Professional Documents
Culture Documents
Oleh
BAMBANG KURNIAWAN
F34101004
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
ANALISIS KUALITAS AIR SUMUR
SEKITAR WILAYAH TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR
SAMPAH
(Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor)
SKRIPSI
Oleh
BAMBANG KURNIAWAN
F34101004
2006
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
16
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Oleh
BAMBANG KURNIAWAN
F34101004
Menyetujui
Bogor, Maret 2006
17
SURAT PERNYATAAN
adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik,
kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya.
Bambang Kurniawan
F34101004
18
Bambang Kurniawan. F34101004. Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah
Tempat Pembuangan Akhir Sampah : Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang
Bogor. Di bawah bimbingan : Nastiti Siswi Indrasti
RINGKASAN
19
Bambang Kurniawan. F34101004. The Analysis of the Well Water Quality
Around the Final Disposal Area of Garbage : Case Study at Final Disposal Area
(FDA) of Galuga Cibungbulang Bogor. Under supervising : Nastiti Siswi Indrasti
ABSTRACT
20
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
21
Tidak ada orang yang tak luput dari kesalahan dan kekeliruan dan hanya
kepada-Nya kita mohon petunjuk dan perlindungan. Pada kesempatan ini penulis
juga memohon maaf kepada semua pihak atas segala kesalahan yang telah
diperbuat oleh penulis.
Hanya Allah SWT yang Maha Sempurna dengan karya-Nya, segala
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kebaikan penulis dan karya ini,
sangat diharapkan. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat untuk semua yang
memerlukannya.
22
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .......................................................................... 1
B. TUJUAN .............................................................................................. 3
23
2. Sifat Kimia ...................................................................................... 26
3. Sifat Mikrobiologi ........................................................................... 34
24
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Timbulan Sampah Kota Bogor Berdasarkan Sumber
Sampahnya Tahun 2004 .............................................................. 5
Tabel 2. Penanganan Timbulan Sampah .................................................. 6
Tabel 3. Hasil Analisis Lindi Sistem Sanitary Landfill ........................... 7
Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Lindi dari TPA Galuga ................. 7
Tabel 5. Komposisi Sampah Kota Bogor ................................................. 8
Tabel 6. Parameter Kualitas Air Yang Diukur, Metode Analisis, dan Alat-alat
Pengukuran ................................................................................. 16
Tabel 7. Kriteria Mutu Lingkungan Perairan ........................................... 21
Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali Wilayah Sekitar TPA
Galuga ........................................................................................ 23
Tabel 9. Rata-rata Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali Wilayah
Sekitar TPA Galuga .................................................................... 24
Tabel 10. Indeks Kualitas Air Sumur Wilayah Sekitar TPA Galuga .......... 37
Tabel 11. Indeks Kualitas Air Sumur Rata-rata Wilayah Sekitar TPA
Galuga ........................................................................................ 37
25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Pemikiran tentang Status Kualitas Air sebagai
Pengaruh TPA Sampah Galuga ................................................... 2
Gambar 2. Skema Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur ......................... 17
Gambar 3. Kandungan Oksigen Terlarut Rata-rata ...................................... 27
Gambar 4. Nilai pH ........................................................................................ 29
Gambar 5. Kebutuhan Oksigen Biokimia ...................................................... 30
Gambar 6. Kandungan Nitrat .................................................................... 33
Gambar 7. Kandungan Senyawa Fosfat ......................................................... 34
Gambar 8. Kandungan Bakteri Fecal coli ...................................................... 35
Gambar 9. Konstruksi Dinding Pembatas Areal TPA dengan Wilayah
Sekitarnya..................................................................................... 40
Gambar 10. Konstruksi Sumur Gali Lokasi Pengamatan S1 ........................... 40
Gambar 11. Kondisi Saluran Pembuangan Air Lindi ...................................... 41
Gambar 12. Timbunan Sampah di Halaman/Belakang Rumah Penduduk ...... 42
26
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP RI No. 82 Tahun
2001 ...................................................................................... 48
Lampiran 2. Nilai Bobot Parameter Kualitas Air Pada Sistem IKA–NSF 51
Lampiran 3. Indeks Kualitas Air Sumur Wilayah Sekitar TPA ............... 51
Lampiran 4. Kurva Sub-Indeks Oksigen Terlarut .................................... 52
Lampiran 5 Kurva Sub-Indeks Fecal coliform ........................................ 52
Lampiran 6 Kurva Sub-Indeks pH ........................................................... 53
Lampiran 7 Kurva Sub-Indeks BOD5 ...................................................... 53
Lampiran 8 Kurva Sub-Indeks Nitrat ...................................................... 54
Lampiran 9 Kurva Sub-Indeks Fosfat ..................................................... 54
Lampiran 10. Kurva Sub-Indeks Temperatur ............................................. 55
Lampiran 11. Kurva Sub-Indeks Kekeruhan .............................................. 55
Lampiran 12. Kurva Sub-Indeks Padatan Total ......................................... 56
Lampiran 13. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali Wilayah Sekitar
TPA Sampah Galuga ............................................................ 57
27
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kelestarian lingkungan dan pencemaran adalah dua istilah populer.
Keduanya selalu menjadi perhatian khusus setiap negara. Masalah kelestarian
lingkungan biasanya selalu dikaitkan dengan pencemaran, sebaliknya berbicara
mengenai masalah pencemaran tidak akan terlepas dari masalah kelestarian
lingkungan.
Kondisi lingkungan dan sumber daya alam Indonesia sekarang ini sudah
banyak yang mengalami kerusakan sehingga menjadi tidak nyaman bagi
kehidupan disekitarnya. Hal ini terjadi terutama di kota-kota besar yang terjadi
akibat adanya sampah yang menyebabkan pemandangan tidak sedap, bau busuk,
dan juga menjadi media perkembangan penyakit menular, dan lain-lain.
Masalah sampah bukan saja merupakan masalah regional dan nasional,
tetapi menyangkut masalah internasional karena terkait dengan masalah
pencemaran dan kelestarian lingkungan. Berkembangnya suatu kota yang diikuti
laju pertumbuhan penduduk yang pesat serta perubahan perilaku dan standar
hidup masyarakat, maka akan berakibat pula meningkatnya volume sampah
terutama sampah padat. Dengan meningkatnya volume sampah secara periodik,
akan menambah beban bagi TPA untuk melakukan sistem pengelolaannya secara
tepat sehingga dapat mengurangi tingkat pencemaran terhadap lingkungan
sekitarnya.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Galuga yang berlokasi di Desa
Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor memanfaatkan tanah seluas
9,6 Ha dikelola dengan sistem timbun terkendali (controlled landfill) dan
pengomposan (composting). Dengan sistem timbun terkendali sampah ditimbun
dalam keadaan terbuka namun dikendalikan penempatannya, agar merata
sehingga tidak menumpuk pada satu titik. Pengendalian dilakukan dengan alat
berat. Menurut EPA (1973), sampah yang terbuka lebih dari 24 jam, mulai terjadi
perombakan oleh mikroba, menghasilkan bahan-bahan organik berupa padatan
terlarut bersifat toksik yang disebut lindi (leachate). Lindi tersebut mudah
disebarkan melalui limpasan air hujan dan meresap mencemari air tanah termasuk
28
air sumur yang ada di sekitarnya. Air sumur yang terkontaminasi lindi berakibat
terjadinya penurunan kualitas air secara fisik, kimia, dan mikrobiologi.
Pengomposan dengan sistem open widrow juga menghasilkan leachate dari salah
satu tahapan prosesnya sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan
terutama terhadap air tanah. Secara skematis kerangka pemikiran tentang
pengelolaan TPA sampah dan dampak yang ditimbulkannya dapat dilihat pada
Gambar 1.
Sampah
Volume : 2.208 m3
Pengelolaan
Leachate
29
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kualitas air sumur gali
milik penduduk yang tinggal disekitar TPA sampah Galuga dengan melihat
Indeks Kualitas Air (IKA) sumur sebagai pengaruh pengelolaan TPA.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, terutama bagi
masyarakat di sekitar TPA Galuga yang memanfaatkan air sumur gali untuk
keperluan air minum, mandi, cuci, kakus (MCK) dan sebagainya. Data ini juga
diperlukan sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Bogor dalam hal
pengelolaan dan pengendalian TPA sampah Galuga secara tepat, sehingga dapat
mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan sampai sekecil mungkin.
30
II. TINJAUAN PUSTAKA
31
dan menjadi busuk, mengeluarkan bau tidak sedap. Sifat-sifat khas sampah inilah
yang membuat perlunya pembenahan sampah dan menyebabkan kesulitan-
kesulitan yang maha besar dalam pembuangannya. Benda-benda padat anorganik
biasanya tidak merugikan (Mahida, 1997).
Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia dalam kegiatan rumah
tangga, seperti bahan pembersih, obat-obatan dan deterjen, sangat mempengaruhi
proses-proses yang terjadi pada sampah. Peningkatan berbagai jenis plastik telah
meningkatkan berbagai bahan padat yang tidak dapat terurai dalam sampah
(Torrey, 1979).
Jumlah sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor tahun 2004 mencapai
2.208 m3/hari. Sampah tersebut bersumber dari pemukiman (sampah rumah
tangga), pasar, pertokoan/restoran/hotel, fasilitas umum dan sosial, sapuan jalan,
dan kawasan industri (DLHK, 2005). Jumlah dan sumber sampah Kota Bogor
dapat terlihat pada Tabel 1.
% timbulan per
Sumber Sampah Timbulan
sumber sampah
(m3)
32
(landfill), penimbunan tanah secara cepat (sanitary landfill), pembakaran
(inceneration), penghancuran (pulverisation), pengomposan (composting), untuk
makanan ternak (hogfeeding), pemanfaatan ulang (recycling), dan pembuatan
briket arang sampah. Ini menjadi alternatif untuk mengatasi masalah sampah dan
keterbatasan lahan untuk TPA (Tabel 2).
33
kantong air tersebut. Bahan pencemar kimia umumnya mengalami proses
perpindahan lebih cepat daripada pencemar-pencemar lainnya. (Dept. of Public
Health USA, 1972). Hasil analisis lindi dapat dilihat pada Tabel 3 dan hasil
analisis karakteristik lindi dari TPA Galuga dapat dilihat pada Tabel 4.
Umur Lindi
Parameter
2 Tahun 6 Tahun 17 Tahun
pH - 8.05
Kekeruhan NTU 730.00
TSS mg/l 343.00
COD mg/l 2,373.00
BOD5 mg/l 293.00
NH3–N mg/l 297.00
NO3 –N mg/l 21.17
NO2 –N mg/l 0.17
PO43- mg/l 0.39
Zn mg/l 0.07
Cu mg/l 0.01
34
Handojo (1993) dalam Supardi (2001) menyatakan bahwa jumlah dan
komposisi sampah yang dihasilkan suatu kota ditentukan oleh faktor-faktor
berikut :
1. Jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhannya
2. Tingkat pendapatan dan pola konsumsi masyarakat
3. Pola penyediaan kebutuhan hidup penduduknya
4. Iklim dan musim
Komposisi umum sampah kota dapat dilihat pada Tabel 5.
1. Organik 82.6
2. Kertas 5.2
3. Kayu 2.4
4. Tekstil 0.9
5. Plastik 6.5
6. Logam 1.1
7. Kaca 1.2
8. Batu <1
9. Lain-lain 0.1
10. Jumlah (1-9) 100.0
11. Fraksi yang dapat difermentasi (1) 82.6
12. Fraksi yang dapat dikomposkan (1 + 2 + 3) 90.1
13. Bahan Daur Ulang (4 + 5 + 6 + 7) 9.6
3
14. Densitas (t/m ) 0.25 (t/m3)
Sumber : Indrasti (2003)
35
bersamaan. Menurut Mason (1981) dalam Sundra (1997), umur sampah akan
menentukan tingkat penguraian yang terjadi hingga tercapai kestabilan. Pada
penguraian sampah organik dapat menghasilkan zat-zat hara, zat-zat kimia
bersifat toksik dan bahan-bahan organik terlarut. Semua zat tersebut akan
mempengaruhi kualitas air, baik air permukaan maupun air tanah, dan perubahan
tersebut berpengaruh terhadap sifat fisik, kimia dan mikrobiologinya.
Pengaruh sampah terhadap kesehatan lingkungan dapat terjadi melalui
pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi akibat
kontak langsung dengan sampah, dimana sampah tersebut ada yang bersifat racun
(sampah B3), korosif terhadap tubuh, karsinogenik, teratogenik dan ada juga yang
mengandung kuman patogen yang langsung dapat menularkan penyakit. Pengaruh
tidak langsung dapat dirasakan oleh manusia terutama akibat pembusukan,
pembakaran dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah biasanya terjadi
secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, bahkan terjadi secara anaerobik jika
kehabisan O2. Dekomposisi secara aerobik menghasilkan lindi dan gas. Lindi
merupakan cairan yang mengandung zat padat terlarut sangat halus terdiri atas
Ca2+, Mg2+, Na+, K+, Fe2+, Cl-, SO42-, PO43- terlarut, Zn, Ni, dan gas H2S yang
berbau busuk. Semua unsur, senyawa dan gas tersebut secara tidak langsung
terakumulasi dan tercampur dengan air hujan dan masuk ke lapisan tanah,
sehingga dapat mencemari air permukaan maupun air tanah di sekitarnya (Slamet,
1994).
B. PENCEMARAN AIR
Pencemaran perairan didefinisikan sebagai segala proses yang
menyebabkan atau mempengaruhi kondisi perairan, sehingga dapat merusak
lingkungan dan nilai guna airnya (Zajic, 1971 dalam Syahmin, 1994). Secara
umum air yang tercemar dapat dicirikan berdasarkan penampakannya, misalnya
kekeruhan, buih, bau busuk, dan sebagainya.
Pembuangan sampah secara rutin setiap hari ke TPA merupakan bentuk
pengisian kembali (recharge), baik secara infiltrasi maupun perlokasi, sehingga
peluang untuk terjadi kontaminasi air, terutama air tanah dangkal maupun air
sumur gali menjadi gejala yang wajar.
36
Air lindi yang berasal akibat proses degradasi sampah dari TPA,
merupakan sumber utama yang mempengaruhi perubahan sifat-sifat fisik air,
terutama suhu, rasa bau, dan kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi
umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air penerima. Hal ini dapat
mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam air, mengurangi kelarutan gas dalam air,
mempercepat pengaruh rasa dan bau (Husin dan Kustaman, 1992).
Sampah yang baru hanya sedikit berwarna keruh tetapi kemudian menjadi
semakin kelam dan tidak terlampau tidak menyenangkan meskipun agak tajam.
Sampah yang baru berisi sedikit oksigen larut dan kadang-kadang sejumlah kecil
nitrit dan nitrat, khususnya setelah hujan. Sampah yang basi menyebarkan bau-
bauan yang memuakkan yang bersumber pada hidrogen sulfida dan gas-gas
lainnya. Biasanya ini tidak mengandung oksigen yang telah terurai. Apabila
sampah membusuk, gelembung-gelembung gas dapat terlihat memancar keluar
dari permukaan (Mahida, 1997).
Rasa dan bau timbul akibat penguraian bahan-bahan organik dan
anorganik. Penguraian bahan-bahan organik oleh bakteri akan memerlukan
banyak oksigen (O2), sehingga oksigen terlarut dalam air bisa habis sampai 0
ppm. Situasi seperti ini dapat menimbulkan bau busuk, mengakibatkan terjadinya
perubahan warna air menjadi kehitam-hitaman (Saeni, 1989). Mahida (1997)
menambahkan bahwa banyak dari bau yang tidak sedap itu disebabkan karena
adanya campuran dari nitrogen, sulfur, fosfor, dan juga berasal dari pembusukan
protein dan bahan-bahan organik lain yang terdapat dalam limbah, bau yang
paling menyerang adalah bau yang berasal dari hidrogen sulfida.
Untuk air normal tidak berasa dan berbau. Air yang berbeda dari keadaan
normal (asin, pahit, dan lain-lain) dapat menimbulkan bau (busuk, tengik). Air
berbau logam karena air mengandung logam besi (Fe2+), sehingga air tampak
keruh (Fardiaz, 1992).
Sifat-sifat kimia air yang penting berkaitan dengan air minum adalah :
oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD5), kebutuhan oksigen
kimiawi (COD), pH, senyawa-senyawa nitrogen (amonia bebas, nitrit, nitrat),
sulfida, fenol, minyak nabati, logam dan logam-logam transisi yaitu ; Fe, Cd, Cu,
Zn, Pb, Cr, Hg, Ni, As, Sn (Slamet, 1994). Unsur-unsur dan senyawa-senyawa
37
tersebut di dalam air sangat kompleks, dapat bereaksi satu dengan yang lainnya.
Air tanah yang kena limpasan air lindi sampah akan dipengaruhi sifat-sifat toksik
dari senyawa-senyawa, baik organik maupun anorganik.
