You are on page 1of 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bronkiektasis merupakan penyakit yang jarang ditemui yang sering
menyebabkan kesakitan yang parah, termasuk infeksi pernapasan berulang yang
memerlukan antibiotic, batuk produktif yang menganggu, sesak napas, dan hemoptisis.
Hal yang menonjol dari sejarah bronkiektasis adalah gambaran hidup pasien yang
dingin dan supuratif yang tampak pada tulisan Rene Theophile Hyacinthe Laennec pada
awal abad ke 19, penjelasan pada tahun 1922 oleh Jean Athanase Sicard dari
bronkografi dengan kontras, yang memungkinkan pencitraan dari perubahan destruktif
pada saluran napas, penelitian yang dilakukan oleh Lynne Reid pada tahun 1950an yang
menghubungkan bronkografi dengan spesimen patologis, dan selanjutnya terjadi
pengurangan prevalensi yang mungkin hadir dengan adanya terapi antituberkulosis dan
imunisasi terhadap pertusis dan campak. Bronkiektasis merupakan penyakit yang sering
dijumpai pada usia muda, 69 % penderita berumur kurang dari 20 tahun. Gejala dimulai
sejak masa kanak-kanak, 60 % dari penderita gejalanya timbul sejak umur kurang dari
10 tahun. Gejalanya tergantung dari luas, berat, lokasi ada atau tidaknya komplikasi.
Pada makalah ini akan dijelaskan bagaimana patofisiologi bronkiektasis, epidemiologi,
etiologi, tanda dan gejala beserta pemeriksaan fisik.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan bronkiektaksis?
1.2.2 Apa epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dari
bronkiektasis?
1.2.3 Bagaimana cara penatalaksanaan pada bronkiektasis?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien bronkiektasis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,
pemeriksaan diagnostik dari bronkiektasis.
1.3.2 Untuk mengetahui bagaimana cara penatalaksanaan pada bronkiektasis.

1
1.3.3 Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
bronkiektasis.
1.3.4 Untuk dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
bronkiektasis

2
BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Bronkiektasis


Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran
bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan
muscular dinding bronkus ( Soeparman & Sarwono, 1990)
Bronkiektasis (Bronchiectasis) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
adanya dilatasi (ekstasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan
kronik, persisten atau irreversible. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan – perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen–elemen elastic,
otot –otot polos bronkus, tulang rawan, dam pembuluh–pembuluh darah. Bronkus yang
terkena umumnya bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya
jarang terjadi. Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
Seringkali dihubungkan dengan kerusakan parenkim paru, terdapat penambahan
diameter bronkus yang bersifat regular, lumen distal bronkus tidak begitu melebar.
2. Bronkiektasis fusiform (varikosa)
Pelebaran bronkus lebih lebar dari bentuk silindris dan bersifat irregular. Gambaran
garis irregular dan distal bronkus yang mengembang adalah gambaran khas pada
bentuk varikosa.
3. Bronkiektasis kistik atau sakular
Dilatasi bronkus sangat progresif menuju ke perifer bronkus. Pelebaran bronkus ini
terlihat seperti balon, kelainan ini biasanya terjadi pada bronkus besar, pada bronkus
generasi ke 4. Bentuk ini juga terdapat pada BE congenital.

3
Gambar 1.
Klasifikasi Bronkiektasis

2.2 Epidemiologi
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka –angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik-klinik dan di
derita oleh laki-laki dan perempuan. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak,
bahkan berupa kelainan kongenital.

2.3 Etiologi
Tergantung pada distribusinya :
1. Bronkiektasis lokal terjadi setelah pneumonia berat atau terjadi distal dari
endobronkial (benda asing atau tumor) atau obstruksi ekstrabronkial (tuberkulosis
KGB hilus-sindrom Brock).
2. Bronkiektasis generalisata : fibrosis kistik, diskinesia silier (sindrom kartagener),
sindrom young (kelainan mukus) dan defek imun (defisiensi imunoglobulin atau
komplemen, penyakit granulomatosa kronis) menyebabkan infeksi persisten dan
kerusakan dinding bronkus, begitu pula kompleks imun (aspergilosis
bronkopulmonal alergika, atritis reumatoid, penyakit inflamasi usus). Adanya
fibrosis paru sebagai penyakit yang mendasari bisa menyebabkan tarikan dinding
bronkus sehingga menjadi bronkiektasis traksi. Penyakit langka yang berhubungan

4
dengan keluhan ini adalah sindrom kuku kuning, defisiensi α1-antitripsin dan
sindrom marfan.

