You are on page 1of 18

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN EDEMA PARU/


ACCUTE LUNG OEDEMA (ALO)

POLITEKNIK KARYA HUSADA JAKARTA

DIPLOMA III KEPERAWATAN

2014

1
BAB I

TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi

Edema paru didefisikan sebagai terkumpulnya cairan ekstravaskular yang patolo


gis didalam paru ( Tjokronogoro, 1999).

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga intertis
ial maupun dalam alveoli. Edema merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat
lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes
keluar dari dan menimbulkan dispnu yang sangat berat ( Smeltzer, 2001).

Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravas


kuler dalam paru, yang disebabkan oleh dua keadaan, yaitu: peningkatan tekanan
hidrostatis dan peningkatan permeabilitas paru. (Muttaqin, 2013)

Jadi edema paru merupakan akumulasi cairan dalam rongga paru, cairan abnorm
al dalam intertisial maupun alveoli dan merupakan komplikasi dari gagal jantung
kiri.

B. Etiologi

1. Edema paru kardiogenik

2
Penyebab terbanyak edema paru adalah gagal jantung kiri.
Penyebab tersering adalah aterosklerotik, hipertensi, kelaianan katup, miopat
i.

2. Sindrom kongesti vena

Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada penderit
a dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung normal. Sind
rome ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan kristaloid atau d
arah intavena dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan gangguan
fungsi ginjal.

3. Edema paru non-kardiak


a) Sepsis

Infeksi ekstrapulmonal merupakan factor penyebab karena adanya penin


gkatan permeabilitas kapiler paru.

b) Gangguan neurogenik

Terjadi pada penderita dengan gangguan sistem saraf. Adanya rangsanga


n hipotalamus yang menyebabkan rangsangan pada sistem adrenergic, ya
ng menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirk
ulasi pulmonal dan penurunan komplians paru.

C. Patofisiologi

Perubahan yang dini pada edema paru adalah peningkatan aliran limfatik. Karen
a saluran limfatik terjalin dalam jaringan ikat longgar yang mengelilingi arteriol
paru dan saluran nafas yang kecil, pembengkakan saluran limfatik ini akan mem
beri dampak pada struktur disekitarnya dengan akibat perubahan hubungan tekan
an pada struktur tersebut. Salah satu akibatnya adalah obstruksi pada saluran naf
as kecil yang telah dibuktikan merupakan perubahan fisiologis dini pada penderi
ta dengan gagal jantung kiri. Karena lesi ini tidak merata disaluran paru, timbull

3
ah dalam distribusi ventilasi dan perfusi yang kemudian menyebabkan hipoksem
ia ringan. Terkenanya arterior kecil juga dapat menyebabkan gambaran radiologi
s dini pada gagal jantung kiri yaitu suatu redistribusi aliran darah dari basis ke ap
ek paru pada penderita dalam posisi tegak.
Kalau terbentuknya cairan intertensial melebihi kapasitas sistem limfatik, akan t
erjadi edema di dinding alveolar. Pada fase ini compliance (pemenuhan) paru be
kurang. Hal ini akan menyebabkan takipnea, yang mungkin merupakan tanda kli
nik dini penderita edema paru. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran dar
ah menyebabkan pemburukan hipoksemia. Namun demikian ekskresi karbon dio
ksida tidak terganggu, dan penderita akan menunjukkan keadaan hiperventilasi d
engan alkalosis respiratori. Selain hal yang telah disebutkan diatas, defek fungsi
juga mempunyai andil, dan pada fase ini mungkin akan terjadi peningkatan pinta
s kanan ke kiri melaui alveoli yang tidak mengalami ventilasi.
Pada fase alveolar flooding, semua gambaran menjadi lebih berat, compliance a
kan menurun dengan nyata. Karena alveoli terisi dengan cairan, sementara aliran
darah ke daerah tersebut tetap berlangsung, pintas kanan ke kiri aliran darah aka
n menjadi lebih berat dan menyebabkan hipoksemia yang rentan terhadap pening
katan konsentrasi peningkatan, konsentrasi oksigen yang diinspirasi. Kecuali pad
a keadaan yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratori akan tetap ber
langsung. Secara radiologis akan tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluru
h paru, terutama didaerah perihilar dan basal.

Kongesti paru terjadi bila vaskuler paru menerima darah yang berlebihan dari ve
ntrikel kanan, yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Sed
ikit ketidakseimbangan antara aliran masuk pada sisi kanan dan aliran keluar pad
a sisi kiri jantung mengakibatkan konsekuensi yang berat.

