You are on page 1of 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering


dijumpai, merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan
appendicitis akuta. Penyebab yang paling sering dari obstruksi ileus adalah
adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi abdominalis dan operasi
obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung oleh
kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis. Ileus obstruktif adalah
suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana

merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya


isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-
400.000 menderita ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada
7.059 kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan
7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen
Kesehatan Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka fokus permasalahan dalam makalah
ini adalah:

1. Apa yang dimaksud dengan ileus obstruksi?

2. Bagaimana proses keperawatan pada klien dengan ileus obstruksi?

2
C. TUJUAN MASALAH

1. Untuk mengetahui definisi

2. Untuk mengetahui etiologi

3. menjelaskan patofisiologi

4. Untuk mengetahui patofisiologi

5. Untuk mengetahui manifestasi

7. Untuk mengetahui penatalaksanaan

8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya
normal (Reeves, 2001). Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan dapat secara mekanis
atau fungsional. (Tucker, 1998)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.

2. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
a. Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal
dari tekanan pada usus, diantaranya :
1) Intususepsi
2) Tumor dan neoplasma
3) Stenosis
4) Striktur
5) Perlekatan (adhesi)
6) Hernia
7) Abses
b. Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi
sepanjang usus. (Brunner and Suddarth, 2002)

3
3. Manisfestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2002) :
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2002) :
1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus
Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok
hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis.
Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan
hernia harus diperiksa. (Winslet, 2002)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian
menjadi bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada
dinding usus melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat
obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus
halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari
ileus obstruktif usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di
dalam abdomen, sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya
tampil dengan nyeri intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus
berdilatasi, motilitas menurun, sehingga gelombang peristaltik menjadi
jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada saat ini nyeri mereda dan diganti oleh
pegal generalisata menetap di keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen
menjadi terlokalisasi baik, parah, menetap dan tanpa remisi, maka ileus
obstruksi strangulata harus dicurigai. (Sabiston, 1995)
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2001).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus

4
halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih hijau atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak
terlihat distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang
bisa keluar) (Winslet, 2002). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per
rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2002) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi
Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan
abdomen yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah
terjadi. Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet,
2002)

4. Fatofisiologi

Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah

sama, tanpa memandang apakah obstruksi usus tersebut diakibatkan oleh

penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya adalah obstruksi

paralitik, paralitik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi

mekanis peristaltik mula-mula diperkuat kemudian intermiten akhirnya

hilang.

Limen usus yang tersumbat profesif akan terenggang oleh cairan dan gas.

Akumulasi gas dan cairan didalam lumen usus sebelah proksimal dari letak

obstruksi mengakibatkan distensi dan kehilangan H2O dan elektrolit dengan

peningkatan distensi maka tekanan intralumen meningkat, menyebabkan

penurunan tekanan vena dan kapiler arteri sehingga terjadi iskemia dinding

5
usus dan kehilangan cairan menuju ruang peritonium akibatnya terjadi

pelepasan bakteri dan toksin dari usus, bakteri yang berlangsung cepat

menimbulkan peritonitis septik ketika terjadi kehilangan cairan yang akut

maka kemungkinan terjadi syok hipovolemik. Keterlambatan dalam

melakukan pembedahan atau jika terjadi stranggulasi akan menyebabkan

kematian.

6
PATHWAY

Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor

Refluks inhibisi spingter Akumulasi gas dan cairan dalam lumen


Klien rawat inap
Terganggu bagian proksimal letak obstruksi

Spingter ani eksterna Distensi abdomen


Reaksi hospitalisasi
Tidak relaksasi

Refluks lama dalam Tekanan intra lumen meningkat


CEMAS
Kolon dan rektum

Konstipasi Iskemia dinding usus

Metabolisme anaerob glukosa


Kontraksi anuler
pylorus Merangsang pengeluaran mediator kimia
(histamin. Bradikinin dan prostaglandin)

Ekspalasi isi lambung Merangsang reseptor nyeri


Proliferasi bakteri yang
ke usofagus

Berlangsung cepat

NYERI
Pelepasan bakteri dan
Gerakan isi lambung
Toksin dari usus yang inpark
Ke mulut Merangsang syaraf otonom
Aktifasi norepineprin
Bakteri
melespaskan
Mual/muntah Syaraf simpatis terangsang mengaktifkan
endotoksin dan merangsang
RAS mengaktifkan kerja organ tubuh
tubuh melepaskan zat
Pyrogen oleh
leukosit
REM menurun
Intake kurang