2.4 Patofiologi
Patofisiologi dari bronkiektasis dapat terjadi akibat faktor konginetal seperti
kekurangan mekanisme pertahanan yang didapat, ketika imunitas seseorang menurun
sehingga bakteri, virus, jamur dapat dengan mudah menginfeksi dan mengakibatkan
terjadinya pneumonia berulang, peradangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan permanen pada dinding bronkus. Ketika dinding bronkus rusak sehingga
batuk menjadi tidak efektif, akibatnya kemampuan untuk mengeluarkan sekret menjadi
menurun. Sekret yang menumpuk menjadi tempat berkembangnya bakteri yang dapat
menimbulkan infeksi .
Ketika dinding bronkial yang terinfeksi menyebabkan kehilangan struktur
pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat
bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat dan
dapat mengalami batuk darah(hemoptisis) akibat nekrosis mukosa bronkus yang
mengenai pembuluh darah sehingga menimbulkan pendarahan.
Kelainan struktur kongenital seperti fibrosis kistik, sindroma kartagener dan
kurangnya kartilago bronkus dapat menyebabkan terkumpulnya sekret sehingga kuman
berkembang dan infeksi bakteri pada dinding bronkus. Infeksi ini dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan otot dan elastin sehingga terjadi kerusakan bronkus yang
menetap. Kemampuan bronkus untuk berkontraksi berkurang dikarenakan kemampuan
mengeluarkan sekret menurun sehingga terjadi ketidakefektifan jalan nafas. infeksi
bakteri pada dinding bronkus juga menyebabkan terjadinya peningkatan suhu tubuh
sehingga dapat terjadi hipertermi.
Penyakit brokiektasis dapat terjadi pada pasien yang mengalami peyakit paru
primer (tumor paru, benda asing, Tb paru) sehingga mengakibakan obstruksi pada
saluran pernapasan. Kerusakan ini dapat menyebabkan ateletaksis, penyerapan udara di
parenkim dan sekitarnya menjadi tersumbat hal ini menyebabkan ketidakefektifan pola
nafas serta menjadikan tekanan intra pleura lebih negatif dari tekanan atmosfer. Dengan
demikian bronkus akan mengalami dilatasi, sekret akan terkumpul menyebabkan infeksi

5
sekunder. Sekret yang terkumpul dapat menyebabkan mudah terjadinya infeksi sehingga
akan mengalami bronkiektaksis yang menetap dan resiko infeksi.
Retensi sekresi dan obstruksi yang pada akhirnya menyebabkan alveoli mengalami
kolaps. Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru
yang berfungsi. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan
penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio volume residual
terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang di inspirasi
(ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksimia.

2.5 Tanda dan Gejala Bronkiektasis


Tanda dan gejala yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidaknya komplikasi lanjut.
Beberapa tanda dan gejala yang sering ditemui antara lain:
1. Batuk produktif menahun.
Sputum terdiri dari atas tiga bagian:
a. Lapisan atas agak keruh, terdiri atas mucus
b. Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva
c. Lapisan bawah keruh, terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari
bronkus yang rusak
2. Batuk darah (hemoptisis)
Akibat terjadinya nekrosis atau destruksi mukosa bronkus yang mengenai
pembuluh darah dan menimbulkan pendarahan.
3. Sesak nafas (dispnea)
Timbulnya sesak tergantung pada luasnya bronkietaksis, terkadang
menimbulkan suara mengi akibat adanya obstruksi bronkus.
4. Demam berulang
Bronkiektasis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami
infeksi yang berulang akibatnya sering timbul demam.
5. Kelainan fisik
a. Sianosis
b. Jari jari tabuh pada 30-50% kasus
c. Bronchi basah
d. Wheezing

