You are on page 1of 21

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Genetika adalah ilmu yang mempelajari tentang struktur dan fungsi gen pada
organisme. Hubungan genetika dengan ilmu ortodonsia sangat erat dan telah
diketahui sejak lama. Frederick G. Kussel (1836) melaporkan bahwa maloklusi baik
skeletal maupun dental dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Kelainan genetik juga dapat berpengaruh terhadap gangguan dentofasial.
Achondroplasia adalah salah satu kelainan genetik yang mempunyai manifestasi
timbulnya gangguan dentofasial. Achondroplasia juga dikenal dengan Achondroplastic
Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis
Congenital. Achondroplasia adalah salah satu bentuk dwarfisme yang sering dijumpai.
Achondroplasia disebabkan oleh gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR
3 (fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3.
Mutasi gen pada Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance
namun sekitar 85-95% kasus merupakan mutasi genetik yang spontan. Gangguan
osifikasi endokondral pada Achondroplasia, terutama terjadi pada tulang-tulang panjang
yaitu lengan dan tungkai, sehingga tulang menjadi lebih pendek, namun batang tubuh
atau torso dalam ukuran normal. Hal ini mengakibatkan perbandingan yang tidak sesuai
antara panjang ekstremitas dan torso. Pada Achondroplasia pertumbuhan tulang secara
periosteal dan intramembranosa berjalan secara normal. Achondroplasia didiagnosa
berdasarkan pemeriksaan klinis, radiografi, USG dan tes genetik, sehingga dapat
diketahui sedini mungkin pada fetus maupun bayi. Achondroplasia dapat terjadi pada
laki-laki maupun perempuan dengan frekwensi yang sama. Penderita Achondroplasia
memiliki tingkat intelegensi yang sama dengan individu normal dan tanpa
keterbelakangan mental.
Penderita Achondroplasia memiliki perawakan pendek karena hanya mampu
mencapai tinggi badan sekitar empat kaki atau 1,2 meter baik pada laki-laki maupun
perempuan. Hal ini terjadi karena tulang-tulang panjang tidak dapat mencapai panjang
normal akibat terjadinya rhizomelic shortening atau pemendekan pada bagian proksimal
tulang-tulang panjang (femur dan humeri), dengan lipatan kulit yang berlebihan pada
proksimal ekstremitas tersebut. Penderita memiliki keterbatasan dalam meluruskan siku,

1
lordosis, kifosis, pelvis yang sempit, kaki melengkung (genu varum) dan trident hand
yaitu terdapat jarak atau celah antara jari tengah dan jari manis sehingga tangan seperti
garpu bersusuk tiga. Penderita Achondroplasia memerlukan perawatan untuk
menangani gigi- geliginya. The American Academy of Pediatrics Committee on Genetics
merekomendasikan semua anak dengan Achondroplasia dievaluasi untuk kebutuhan
perawatan ortodonsia pada usia 5 sampai 6 tahun. Suatu studi tentang komplikasi medis
pada anak dengan Achondroplasia menemukan bahwa 50% anak membutuhkan
perawatan ortodonsia. Perawatan anomali ortodonsia penderita Achondroplasia pada
anak-anak menggunakan pesawat fungsional dan cekat. Sedangkan pada dewasa
dirawat dengan bedah atau kombinasi bedah dengan perawatan ortodonsia. Tindakan
bedah memang hanya dapat memperbaiki sedikit profil wajah tapi hal itu positif karena
kelainan pada gigi berupa crowded dan openbite dapat diatasi dengan baik.

2. TUJUAN
1. TujuanUmum
Untuk mengetahui gambaran mengenai Konsep Dasar Medis dan Asuhan
Keperawatan pada klien dengan penyakit Achondroplasia

2. TujuanKhusus
a. Mampu memenuhi tugas mata kuliah muskuloskletal
b. Mampu mengetahui dan memahami pengertian Achondroplasia
c. Mampu mengetahui dan memahami etiologi Achondroplasia
d. Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis Achondroplasia
e. Mampu mengetahui dan memahami komplikasi Achondroplasia
f. Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi Achondroplasia
g. Mampu mengetahui dan memahami WOC Achondroplasia
h. Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik Achondroplasia
i. Mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan Achondroplasia
j. Mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan Achondroplasia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORITIS ACHONDROPLASIA


1. Definisi
Istilah Achondroplasia pertama kali digunakan oleh Parrot (1878).
Achondroplasia berasal dari bahasa Yunani yaitu; achondros: tidak ada kartilago dan
plasia: pertumbuhan. Secara harfiah Achondroplasia berarti tanpa pembentukan/
pertumbuhan kartilago, walaupun sebenarnya individu dengan Achondroplasia
memiliki kartilago. Masalahnya adalah gangguan pada proses pembentukan kartilago
menjadi tulang terutama pada tulang-tulang panjang.
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh
gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor
receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3.Sindroma ini ditandai oleh adanya
gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral,
terutama tulang-tulang panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik
pada kraniofasial.Achondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic
Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau
Osteosclerosis Congenital.