Indikator pencemaran air tanah oleh sampah organik ditandai dengan
tingginya kadar zat organik (BOD, COD), nitrat, deterjen, dan terdapatnya bakteri
coli tinja. Tingginya bahan organik dalam air tanah memerlukan oksigen untuk
membantu mikroorganisme dalam proses oksidasi, melalui proses :
mikroorganisme
CHO2 + O2 CO2 + H2O
Jika kekurangan oksigen, maka air perlu diaerasi agar kadar oksigen dapat
mendukung kembali untuk keperluan air minum atau untuk kebutuhan hidup suatu
organisme air. Oksigen sangat diperlukan pula di dalam proses biooksidasi bahan-
bahan bernitrogen :
38
umumnya lebih besar dari nilai BOD5, karena jumlah senyawa kimia yang dapat
dioksidasi secara kimiawi lebih besar dari oksidasi secara biologi.
Pencemaran air tanah sekunder dapat berasal dari sampah-sampah industri,
dengan indikator meningkatnya kadar logam berat (Hg, Pb, Cd) di dalam air.
Unsur-unsur tersebut termasuk unsur hara mikro, yang dibutuhkan oleh manusia
atau organisme air dalam jumlah sangat sedikit ( < 0,05 ppm ), dan bila melebihi
kadar tersebut merupakan racun yang sangat berbahaya, dapat menyerang ikatan-
ikatan belerang dalam enzim, sehingga enzim-enzim tersebut bersifat terikat dan
tidak aktif (Clark, 1977).
Limbah pertanian padat maupun cair yang berasal dari perembesan saluran
drainase, dapat mencemari air tanah melalui infiltrasi dan perkolasi. Pencemaran
oleh limbah pertanian ini ditandai oleh tingginya kadar nitrat, fosfat, dan
terdapatnya pestisida dalam air tanah (Nana dan Ratna, 1991)
Kualitas air sumur juga dipengaruhi secara langsung ataupun tidak
langsung oleh proses mikrobiologi, yang mentransformasikan zat-zat anorganik
dan organik dalam air. Transformasi biologis ini biasanya mempengaruhi proses
kimia tanah (Chapelle, 1993). Matthess (1982) menambahkan bahwa
mikroorganisme menggunakan material terlarut atau yang tersuspensi dalam air
untuk proses metabolismenya, dan kemudian mereka melepas kembali produk
metaboliknya ke dalam air.
Semua senyawa organik merupakan sumber energi potensial untuk
organisme. Sebagian besar organisme membutuhkan oksigen untuk respirasi
(respirasi aerobik) dan pemecahan zat organik, tetapi ketika konsentrasi oksigen
tidak memadai beberapa bakteri dapat menggunakan beberapa alternatif seperti
nitrat, sulfat, dan karbon dioksida (respirasi anaerobik) (Chapman, 2000).
Golongan mikroorganisme penting di air permukaan maupun air buangan
yaitu ; bakteri, cendawan (fungi), protozoa, ganggang dan virus (Saeni, 1989).
Secara umum mikroorganisme patogen berperan sebagai indikator untuk
mengetahui kualitas perairan (air permukaan maupun air tanah), terutama virus
dan bakteri. Jenis virus yang tergolong patogen yaitu dari genus Rotavirus,
Hepatitis A, Poliomyelitis dan Trachoma (Slamet, 1994).
39
Secara umum sumber pencemaran air tanah berasal dari tempat-tempat
pembuangan sampah, mudah meresap ke dalam tanah, sehingga sampah organik
merupakan sumber primer pencemaran bakteriologik (Wuryadi, 1990). Bakteri
patogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri disentri, kholera dan
tipus. Jumlah bakteri patogen dalam air umumnya sedikit dibandingkan dengan
bakteri coli (coliform), sehingga bakteri ini dipakai sebagai bakteri indikator
terhadap kualitas perairan karena jumlahnya banyak dan mudah diukur (Diana,
1992).
40
2. Kelas II : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut
3. Kelas III : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut
4. Kelas IV : Air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk
mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
Beberapa hasil penelitian terhadap kualitas air yang mengacu pada dasar
ketetapan yang ada, bahwa kualitas air minum di Indonesia lebih banyak masuk
sebagai air baku air minum, yaitu air yang perlu melalui pengolahan sebelum
dimanfaatkan sebagai air minum maupun keperluan rumah tangga lainnya. Air
yang dapat langsung dikonsumsi sebagai air minum adalah relatif sedikit, karena
banyak kualitas air menurun akibat pencemaran yang sebagian besar akibat
aktivitas manusia, baik akibat kegiatan rumah tangga, pertanian, dan juga industri.
Dasar yang digunakan untuk penetapan parameter kualitas air, khususnya
untuk keperluan air minum adalah :
1. Parameter-parameter yang berhubungan dengan sifat-sifat keamanan
bagi suatu peruntukan domestik (rumah tangga).
2. Parameter-parameter yang dapat dijadikan indikator terjadinya
pencemaran sampah domestik yang berhubungan dengan kesehatan
manusia.
41
III. METODE PENELITIAN
42
Tabel 6. Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat
Pengukuran
FISIKA
o
1 Suhu C APHA ed 20th, 1998 Termometer
2 Bau - -
3 Rasa - -
4 Zat Padat Terlarut mg/l APHA ed 20th, 1998 Timbangan
5 Zat Padat Tersuspensi mg/l APHA ed 20th, 1998 analitik
KIMIA
MIKROBIOLOGI
43
Gambar 2. Skema Lokasi Pengambilan Sampel Air Sumur
(Sumber : Potensi Galuga, 2004)
44
C. PENGUMPULAN DATA
1. Cara Pengambilan Sampel Air Sumur
Pengambilan sampel air dilakukan pada sumur gali penduduk yang
bermukim di sekitar TPA sampah Galuga dengan kedalaman sumur
bervariasi dari 2 sampai 12 meter. Tempat dan jarak sumur dengan TPA
telah ditentukan, seperti tercantum pada Gambar 2. Metode pengambilan
sampel dilakukan dengan pengambilan sampel sesaat (grab sample),
dengan perincian sebagai berikut :
a. Pengambilan sampel air sumur gali pada jarak 5 m (S-1) di luar
TPA
b. Pengambilan air sumur gali penduduk sepanjang aliran saluran
pembuangan lindi dengan ketentuan :
1. Dua buah sumur gali penduduk, diambil pada jarak rata-rata
400 m dari TPA dengan jarak sumur ke saluran air lindi
sekitar 50 m
2. Dua buah sumur gali penduduk, diambil pada jarak rata-rata
700 m dari TPA dengan jarak sumur ke saluran air lindi
sekitar 10 m
c. Pengambilan air sumur gali penduduk yang tidak dilewati aliran
saluran pembuangan lindi dengan jarak 600 m dari TPA.
45
Pengambilan sampel air untuk pemeriksaan bakteri dilakukan
secara khusus dengan menggunakan botol steril berukuran 250 ml. Setelah
pengambilan sampel air, mulut botol segera disterilkan dan ditutup dengan
tutup steril untuk kemudian segera dikirim ke laboratorium. Analisis
kualitas air untuk parameter yang diawetkan dilakukan di laboratorium
Teknik dan Manajemen Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian IPB,
Bogor.
D. ANALISIS DATA
Untuk menetapkan kelayakan air sumur sebagai bahan baku air minum,
maka hasil analisis di laboratorium dan secara in situ dapat ditetapkan
berdasarkan PP Republik Indonesia Nomor 82/2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 1). Ketetapan tersebut mengacu pada kadar maksimum
parameter kualitas air yang diperbolehkan.
46
Mutu lingkungan khususnya lingkungan perairan, secara umum dapat
ditentukan dengan Indeks Kualitas Air (IKA). Indeks ini secara umum
ditentukan berdasarkan Metode Delphi yang dikembangkan oleh US National
Sanitation Foundation - Water Quality Index (NSF – WQI) (Suprihatin, 1992)
Menurut Suprihatin (1992), IKA didasarkan atas bobot (wi) dan sub
indeks (Ii) dari 9 parameter penting kualitas air, yaitu : oksigen terlarut (DO),
koliform tinja (E. coli), pH, BOD5, NO3-, PO43-, suhu, kekeruhan dan padatan
total. Selain itu terdapat dua kelompok parameter yang digunakan untuk
penentuan status kualitas air yaitu kelompok senyawa-senyawa toksik dan
pestisida. Pembobotan untuk setiap parameter tersebut dapat dilihat
selengkapnya pada Lampiran 2.