Perkembangan edema paru menunjukkan bahwa fungsi jantung sudah sangat tid
ak adekuat, peningkatan tekanan akhir diastole ventrikel kiri dan peningkatan tek
anan vena pulmonal dapat terjadi. Hal meningkatkan tekanan hidrostatik yang m
engakibatkan cairan merembes keluar. Gangguan limfatik berperan dalam penim
bunan cairan di dalam jaringan paru.

4
Kapiler paru yang membesar oleh darah yang berlebih akibat ketidakmampuan v
entrikel kiri untuk memompa, tidak mampu lagi mempertahankan zat yang terka
ndung didalamnya. Cairan, mula-mula serous dan kemudian mengandung darah,
lolos kejaringan alveoli disekitarnya melalui hubungan antara bronkhioli dan br
nkhi. Cairan ini kemudian bercampur dengan udara dan terkocok selama pernafa
san, dan dikeluarkan melalui mulut dan hidung. Karena adanya timbunan cairan,
paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang dan udara tidak dapat masuk, a
kibatnya adalah hipoksia berat.

Pathway

5
Faktor kardiogenik Faktor nonkardiogenik

Gagal jantung kiri jant


ung kiri sepsis Gangguan Limfatik
Aliran balik arteri pulmo
nal Pe aliran limfatik pada art
eriola paru
Kongesti paru Terganggunya kapiler paru
Edema saluran limfatik
Peningkatan permeabilitas din
Pe tekanan hidrostatik ding kapiler paru
Pe tekanan hidrostatik

Cairan merembes dalam rongga


intertisial dan alveoli

EDEMA PARU

Cairan bercampur udara Kontraktur paru Edema dinding alv


eolar

ekspansi paru inefektif


Napas basah Dispnea mend Cairan intertisi
Perfusi inadekuat adak al berlebih

Ronkhi, wheezing
Gagal ventilasi

Hipoksemia, takipnea

Inefektif bersihan jalan


napas Sianosis
Pola Napas ti
Gangguan pertukar dak efektif
hiperventilasi
an gas
Kelebihan volume cai
ran
Alkalosis respiratorik

6
D. Manifestasi klinik

1. Dispnae mendadak
2. Napas basah
3. Takipnea
4. Takikardi
5. Ronkhi dan wheezing diseluruh lapang paru
6. Gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur
7. Asfiksia (seperti kehabisan nafas)
8. Tangan menjadi dingin dan basah
9. Bantalan kuku sianotik
10. Warna kulit menjadi abu-abu
11. Nadi cepat dan lemah
12. Distensi vena jugularis
13. Batuk hebat (peningkatan jumlah sputum mukoid)
14. Kesadaran stupor

E. Komplikasi

1. ARDS (Accute Respiratory Distres Syndrome)

Karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengem
bang dan udara tidak dapat masuk, akibatnya adalah hipoksia berat.

2. Gagal napas akut

Tidak berfungsinya penapasan dengan derajat dimana pertukaran gas tidak a


dekuat untuk mempertahankan gas darah arteri (GDA).

3. Atelektasis paru

7
4. Kematian

Kematian pada edema paru tidak dapat dihindari lagi.


Pasien dapat mengalami komlikasi jika tidak segera dilakukan tindakan yang
tepat.

F. Evaluasi diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium
a) Gas Darah Arteri (GDA)

pH ( >7,45 )
PCO (< 35 mmHg)
menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis respiratori.

2. Pemeriksaan radiologi
a) Rontgen thorak

Tampak infiltrat alveolar yang tersebar diseluruh paru, terutama di daera


h perihilar dan basal.

G. Penatalaksanaan

1. Medis
a) Pemberian oksigen tambahan

Oksigen diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan


hipoksia dan dispnea.

b) Farmakoterapi
(1) Diuretik

8
(a) Furosemide (lasix)

Diberikan secara intravena untuk memberi efek diuretik cepat. Fu


rosemide juga mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah
di pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi juml
ah darah yang kembali kejantung, bahkan sebelum terjadi efek di
uretic.

(b) Bumetanide (Bumex) dan diuril (sebagai pengganti furosemide)


(2) Digitalis
(a) Digoksin
(b) Digokain

Untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan curah ventrikel kiri.P


erbaikan kontraktilitas jantung akan meningkatkan curah jantung, me
mperbaiki dieresis dan menurunkan tekanan diastole, jadi tekanan ka
piler paru dan transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berk
urang.