6
2.6 Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Sputum
Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen,
mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat
menghasilkan flora normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae,
hemofilus influenza, stapilokokus aereus, klebsiela, aerobakter, proteus,
pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau busuk
menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
b. Pemeriksaan Darah Tepi
Akan ditemukan dalam batas normal. Terkadang ditemukan adanya
leukositosis yang menunjukkan adanya supurasi yang aktif dan anemia
menunjukkan adanya infeksi yang menahun.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto dada PA dan Lateral
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas
corakan menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang
tawon serta gambaran kistik dan batas-batas permukaan udara cairan.
b. Pemeriksaan Bronkografi
Ditemukan adanya dilatasi dan nekrosis dinding bronkus. Bronkografi sendiri
adalah pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras kedalam system
saluran bronkus pada berbagai posisi. Pemeriksaan bronkografi ini juga dapat
menentukan bentuk bronkiektasis yang dapat dibedakan menjadi bentuk
silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik), dan varikosis.

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada pasien bronkiektasis yaitu:

a. Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasar


b. Memperbaiki bersihan secret trakeobronkial
c. Mengendalikan infeksi
d. Memulihkan obtruksi

7
Penatalaksaan:

1. Pengendalian infeksi dengan terapi antimikroba berdasarkan pada hasil


pemeriksaan sensitivitas pada organism yang dikultur dari sputum.
2. Drainase postural untuk pernafasan dan batuk yang produktif, bertujuan untuk
mengeluarkan secret secara maksimal.
3. Bronkodilator diberikan untuk memperbaiki drainase secret. Alat pelembab dan
nebulizer dapat dipakai untuk melembabkan secret.
4. Bronkoskopi terkadang diberikan untuk pengangkatan benda asing atau
sumbatan mucus. Pasien dianjurkan untuk menghindari rangsangan bronkus dari
asap rokok dan polusi udara yang tercemar berat dan mencegah pemakaian obat
sedative dan obat yang menekan efek batuk.
5. Pembedahan dilakuakan apabila pasien tidak menunjukan perbaikan klinis
setelah mendapat pengobatan konservatif yang adekuat selama 1 tahun atau
timbul hemoptisis yang massif. Pertimbangan operasi berdasarkan fungsi
pernafasan, umur, keadaan, mental, luasnya bronkiektasis, kemampuan ahli
bedah, hasil terhadap pengobatannya.

2.8 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronkietaksis yang dapat dijumpai pada pasien, antar
lain:
1. Bronkitis kronik.
2. Pneumonia dengan atau tanpa atelektasis.
3. Pleuritis.
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
merupakan pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4. Efusi pleura/empiema.

5. Abses metastasis di otak.

Akibat dari septicemia oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus.
6. Hemoptisis.

Terjadi karena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis),


cabang arteri (arteri bronkalis) atau anastomosis pembuluh darah. Komplikasi

8
hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan bedah gawat darurat.
Sering pula hemoptisis massif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab
kematian utama pasien bronkiektasis.
7. Sinusitis.

Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi


bronkiektasis pada saluran pernapasan.
8. Kor pulmonal kronik (KPK).

Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis yang berat dan lanjut
atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila anastomosis cabang-
cabang arteri dan vena pumonalis pada dinding bronkus akan terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal. Selanjutnnya terjadi gagal
jantung kanan.
9. Kegagalan pernapasan

Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien bronkiektasis yang
berat dan luas.
10. Amiloidosis.
Keadaan ini merupakan perubahan degenerative sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini sering
ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinuria.

2.9 Prognosis
Prognosis pada pasien bronkiektasis tergantung pada berat ringan dan luasnya
penyakit yang diderita pasien. Pengobatan yang tepat dapat memperbaiki prognosis
penyakit tersebut.
Pada kasus yang berat dan tidak dapat diobati, memiliki prognosis yang jelek
dan memiliki kemungkinan hidup tidak lebih dari 5-15 tahun. Kematian tersebut
biasanya karena pneumonia, empiema, payah jantung kanan, hemoptisis, dan lain lain.
Pada kasus tanpa komplikasi bronchitis kronik biasnya memilki disabilitas yang ringan.