2. Etiologi
Achondroplasia disebabkan oleh cacat genetika. Ini adalah sifat dominan,
yang berarti bahwa orang dengan cacat genetik akan menampilkan semua gejala
gangguan tersebut. Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang
disebabkan oleh gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3
(fibroblast growth factor receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3.4-7. Gen
FGFR3 berfungsi memberi instruksi dalam hal pembentukan protein yang terlibat
dalam pembentukan dan pemeliharaan tulang, khususnya pembentukan tulang secara
osifikasi endokondral. Dua mutasi spesifik pada gen FGFR3 bertanggungjawab pada
hampir semua kasus Achondroplasia. Sekitar 98% kasus, terjadi mutasi G ke A pada
nukleotida 1138 pada gen FGFR3. Sebesar 1% kasus disebabkan oleh mutasi G ke C.
Mutasi-mutasi ini mengakibatkan protein tidak bekerja sebagaimana mestinya,
sehingga mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tulang.

3
Osifikasi endokondral adalah salah satu jenis pertumbuhan tulang dimana sel
mesenkim yang tidak terdifferensiasi langsung berkondensasi dan berdifferensiasi
membentuk kondroblas. Kondroblas berproliferasi dan berdifferensiasi membentuk
kondrosit yang secara bertahap menjadi mature membentuk hipertrofik kondrosit.
Setelah itu, hipertrofik kondrosit akan mengalami apoptosis (kematian sel) dan pada
regio tersebut terjadi kalsifikasi matriks ekstraseluler. Proses ini akan membentuk
pelat pertumbuhan (growth plate) dan pertumbuhan normal tulang panjang tercapai
melalui differensiasi dan maturasi kondrosit yang sinkron. Adanya mutasi gen FGFR3
pada Achondroplasia menyebabkan gangguan pada proses osifikasi endokondral,
dimana kecepatan perubahan sel kartilago menjadi tulang pada pelat pertumbuhan
(growth plates) menurun sehingga pertumbuhan dan perkembangan tulang terganggu.
Sindroma ini ditandai oleh adanya gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk
melalui proses osifikasi endokondral, terutama tulang-tulang panjang. Selain itu,
Achondroplasia memberikan karakteristik pada kraniofasial. Achondroplasia juga
dikenal dengan nama Achondroplastic Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis,
Chondrodystrophy Syndrome atau Osteosclerosis Congenital. Achondroplasia adalah
tipe dwarfisme yang paling sering dijumpai. 2-6 Insiden yang paling umum
menyebabkan Achondroplasia adalah sekitar 1/26.000 sampai 1/66.000 kelahiran
hidup. Achondroplasia bersifat autosomal dominant inheritance, namun kira-kira 85-
90% dari kasus ini memperlihatkan de novo gene mutation atau mutasi gen yang
spontan.
Penyebab achondroplasia adalah gen-gen yang tidak normal di salah satu dari
kromosom empat pasang. Ada beberapa kasus yang mencatat bahwa seorang anak
mewarisi achondroplasia dari orang tua dengan kondisi serupa. Jadi, kalo salah satu
dari orangtuanya memiliki kelainan achondroplasia maka kelak keturunannya
memiliki 50% kesempatan tidak terkena. Jika orangtua sama-sama mengidap
achondroplasia, itu berarti punya kemungkinan 50% anaknya mengalami
achondroplasia, 25% tidak kena dan 25% lagi membawa gen abnormal yang sama. Di
lebih dari 80% kasus, achondroplasia tidak diturunkan. Tapi bisa terjadi dari hasil
mutasi gen baru yang terjadi dalam sel telur atau sel sperma sebagai unsur terjadinya
embrio. Para ahli genetik telah meneliti bahwa ayah yang berusia pertengahan yakni
40 tahunan keatas, ada kemungkinan memiliki anak achondroplasia dan kondisi
autosom dominan lain k arena mutasi gen baru.