Dua kelompok parameter kualitas air yaitu kelompok senyawa-senyawa
toksik dan kelompok pestisida tidak diberi nilai bobot, tetapi ditetapkan secara
khusus yaitu jika konsentrasi pestisida (untuk semua jenis pestisida) yang
melebihi 0,1 mg/l maka nilai indeks kualitas perairan adalah nol. Demikian
juga apabila di dalam suatu air terdapat salah satu jenis senyawa toksik dengan
konsentrasi melampaui nilai ambang batas nilai baku (nilai standar) maka nilai
indeks kualitas air adalah nol (Suprihatin, 1992). Untuk penelitian ini
diasumsikan bahwa lingkungan perairan yang diteliti tidak memiliki
kandungan senyawa toksik dan pestisida yang melebihi nilai ambang batas.
Tata cara penghitungan nilai indeks kualitas air, IKA adalah sebagai
berikut :
1. Penentuan nilai sub indeks Ii dari kurva parameter ke-i. Nilai sub
indeks Ii tergantung pada nilai parameter ke-I (Lampiran 3)
2. Pengalian nilai sub indeks Ii dengan nilai bobot parameter ke-I (wi)
3. Penjumlahan nilai hasil perkalian untuk semua parameter.
Hasil penjumlahan ini merupakan Indeks Kualitas Air.
47
Indeks Kualitas Air ditentukan berdasarkan rumus :
n
IKA = ∑ ( wi x Ii )
i:1
Keterangan :
n : jumlah parameter (=9)
IKA : indeks kualitas air, berskala 0 – 100
wi : nilai bobot untuk parameter ke-i, untuk skala 0 – 1,0
Ii : nilai dari kurva baku sub indeks untuk parameter ke-i,
pada skala 0 – 100 (Lampiran 4 - 12)
0 - 25 Sangat buruk
26 - 50 Buruk
51 - 70 Sedang
71 - 90 Baik
91 - 100 Sangat baik
48
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
49
Tabel 8. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali, Wilayah Sekitar TPA
Sampah Galuga
I FISIKA
o
1 Suhu C 27,6 27,8 27,3 27,6 Suhu air
normal
2 Bau - - - busuk - -
3 Rasa - Agak - Agak - -
asam pahit
4 Zat Padat Terlarut mg/l 183,33 116,67 270 586,67 1000
5 Zat Padat Tersuspensi mg/l 1 1,8 6 2,67 50
II KIMIA
III MIKROBIOLOGI
Keterangan :
S1 : Pengambilan sample air sumur jarak 5 m dari TPA
S2 : Pengambilan sample air sumur jarak 400 m dari TPA
S3 : Pengambilan sample air sumur jarak 700 m dari TPA
S4 : Pengambilan sample air sumur jarak 600 m dari TPA
ttd : tidak terdeteksi
50
Tabel 9. Rata-rata Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Wilayah Sekitar TPA
Sampah Galuga
I FISIKA
o
1 Suhu C 27,58 Suhu air normal
2 Bau - - -
3 Rasa - - -
II KIMIA
6 pH - 5,31* 6-9
7 DO mg/l 1,82* ≥6
8 BOD5 mg/l 160,98* 2
9 COD mg/l 481,31* 10
10 Amonia (N-NH3) mg/l 4,06* 0,5
11 Nitrit (N-NO2) mg/l 0,10* 0,06
12 Nitrat (N-NO3) mg/l 0,06 10
13 Fosfat (PO4 3-) mg/l 0,13 0,2
14 Besi (Fe) mg/l - 0,3
15 Timbal (Pb) mg/l - 0,03
16 Tembaga (Cu) mg/l 0,01 0,02
17 Krom (Cr) mg/l - 0,05
18 Kadnium (Cd) mg/l - 0,01
19 Seng (Zn) mg/l 0,07* 0,05
III MIKROBIOLOGI
Keterangan :
* : Nilai yang melampaui ambang batas Baku Mutu Air Baku
51
1. Sifat Fisik
1.1. Suhu
Suhu mempengaruhi reaksi kimia perairan dan juga kelarutan dari
berbagai zat di dalam air, oleh karena itu pengukuran suhu diperlukan.
Hasil pengukuran suhu secara langsung di lapangan (in situ) untuk
keseluruh lokasi pengambilan sampel didapat bahwa perbedaan
fluktasi suhu sangat rendah. Dari keempat lokasi pengambilan sampel
didapat rata-rata suhu 27,6 oC dengan waktu pengukuran jam 8 – 10
wib. Hasil pengukuran secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 13.
Berdasarkan baku mutu air Kelas I (PP No 82 Tahun 2001 ),
suhu rata-rata air sumur masih berada pada kisaran suhu maksimum
yang diperbolehkan (26 – 29 oC) dan tergolong suhu air normal,
sehingga dari parameter ini tidak terlihat adanya indikasi pencemaran
air. Menurut Odum (1971) dalam Sundra (1997), fluktuasi suhu
perairan diakibatkan oleh komposisi substrat, kekeruhan, curah hujan,
angin dan reaksi-reaksi kimia dari penguraian sampah di dalam air.
1.2. Bau dan Rasa
Bau dan rasa merupakan parameter penting dalam kualitas air
minum. Kedua parameter tersebut merupakan sifat fisik yang secara
langsung berpengaruh terhadap konsumen.
Hasil analisis secara langsung (in situ ) terhadap beberapa lokasi
secara kualitatif ada yang berbau busuk yakni pada lokasi sampel ke
tiga. Demikian pula rasa air secara kualitatif, pada lokasi pertama
berasa agak asam dan lokasi ke tiga rasanya agak pahit (Tabel 8). Hasil
analisis tersebut memperlihatkan bahwa pada lokasi tersebut bau dan
rasa air sumur gali telah melampaui ambang batas maksimum yang
diperbolehkan menurut PP RI Nomor 82 tahun 2001 untuk air Kelas I
yang seharusnya tidak berbau dan tidak berasa.
Bau yang timbul pada air sumur adalah akibat adanya hasil
perombakan sampah yang menghasilkan H2S yang berbau busuk, dan
dapat meresap ke air sumur bersama-sama dengan air hujan.
52
1.3. Zat Padat Terlarut
Zat padat terlarut merupakan padatan yang terdiri dari senyawa-
senyawa organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral dan
garam-garamnya (Fardiaz, 1992). Zat padat terlarut dapat dihasilkan
dari penguraian sampah oleh mikroorganisme, sehingga fluktuasi
kegiatan mikroorganisme mengakibatkan fluktuasi zat padat di dalam
air.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat padat terlarut air sumur
sekitar wilayah TPA berkisar antara 116 - 586 mg/l, nilai ini masih di
bawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan menurut Baku
Mutu Air Kelas I PP RI Nomor 82/2001 (≤ 1000 mg/l). Dari
parameter ini, air sumur gali wilayah Galuga masih layak dikonsumsi
untuk air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.
2. Sifat Kimia
2.1. Oksigen Terlarut (DO)
Semua organisme hidup termasuk manusia sangat memerlukan
oksigen dalam berbagai bentuk untuk memelihara proses metabolisme
yang menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan reproduksi.
Oksigen yang larut dalam air tergantung dari suhu air, difusi gas dari
udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang hidup di
perairan (Sundra, 1997).
Semua gas di atmosfir larut dalam air, tetapi oksigen
dikelompokkan sebagai gas yang mempunyai tingkat kelarutan rendah,
karena secara kimia tidak bereaksi dengan air dan kelarutannya
sebanding dengan tekanan parsial (Fardiaz, 1992). Mahida (1997)
menambahkan bahwa oksigen susah dilarutkan dalam air; ia tidak
bereaksi dengan air secara kimiawi. Dapat tidaknya oksigen larut di
dalam air berbeda banyak sesuai dengan keadaan suhu. Faktor-faktor
lain yang menguasai kadar oksigen larut dalam air alamiah ialah :
pergolakan di permukaan air, luasnya daerah permukaan air yang
53
terbuka bagi atmosfer, tekanan atmosfer dan prosentase oksigen dalam
udara di sekelilingnya.
Berdasarkan kriteria mutu air PP RI Nomor 82 Tahun 2001,
bahwa oksigen terlarut tidak tercantum pada ketentuan air tanah (air
sumur), tetapi persyaratan untuk air permukaan dianjurkan ≥ 4 mg/l.
Jika air sumur di wilayah penelitian memiliki kedalaman 2 – 7 m atau
meningkat 0,5 – 1 m pada musim hujan, maka dapat dikategorikan
sebagai air permukaan.
Hasil pengukuran secara langsung di lapangan (in situ) untuk
semua lokasi pengamatan menunjukkan kadar oksigen terlarut yang
rendah, yaitu berkisar antara 0,98 – 2,35 mg O2/l (Gambar 3). Rata-rata
kandungan oksigen terlarut untuk semua wilayah penelitian adalah
1,82 mg O2/l. Nilai ini masih di bawah ambang batas yang dianjurkan
atau tidak memenuhi standar air minum.