9
PATHWAY

10
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
4.1.1 Identitas Pasien
Insidens penyakit bronkiektasis dinegara barat diperkirakan sebanyak
1,3% diantara populasi. Insidens ini cenderung menurun dengan adanya
kemajuan pengobatan antibiotika. Sedangkan di Indonesia belum ada
laporan tentang angka yang pasti mengenai penyakin ini. Kenyataannya
penyakit ini cukup sering ditemukan di klinik dan diderita oleh laki laki
maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak anak anak berusia
10 tahun.
4.1.2 Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada penyakit bronkiektaksis adalah sesak nafas. Sesak
nafas ini terjadi akibat adanya kerusakan pada dinding bronkus berupa
dilatasi dan distrosi bronkus, kerusakan elemen elastic. Sehingga
kerusakan tersebut menimbulkan spatis sputum, gangguan ekspektorasi,
gangguang reflek batuk, dan sesak nafas itu sendiri. Selain itu, gejala
yang muncul adalah pasien mengalami batuk produktif, dan apabila
terjadi nekrosis atau destruksi mukosa bronkus yang mengenai
pembuluh darah akan menimbulkan hemoptisis. Selain itu pasien akan
mengalami demam berulang, dikarenakan penyakit ini merupakan
penyakit kronik sehingga sering mengalami infeksi yang berulang
akibatnya sering timbul demam.
b. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini dapat disebabkan karena adanya factor turunan, namun
kejadian ini sangat jarang ditemukan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya kemungkinan pasien menderita penyakit paru pada masa kanak
kanak seperti pneumonia, batuk rejan, atau tuberculosis. Selain itu

11
tempat tinggal di daerah yang memiliki polusi udara berat dapat pula
menyebabkan penyakit bronkiektasis ini.

4.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik head to toe pada pasien bronkiektasis :
1. Kepala
a. Bentuk mesochepal
b. Kulit kepala agak kotor
c. Rambut agak kotor
d. Warna hitam
e. Tidak terdapat benjolan/pun lesi
f. Tidak beruban
2. Mata
a. Mata simetris
b. Fungsi penglihatan baik
3. Hidung
a. Tidak ada polip
b. Simetris
4. Telinga
a. Bentuk simetris
b. Fungsi pendengaran baik
c. Terdapat serumen
5. Mulut
a. Tidak ada stomatitis/caries/ataupun tonsil
b. Bibir kering
6. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
7. Extremitas
Terpasang infus di ekstremitas atas di tangan kiri
8. Integumen
a. Turgor jelek

12
b. Warna kulit sawo matang
c. Berkeringat
d. Tidak terdapat lesi
9. Dada
a. Simetris
b. Terdapat bunyi pekak pada area paru saat di perkusi
10. Genetalia
Laki-laki tidak terpasang keteter.

4.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Laboratorium
Sputum biasanya berlapis tiga. Lapisan atas terdiri dari busa, lapisan
tengah adalah sereus dan lapisan bawah terdiri dari pus atau sel-sel rusak.
Sputum yang berbau busuk menunjukkan infeksi oleh kuman anaerob.
Pemeriksaan darah tepi menunjukkan hasil dalam batas normal, demikian
pula dengan pemeriksaan urin dan EKG, kecuali pada kasus lanjut.
2. Radiologi
Foto thoraks normal tidak menyingkirkan kemungkinan penyakit ini.
Biasanya didapatkan corakkan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas
corakkan menjadi kabur, daerah yang terkena corakkan tampak
mengelompok, kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta kistik
yang berdiameter sampai 2 cm dan kadang-kadang terdapat garis-garis
batas permukaan udara-cairan.
a. Bronkografi : terdapat kelainan rutasi pada saluran pernafasan
b. Bronkoskopi : untuk mengetahui adanya tumor atau benda asing,
sumber hemaptoe atau asal sputumnya.