4
3. Manifestasi Klinis
Batang tubuh dan tungkai pendek . tungkai bengkok dan segmen tungkai
proksimal lebih pendek (rhizomelia). Cranium biasanya lebih besar daripada presentil
ke 97 pada lingkarannya dengan penonjolan frontal dan jembatan hidung rata.
Biasanya ada brakidaktili dengan pita lebar dan menyerupai trident (tombak bermata
tiga) yang terdiri dari jempol, jari ke-2 dan ke-3 dan jari ke-4 dan ke-5, dengan celah
bentuk baji yang memisahkan jari ke-3 dan ke-4. Gambaran trident biasanya hilang
pada masa anak akhir atau remaja, dengan tangan tetap pendek dan lebar. Siku
mungkin terbatas dalam ekstensi dan pronasi. Gibus lumbal lazim terdapat pada masa
bayi, tetapi sudah tahun pertama gibus ini hampir selalu hilang dan sering diganti
dengan punggung lurus, selalu dengan lordosis lumbal yang jelas.
Bayi akondroplasia sering kali hipotoni disertai perkembangan motorik yang
terlambat. Tonus neuromuscular normal biasanya diperbesar pada umur 2-3 tahun.
Kelemahan sendi, terutama pada sendi interfalang, dapat menetap selama masa anak.
Bila tidak ada hidrosefalus perkembangan mental dan motoric biasanya normal. Profil
perkembangan Denfer telah dikumpulkan untuk memonitor kemajuan perkembangan
pada akondroplasia.
Kepala besar sepanjang hidung, dengan penonjolan frontal yang mencolok,
hypoplasia maksila, dan prognatisme mandibular relatif. Kurva pertumbuhan tertentu
untuk akondroplasia telah dikembangkan, yang terutama bermanfaat dalam
memonitor pertumbuhan cepat pada ukuran kepala pada masa bayi karena
hidrosefalus dapat mempersulit akondroplasia.
Maloklusi gigi yang membuka kedepan adalah lazim dan harus ditatalaksana
oleh ortodontis yang sudah terbiasa dengan masalah akondroplasia. Frekuensi tinggi
otitis media berulang dan otitis media seros kronis ditemukan pada anak-anak ini dan
menimbulkan insiden kehilangan pendengaran konduktif yang tinggi pada masa
dewasa jika tidak dikenali dan diobati pada masa anak-anak. Penyakit ini tidak
mempengaruhi kapasitas mental, atau kemampuan reproduksi. Penderita
achondroplasia lebih rentan terhadap penyakit. Karena struktur tubuh yang berbeda
sehingga membuat semua fungsi tubuh ikut berbeda.

4. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terkait dengan perawakan pendek adalah bervariasi
sesuai dengan penyebab penyakit. Komplikasinya antara lain adalah sebagai berikut:
a) Stenosis spinal

5
Seseorang dengan achondroplasia (salah satu jenis kelainan genetik yang
umumnya merupakan penyebab dwarfisme), kanal tulang belakang lebih kecil
dari pada rata-rata. Penyempitan ini dapat memampatkan saraf tulang belakang
dan dapat mengakibatkan komplikasi neurologis yang serius. Hal ini penting
untuk belajar mengenali beberapa gejala stenosis tulang belakang: inkontinensia,
refleks tendon berlebihan, gemetar, mati rasa atau kesemutan di kaki, pincang,
dan kelemahan otot.Masalah ini umumnya terjadi pada akhir masa remaja. Jika
stenosis tulang belakang tidak diobati, dapat menyebabkan kelumpuhan progresif
dan masalah kontrol kandung kemih.

b) Infeksi telinga dan gangguan pendengaran


Telinga bagian tengah, yang berisi tulang dan tabung eustachius,
seringkali lebih kecil dan sedikit cacat pada anak-anak dengan dwarfisme.Anak-
anak lebih rentan terhadap infeksi bakteri pada telinga, yang sering memblokir
tabung Eustachio dan menyebabkan infeksi telinga.

c) Nyeri sendi dan osteoarthritis


Beberapa jenis dwarfisme dapat meninggalkan tubuh yang sangat cacat.
Seringkali, dua bagian dari anggota tubuh yang sama (misalnya kaki dan paha)
tidak sejajar. Tungkai yang cacat tersebut bisa menyakitkan dan dapat membuat
berjalan sulit.

d) Palate sumbing dan malformasi dari gigi dan rahang


Gigi anak-anak dengan beberapa jenis dwarfisme, seperti sindrom Seckel,
dapat tumbuh di tempat yang abnormal. Rahang atas anak-anak dengan sindrom
Turner atau Seckel, berkembang lebih lambat dari rahang bawah. Rahang bawah,
biasanya tidak terpengaruh, kadang-kadang bergerak kedepan. Pada sindrom
Kniestatau diastrophic displasia dapat terjadi bibir sumbing yang dapat
mempengaruhi rahangatas. Cacat ini dapat dikoreksi melalui pembedahan.