7
Klien terjaga Impuls
disampaikan ke hipotalamus
bagian
termogulator melalui
ductus
toracicus
NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN
GANGGUAN POLA TIDUR
HIPERTERMI

Kontraksi otot-otot abdomen ke diafragma

Kehilangan H2O dan elektrolit


Relaksasi otot-otot
diafragma terganggu

Volume ECF menurun


Ekspansi paru menurun

RESIKO KURANG VOLUME CAIRAN


POLA NAPAS TIDAK EFEKTIF

8
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
1) Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
2) Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus halus.
Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu obstruksi
letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen. Pada
anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema barium tidak hanya
sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
3) CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan
peritoneum. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras
kedalam pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat
dan lokasi dari obstruksi.
4) USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
5) MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras yang
ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan untuk
mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
6) Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.

9
b. Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa
mungkin menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan
asidosis atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

6. Komplikasi
a. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
b. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
c. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
d. Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)

7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan
cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat
dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain
pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.

10
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual
muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama
laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan
operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau
adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi
maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4 macam
cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru
yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor
intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis
ujung-ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus,
misalnya pada carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (Sabara, 2007)

11
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari
pertolongan, dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric
1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem
pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.

12
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika
syok hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

13
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
e. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
cairan dan elektrolit terpenuhi.
Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
b. Intake dan output cairan seimbang
c. Turgor kulit elastic
d. Mukosa lembab
e. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5
mmol/L, Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
2. Observasi tanda-tanda vital pasien.
2. Perubahan yang drastis pada
tanda-tanda vital merupakan
3. Observasi tingkat kesadaran dan indikasi kekurangan cairan.
tanda-tanda syok 3. kekurangan cairan dan elektrolit
dapat mempengaruhi tingkat
4. Observasi bising usus pasien tiap kesadaran dan mengakibatkan
1-2 jam syok.
5. Monitor intake dan output secara 4. Menilai fungsi usus
ketat 5. Menilai keseimbangan cairan
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan
elektrolit, hematokrit dan elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan
keluarga tentang tindakan yang pasien dan keluarga serta
dilakukan: pemasangan NGT dan kerjasama antara perawat-pasien-

14
puasa. keluarga.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual yang 1. Mempengaruhi pilihan
mempengaruhi kemampuan untuk intervensi.
mencerna makanan, mis : status
puasa, mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas.
2. Auskultasi bising usus; palpasi 2. Menentukan kembalinya
abdomen; catat pasase flatus. peristaltik ( biasanya dalam
3. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan 2-4 hari ).
diet dari pasien. Anjurkan pilihan 3. Meningkatkan kerjasama
makanan tinggi protein dan vitamin pasien dengan aturan diet.
C. Protein/vitamin C adalah
kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
4. Observasi terhadap terjadinya diare; pertahanan terhadap infeksi.
makanan bau busuk dan 4. Sindrom malabsorbsi dapat
berminyak. terjadi setelah pembedahan
usus halus, memerlukan
evaluasi lanjut dan perubahan
5. Kolaborasi dalam pemberian obat- diet, mis: diet rendah serat.
obatan sesuai indikasi: Antimetik, 5. Mencegah muntah.
mis: proklorperazin (Compazine). Menetralkan atau menurunkan
Antasida dan inhibitor histamin, pembentukan asam untuk
mis: simetidin (tagamet). mencegah erosi mukosa dan

15
kemungkinan ulserasi.

3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola nafas
menjadi efektif
Kriteria hasil :
 Pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi :
18-20x/menit

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas
akibat adanya distensi abdomen
dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.
2. Kaji status pernafasan: pola, 2. Adanya distensi pada abdomen
frekuensi, kedalaman dapat menyebabkan perubahan
3. Kaji bising usus pasien pola nafas.
3. Berkurangnya/hilangnya bising
usus menyebabkan terjadi
distensi abdomen sehingga
4. Tinggikan kepala tempat tidur 40- mempengaruhi pola nafas.
60 derajat 4. Mengurangi penekanan pada
5. Observasi adanya tanda-tanda paru akibat distensi abdomen.
hipoksia jaringan perifer: cianosis 5. Perubahan pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
menyebabkan oksigenasi perifer
terganggu yang
6. Monitor hasil AGD dimanifestasikan dengan
adanya cianosis.
7. Berikan penjelasan kepada 6. Mendeteksi adanya asidosis
keluarga pasien tentang penyebab respiratorik.
terjadinya distensi abdomen yang 7. Meningkatkan pengetahuan dan
dialami oleh pasien kerjasama dengan keluarga
8. Laksanakan program medic pasien.
pemberian terapi oksigen
8. Memenuhi kebutuhan
oksigenasi pasien