13
4.4 Diagnosa Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
N TUJUAN PERENCANAAN
No INTERVENSI RASIONAL
1 Bersihan Tujuan : - Kaji fungsi - Membantu adanya
jalan nafas Setelah diberikan asuhan pernafasan, perubahan pola
keperawatan selama bunyi nafas, nafas
tidak efektif
3×24 jam diharapkan kecepatan
jalan napas kembali irama
efektif - Kaji posisi - Dapat
Kriteria Hasil : nyaman memperlancar
untuk klien sirkulasi
- Mempertahankan
pernafasan dalam
jalan nafas paten
tubuh
dengan bunyi
- Ajar dan - Mengajarkan
nafas bersih dan
anjurkan batuk efektif agar
jelas
klien untuk pasien mandiri
- Menunjukkan
batuk efektif
perilaku untuk
- Beri klien - Untuk
memperbaiki
mukolitik menurunkan
bersihan jalan
K spasme jalan
nafas misalnya :
3. nafas
batuk efektif

2 Gangguan Tujuan : Setelah - Pertahankan - Memperlancar


Pertukaran dilakukan tindakan posisi semi sirkulasi
Gas keperawatan selama 3x24 fowler pernafasan
berhubungan jamdiharapkan nilai dalam tubuh
dengan Anslisa Gas Darah - Dorong klien - Untuk
perubahan normal, kesadaran untuk membantu
suplai komposmentis mengeluarka jalannya
oksigen Keriteria Hasil : n sputum pernafasan
menunjukkan perbaikan - Palpitasi - Mengetahui
ventilasi dan oksigenasi taktil bunyi nafas
jaringan adekuat dengan fremitus akibat mucus
AGD dalam rentang - Pemberian - Dapat mencegah
normal oksigen terjadinya

14
3. hipoksia
2.
4
3 Hipertermi Tujuan : setelah - Berikan - Kompres
dilakukan tindakan kompres hangat
keperawatan selama 3x24 hangat atau membantu
melebarkan
jam diharapkan Klien kompres
pori-pori
dapat mengatasi masalah dingin sesuai permukaan
peningkatan suhu tubuh dengan kulit sehingga
untuk mencegah persetujuan mempercepat
kekurangan cairan atau klien pengeluaran
komplikasi lainnya akibat panas
hipertermi - Anjurkan - Pakaian yang
tipis tidak
Keriteria Hasil : suhu klien untuk
menghambat
tubuh dalam rentang menggunaka pengeluaran
normal, nadi dan RR n pakaian panas tubuh
dalam rentang normal, yang tipis
tidak ada perubahan dan
warna kulit dan tidak ada menyerap
pusing keringat
- Pakaian atau
- Ganti alat tenun
pakaian atau yang lembab
alat tenun atau basah
yang lembab akan
atau basah menimbulkan
karena ketidak
nyamanan
keringat
pada klien
yang banyak
- Berikan - Selimut yang
selimut yang tebal akan
tipis menghambat
pengeluaran
24 panas tubuh
2.
3.
4.

15
4 Resiko Tujuan : setelah - Awasi suhu - Demam dapat
klien. terjadi karena
Infeksi dilakukan tinndakan
infeksi
berhubungan asuhan keperawatan dehidrasi.
dengan diharapkan tidak terjadi - Kaji - Aktivitas ini
akumulasi infeksi pernafasan dalam pentingnya dapat
latihan meningkatkan
secret jalan waktu 2x24 jam
pernapasan, mobilisasi dan
napas Keriteria Hasil : batuk pengeluaran
frekuensi napas 16-20 efektif, sekret untuk
x/menit, frekuensi nadi menurunkan
perubahan
resiko
60-80 x/menit, tidak ada posisi terjadinya
peningkatan suhu tubuh, sering, dan infeksi paru.
kemampuan batuk efektif masukan
normal. cairan
adekuat.

- Observasi - Sekret berbau,


warna, kuning atau
karakter, kehijauan
dan bau menunjukkan
adanya infeksi
sputum.
paru.

- Awasi - Menurunkan
pengunjung potensial
, berikan terpajan pada
masker penyakit
sesuai infeksius.
indikasi.