6
5
Nilai DO
4
Kriteria Mutu Air
3 Kelas III PP RI
2 No 82/2001
1
0
1 2 3 4 Rata-rata
Lokasi pengamatan
Dari gambar terlihat bahwa meski air sumur berada semakin jauh
dari TPA, namun parameter DO tidak meningkat seiring dengan
bertambahnya jarak.
Rendahnya kandungan oksigen terlarut pada air sumur terutama
pada lokasi pengamatan ke-3 akibat tingginya kekeruhan maupun zat
padat terlarut dalam air, sehingga kedua parameter ini dapat
menghambat penetrasi cahaya. Cahaya matahari merupakan sumber
energi bagi kehidupan algae, yang mampu mencukupi kebutuhan
54
oksigen untuk organisme lain di dalam air (Riyadi, 1984). Kondisi ini
ditambah karena tidak ada arus yang mengalir sehingga mengurangi
difusi oksigen pada permukaan air. Ditinjau dari segi higiene, air
dengan tingkat oksigen terlarut yang rendah, kurang atau tidak baik
dipakai sebagai bahan baku air minum, serta kurang efisien, karena
memerlukan biaya banyak untuk proses purifikasi (pemurnian).
2.2. pH
pH, menyatakan intensitas kemasaman atau alkalinitas dari suatu
cairan encer, dan mewakili konsentrasi hidrogen ionnya. pH
merupakan parameter penting dalam analisis kualitas air karena
pengaruhnya terhadap proses-proses biologis dan kimia di dalamnya
(Chapman, 2000).
Air yang diperuntukkan sebagai air minum sebaiknya memiliki
pH netral (+ 7) karena nilai pH berhubungan dengan efektifitas
klorinasi. Air dengan pH tinggi (basa) mengakibatkan daya bunuh klor
terhadap mikroba berkurang, dan sebaliknya air dengan pH rendah
cenderung meningkatkan korosi (Yani et al., 1994). pH pada
prinsipnya dapat mengontrol keseimbangan proporsi kandungan antara
karbon dioksida, karbonat dan bikarbonat (Chapman, 2000). Lebih
jauh Wardoyo (1982) menambahkan perubahan nilai pH sebesar 0,3
unit seringkali diikuti dengan perubahan yang besar dari parameter
mutu air yang lain, misalnya tingkat kelarutan Fe, Cu, Ca, Mg dan
proporsi kandungan karbon dioksida, bikarbonat dan karbonat.
Hasil pengukuran pH air sumur dari lokasi pengamatan
menunjukkan bahwa sebagian besar nilainya berada di bawah ambang
batas kriteia mutu air yang ditentukan, yakni berkisar antara 4,74 –
6,24 dengan pH rata-rata 5,31. Gambar 4 memperlihatkan perbedaan
nilai-nilai pH dari air sumur wilayah penelitian.
55
10
8
Kriteria Mutu Air Kelas III PP RI No 82/2001
6
nilai pH
4
0
1 2 3 4 Rata-rata
Titik sampling
Gambar 4. Nilai pH
Nilai pH yang rendah pada lokasi pengamatan 1 (sumur dengan
jarak 5 m dari TPA) menyebabkan minimnya kehidupan
mikroorganisme sehingga pada lokasi ini tidak ditemukan adanya
kandungan bakteri coliform tinja. Hal ini menyebabkan meningkatnya
nilai Indeks Kualitas Air sehingga air sumur pada lokasi ini termasuk
sedang. Rendahnya nilai pH diduga lebih disebabkan karena faktor
geologis dari lokasi yang bersangkutan, karena karakteristik lindi
sendiri yang dianggap sebagai sumber pencemar pada air sumur yang
ada di sekitarnya memiliki nilai pH yang berada pada kisaran yang
netral (Tabel 4). Namun secara umum berdasarkan parameter pH, air
sumur di wilayah penelitian termasuk tidak layak untuk air minum dan
keperluan rumah tangga lainnya.
2.3. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD5)
Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand)
merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme
untuk mengoksidasi zat-zat organik menjadi bentuk anorganik yang
stabil (Chapman, 2000). BOD adalah suatu analisa empiris yang
mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang
benar-benar terjadi di dalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen
yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)
hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zat-zat organik
yang tersuspensi dalam air. Pengukuran BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau
56
industri, dan untuk mendesain sistem-sistem pengolahan biologis bagi
air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah peristiwa
alamiah; kalau sesuatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri
dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi
tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan
keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air
tersebut (Alaerts dan Santika, 1987).
Kandungan BOD dalam air sangat berkaitan dengan kandungan
oksigen terlarut (DO) dan bahan-bahan organik yang ada dalam air,
yaitu semakin tinggi kandungan DO maka semakin rendah kandungan
BOD, sehingga limbah dan sampah yang masuk ke perairan akan
semakin cepat diuraikan oleh mikroba (Wuryadi, 1981).
Hasil pengukuran BOD5 untuk seluruh contoh air sumur berkisar
antara 29,7 – 317 mg/l dengan nilai rata-rata 160,98 mg/l. Nilai ini
sangat jauh di atas ambang batas maksimum yang diperbolehkan
menurut kriteria mutu air Kelas III PP RI Nomor 82/2001. Perbedaan
serta dinamika nilai BOD5 dan hubungannya dengan Kriteria Mutu Air
menurut PP RI Nomor 82/2001 dapat dilihat pada Gambar 5.
350
300
250
BOD 5
200
150
100
50 Kriteria Mutu
0 Air Kelas III PP
RI No 82/2001
1 2 3 4 Rata-rata
57
2.4. Amonia, Nitrit dan Nitrat
Nitrogen adalah nutrien penting dalam sistem biologis mahluk
hidup. Nitrogen akan berupa nitrogen organik dan nitrogen amonia
dalam air limbah, proporsinya tergantung degradasi bahan organik
yang berlangsung. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi
menjadi nitrogen amonium dan dioksidasi menjadi nitrogen nitrit dan
nitrat dalam sistem biologis mahluk hidup (Saeni, 1989).
Amonia (NH3), nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-) merupakan
senyawa-senyawa yang mengandung unsur nitrogen (N). Unsur N
sebagai salah satu unsur makro yang penting dibutuhkan untuk
petumbuhan suatu organisme. Di dalam perairan, kebanyakan
senyawa-senyawa nitrogen dijumpai dalam bentuk organik dan
anorganik (Mahida, 1997).
Hasil pengukuran kandungan amonia pada seluruh lokasi
pengamatan didapat kisaran nilai 1,13 – 6,88 mg/l dengan nilai rata-
rata 4,06 mg/l. Nilai ini melampaui ambang batas maksimum yang
diperbolehkan menurut Baku Mutu Air Kelas I berdasarkan PP RI
Nomor 82 Tahun 2001.
Tingginya kandungan amonia hingga melebihi ambang batas
karena kelebihan bahan organik hasil penguraian sampah oleh bakteri
yang tidak dapat teroksidasi menjadi nitrit dan nitrat, sehingga
bersama-sama air hujan senyawa amonia ini terangkut dan meresap ke
lapisan tanah atas mencemari air sumur yang ada di sekitarnya.
Konsentrasi amonia yang tinggi pada permukaan air akan
menyebabkan kematian biota air. Hal ini dikarenakan amonia
menyebabkan keadaan kekurangan oksigen pada perairan, konversi
amonia menjadi nitrat membutuhkan oksigen 4,5 bagian oksigen untuk
setiap bagian amonia, sehingga mengakibatkan kadar oksigen terlarut
turun (Saeni, 1989).
Senyawa nitrit dalam jumlah tertentu ( < 1 mg/l ), sangat berguna
untuk pertumbuhan tubuh, terutama untuk mahluk nabati perairan.
Kandungan nitrit dalam jumlah berlebihan, maka di dalam tubuh dapat
58
sebagai racun yang dapat membentuk methemoglobin (hemoglobin
yang tidak mampu mengikat oksigen), sehingga hemoglobin di dalam
darah tidak dapat mengedarkan oksigen yang diperlukan oleh jaringan
tubuh. Pembentukan methemoglobin dapat mengakibatkan
methemoglobinemia. Methemoglobin yang terjadi pada bayi akan
tampak tubuhnya berwarna biru, disebut sebagai blue baby disease
(Melanby, 1972 di dalam Sundra, 1997).
Nitrit merupakan turunan dari amonia. Dari amonia ini, oleh
bantuan bakteri Nitrosomonas sp, diubah menjadi nitrit. Nitrit biasanya
tidak bertahan lama dan biasanya merupakan keadaan sementara
proses oksidasi antara amonia dan nitrat. Keadaan nitrit
menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan
organik dengan kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit pada
perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat (Eilbeck,
WJ dan Mattock, 1992).