e) Masalah Pernapasan
Sleep apnea terdiri dari pernafasan sangat singkat jeda selama tidur.
Ditemukant erutama pada bayi dengan achondroplasia, sleep apnea adalah umum
selama tahun pertama bayi. Hal ini disebabkan oleh foramen magnum stenosis:
Ketika pembukaan di dasar tengkorak dimana tulang belakang lewat (foramen
magnum) terlalu kecil, serabut saraf mengontrol fungsi pernafasan dan denyut
jantung mengalami kompresi. Jika ada stenosis, operasi dapat dilakukan pada 4
sampai 6 bulan.

f) Masalah neuropsikologi
Dwarfisme tidak menyebabakan penurunan IQ, tetapi pada kondisi
tertentu misalnya pada kasus hipoglikemi yang berulang yang terjadi pada pasien
dwarfisme dapat terjadi penurunan IQ.

5. Patofisiologi
Secara umum, dwarfisme disebabkan oleh kondisi defisiensi GHRH, sehingga
kelenjar hipofisis anterior tidak dapat mensekresi GH dan terjadilah defisiensi hormon
pertumbuhan. Hal tersebut akan menyebabkan defisiensi IGF-1 dan somatomedin,
sehingga tubuh tidak mengalami perkembangan tulang dan otot. Oleh karena itu,

6
seseorang dengan dwarfisme memiliki proporsi tubuh kecil atau tidak sesuai dengan
tinggi badan orang pada umumnya pada usia yang sama. Seorang anak yang berumur
10 tahun dapat mempunyai pertumbuhan tubuh seorang anak yang berumur 4 tahun
sampai 5 tahun, sedangkan bila orang yang sama mencapai umur 20 tahun dapat
mempunyai pertumbuhan tubuh seorang anak yang berumur 7 sampai 10 tahun
(Guyton, 2008). Namun demikian, meskipun defisiensi hormon pertumbuhan
biasanya disebabkan oleh defisiensi GHRH, pada keadaan lain dapat terjadi pula suatu
kodisi dimana respons hormon pertumbuhan terhadap GHRH masih normal, namun
sebagian penderita mengalami kelainan pada sel-sel pensekresi hormon pertumbuhan
yaitu pada kelenjar hipofisis anterior. Penyebab hipofungsi hipofise dapat bersifat
primer dan sekunder. Primer jika gangguannya terdapat pada kelenjar hipofise itu
sendiri, dan sekunder bila gangguan ada pada hipotalamus.
Pasien dwarfisme tidak melewati masa pubertas dan pasien tersebut tidak
pernah dapat menyekskresi hormon gonadotropin dalam jumlah yang cukup guna
pertumbuhan fungsi seksual dewasa. Apabila hipopituitarisme berlanjut pada saat
dewasa, gejala utama ditandai dengan efek defisiensi gonadotropin. Pada wanita
biasanya terjadi amenore dan infertilitas sedangkan pada pria biasanya terjadi
infertilitas dan impotensi defisiensi tirotropin dan kortikotropin yang dapat
mengakibatkan atropi tiroid dan korteks adrenal. Akan tetapi sepertiga pasien
dwarfisme hanya mengalami defisiensi hormon pertumbuhan saja; pasien seperti ini
mengalami pematangan seksual dan ada kalanya dapat juga bereproduksi (Guyton,
2008)

6. Pemeriksaan Diagnostik
Berikut adalah pemeriksaan diagnosis untuk menegakkan diagnosis
dwarfisme (Corwin, 2009) :
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik akan membantu mendiagnosis
defisiensi hormon pertumbuhan.Anamnesis yang cermat untuk mengetahui
riwayat sakit dan pemeriksaan fisik yang cermat, termasuk pengkajian
terhadap ketajaman visus serta lapang pandang.
2. Pemeriksaan darah yang mengukur penurunan kadar GH akan mendukung
diagnosis kondisi tersebut.
3. Pemeriksaan pencitraan saraf untuk mengidentifikasi tumor hipofisis dapat
memperbaiki diagnosis (Pemeriksaan CT scan dan MRI untuk mendiagnosis
ada serta luasnya tumor hipofisis).
4. Pengukuran kadar hormone hipofisis dalam serum (Kurang responsif terhadap
provokasi GH akan membantu memastikan defisiensi GH). Pengukuran kadar
hormone hipofisis dalam serum dapat dilakukan bersama pemeriksaan
hormone dari berbagai target organ untuk membantu mendiagnosis.

