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum
perkembangan gejala lain.

Dengan demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi


medis nonpsikiatrik di dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala
fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai
lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala psikiatriknya
daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu klinisi untuk
membedakan kedua kelompok tersebut.

Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman
umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup
agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya
gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi dalam tingkat kesadara.
Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat keluarga yang lemgkap,
termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik. Ketiga, klinisi harus
mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik, bahkan pada
pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia
mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan
gejala psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.

Berpura-pura dan Gangguan buatan

Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis


yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak
menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan
diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi
gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura (malingering); pasien tersebut
biasanya memilki alasan financial dan hokum yang jelas untuk dianggap gila. Pasien
yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya mungkin memenuhi
diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan
skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk
mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.

Gangguan Psikotik Lain

Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang
terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan
skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama
(durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan.
Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat jika gejala
berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan jika pasien tidak
kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah diagnosis
yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan
gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia
lainnya atau suatu gangguan mood.

Gangguan Mood

Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting
karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi.
Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala
primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus
menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya
membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.

Gangguan Kepribadian

Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri


skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan
kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti
skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan
selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal yang dapat diidentifikasi.

Penatalaksanaan

A. Farmakoterapi

Obat Anti-psikosis Tipikal

1. Phenotiazine:
a. Rantai Aliphatic:
i. Chlorpromazine (Largactil)
ii. Levomepromazine (Nozinan)
b. Rantai Piperazine:
i. Perphenazine (Trilafon)
ii. Trifluoperazine (Stelazine)
iii. Fluphenazine (Antensol)
c. Rantai Piperidine
i. Thioridazine (Melleril)
2. Butyrophenone: Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)
3. Diphenyl-butyl-piperidine: Pimozide (Orap)

Obat Anti-psikosis Atipikal

1. Benzamide: Sulpiride (Dogmatil)


2. Dibenzodiazepine:
a. Clozapine (Clozaril)
b. Olanzapine (Zyprexa)
c. Quetiapine (Seroquel)
3. Benzisoxazole: Risperidon (Risperdal)

Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja obat anti-psikosis tipikal adalah memblokade dopamine pada


reseptor pasca-sinaps neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal, sehingga efektif untuk gejala positif.

Sedangkan obat anti-psikosis atipikal disamping berafinitas terhadap “Dopamine D2


Receptors”, juga terhadap “Serotonin 5 HT2 Receptors”, sehingga efektif juga untuk
gejala negatif.

Efek Samping

Efek samping dapat berupa:

- Sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,


kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun).
- Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/parasimpatolitik: mulut kering,
kesulitan miksi & defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler
meninggi, gangguan irama jantung).
- Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson: tremor,
bradikinesia, rigiditas).
- Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia), metabolik (jaundice),
hematologik (agranulocytosis), biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
- Efek samping yang irreversible: tardive dyskinesia (gerakan berulang involunter
pada: lidah, wajah, mulut/rahang, dan anggota gerak, dimana pada waktu tidur
gejala tersebut hilang), biasanya karena pemakaian jangka panjang dan usia
lanjut, tidak berkaitan dengan dosis. Cara mengatasinya dengan penghentian
obat secara perlahan-lahan, bisa dicoba dengan pemberian reserpine 2,5 mg/h.

Pemilihan Obat

- Pemilihan jenis obat mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat.
- Apabila ada obat yang tidak memberi respons klinis dalam dosis optimal setelah
jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat lain dengan golongan
berbeda, dengan dosis ekivalen-nya.
- Apabila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif maka pilihan obat anti-
psikosis atipikal perlu dipertimbangkan, khususnya bagi yang tidak dapat
mentolerir efek samping ekstrapiramidal.

Pengaturan Dosis

Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai dosis efektif maka dievaluasi tiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
sampai dosis optimal dan dipertahankan sekitar 8-12 minggu. Setelah itu diturunkan
setiap 2 minggu hingga mencapai dosis maintenance yang dipertahankan 6 bulan
sampai 2 tahun diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu lalu dilakukan tapering off tiap
2-4 minggu sampai stop.

Lama Pemberian

Untuk pasien dengan serangan yang “multiepisode”, terapi pemeliharaannya


diberikan paling sedikit 5 tahun. Pada umumnya pemberian obat anti-psikosis
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda
sama sekali. Obat anti-psikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat. Pada
penghentian mendadak dapat terjadi gejala “cholinergic rebound” berupa gangguan
lambung, mual, muntah, diare, pusing, gemetar, dan lain-lain yang dapat diatasi
dengan antikolinergik Sulfas Atropin 0,25 mg im, tablet trihexyphenidyl 3 x 2 mg/h.