Hasil pengukuran kandungan nitrit pada lokasi penelitian berkisar
antara 0,001 – 0,375 mg/l dengan kandungan nitrit rata-rata 0,1 mg/l.
Nilai ini melampaui ambang batas maksimum yang diperbolehkan
menurut Kriteria Mutu Air Kelas I. Hal ini menandakan bahwa
aktivitas proses biologis dalam perombakan bahan organik cukup
tinggi dan kandungan nitrit yang melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat
toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Saeni, 1989),
meski menurut Hammer (1986) kandungan nitrit sebesar 0,06 ppm
dianggap tidak membuat kualitas air tercemar.
Tinggi rendahnya nilai kandungan nitrit ini dapat disebabkan oleh
faktor-faktor seperti kandungan oksigen terlarut, suhu, pH, konsentrasi
amonia/nitrat itu sendiri dan waktu retensi. Waktu retensi
menunjukkan waktu yang dibutuhkan bakteri untuk merombak
amonia. Semakin banyak jumlah bakteri nitrifikasi maka semakin
banyak kandungan nitrit yang terbentuk. Begitu juga dengan
kandungan O2 terlarut, suhu, pH dan konsentrasi amonia/nitrit.
59
Semakin optimum faktor-faktor tersebut maka kandungan nitrit yang
terbentuk akan semakin bertambah (Hammer, 1986).
Senyawa nitrat (NO3-) merupakan produk akhir hasil oksidasi zat
bernitrogen. Nitrat dibutuhkan dalam jumlah lebih besar dari nitrit
untuk keperluan biologis dan nutrien tubuh (Dahuri et al., 1993).
Menurut PP RI Nomor 82 Tahun 2001, batas maksimum nitrat
diperbolehkan dalam air minum adalah ≤ 10 mg/l. Tood (1980)
menambahkan, kadar nitrat dalam air minum lebih dari 45 mg/l dapat
mengakibatkan methemoglobinemia.
Kandungan nitrat berdasarkan hasil analisis laboratorium dapat
dilihat pada Gambar 6.
0,25
0,2
0,15
Nitrat
0,1
0,05
0
1 2 3 4
lokasi pengam atan
Rata-rata
2.5. Fosfat
Senyawa fosfat merupakan salah satu senyawa esensial untuk
pembentuk protein, pertumbuhan algae dan pertumbuhan organisme
biologi perairan lainnya. Kelebihan unsur fosfat dalam perairan dapat
menyebabkan eutrofikasi dan dapat menurunkan kandungan oksigen
terlarut. Akibat eutrofikasi akan memacu pertumbuhan populasi algae,
mengakibatkan kondisi perairan bersifat anaerob. Kondisi ini
60
mengakibatkan terjadinya kematian masal organisme perairan, yang
diikuti terbentuknya senyawa-senyawa beracun, seperti H2S (berbau
tengik) dan amonia (NH3) (Saeni, 1991) Kandungan senyawa-senyawa
tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas air sumur, sehingga
tidak layak diperuntukkan sebagai air sumur.
Kandungan senyawa fosfat pada air sumur di wilayah penelitian
berkisar antara 0,0005 – 0,503 mg/l (Gambar 7). Secara umum air
sumur di wilayah penelitian memiliki kandungan senyawa fosfat di
bawah ambang batas maksimum, namun pada lokasi pengamatan S3
terdapat kandungan senyawa fosfat yang melebihi ambang batas
maksimum yakni 0,503 mg/l. Kondisi ini menyebabkan air sumur
tersebut berbau tengik akibat terbentuknya senyawa H2S.
0.6
0.5
0.4
0.3
Kriteria Mutu
0.2 Air Kelas I PP
RI No 82/2001
0.1
0
1 2 3 4 Rata-rata
3. Sifat Mikrobiologis
Bakteri Coliform dan Fecal coli (Escherichia coli)
Analisa mikrobiologi dilakukan berdasarkan organisme petunjuk
(indicator organism) terhadap pencemaran air. Dalam hal ini yang
sering digunakan adalah bakteri. Jika dalam air minum ditemukan
adanya bakteri, hal ini mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar
oleh bakteri coliform tinja (E. coli), atau kemungkinan mengandung
bakteri patogen (Alaerts dan Santika, 1987).
61
Bakteri coliform adalah jenis bakteri coli yang dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu coliform fecal, yaitu bakteri yang hidup
secara normal pada usus manusia dan hewan, contohnya Escherichia
coli, dan coliform non fecal yaitu bakteri yang hidup pada hewan dan
tanaman yang sudah mati, contohnya Enterobacter aerogenes
(Fardiaz, 1992).
Air sumur pada wilayah penelitian memiliki kandungan bakteri
Fecal coli yang sangat tinggi seperti terlihat pada Gambar 14.
(Selengkapnya pada Lampiran 13).
Hasil pengamatan terhadap sampel air sumur dari wilayah
penelitian kandungan Fecal coli berkisar antara 0 – 3500 MPN/100 ml
dengan kandungan rata-rata 1706,67 MPN/100 ml. Sementara
kandungan total coliformnya berkisar antara 0 – 10000 MPN/100 ml
(rata-rata kandungan 5766,67 MPN/100 ml).
Kandungan bakteri coliform dan fecal coli rata-rata untuk seluruh
wilayah penelitian menunjukkan telah melampaui ambang batas
maksimum yang diperbolehkan menurut kriteria mutu air berdasarkan
PP RI Nomor 82 Tahun 2001 seperti terlihat pada Gambar 8.
4000
3500
3000
2500
Kriteria Mutu Air
2000 Kelas III
1500 PP RI No 82/2001
1000
500 Kriteria Mutu Air
0 Kelas I
1 2 3 4 Rata-rata PP RI No 82/2001
62
bersumber dari sisa-sisa tumbuhan, sisa-sisa makanan, dan bangkai-
bangkai hewan, merupakan substrat utama tumbuhnya bakteri coliform
(Enterobacter aerogenes).
Bakteri ini bersama dengan air hujan dapat secara langsung atau
meresap masuk ke lapisan tanah atas dan akhirnya masuk dan
terakumulasi dalam air sumur.
Sumber pencemar mikrobiologis dari sistem pembuangan sampah
dapat meresap ke dalam air tanah secara vertikal maupun horizontal.
Bouwer dan Chaney dalam Wuryadi (1981) menemukan bahwa
bakteri dapat bergerak sejauh 830 meter dari sumber kontaminan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa sumur penduduk di
wilayah TPA Galuga yang berjarak 400 – 700 m dari TPA telah
tercemar oleh bakteri E. coli sehingga air sumur tersebut tidak layak
dimanfaatkan sebagai air minum maupun kebutuhan sehari-hari
lainnya.
63
Tabel 10. Indeks Kualitas Air sumur Wilayah Sekitar TPA Galuga
Keterangan :
IKA S1 – S4 : IKA sumur jarak 5, 400, 600, dan 700 m dari TPA
* : Nilai IKA sedang
** : Nilai IKA buruk
Tabel 11. Indeks Kualitas Air Sumur Rata-rata Wilayah Sekitar TPA Galuga
DO mg/l 2,51
E. Coli MPN/100 ml 6,3
pH - 4,44
BOD5 mg/l 0,15
NO3- 9,78
PO43- 8,88
Suhu 7,02
Kekeruhan 4,86
Padatan total 4,72
Jumlah 48,65**
Keterangan :
** : Nilai IKA buruk
64
Berdasarkan kriteria mutu lingkungan perairan (NSF – WQI; Suprihatin,
1992), seperti tercantum pada Tabel 11, Indeks Kualitas Air sumur rata-rata
tergolong buruk (26 – 50). Buruknya IKA sumur wilayah Galuga menunjukkan
kualitas air sumur rendah dan tidak layak dikonsumsi sebagai air minum. Hal ini
terjadi karena peningkatan suhu udara, mengakibatkan turunnya kelembaban
udara, diikuti penguapan air permukaan (evaporasi). Kondisi ini berakibat
penurunan air tanah, termasuk air sumur di wilayah penelitian (Sundra, 1997).
Fardiaz (1992) menambahkan, kenaikan suhu air akan menurunkan oksigen
terlarut (DO), mengakibatkan BOD air meningkat. Rendahnya DO air juga
berakibat kematian mikroorganisme, sehingga terjadi perubahan rasa dan bau
(busuk) pada air sumur.