7. Pemeriksaan lainnya
1. Radiologi
Pemeriksaan radiologi menunjukan disproporsional tubuh dan
memberikan gambaran khas.
a) Ekstremitas
Tulang panjang tampak lebih pendek dan relatif tebal, kelainan pada
tulang segmen proksismal lebih nyata dibandingkan dengan segmen distal,
square-shaped long bones, Tulang jari lebih lebar dengan ukuran yang
sama (trident hands), normal trunk length, proksimal femoral lebih

7
radiolusens, chevron-shaped distal femoral epiphyseal, lempeng
pertumbuhan lebih pendek. Tulang femur tampak lebih pendek dibanding
tulang tibia, fibula relatif lebih panjang dibanding tibia. Semua ujung
tulang panjang tampak mencekung, dan pusat penulangan akan mengisi
cekungan tersebut membentuk bayangan menyerupai “ball-and-socket
pattern”. Pusat osifikasi tampak lebih kecil. Gambaran yang sama tampak
pada ekstremitas atas, tulang humerus tampak lebih pendek.

b) Vertebra
Dari proyeksi vertikal dan sagital, corpus vertebra lebih pendek dibanding
vertebra normal. Dari proyeksi anteroposterior, tulang vertebra akan
melebar dari atas ke bawah , dan segmen lumbal 5 merupakan segmen
yang terlebar, namun pada penderita akondroplasia, tulang vertebra akan
menyempit dari atas kebawah, dan lumbal ke 5 merupakan vertebra yang
terkecil. Pada proyeksi lateral, shaded pedikel lebih pendek dan kanalis
spinalis lebih mendatar dibanding normal. Sudut bagian dorsal tampak
lebih konkaf. Pada bagian ventral tulang vertebra bisa ditemukan
gambaran ujung yang membulat (bullet nose) karena vertebra
torakolumbal mengalami hipoplasi. Ruang intervertebra lebih dalam
dengan korpus vertebra yang lebih kecil. Perbandingan vertebra lumbal
pada orang normal dan penderita akondroplasia dari proyeksi frontal (A)
dan lateral (B), vertebra lumbal semakin melebar dari atas ke bawah dari
proyeksi frontal, corpus L5 merupakan corpus paling sempit, hal ini
berlawanan dengan gambaran vertebra penderita akondroplasia. Pada
lproyeksi lateral, tampak bayangan pedikel memendek dan kanalis spinalis
memipih kurang dari setengah nilai normal, bagian dorsal dari tulang
vertebra akondroplasia menjadi sedikit konkaf. Ruang intervertebra lebih
dalam dan corpus vertebra lebih kecil dibanding vertebra normal. Gambar
C menunjukan gambaran khas vertebra torakolumbar penderita
akondroplasia.

c) Pelvis
Terbatasnya pertumbuhan tulang iliaka akan menyebabkan berkurangnya
ukuran pelvis, sehingga wanita yang menderita akondroplasia sulit untuk
melahirkan pervaginam. Dari proyeksi vertikal, pelvis tampak lebih
pendek dan relatif lebih lebar. Pada bayi, dengan bertambahnya ruang
kartilago, mineralisasi tulang, iregularitas dan mangkok asetabulum,
pelvis tampak lebih datar. Sayap iliaka melebar, sementara sacroiliaka
menyempit, sehingga menyerupai gelas sampanye ( champagne glass ).

d) Tulang tengkorak
Tulang tengkorak tampak lebih besar dengan dasar yang pendek. Dasar
tengkorak tampak lebih pendek, hal ini disebabkan karena dasar tengkorak
berasal dari kartilago. Hal ini menyebabkan foramen magnum menyempit
dan menimbulkan stenosis spinal.

2. UltraSonography (USG)
Pemeriksaan USG merupakan pemeriksaan non invasif untuk menilai
keadaan ventrikel sebelum ubun-ubun besar menutup. Pada akondroplasia bisa

8
ditemukan hidrosefalus. Pemeriksaan USG dilakukan pada usia 2,4 dan 6
bulan untuk memonitor ukuran ventrikel atau adanya hidrosefalus.

3. Computed Tomography (CT)


Pada pemeriksaan CT, tampak berkurangnya diameter transversal dan
sagital foramen magnum jika dibanding dengan ukuran normal. Penekanan di
foramen magnum atau di kanalis spinalis yang lebih sempit ini menyebabkan
kelainan neurologis seperti sleep apnea dan defisit neurologis, yang akan
membaik jika dilakukan dekompresi melalui laminektomi.
Melalui pemeriksaan CT juga tampak kelainan morfologi pada tulang
temporal berupa ; tidak berkembangnya sel udara mastoid, pemendekan
kanalis karotis, penipisan dasar tengkorak, peninggian tulang petrosus,
terputarnya koklea yang semuanya bisa menimbulkan gangguan pendengaran
dan mempermudah timbulnya otitis media.