- Menurunkan
- Dorong
konsumsi/keb
keseimbang utuhan
an antara keseimbangan
aktivitas oksigen dan
dan memperbaiki
istirahat. pertahanan
pasien
terhadap
infeksi,
meningkatkan
penyembuhan

16
- Diskusikan - Malnutrisi
kebutuhan dapat
masukan mempengaruh
i kesehatan
nutrisi
umum dan
adekuat. menurunkan
tahanan
terhadap
infeksi.
- Berikan - Dapat
antimikrobi diberikan
untuk
al sesuai
organisme
indikasi khusus yang
teridentifikasi
dengan kultur
dan
sensitifitas.

5 Gangguan Tujuan : setelah - Kaji - Pasien distress


pemenuhan dilakukan tindakan kebiasaan pernapasan akut
kebutuhan diet. Evaluasi
asuhan keperawatan sering anoreksia
nutrisi berat badan
kurang dari diharapkan kebutuhan dan ukuran karena dispnea,
kebutuhan nutrisi klien terpenuhi tubuh. produksi
tubuh
Kriteria Hasil : sputum, dan
berhubungan
dengan Pengetahuan keluarga obat-obatan.
penurunan dan klien tentang - Berikan - Rasa tak enak,
nafsu makan. perawatan
prosedur perawatan diri bau, dan
oral, dan
bertambah. Klien dan buang sekret. penampilan
keluarga mampu adalah pencegah
mengulang apa yang utama terhadap
telah diajarkan. nafsu makan dan
dapat membuat
mual dan
muntah dengan
peningkatan
kesulitan napas.

17
- Hindari - Dapat
makanan menghasilkan
penghasil gas
distensi abdmen
dan minuman
berkarbonat. yang
mengganggu
napas abdomen
dan gerakan
diafragma, dan
dapat
menggerakkan
dispnea.

Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang
telah dilakukan dan menambah tindakan jika ketika dalam proses perawatan klien
mengalami perubahan kondisi keperawatan sesuai dengan kondisi klien.

Evaluasi
1. Diharapkan jalan napas kembali efektif, menghilangkan kuantitas dari
viskositas sputum untuk memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas.
2. Diharapkan pola napas kembali normal
3. Diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
4. Diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
5. Diharapkan pengetahuan pasien atau keluarga mampu memberikan
gambaran baik secara umum maupun khusus mengenai masalah
kesehatannya. Sehingga klien kooperatif dalam perawatan yang didapat.

18
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Bronkiektasis merupakan kelainan morfologis yang terdiri dari pelebaran


bronkus yang abnormal dan menetap disebabkan kerusakan komponen elastis dan
muscular dinding bronkus. Berdasarkan atas bronkografi dan patologi
bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu : Bronkiektasis silindris, Bronkiektasis
fusiform, Bronkiektasis kistik atau sakular.

Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan–perubahan dalam


dinding bronkus berupa destruksi elemen–elemen elastic, otot–otot polos bronkus,
tulang rawan, dam pembuluh–pembuluh darah. Bronkiektasis dapat terjadi akibat
faktor konginetal seperti kekurangan mekanisme pertahanan, kelainan struktur
kongenital dan penyakit paru primer seperti tumor paru, benda asing dan TB paru.

5.2 Saran

Bagi mahasiswa mampu mamahami tentang proses terjadinya penyakit


Bronkiektaksis. Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan penyakit
Bronkiektaksis. Dengan mengetahui gejala dan akibat yang bisa timbul, seorang
perawat harus bisa melakukan asuhan keperawatan secara professional kepada
kliennya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Allsagaf, Hood & Abdul Mukti. 2002. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya:Airlangga University Press
Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I,
Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, (2000), Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Rahmatullah, Pasiyan. 2006. Bronkiektasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Smeltzer&Bare.2001.Keperawatan Medikal Bedah Bruner&Sudart Vol.1.Jakarta:
EGC
Soeparman & Sarwono W.1998. Ilmu penyakit dalam Jilid II Balai Penerbit
FKUI, Jakarta
Somantri, Irman. 2009. Askep pada klien dengan gangguan sistem pernafasan
edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika
Sylvia&Wilson.2006.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Yasmin Asih, Niluh Gede. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

20

You might also like