Professional Documents
Culture Documents
NIM : 20160350082
Mata adalah organ indera yang komplek yang peka cahaya. Dalam wadah
pelindungnya, masing-masing mata mempunyai suatu lapisan sel-sel reseptor, suatu sistem
optik kornea, lensa akuos humor, korpus vitreum) untuk memusatkan cahaya pada reseptor
dan sistem syaraf untuk menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Guyton, 1996)
Bentuk mata manusia hampir bulat, berdiameter +- 2,5 cm. bola mata terletak dalam
bantalan lemak, pada sebelah depan dilindungi oleh kelopak mata dan ditempat lain dengan
tulang orbita. Bola mata terdiri atas:
1. Alis mata: terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata,
fungsinya untuk melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk
kecantikan.
2. Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak
bergerak dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator
pepebrae untuk menarik kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk
menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari kelopak
mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2
kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan
“melotot” atau “sipit” nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan
disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan
sudorifera (keringat).
3. Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar
Meibow. Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut
kelenjar Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).
4. Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis
lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.
Anatomi dan fisiologi rektal
Bagian usus besar terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon
sigmoid hingga anus (muara dari bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum disebut
sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani ekternus dan internus. Panjang
rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15cm (5,9 inci). Bagian rektal ini sendiri berfungsi
untuk mengabsorpsi h2O dan elektrolit dan untuk pembuangan tinja. Pendaur ulangan nutrien
bergantung pada aktivitas metabolik flora normal kolon, motilitas kolon, dan absorpsi
mukosa kolon. Sedangkan pembuangan tinja terdiri dari penyerapan air dari isi kolon dan
defekasi. (Fry et al, 2008). Kapasitas absorpsi tidak sebesar pada usus halus. Pa umumnya
rektum tidak berisi feses.
Rektum diperfusi oleh vena hemoroid superior, tengah, dan inferior. Vena hemoroid
inferior (paling dekat dengan sfingter anal) dan vena hemoroid tengah masuk ke dalam vena
cava dan kembali ke jantung Vena hemoroid superior asi Unsoed . bergabung dengan
sirkulasi mesenterika, yang masuk ke dalam pembuluh darah portal dan k di k h ti kemudian
ke hati. Absorpsi obat setelah pemberian rektal dapat bervariasi, tergantung pada penempatan
supositoria atau larutan obat di dalam rektum.
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea,
dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan
atas dan saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan
external, oksigen di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk
melalui trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam
kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa
ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan
paru-paru pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam
paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran
alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea,
dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Rektal
A. Kecepatan pengosongan lambung
- Kecepatan pengosongan lambung besar → penurunan proses absorpsi obat-obat yang
bersifat asam.
- Kecepatan pengosongan lambung kecil → peningkatan proses absorpsi obat-obat yang
bersifat basa
B. Motilitas usus
Jika terjadi motilitas usus yang besar (ex : diare), obat sulit diabsorpsi.
Lama kediaman (residence time) obat di dalam lambung juga menentukan absorpsi obat dari
lambung masuk ke dalam darah.
Faktor-faktor tertentu dapat mempengaruhi pengosongan lambung akan dapat berpengaruh
terhadap lama kediaman obat di suatu segmen absorpsi.
Pengosongan lambung diperlama oleh lemak dan asam-asam lemak dan makanan,depresi
mental, penyakit-penyakit seperti gastro enteritis, tukak lambung (gastric ulcer) dll.
Pemakaian obat-obat juga dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya, baik dengan cara
mengurangi motilitas (misal obat-obat yang memblokir reseptor-reeptor muskarinik) atau
dengan cara meningkatkan motilitas (misalnya metoklopropamid, suatu obat yang
mempercepat pengosongan lambung).
C. pH medium
Keasaman cairan gastro intestinal yang berbea-beda di lambung (pH 1-2) duodenum (pH 4-
6)→ sifat-sifat dan kecepatan berbeda dalam absorpsi suatu obat.
Menurut teori umum absorpsi : obat-obat golongan asam lemah organic lebih baik di absorpsi
di dalam lambung dari pada di intestinum karena fraksi non ionic dari zatnya yang larut
dalam lipid lebih besar dari pada kalau berada di dalam usus yang pHnya lebih tinggi.
Absorpsi basa-basa lemah seperti antihistamin dan anti depressant lebih berarti atau
mudah di dalam usus halus karena lebih berada dalam bentuk non ionic daripada bentuk
ionik. Sebaliknya sifat asam cairan lambung bertendensi melambatkan atau mencegah
absorpsi obat bersifat basa lemah.
Penyakit dapat mempengaruhi pH cairan lambung.
Lemak-lemak dan asam-asam lemak telah diketahui menghambat sekresi lambung
Obat-obat anti spasmodic seperti atropine, dan anti histamine H2 bloker seperti cimetidin
dan ranitidin→ pengurangan sekresi asam lambung
Dalam absorpsi gastro intestinal atau in vivo sebagai proses yang nyata untuk proses
penetrasi zat terlarut lewat barrier itu sendiri.
Optical
paru
1. kelarutan obat
Obat yang bersifat lipofilik akan lebih mudah menembus melewati membran biologis
daripada obat yang bersifat hidrofilik. Parameter untuk mengukur sifat obat ini adalah
koefisien partisi yang menggambarkan partisi obat dalam pelarut polar.
2. ukuran partkel obat
Semakin kecil ukuran partikel obat, semakin mudah menembus membran alveolus
dan melewati saluran cerna. Apabila ukuran partikel terlalu besar, kemungkinan obat tidak
akan sampai ke alveolus karena terdeposisi di sepanjang salran pernafasan.
3. Sifat anatomi dan fisiologi saluran napas.
Anatomi saluran napas yang memiliki saluran yang panjang dan bercabang dapat
mempengaruhi absorbsi obat agar sampai di alveolus untuk di absorpsi. Selain itu saluran
napas yang dilapisi mukus akan membuat obat mudah terdeposisi sehingga menghambat
proses absorbsi obat.