(3) Aminofilin

Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme yang bera


rti untuk merelaksasi bronco spasme.
Aminofilin diberikan secara IV secara terus menerus dengan dosis se
suai berat badan.

c) Pemasangan Indelwing catheter

Kateter dipasang dalam beberapa menit karena setelah diuretic diberikan


akan terbentuk sejumlah besar urin.

d) Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik

Jika terjadi gagal nafas meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu di


berikan intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik (PEEP=Tekanan Eksp
irasi Akhir Positif)

9
e) Pemantauan hemodinamika invasif

Pemasangan kateter swan-ganz untuk pemantauan CVP, tekanan arteri p


ulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis, suhu, SvO2. Dapat dipergu
nakan untuk menentukan curah jantung, untuk pengambilan contoh darah
vena dan arteria pulmonalis, dan untuk pemberian obat. Jalur vena ini da
pat digunakan untuk pemberian cairan. Asupan cairan selalu terpantau.

f) Pemantauan hemodinamika

Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup denga


n penggunaan kateter arteri pulmonal multi-lumen.
Kateter dipasang melalui vena cava superior dan dikaitkan ke atrium kan
an. Balon pada ujung kateter lalu dikembangkan, sehingga kateter dapat
mengikuti aliran darah melalui katup trikuspidalis, ventrikel kanan, katup
pulmonal, ke arteri pulmonalis komunis dan kemudian ke arteri pulmona
l kanan atau kiri, akhirnya berhenti pada cabang kecil arteri pulmonal. Ba
lon kemudian dikempiskan begitu kateter telah mencapai arteri pulmonal,
kemudian diplester dengan kuat.
Tekanan direkam dengan balon pada posisi baji pada dasar pembuluh dar
ah pulmonal. (tekanan baji kapiler rata-rata 14 dan 18 mmHg menunjukk
an fungsi ventrikel kiri yang optimal). Pembacaan bentuk gelombang dan
tekanan dicatat selama pemasangan untuk mengidentifikasi letak kateter
dalam jantung.

2. Keperawatan
a) Berikan dukungan psikologis
(1) Menemani pasien
(2) Berikan informasi yang sering, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respons terhadap
pengobatan.
b) Atur posisi pasien

10
Pasien diposisikan dalam posisi tegak, dengan tungkai dan kaki dibawah,
sebaiknya kaki menggantung disisi tempat tidur, untuk membantu arus b
alik vena ke jantung.

c) Auskultasi paru
d) Observasi hemodinamik non invasive/ tanda-tanda vital (tekanan darah,
nadi, frekuensi napas, tekanan vena jugularis)
e) Pembatasan asupan cairan pada klien.
f) Monitor intake dan output cairan tubuh klien
g) Catat tekanan yang direkam dengan balon kateter arteri pulmonal multi-
lumen pada posisi baji pada pembuluh darah pulmonal.

11
BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Airway

Gejala : - Batuk produktif atau non produktif

- Dyspne saat aktivitas


- Tidur sambil duduk
- Riwayat penyakit paru kronis

Tanda : produksi sputum

 Frekuensi napas meningkat


 suara stridor
 wheezing dan ronchi pada lapang paru
 dyspnea
 nafas cepat dan dalam
 takipnea
2. Breathing

Gejala : - Penggunaan otot bantu pernafasan

- Pernapasan diafragma meningkat

Tanda : - Dyspnea

- Takipnea
- Bradipnea
- penurunan bunyi napas
- Nafas cuping hidung
- Retraksi dinding dada
- RR meningkat

12
3. Sirkulasi

Gejala: - Keletihan / kelelahan terus menerus

- pembuluh darah vasokonstriksi

Tanda : - Gelisah

- TD rendah (gagal pemompaan)


- Nadi cepat dan lemah
- Aritmia
- Bunyi jantung tambahan (S3 dan S4)
- Takikardi
- Pucat
- Sianosis
4. Disability

Gejala : - perubahan status mental

- Lemah/ lesu

Tanda : - gelisah

- penurunan kesadaran:

Somnolen

Apatis
Delirium
Stupor
Soporokoma
Koma

- letargi.

B. Diagnosa Keperawatan

13
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan pada
rongga intertisial dan alveoli paru.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi
listrik.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan hipersekresi sekunder.
4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler
alveolus, kerusakan difusi alveoli.