16
4. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola
eliminasi kembali normal.
Kriteria hasil :
 Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU
normal : 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna dan 1. Mengetahui ada atau tidaknya
konsistensi feces kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.
3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan
perbaikan fungsi usus.
4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat

Intervensi Rasional
Menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga
terjadi distensi abdomen.
5. Berikan penjelasan kepada pasien 5. Meningkatkan pengetahuan
dan keluarga penyebab terjadinya pasien dan keluarga serta untuk
gangguan dalam BAB meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
6. Kolaborasi dalam pemberian terapi 6. Membantu dalam pemenuhan
pencahar (Laxatif) kebutuhan eliminasi

5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri
teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :

17
 Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri
pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan rileks.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap 1. Nyeri hebat yang dirasakan
shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasil TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik 2. Mengetahui kekuatan nyeri
dan skala nyeri yang dirasakan yang dirasakan pasien dan
pesien sehubungan dengan adanya menentukan tindakan
distensi abdomen selanjutnya guna mengatasi
nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi 3. Posisi yang nyaman dapat
semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik dirasakan pasien
relaksasi tarik nafas dalam saat 4. Relaksasi dapat mengurangi
merasa nyeri rasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk
menggunakan tehnik pengalihan 5. Mengurangi nyeri yang
saat merasa nyeri hebat. dirasakan pasien.
6. Kolaborasi dengan medic untuk 6. Analgetik dapat mengurangi
terapi analgetik rasa nyeri

6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan :
 Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
 Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan 1. Rasa cemas yang dirasakan

18
kecemasan: wajah tegang, gelisah pasien dapat terlihat dalam
ekspresi wajah dan tingkah
2. Kaji adanya rasa cemas yang laku.
dirasakan pasien 2. Mengetahui tingkat kecemasan
3. Berikan penjelasan kepada pasien pasien.
dan keluarga tentang tindakan yang
akan dilakukan sehubungan dengan 3. Dengan mengetahui tindakan
keadaan penyakit pasien yang akan dilakukan akan
4. Berikan kesempatan pada pasien mengurangi tingkat kecemasan
untuk mengungkapkan rasa takut pasien dan meningkatkan
atau kecemasan yang dirasakan kerjasama
5. Pertahankan lingkungan yang 4. Dengan mengungkapkan
tenang dan tanpa stres. kecemasan akan mengurangi
rasa takut/cemas pasien
6. Dorong dukungan keluarga dan 5. Lingkungan yang tenang dan
orang terdekat untuk memberikan nyaman dapat mengurangi
support kepada pasien stress pasien berhadapan
dengan penyakitnya
6. Support system dapat
mengurani rasa cemas dan
menguatkan pasien dalam
memerima keadaan sakitnya.

4. IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan


mencapai tujuan spesifik (Nursalam, 2001). Implementasi sebaiknya dibuat
sesuai dengan apa yang direncanakan oleh dan sesuai situasi klien dan
peralatan rumah sakit. Dalam pelaksanaan ini, perawat berperan sebagai
pelaksanaan keperawatan, memberi support, advokasi, konselor dan
penghimpun data (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2001). Evaluasi terdiri
dari 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses jangka pendek atau
evaluasi tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b. Evaluasi sumatif biasa disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir dan evaluasI
jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan di akhir tindakan keperawatan dan

19
menjadi suatu metode dalam memonitor kualitas dan efisiensi tindakan
yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan metode
SOAP (Nursalam, 2001).

Tujuan evaluasi ini adalah untuk mendapatkan umpan balik dalam rencana
keperawatan nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui
hasil perbandingan dan standar yang telah ditentukan sebelumnya.
Ada 4 kemungkinan yang dapat terjadi dalam tahap evaluasi ini yaitu:
Masalah teratasi sepenuhnya; masalah teratsi; sebagian masalah belum
teratasi dan masalah baru

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Obstruksi usus merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus dan makanan dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 1998)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah sumbatan total
atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran pencernaan.

B. Saran
Dari penjelasan kesimpulan di atas bahwa obtruksi usun adalah penyakit yang
sangat berbahaya oleh karena kita harus mencegahnya dari sekarang

21
DAFTAR PUSTAKA

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk.


Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001
Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta : EGC; 2001.
Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis,
And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001

22

You might also like