4. Magnetic Resonance (MR)


Pemeriksaan MR menunjukan penyempitan ruang subarachnoid
setinggi foramen magnum, dan bisa ditemukan kelainan yang disebabkan
karena penekanan pada cervicomedullary junction”. Pemeriksaan MR
merupakan pemeriksaan pilihan pada kasus akondroplasia dengan dugaan
stenosis spinal. Pemeriksaan MRI pada bayi dengan akondroplasia
menunjukkan penyempitan foramen magnum sehingga menekan spinal cord.6.

8. Penatalaksanaan
Tidak ada perawatan akan membalikkan hadir di achondroplasia cacat.
Semua pasien dengan penyakit tersebut akan pendek, dengan proporsional normal
tungkai, batang, dan kepala. Pengobatan achondroplasia terutama dari beberapa
alamat komplikasi dari gangguan, termasuk masalah karena kompresi saraf,
hidrosefalus, kaki bengkok, dan kurva abnormal di tulang belakang. Anak-anak
dengan achondroplasia yang mengembangkan infeksi telinga tengah (otitis akut
media) akan memerlukan perawatan cepat dengan antibiotik dan pemantauan yang
cermat untuk menghindari gangguan pendengaran. Serta tidak ada terapi spesifik
untuk akondroplasia.
Anak yang lahir dengan akondroplasia harus dilakukan :
1) Monitor ketat tentang berat badan dan tinggi badan setiap bulan terutama pada
tahun pertama kelahiran. Pengukuran rasio segmen ekstremitas atas dan
bawah.
2) Monitor perkembangan, seperti kemampuan motorik, bicara, dan interaksi
sosial.
3) Evaluasi adanya maloklusi gigi.

9
4) Kontrol berat badan.
5) Terapi dengan hormone pertumbuhan (GH).
6) Terapi antiinflamasi (NSAIDs).

Selain itu juga dapat dilakukan terapi pembedahan, diantaranya :


1) Laminektomi lumbal pada spinal stenosis.
2) Fusi spinal pada kifosis pesisten diserta penggunaan dan modifikasi brace.
3) Prosedur distraksi osteogenesis (rthofix Garches lengthening) disertai
tenotomi pada tendon achiles untuk meningkatkan perkembangan tulang.
Sementara peran dari fisioterapi itu sendiri adalah memonitor tumbuh
kembang serta mencegah agar tidak terjadi komplikasi seperti kifosis atau
posturalnya, memberikan motivasi dengan meningkatkan rasa pencaya diri dan
mandiri bagi penderita achondroplasia, dan membantu meningkatkan kemampuan
aktivitas fungsional. Selain itu fisioterapi juga memiliki peran yang pentging saat
pre dan post teapi pembedahan.

10
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS
Nama anak :
Tempat/Tgl lahir :
Umur :
Jenis kelamin :
Pendidikan :
Anak ke :
BB/TB :
Alamat :

Nama Ibu :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :

Nama Ayah :
Umur :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Alamat :

DX. Medis :
No. RM :
Tgl masuk RS :

11
2. KELUHAN UTAMA
Biasanya keluarga pasien atau oranng tua pasien mengatakan pertumbuhan
lambat, tangan dan kaki tampak pendek, dan kepala terlihat lebih besar.

3. RIWAYAT KESEHATAN
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga pasien mengeluh pertumbuhan lambat, ukuran otot dan tulang kecil,
tidak bertambahnya ukuran tinggi tubuh, serta kepala terlihat lebih besar.

b. Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji apakah pasien mepmpunyai factor resiko potensi penyakit yang lain,
seperti tumor, kanker, osteoporosis, dll

c. Riwayat Kesehatan Keluarga


Biasanya dipengaruhi oleh tinggi badan kedua orangtuanya, usia pubertas
kedua orangtuanya, dan riwayat keluarga dengan perawakan pendek.

4. RIWAYAT KESEHATAN LINGKUNGAN


Lingkungan sekitar rumah cukup bersih dan aman, dan tidak ada resiko yang
membahayakan bagi penderita achodroplasia.

5. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Penderita achondroplasia biasanya merasa malu dengan kondisi fisiknya, dan
merasa takut jika nantinya ditertawakan oleh orang lain.

6. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG


a. Motorik kasar : Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2
hitungan
b. Motorik halus : Meniru membuat garis lurus
c. Kognitif dan bahasa : Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata
d. Sosial dan kemandirian : Bergaul dengan baik, Melepaskan pakaian sendiri

12
7. IMUNISASI
JENIS USIA USIA
USIA PEMBERIAN
IMUNISASI PEMBERIAN PEMBERIAN

I II III

BCG 2 bulan - -

HEPATITIS 0 bulan 1 bulan 6 bulan

DPT 2 bulan 2 tahun 6 tahun

POLIO 1 bulan 2 bulan 3 bulan

CAMPAK 9 bulan 3 tahun 6 tahun

8. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI


a. Pola pemenuhan nutrisi
1. ASI/PASI/ makanan padat/vitamin
Pasien yang menderita achodroplasia mendapatkan ASI, makanan serta
vitamin yang cukup.

2. Pola makan dan minum


Pasien penderita achondroplasia menghabiskan makanannya sesuai porsi,
dan tidak ada masalah
b. Pola tidur
Pasien achondroplasia tidak ada mengalami gangguan tidur
c. Pola aktivitas/latihan/OR/bermain/hoby
Aktivitas penderita achondroplasia sama dengan anak normal lainnya, yaitu
bermain dengan teman sebayanya.
d. Pola kebersihan diri
1. Mandi : melakukannya sendiri
2. Oral hygiene : melakukannya sendiri
3. Cuci rambut : melakukannya sendiri

13
e. Pola eliminasi
1. BAB : biasanya pasien BAB 1x sehari, dengan konsistensi padat, warna
kuning, dan bau yang khas.
2. BAK : biasanya pasien BAK 4-5x sehari dengan bau khas, dan warna
kuning jernih.
f. Kebiasaan lain
1. Menggigit jari : tidak ada
2. Menggigit kuku : tidak ada
3. Menghisap jari : tidak ada
4. Memainkan genital : tidak ada
5. Mudah marah : akan marah jika ditertawakan oleh orang lain,
karena kondisi fisiknya

9. PEMERIKSAAN FISIK
1) Keadaan umum : Sehat
2) Kesadaran : Compos mentis
3) TB :
4) BB :
5) Tanda-tanda vital :
a. TD :
b. N :
c. S :
d. P :

6) Pemeriksaan Head to toe


a. Kepala
 Inspeksi : kepala besar dari normal, rambut tampak bersih tidak ada
ketombe, dahi menonjol.
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

b. Mata
 Inspeksi : mata klien simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterik

14
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada pembengkakkan

c. Hidung
 Inspeksi : bersih, hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada lesi dan
perdarahan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan

d. Mulut
 Inspeksi : Simetris, mukosa mulut kering, gigi lengkap
 Palpasi : tidak ada lesi dan pembengkakkan

e. Telingga :
 Inspeksi : telingga semitris kiri dan kanan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan pembengkakkan

f. Leher
 Inspeksi : sedikit agak pendek
 Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

g. Dada
Paru-paru
 Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi
 Palpasi : fremitus paru kiri & kanan sama
 Perkusi : terdengar bunyi sonor
 Auskultasi : terdengar bunyi vesikuler.

Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba
 Perkusi : konfigurasi normal
 Auskultasi : bunyinya normal

h. Ekstremitas
 Atas : ukuran tangan pendek, dan tulang otot kecil
15
 Bawah : ukuran kaki pendek

i. Abdomen
 Inspeksi : tidak ada pembengkakkan
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
 Perkusi : terdengar bunyi timpani
 Auskultasi : bising usus normal

j. Genitalia
 Inspeksi : tidak ada ada kelainan

10. PEMERIKSAAN TUMBUH KEMBANG


 DDST
DDST adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk menentukan secara dini
adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak prasekolah. DDST
merupakan salah satu dari metode skrining terhadap kelainan perkembangan anak,
tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ, fungsinya digunakan untuk menafsirkan
personal, sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar pada anak mulai dari 1-6
tahun (Soetjiningsih, 2005).

Normal bila tidak ada keterlambatan (delay). Dicurigai (suspect) bila


didapatkan 2 atau lebih caution atau bila didapatkan 1 atau lebih delay. Tidak
teruji bila ada skor menolak 1 atau lebih item disebelah kiri garis umur, bila
menolak lebih dari 1 pada area 75-90% (warna hijau) yang ditembus garis
umur (Vivian nanny, 2010).

 Status Nutrisi
Pasien tidak ada mengalami gangguan nutrisi, pasien makan 3 kali sehari
dengan lauk nabati dan hewani bergantian.