B. Terapi Psikososial

Obat anti-psikosis saja tidak efektif jika tidak digabung dengan intervensi
psikososial. Pengobatan psikososial digambarkan sebagai layanan yang bertujuan
untuk mengembalikan kemampuan pasien agar berfungsi dalam komunitas.
Pengobatan ini mungkin melibatkan pengobatan medis dan psikososial untuk
menambahkan interaksi sosial, meningkatkan kemampuan hidup sendiri, dan
mendorong penampilan yang layak. Pasien didorong untuk lebih terlibat dalam
perkembangan dan keikutsertaan dalam rencana rehabilitasi yang berfokus
menambahkan keahlian dan kemampuan pasien. Tujuan dari pengobatan psikososial
untuk menyatukan pasien kembali kepada komunitasnya.

C. Terapi Perilaku

Perilaku yang dikehendaki dipacu secara positif dengan memberikan imbalan


berupa kenang-kenangan seperti perjalanan atau preferensi. Tujuannya untuk memacu
perilaku tersebut agar dapat beradaptasi di luar bangsal.

D. Terapi Kelompok

Fokusnya adalah dukungan serta pengembangan ketrampilan sosial (aktivitas


sehari-hari) yang memberi dampak, terutama yang berguna pada pasien dengan sikap
isolasi sosial juga berguna untuk menambah daya uji realita.

E. Terapi Keluarga
Dengan terapi ini dapat mengurangi angka relaps dan diberikan untuk anggota
keluarga skizofrenik. Interaksi keluarga yang berekspresi emosi tinggi dapat dikurangi
melalui terapi keluarga. Kelompok anggota penderita skizofrenia dapat berdiskusi
berbagai hal, terutama pengalamannya.

Pengobatan keluarga, dikombinasikan dengan medikasi antipsikotik telah


menunjukan rata-rata relaps yang menurun dalam skizofrenia. Pengobatan dengan
keluarga mungkin memperoleh beberapa efek seperti pengobatan namun juga
membantu menjaga pasien skizofrenia dari menuntut adanya “dunia nyata” dengan
menyediakan dukungan kemajuan sosial, struktur dan bimbingan.

Meski mekanisme pasti dari perkembangan dalam terapi keluarga tidak diketahui,
namun masih dapat direkomendasikan untuk beberapa pasien. Pertama, keluarga
mendapat keuntungan dengan mengetahui tentang skizofrenia itu sendiri.
Pengetahuan ini dapat meningkatkan kerjasama dan penerimaan baik dari keluarga
maupun pasien itu sendiri. Namun demikian, pengetahuan ini harus digabungkan
dengan intervensi keluarga lainya yang bertujuan pada peningkatan komunikasi yang
pada akhirnya dapat menurunkan tingkat stress dari pasien skizofrenia dan
menurunkan resiko relaps.

F. Psikoterapi Suportif

Merupakan bentuk psikoterapi yang sangat sederhana dan tidak mengungkit masa
silam maupun alam tak sadar dari penderita. Terapist berusaha untuk ikut mencarikan
jalan keluar yang logis sesuai dengan kemampuan pasien dalam mengenal gangguan
yang dihadapi, serta mencari mekanisme pertahanan yang lebih baik dalam
menghadapi penyelesaian masalah.

Prognosis

Prognosis penderita skizofrenia baik bila:

1. Onset akut
2. Faktor pencetusnya jelas
3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik (termasuk kemunculan di usia
lanjut)
4. Subtipe paranoid
5. Menikah
6. Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaan
7. Predominasi gejala positif

Prognosis penderita skizofrenia buruk bila:

1. Onset pada usia lebih muda


2. Faktor pencetus tidak jelas dan bersifat insidius
3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid buruk
4. Perilaku menyendiri
5. Subtipe disorganisasi dan nondiferensiasi
6. Tidak menikah
7. Riwayat keluarga dengan skizofrenia
8. Adanya tanda dan gejala neurologik
9. Predominasi gejala negatif

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan. Harold I, Sadock.benyamin J. Skizofrenia. Dalam: Sinopsis Psikiatri.
Jakarta. Binarupa Aksara. Edisi VIII.2005. Halaman 1329.
2. Maslim, dr.R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika atma Jaya. Jakarta. PT.Nuh Jaya. 2003.
3. American Psychiatric Associates. Diagnostic Criteria from DSM-IV. Schizophrenia
and Other Psychiatric Disorders. Washington: 2000. Hal 153-154.
4. Ibrahim, Prof. Dr. A Sani. Skizofrenia. Jakarta. PT.Dian Ariesta. Cetakan kedua.
2002.
5. Maslim, dr.R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika atma Jaya. Jakarta. PT Nuh Jaya. 1999.

You might also like