Buruknya kondisi kualitas air sumur sekitar wilayah TPA merupakan
indikasi adanya pencemaran air tanah akibat rembesan air lindi yang masuk ke
sumur bersama-sama air hujan. Kondisi ini didukung oleh konstruksi sumur yang
sangat sederhana (tanpa pelapis beton) sehingga memudahkan peresapan lindi
masuk ke sumur, menyebabkan kualitas air sumur buruk dan tidak layak sebagai
air minum. Selain konstruksi sumur yang sangat sederhana, konstruksi saluran
pembuangan lindi pun masih sangat sederhana (berupa parit/selokan tanpa
lapisan beton) dan terbuka sehingga akan sangat mudah meresap ke lingkungan
sekitar yang terlewati. Kondisi ini akan lebih parah jika terjadi musim hujan
dimana debit air lindi menjadi besar sehingga bisa meluap keluar dari saluran
pembuangan yang terbuka.
Dari hasil penelitian didapat fakta yang menarik untuk kemudian diteliti
lebih jauh. Indeks Kualitas Air sumur yang lebih dekat ke sumber pencemaran
yaitu TPA ternyata lebih tinggi dibandingkan air sumur di wilayah sekitar TPA
yang jaraknya lebih jauh. Hal ini berarti berdasarkan Indeks Kualitas Air, kualitas
air sumur gali yang berjarak 5 m dari TPA lebih baik dibandingkan dengan air
sumur yang terletak lebih jauh dari TPA. Dari pengamatan lapangan yang
dilakukan terhadap lokasi penelitian memperlihatkan bahwa kondisi demikian
dimungkinkan terjadi berdasarkan beberapa faktor. Pertama, adanya perbedaan
yang sangat signifikan dilihat dari parameter mikrobiologis dimana pada lokasi
65
penelitian air sumur S1 tidak ditemukan adanya kandungan bakteri coliform tinja.
Hal ini memberikan peran yang sangat besar terhadap meningkatnya nilai indeks
kualitas air sumur karena tingginya nilai sub indeks untuk parameter
mikrobiologis ini. Dari lokasi ini tidak ditemukan adanya kandungan bakteri
coliform tinja yang merupakan salah satu indikator adanya pencemaran air karena
lokasi ini memiliki derajat keasaman yang rendah sebagai air sumur yaitu 4,74.
Pada kisaran pH demikian menyebabkan mikroorganisme (E. coli) tidak tumbuh
karena kondisi air yang asam. Dari parameter pH, meski pada lokasi ini berada di
luar ambang batas baku mutu air serta nilai pH-nya paling ekstrim di antara nilai
pH air sumur lokasi pengamatan yang lain, namun dari faktor empiris nilai sub
indeks untuk parameter pH tidak berperan sebesar parameter mikrobilogis dalam
penentuan Indeks Kualitas Air.
Faktor kedua adalah geografis, ketinggian lokasi pengamatan (S1) letak
tanahnya lebih tinggi dari TPA serta kedalaman sumur yang dangkal yaitu sekitar
2 m. Kondisi ini menyebabkan lokasi ini tidak terkena resapan air lindi sebesar
lokasi pengamatan yang lain meskipun jaraknya lebih dekat. Sumber mata air di
lokasi ini juga berasal dari resapan air dari tebing-tebing di sekitarnya, bukan
bersumber dari air tanah yang ada di bawahnya sehingga derajat kontaminasi
sumber air oleh resapan air lindi tidak begitu besar. Adapun rendahnya derajat
keasaman air (pH) di lokasi ini diduga lebih besar karena pengaruh geologis
karena dari analisis karakteristik lindi, pH air lindi berada pada kisaran pH
normal.
Faktor ketiga adalah konstruksi pembatas antara wilayah TPA dengan
daerah sekitarnya, serta konstruksi sumur itu sendiri. TPA dibatasi oleh dinding
berkonstruksi beton dan tembok semen di luarnya. Jadi ada dua dinding pembatas
antara TPA dengan tanah di luarnya (Gambar 9). Sementara celah besar antara
dua dinding pembatas tersebut adalah saluran pembuangan air lindi. Konstruksi
ini sementara baru dibangun hanya sampai tempat pengolahan air lindi (sistem
aerasi), sementara saluran pembuangan dari bak pengolahan sampai ke sungai
masih menggunakan saluran terbuka. Konstruksi sumur sendiri juga cukup baik,
karena dilapisi dinding semen pada sisi yang berbatasan dengan TPA sehingga hal
ini dapat menghambat proses merembesnya air lindi ke sumur (Gambar 10).
66
Gambar 9. Konstruksi Dinding Pembatas Areal TPA dengan Wilayah Sekitarnya
67
Gambar 11. Kondisi Saluran Pembuangan Air Lindi
Buruknya kualitas air sumur wilayah sekitar TPA (terutama di tiga lokasi
pengamatan) juga sangat dipengaruhi oleh sifat dan perilaku masyarakat yang
kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan. Hal ini terlihat dari persepsi
masyarakat yang menganggap bahwa bau, kotor karena timbunan sampah, serta
kerubungan lalat bukan merupakan pencemaran dan mereka menganggap kondisi
demikian adalah biasa. Selain itu banyak juga masyarakat yang bermata
pencaharian sebagai pemulung, sehingga hal ini memacu terkumpulnya banyak
sampah yang mereka ambil dari TPA. Sampah-sampah tersebut mereka
kumpulkan dan mereka timbun di halaman atau belakang rumah masing-masing
untuk kemudian mereka jual. Di halaman atau belakang rumah, sampah-sampah
mereka pilah sesuai dengan jenisnya selama 2 – 3 minggu sampai akhirnya
mereka jual kepada pengumpul (Gambar 12). Keadaan lingkungan akan lebih
buruk ketika turun hujan, sehingga sampah-sampah ikut terbawa genangan air dan
akan mempercepat proses penguraiannya. Lindi yang dihasilkan bersama-sama
dengan tinja manusia dan kotoran hewan, akan terangkut bersama-sama air hujan
meresap ke sumur-sumur terdekat. Hal ini mengakibatkan buruknya mutu
lingkungan perairan di wilayah penelitian.
68
Gambar 12. Timbunan Sampah di Halaman/Belakang Rumah Pengumpul
69
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil pengamatan dan
analisis terhadap data kualitas air sumur wilayah TPA Galuga adalah sebagai
berikut :
1. Kualitas air sumur wilayah sekitar TPA Galuga dari beberapa parameter
hasil analisis telah melampaui ambang batas maksimum yang
diperbolehkan menurut Kriteria Mutu Air Kelas I Berdasarkan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Sehingga berdasarkan hal tersebut, air sumur sekitar wilayah Galuga
tidak layak untuk digunakan sebagai air baku air minum sebagaimana
peruntukkan air Kelas I, namun masih bisa digunakan untuk keperluan
perikanan dan pertanian. Parameter kualitas air yang melampaui
ambang batas maksimum yaitu bau (busuk), rasa (agak asam, dan agak
pahit), seharusnya tidak berbau dan tidak berasa, pH, oksigen terlarut
(DO), kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD), kebutuhan oksigen
kimiawi (COD), amonia, nitrit, seng (Zn), bakteri fecal coli dan
coliform.
2. Indeks Kualitas Air (IKA) sumur wilayah sekitar TPA Galuga secara
rata-rata tergolong buruk (nilai Indeks Kualitas Air rata-rata 48,65),
sehingga air ini tidak layak dikonsumsi sebagai air minum. Namun dari
hasil penelitian ditemukan fenomena yang menarik dimana air sumur
dengan jarak yang paling dekat ke sumber pencemar (TPA) ternyata
memiliki kualitas air yang lebih baik berdasarkan nilai Indeks Kualitas
Air daripada air sumur yang jaraknya lebih jauh pada wilayah
penelitian. Kondisi ini diduga disebabkan oleh faktor geologis,
geografis, dan juga faktor konstruksi pembatas TPA, saluran air lindi
dan sumur itu sendiri.
70
B. SARAN
1. Air lindi (leachate)yang dihasilkan akibat timbunan sampah dari TPA
dan juga sistem open widrow dari pengomposan perlu dioptimalisasikan
pengolahannya sehingga lebih aman dibuang ke lingkungan. Dari
pengamatan, pengolahan lindi ini tengah tidak berfungsi termasuk
sistem aerasi di bak pengolahan sehingga potensi pencemaran air tanah
akibat penyebaran lindi ini bisa diminimalkan jika instalasi pengolahan
air lindinya optimal.
2. Perlunya sistem drainase lindi yang permanen, untuk mencegah
peresapan air lindi masuk ke lingkungan sekitarnya. Perubahan sistem
ini untuk mengurangi pengaruh penyebaran lindi dari sumber sampah
(TPA dan Pabrik Kompos) masuk ke lingkungan perairan sekitarnya,
termasuk pencemaran air sumur di sekitar wilayah tersebut.