C. Intervensi keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan pada rongga
intertisial dan alveoli paru.

Tujuan : diharapkan keseimbangan volume cairan tubuh


Kriteria hasil : output dan input stabil, bunyi napas bersih/jelas, BB normal,
TTV normal

a) Pantau TD dan CVP (bila ada)

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas


miokardial/perubahan inotropic, perubahan frekuensi, irama, konduksi listrik.

Tujuan : diharapkan penurunan curah jantung dapat teratasi


Kriteria hasil : TD normal (110/70- 120/80), sakral hangat, nyeri dada tidak
ada, nadi perifer teraba, tidak ada sesak napas, disritmia terkontrol atau hila
ng, bebas gejala gagal jantung.

a) Pantau TD

R/: TD dapat meningkat sehubungan dengan SVR (sistem vaskuler resis


tant)

b) Catat bunyi jantung

14
R/: S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. S3 dan
S4 dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi

c) Auskultasi nadi apikal ; kaji frekuensi, irama jantung

R/:biasanya terjadi takikardia untuk mengkompensasi penururnan kontr


aktilitas ventrikuler

d) Kaji kulit terhadap pucat / sianosis

R/: sianosis menunjukkan menurunnya persuasi perifer sekunder terhad


ap tidak adekuatnya curah jantung, vasokonstriksi, dan anemia
Kolaborasi :

e) Berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul atau masker

R/: meningktakan kebutuhan oksigen untuk melawan efek hipoksia

f) Berikan terapi obat :

Morpin
R/: penurunan tahanan vaskuler dan aliran balik vena menurunkan kerja
miokard

g) Berikan terapi cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi

R/:

15
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan hipersekresi sekunder

Tujuan :Jalan nafas dapat dipertahankan kebersihannya


Kriteria hasil:Suara nafas bersih, ronchii tidak terdengar pada seluruh lapang paru
Intervensi :

a) Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam

R : Monitoring produksi sekret

b) Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar


R :Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg. Hiperoksigenasi deng
an 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 % dan hiperinflasi dengan 1 ½ kali V
T menggunakan resusitasi manual atau ventilator. Auskultasi bunyi nafas s
etelah penghisapan
c) Monitor humidivier dan suhu ventilator
R : Oksigen lembab merngasang pengenceran sekret. Suhu ideal 35-37,8OC
d) Monitor status hidrasi klien
R : mencegah sekresi kental
e) Monitor ventilator tekanan dinamis
R : Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan adanya perlengke
tan jalan nafas
f) Beri Lavase cairan garam faali sesuai indikasi untuk
R : Memfasilitasi pembuangan sekret
g) Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
R : Memfasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret menuju bronkus ut
ama
h) Beri bronkodilator

16
R :Memfasilitasi pengeluaran secret menuju bronkus utama
i) Ubah posisi, lakukan posturaldrainage
R :

4. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru

Tujuan:
Kriteria hasil:

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane


kapiler alveolus.

Tujuan : diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi


Kriteria hasil : hasil AGD atau oksimetri normal, RR normal 16-20 x/ menit,
tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Intervensi:

a) Observasi tanda – tanda vital

R/: dyspnea, sianosis merupakan tanda dari ganguan napas disertai deng
an penurunan kerja jantung

b) Auskultasi bunyi napas, catat adanya ronchi.

R/: mengetahui adanya kongesti paru/ pengumpulan secret menunjukka


n kebutuhan untuk intervensi lanjut.

c) Anjurkan klien batuk efektif dan napas dalam

R/; membersihkan jalan napas dan mempermudah aliran oksigen

d) Atur posisi semifowler

R/: menurunkan aliran balik vena, curah ventrikel kanan dan kongesti p
aru

17
e) Bantu klien untuk melakukan perubahan posisi secara sering

R/: membantu mencegah atelectasis dan pneumonia


Kolaborasi :
f) Pantau gambaran AGD, nadi, oksimetri

R/: hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru


g) Berikan terapi oksigen

R/: meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat memperbaiki atau


menurunkan hiposemia jaringan
h) Berikan terapi obat :
- Diuretic (furosemide, lasix)

R/: menurunkan kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas


- Bronkodilator (aminopilin)

R/: meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas kecil

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E and Marry Frances Moorhouse. (2001). Pedoman Untuk Per
encanaan Dan Dokumentasi Perawatan Klien edisi 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medi
kal Bedah Brunner and Suddart Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.

Soeparman, dkk. (1999). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: FKUI.

18

You might also like