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Laboratoriaum
 Pemeriksaan analisis DNA pada FGFR3 untuk mengidentifikasi
mutasi genetik.
b. Radiologi

16
 Kontraktur dasar tengkorak
 Keterbatasan progresif interpedikular dan lordosis pada region
lumbalSpinal stenosis
 Pendeknya leher femur dan deformitas panggul

12. PENATALAKSANAAN
Anak yang lahir dengan achondroplasia harus dilakukan :
 Monitor ketat tentang berat badan dan tinggi badan setiap bulan terutama pada
tahun pertama kelahiran. Pengukuran rasio segmen ekstremitas atas dan
bawah.
 Monitor perkembangan, seperti kemampuan motorik, bicara, dan interaksi
sosial.
 Evaluasi adanya maloklusi gigi.
 Kontrol berat badan.
 Terapi dengan hormone pertumbuhan (GH)
 Terapi antiinflamasi (NSAIDs).

Selain itu juga dapat dilakukan terapi pembedahan, diantaranya :


 Laminektomi lumbal pada spinal stenosis.
 Fusi spinal pada kifosis pesisten diserta penggunaan dan modifikasi brace.
 Prosedur distraksi osteogenesis (rthofix Garches lengthening) disertai
tenotomi pada tendon achiles untuk meningkatkan perkembangan tulang.

B. DIAGNOSA
1) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi
tubuh akibat defisiensi ganodotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
2) Disfungsi seksual berhubungan dengan perkembangan seks sekunder
terganggu.
3) Harga diri rendah kronis berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.

17
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN

1 Gangguan citra tubuh Citra Tubuh : persepsi Peningkatan gambaran


berhubungan dengan diri
terhadap penampilan dan
perubahan struktur dan  Kaji secara verbal dan
fungsi tubuh akibat fungsi tubuh sendiri.
defisiensi ganodotropin nonverbal respon klien
dan defisiensi hormon terhadap tubuhnya
pertumbuhan.
 Monitor frekuensi
mengkritik dirinya
 Jelaskan tentang
pengobatan, preawatan
kemajauan dan
prognosis penyakit
 Dorong klien
mengungkanpan
perasaannya
 Identifikasi arti
pengurangan melalui
alat bantu
Fasilitasi kontak
dengan individu lain
dalam kelompok kecil
2 Disfungsi seksual  Fungsi seksual :  Konseling seksual :
berhubungan dengan Integrasi aspek fisik,
Menggunakan proses
perkembangan seks sosioemosi, dan
sekunder terganggu intelektual ekspresi dan menolong interaktif
performa seksual.
yang berfokus pada
 Identitas seksual :
Pengenalan dan kebutuhan melakukan
penerimaan identitas
penyesuaian dalam
seksual pribadi.
praktik seksual atau
untuk meningkatkan
koping terhadap
peristiwa atau

18
gangguan seksual.
 Penyuluhan seks yang
aman : Memberi
arahan tentang
perlindungan seksual
selama aktivitas
seksual.
 Peningkatan koping :
Membantu pasien
untuk beradaptasi
dengan persepsi
stressor, perubahan,
atau ancaman yang
mengganggu
pemenuhan tuntutan
hidup dan peran.

3 Harga diri rendah kronis  Kualitas hidup :  Pertumbuhan


berhubungan dengan Tingkat persepsi positif
perubahan penampilan harapan:
tentang situasi hidup
tubuh. saat ini Memfasilitasi
 Harga diri : Penilaian
perkembangan
diri tentang
penghargaan terhadap penampilan positif pada
diri.
situasi tertentu.
 Menagemen alam
perasaan:
Menciptakan
keamanan, kestabilan,
pemulihan, dan
pemeliharaan pasien
yang mengalami
disfungsi alam perasaan
baik depresi maupun
peningkatan alam
perasaan.

19
 Peningkatan harga
diri: Membantu pasien
meningkatkan penilaian
penghargaan terhadap
diri.

20
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Achondroplasia adalah dwarfisme atau kekerdilan yang disebabkan oleh
gangguan osifikasi endokondral akibat mutasi gen FGFR 3 (fibroblast growth factor
receptor 3) pada lengan pendek kromosom 4p16.3.Sindroma ini ditandai oleh adanya
gangguan pada tulang-tulang yang dibentuk melalui proses osifikasi endokondral,
terutama tulang-tulang panjang. Selain itu, Achondroplasia memberikan karakteristik
pada kraniofasial.Achondroplasia juga dikenal dengan nama Achondroplastic
Dwarfism, Chondrodystrophia Fetalis, Chondrodystrophy Syndrome atau
Osteosclerosis Congenital.

B. Saran
Penulis menyarankan kepada pembaca untuk selalu menjaga kesehatan setelah
mengetahui, memahami dan mengenali tanda dan gejala dari penyakit achondroplasia
ini, agar nantinya penyakit ini tidak terjadi pada diri sendiri, dan kita sebagai perawat
harus mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit
achondroplasia dengan benar.

21

You might also like