Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 4
NAMA KELOMPOK :
NIKITA 1404015242
SYINTIA K 1404015358
Kelas : D1
JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis
mampu menyelesaikan laporan ini guna memenuhi tugas mata kuliah Praktikum
Farmakologi dengan judul “Pengaruh Obat Otonom terhadap Mata”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi.
Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang
Farmakologi yang penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber
informasi, referensi, dan berita. Laporan ini di susun oleh penulis dengan berbagai
rintangan. Baik itu yang datang dari diri penulis maupun yang datang dari luar.
Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya
makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA. Penulis sadar bahwa laporan ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing penulis
meminta masukan demi perbaikan membuatan laporan demi masa yang akan datang
dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Kelompok 4
DAFTAR ISI
COVER
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
KESIMPULAN. ........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
3. Respon
Kontriksi pupil, kontriksi bronkus, denyut jantung menurun, dilatasi
pembuluh darah, meningkatnya kontraksi otot polos saluran GI, kontriksi
kandung kemih, meningkatkan saliva, meningkatkan motilitas usus.
2.2.2 Antikolinergik (Parasimpatolitik)
1. Mekanisme : antagonis kompetitif asetilkolin di reseptor muskarin ->
menghambat aktivitas sistem saraf parasimpatik -> semua efek asetilkoin
diperlemah.
2. Respon
Dilatasi pupil, dilatasi bronkus, denyut jantung meningkat, kontriksi
pembuluh darah, relaksasi otot polos saluran GI, relaksasi kandung kemih,
relaksasi uterus.
2.6 Prosedur
Prosedur SSO
Kelinci I Kelinci II
HASIL PENGAMATAN
3.1 Hasil
1. Pengaruh Obat Otonom terhadap Otot Iris Mata Kelinci yang diberi Atropin
(mata kanan) dan Epinefrin (mata kiri)
D pupil
Diameter pulil kanan (cm) Dimeter pupil kiri (cm)
normal
Kanan Kiri 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’ 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’
0,8 0,8 0,8 0,7 1 1,1 0,9 0,7 0,8 0,7 1 1 0,8 0,6
2. Pengaruh Obat Otonom terhadap Otot Iris Mata Kelinci yang diberi
Pilokarpin+Atropin (mata kanan) dan Pilokarpin (mata kiri)
D pupil
Diameter pulil kanan (cm) Dimeter pupil kiri (cm)
normal
Kanan Kiri 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’ 0,5’ 1’ 5’ 10’ 15’ 20’
1 0,5 1 1 0,8 0,8 0,8 0,8 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,6
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata, ini menggunakan hewan uji
berupa kelinci. Pada praktikum ini, menggunakan obat tetes mata berupa atropin, epinefrin
dan pilokarpin. Setiap kelinci diukur terlebih dahulu diameter matanya, digunakan sebagai
pembanding ketika telah ditetesi obat.
Pada kelinci pertama, mata kanan ditetesi atropin sebanyak 3-4 tetes. Lalu dihitung
tiap menit sesuai data pengamatan. Atropin merupakan obat golongan antimuskarinik. Yang
dapat menyebabkan dilatasi pupil. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa mata kanan
kelinci pada saat normal berukuran 0,8 cm, sedangkan setelah 0,5 menit atau 30 detik
pemberian atropin tidak ada perubahan karena ukuran pupil masih 0,8 cm, dapat diketahui
pada wakru 30 detik obat belum bereaksi, sehingga belum terlihat dilatasi pupil.
Setelah pemberian 1 menit terlihat perubahan pada pupil mata, karena ukurannya
menjadi 0,7 cm. Atropin menyebabkan dilatasi pupil, tetapi pada waktu setelah pemberian 1
menit memberikan efek kontriksi pupil. Ini bisa disebabkan karena kesalahan praktikan
dalam menghitung diameter dari pupil mata. Setelah pemberian 5 menit, didapatkan hasil 1
cm yang berarti terjadinya dilatasi pupil. Disebabkan karena atropin telah bekerja sehingga
menyebabkan dilatasi pada pupil kelinci.
Dilanjutkan pada menit ke 10, diameter pupil menjadi 1,1 cm. Efek dari atropin masih
bekeeja sehingga menyebabkan pembesaran pada pupil mata. Pada menit ke 15, diameter
pupil menjadi 0,9. Efek yang ditimbulkan oleh atropin mulai berkurang. Sedangkan pada
menit ke 20 menjadi 0,7 sama halnya pada menit ke 15, menit ke 20 telah terjadi penurunan
efek yang diakibatkan oleh penggunaan atropin.
Pada kelinci pertama, mata kiri ditetesi epinefrin yang merupakan obat golongan
adrenergik. Sama halnya dengan atropin, epinefrin juga mengakibatkan dilatasi pada pupil
mata. Dari hasil pengamatan, diameter normal pada mata kelinci yaitu 0,8 cm. Setelah
pemberian pada 0,5 menit atau 30 detik diameter dari pupil mata tetap 0,8 disebabkan obat
epinefrin belum bekerja sehingga tidak menyebabkan dilatasi pupil. Setelah pemberian 1
menit diameter pupil menjadi 0,7 cm, terjadi kontaksi pupil ataupun pengecilan pupil dari
pada ukuran normal. Bisa diakibatkan karena kesalahan pada saat pengukuran.