3. Pemerintah Kota Bogor perlu secepatnya melakukan usaha-usaha untuk
mengatasi pencemaran air, khususnya air sumur gali, dengan cara
memperbaiki konstruksi sumur (dinding beton, penutup sumur) dan juga
melakukan sanitasi.
71
DAFTAR PUSTAKA
Alaert, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional.
Surabaya.
Clark, J.R. 1977. Coastal Ecosystem Management. John Wiley and Sons. New
York.
Daftar Isian Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa. 2004. Bagian
Pemerintah Desa, Sekretaris Desa, Kabupaten Bogor.
Dahuri, R., N.S. Putra, Zairion dan Sulistiono. 1993. Metode dan Teknik Analisis
Biota Perairan. PPLH – Lembaga Penelitian IPB. Bogor.
Eilbeck, W.J. dan Mattock. 1992. Chemical Process is Wastewater treatment. Ellis
Howrd Ltd. Chicester
Fair, G.M., et al. 1966. Wastewater Engineering. John Wiley and Sons. New
York.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Polusi Udara. Depdikbud, Ditjen Perguruan
Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
72
Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu,
Jakarta.
Hammer.1986. Water and wastewater technology. John Wiley and Sons. New
York.
Husin, Y.A. dan E. Kustaman. 1992. Metode dan Tehnik Analisis Kualitas Air.
PPLH – Lembaga Penelitian IPB, Bogor.
Jenie, B.S.L. dan W.P. Rahayu. 1990. Penanganan Limbah Industri Pangan. PAU
– IPB. Bogor.
Mahida, U.N. 1997. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali.
Jakarta.
Matthess, G. 1982. The Properties of Groundwater. John Wiley and Sons. New
York.
Nana, T. dan Ratna, H. 1991. Kualitas Air Tanah Jakarta. Seminar Pengembangan
Air Tanah. 10 – 11 Desember 1991. PPS Keairan Teknik Sipil
USAKTI. Jakarta.
Sundra, I.K. 1997. Pengaruh Pengelolaan Sampah Terhadap Kualitas Air Sumur
Gali di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Suwung Denpasar
Bali. Thesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor.
73
Suprihatin. 1992. Penentuan Status Kualitas Air (Sebuah Pendekatan Kuantitatif
dan Praktis). Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor.
Syahmin. 1994. Evaluasi Kualitas Air Sungai Ciliwung Sebagai Bahan Baku
untuk Air Minum. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Tan, I. 2005. Tantangan, Peluang dan Kendala Pihak Swasta dalam Mengelola
Sampah Organik. Seminar (22 Maret 2005).
Tood, D. K. 1980. Groundwater Hydrology. 2nd ed. John Wiley and Sons. New
York.
Wuryadi. 1981. Kualitas Air Sumur Gali DIY Bagian Selatan dan Kemungkinan
Pengaruh Lingkungan Pemukiman. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
_______. 1990. Telaah Kelangsungan Hidup Eschericia coli Dalam Air Sumur
Gali dan Kaitannya sebagai Indikator Pencemaran Tinja dalam Sistem
Air Tanah. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Yani, M., A. Bey dan W. Tjiptadi. 1994. Kajian Kualitas Air DAS Cisadane dan
Ciliwung. PPLH – Lembaga Penelitian IPB. Bogor.
74
Lampiran 1. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas, PP Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
Kelas
No. Parameter Satuan Keterangan
I II III IV
I. FISIKA
o Deviasi temperatur dari
1. Temperatur C Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3 Deviasi 3
keadaan alamiahnya
2. Residu Terlarut mg/L 1000 1000 1000 2000
Bagi pengelola air minum
Residu
3. mg/L 50 50 400 400 secara konvensional, residu
Tersuspensi
tersuspensi ≤ 5000 mg/L
II. KIMIA ANORGANIK
Apabila secara alamiah
diluar rentang tersebut,
4 pH 6–9 6–9 6–9 5–9 maka ditentukan
berdasarkan kondisi
alamiah
5. BOD mg/L 2 3 6 12
6. COD mg/L 10 25 50 100
7. DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum
Total Fosfat
8. mg/L 0.2 0.2 1 5
sebagai P
9. NO3 Sebagai N mg/L 10 10 20 20
Bagi Perikanan, Kandungan
Amonia bebas untuk ikan
10. NH3 - N mg/L 0.5 (-) (-) (-) yang peka ≤ 0,02 mg/L
sebagai NH3
11. Arsen mg/L 0.05 1 1 1
12 Kobalt mg/L 0.2 0.2 0.2 0.2
13. Barium mg/L 1 (-) (-) (-)
14. Boron mg/L 1 1 1 1
15. Selenium mg/L 0.01 0.05 0.05 0.05
16. Kadmium mg/L 0.01 0.01 0.01 0.01
17. Khrom (VI) mg/L 0.05 0.05 0.05 0.05
Bagi Pengolahan air minum
18. Tembaga mg/L 0.02 0.02 0.02 0.2 secara konvensional, Cu ≤ 1
mg/L
Bagi pengoalahan air
19. Besi mg/L 0.3 (-) (-) (-) minum secara
konvensional, Fe≤5 mg/L
Bagi pengolahan air minum
20. Timbal mg/L 0.03 0.03 0.03 1 secara konvensional, Pb ≤
0.1 mg/L
21. Mangan mg/L 0.1 (-) (-) (-)
22. Air raksa mg/L 0.001 0.001 0.002 0.005
Bagi pengolahan air minum
23. Seng mg/L 0.05 0.05 0.05 2 secara konvensional, Zn ≤ 5
mg/L
24. Khlorida mg/L 600 (-) (-) (-)
25. Sianida mg/L 0.02 0.02 0.02 (-)
26. Florida mg/L 0.5 1.5 1.5 (-)
Bagi pengolahan air
minum secara
27. Nitrit sebagai N mg/L 0.06 0.06 0.06 (-)
konvensional, NO2-N ≤
mg/L
28. Sulfat mg/L 400 (-) (-) (-)
Bagi ABAM tidak
29. Khlorin bebas mg/L 0.03 0.03 0.03 (-)
dipersyaratkan
Bagi pengolahan air minum
Belerang sebagai
30. mg/L 0.002 0.002 0.002 (-) secara konvensional, S
H2S
sebagai H2S ≤ 0.1 mg/L
III. MIKROBIOLOGI
Bagi pengolahan air minum
31. Fecal Coliform Jml/100 ml 100 1000 2000 2000 secara konvensional, Fecal
Coliform 2000 Jml/100 ml,
total Coliform ≤ 1000
32. Total Coliform Jml/100 ml 1000 5000 10000 10000 Jml/100 ml
IV. RADIOAKTIVITAS
33. Gross – A Bg/L 0.1 0.1 0.1 0.1
34. Gross – B Bg/L 1 1 1 1
V. KIMIA ORGANIK
35. Minyak Dan µg/L 1000
1000 1000 (-)
Lemak
36. Detergen Sebagai µg/L 200
200 200 (-)
MBAS
37. Senyawa Fenol µg/L 1
1 1 (-)
Sebagai Fenol
38. BHC µg/L 210 210 210 (-)
39. Aldrin/Dieldrin µg/L 17 (-) (-) (-)
40. Chlordane µg/L 3 (-) (-) (-)
41. DDT µg/L 2 2 2 2
42. Heptachlor dan µg/L 18
heptachlor (-) (-) (-)
epoxide
43. Lindane µg/L 56 (-) (-) (-)
44. Methoxylor µg/L 35 (-) (-) (-)
45. Endrin µg/L 1 4 4 (-)
46. Toxaphan µg/L 5 (-) (-) (-)
Keterangan :
ABAM : Air baku air minum
Lampiran 13. Hasil Pengukuran Kualitas Air Sumur Gali, Wilayah Sekitar TPA
Sampah Galuga
Titik Sampling
No Parameter Satuan
S1 S2 S3 S4
I FISIKA
o
1 Suhu C 27,6 27,8 27,3 27,6
2 Bau - - - busuk -
3 Rasa - Agak - Agak -
asam pahit
4 Zat Padat Terlarut mg/l 183,33 116,67 270 586,67
5 Zat Padat Tersuspensi mg/l 1 1,8 6 2,67
II KIMIA
III MIKROBIOLOGI
Keterangan :
S1 : Pengambilan sample air sumur jarak 5 m dari TPA
S2 : Pengambilan sample air sumur jarak 400 m dari TPA
S3 : Pengambilan sample air sumur jarak 700 m dari TPA
S4 : Pengambilan sample air sumur jarak 600 m dari TPA
ttd : tidak terdeteksi
57
58
75