Pada menit ke 5, diameter pupil menjadi 1 cm disebabkan karena obat epinefrin telah
bekerja sehingga menyebabkan dilatasi pupil. Pada menit ke 10 diameter masih 1 cm. Pada
menit ke 15 diameter pupil menjadi 0,8 cm, telah terjadi penurunan efek dari epinefrin
sehingga kembali ke diameter normal. Pada menit ke 20 diameternya menjadi 0,6 cm,
terjadinya kontriksi pupil dari ukuran normal.
Pada kelinci kedua, mata sebelah kanan memiliki diameter mata normalnya 1 cm.
Mata kanan diberikan pilokarpin dan atropin 3-4 tetes untuk masing-masing obat. Obat
pertama yang diberikan yaitu pilokarpin lalu dijaraki beberapa menit dan dilanjutkan dengan
menetesi obat atropin. Atropin merupakan obat golongan antimuskarinik yang menyebabkan
dilatasi pupil, sedangkan pilokarpin adalah obat golongan agonis muskarinik yang
menyebabkan kontriksi pupil.
Setelah pemberian 0,5 meit atau 30 detik, diameter dari pupil mata masih 1 cm, masih
belum terjadi perubahan atau efek obat belum terlihat. Pada menit ke 1 diameter pupil masih
1 cm, sedangkan pada menit ke 5 terjadi sedikit perubahan yaitu diameter pupil mata menjadi
0,8 cm, pada menit ke 15 dan 20 diameter pupil masih 0,8 cm. Obat pilokarpin bekerja
sehingga memperkecil diameter pupil atau terjadinya kontraksi pupil.
Tapi seharusnya hasil yang didapat adalah tidak terjadinya perubahan pada diameter
karena atropin menyebabkan dilatasi sedangkan pilokarpin menyebabkan kontriksi pupil.
Karena sebelum pilokarpin bekerja dan menyebabkan kontrikasi pupil, telah dihambat oleh
atropin yang menyebabkan dilatasi pupil. Sehingga tidak terjadi kontriksi pupil, dan diameter
mata normal.
Tetapi, hal seperti ini bisa saja terjadi, yaitu ketika jumlah tetesan antara pilokarpin
dan atropin berbeda. Jika jumlah tetesan pilokarpin lebih banyak, akan tetap menyebabkan
kontriksi pupil mata, walaupun telah dihambat oleh atropin yang membuat dilatasi pupil.
Kerja antara kedua obat ini yaitu angonis atau berlawanan.
Kelinci kedua pada mata sebelah kiri memiliki diameter 0,5 cm dan ditetesi obat
pilokarpin, yang telah diketahui bisa menyebabkan kontriksi pupil atau pengecilan pada
diameter pupil. Setelah pemberian pada 30 detik, 1 menit, 5 menit dan 10 menit, tidak terjadi
perubahan pada pupil mata. Dikarenakan diameter pupil mata yaitu 0,5 cm. Tapi pada menit
ke 15, diameter mata menjadi 0,4 cm. Disebabkan karena obat baru bekerja dan
menyebabkan efek kontriksi pupil.
Pada menit ke 20, diameter mata menjadi 0,6 cm, lebih besar daripada diameter
normal yaitu 0,5 cm. Bisa disebabkan karena efek dari pilokarfin telah berkurang ataupun
hilang, sehingga kontriksi pupil tidak terjadi.
Kemungkinan kesalahan yang dilakukan pada saat praktikum pengaruh kerja obat
otonom terhadap mata yaitu, kesalahan pada saat mengukur diameter dari pupil mata kelinci,
ketidak tepatan atau jumlah tetesan berbeda sehingga menyebabkan efek yang berbeda.
BAB V
KESIMPULAN
Hasil yang didapat pada praktikum pengaruh obat otonom terhadap mata yaitu :
1. Sistem saraf dibagi mnjadi 2, sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf Tepi (SST). SSP
terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST mempunyai 2 cabang, sistem saraf somatik
(SSS) dan sistem saraf otonom (SSO).
2. Fungsi SSO adalah mengendalikan dan mengatur organ-organ otonom, seperti jantung,
saluran gastrointestinal (GI), mata, kandung kemih, pembuluh darah, kelenjar, paru-paru
dan bronkus.
3. Jalur eferen dari SSO dibagi menjadi 2, saraf simpatik dan saraf parasimpatik, yang
sering disebut sebagai sistem saraf simpatik dan sistem saraf para simpatik.
4. Jenis obat yang digunakan pada praktikum ini yaitu : atropin, pilokarpin, dn epinefrin.
5. Tiap-tiap obat memiliki efek yang berbeda, dari perbedaan efek tersebut dilakukan
pengujian dan perbandingan dengan efek yang sesuai yang diakibatkan oleh masing-
masing obat.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Sulistia Gan, dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Peterbit FKUI
Priyanto, Lilin Batubara. 2010. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan.
Depok Jabar: Leskonfi