You are on page 1of 57

MANJEMEN KREDIT dan studi kasus kredit macet bank danamon

PENDAHULUAN

Kredit oleh bank atau lembaga keuangan lainnya di berikan kepada orang dan lembagayang
memerlukannya dibedakan dalam beberapa jenis kredit. Pembedaan jenis-jenis 1sangat diperlukan
dalam rangka setting kredit yang akan dilakukan oleh bank. Terdapat banyak jenis kredit yang diberikan
oleh bank umum dan bank perkreditan rakyat maupun lembaga keuangan lainnya untuk masyarakat.

Salah satu tugas bank adalah menyalurkan kredit kepada masyarakat. Peranan ini akan menjadi sangat
penting, karena kebanyakan keuntungan dari Bank diambil dari penyaluran kredit yaitu bunga dari para
peminjam. Dalam pemberian pinjaman Bank mesti hati-hati jangan sampai terjadi kredit macet. Soalnya
kalau kredit macet sampai terjadi bisa-bisa bank kesulitan likuiditas sehingga bank bisa dilikuidasi.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Manajemen Kredit

Dalam pengertian sederhana kredit merupakan penyaluran dana dari pihak pemilik dana kepada pihak
yang memerlukan dana. Penyaluran dana tersebut didaasarkan kepada kepercayaan yang diberikan oleh
pemilik dana kepada pengguna dana .Dalam bahasa latin, Perkataan kredit (credit) berasal dari kata
credere yang artinya “kepercayaan”. Jadi memperoleh kredit berarti memperoleh kepercayaan.
Kemudian kredit berarti suatu pemberian kepercayaan dimana balas jasa diberikan pada waktu setelah
prestasi dilakukan. Misalnya, kredit penjualan yang diberikan oleh penjual kepada pembeli dalam suatu
transaksi jual-beli, penjual menyerahkan barang atau jasa terlebih dahulu kepada pembeli, sedang
pembayaran atas barang atau jasa tersebut dilakukan beberapa waktu kemudian oleh pihak pembeli.

Dalam kegiatan kredit, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pihak pemberi kredit yang disebut kreditur dan
pihak penerima kredit yang disebut dengan istilah debitur.beberapa ahli menerjemahkan kredit sebagai
berikut:

a. “.. kredit itu adalah suatu pemberian pertasi yang balas pertasinya (kontra prestasi) akan terjadi
pada suatu waktu dihari yang akan dating…”(Drs. Amir Rajab Batubara)

b. “in a general sense credit is based on confidence in the debtors ability to make a money payment
at some future time” (rolin G. Thomas) apabila kita defenisikan secara bebas , kredit dalam pengertian
umum merupakan kepercayaan atas kemampuan pihak debitur (penerima kredit) untuk membayar
sejumlah uang pada masa yang akan datang.

c. Menurut UU. No. 10 Tahun 1998, pengertian kredit adalah suatu penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kepsekatan pinjam-meminjam
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga."

Didalam perbankan syariah, istilah kredit tidak dikenal, karena bank syariah memiliki skema yang
berbeda dengan bank konvensional dalam menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan
dana. Bank Syariah menyalurkan dananya kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan. Sifat dari
penyaluran dana dengan skema pembiayaan, bukan merupakan utang piutang, tetapi merupakan
pembiayaan yang diberikan bank kepada nasabah dalam melakukan usaha.

2. Unsur-Unsur Kredit

Unsur-unsur yang terdapat dalam pemberian pada fasilitas kredit adalah sebagai berikut.

1. kreditor

kreditor merupakan pihak yang memberikan kredit (pinjaman) kepada pihak lain yang mendapat
pinjaman. Pihak tersebut bisa perorangan atau badan usaha. Bank yang memberikan kredit kepada
pihak peminjam merupakan kreditor.

2. Debitur.

Merupakan pihak yang membutuhkan dana, atau pihak yang mendapat pinjaman dari pihak lain.

3. Kepercayaan

Keyakinan adalah suatu keyakinan terhadap pemberi kredit untuk diberikan benar-benar diterima
kembali di masa yang akan datang sesuai dalam jangka waktu kredit. Bank memberikan kepercayaan
atas dasar melandasi mengapa suatu kredit dapat berani di kucurkan.
4. Kesepatakan

Kesepakatan dalam suatu perjanjian yang setiap pihak (si pemberi kredit kepada si penerima kredit)
menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan berada dalam suatu akad kredit
dan ditandatangani oleh kedua belah pihak sebelum kredit dikucurkan.

5. Jangka Waktu

Dari jangka waktu yang telah disepakati bersama mengenai dari pemberian kredit oleh pihak bank dan
pelunasan kredit oleh pihak nasabah debitur.

6. Risiko

Dalam menghindari resiko buruk dalam perjanjian kredit, sebelumnya telah dilakukan perjanjian
pengikatakan angunan atau jaminan yang dibebankan kepada pihak nasabah debitur atau peminjam.

7. Prestasi

Prestasi merupakan objek yang berupa bunga atua imbalan yang telah disepakati oleh bank dan nasabah
debitur.

3. Fungsi kredit

Fungsi kredit dalam kehidupan perekonomian , perdagangan, dan keuangan secara garis besar adalah
sebagai berikut:

1. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari uang.

2. Kredit dapat meningkatkan daya guna (utility) dari barang.

3. Kredit meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas uang.

4. Kredit adalah salah satu alat stabilisasi ekonomi.

5. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat.

6. Kredit adalah jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional.

7. Kredit adalah sebagai alat penghubung ekonomi internasional.

8. Sebagai motivator dan dinamisator kegiatan perdagangan danperekonomian

9. Memperbesar modal dari perusahaan


10. Mengubah cara berfikir dan tindakan masyarakat agar bernilai ekonomis

4. Macam-Macam Kredit

Macam-macam kredit atau jenis-jenis kredit diklasifikasikan antara lain sebagai berikut.

1. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Kelembagaan :

Kredit Perbankan, adalah kredit yang diberikan kepada masyarakat oleh bank negara atau swasta untuk
kegiatan usaha atau konsumsi

Kredit Likuiditas, ialah kredit yang diberikan kepada bank-bank beroperasi di Indonesia oleh bank-bank
sentral yang difungsikan sebagai dana dalam membiayai kegiatan perkreditannya.

Kredit Langsung, yaitu kredit yang diberikan kepada lembaga pemerintah atau semi pemerintah (kredit
program) oleh BI.

Kredit Pinjaman Antarbank, adalah kredit yang diberikan oleh bank yang kelebihan dana kepada bank
yang kekurangan dana.

2. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Jangka Waktu:

Kredit Jangka Pendek (Short term loan), adalah kredit yang berjangka waktu maksmium satu tahun.
Bentuknya berupa kredit direkening koran, kredit penjualan, kredit wesel, dan kredit pembeli serta
kredit modal kerja.

Kredit Jangka Menengah (Medium term loan), ialah kredit yang jangka waktu antara satu tahun sampai
dengan tiga tahun.

Kredit Jangka Panjang, adalah kredit yang memiliki waktu lebih dari tiga tahun. Umumnya berupa kredit
investasi yang dedidikirawan dengan tujuan menambah modal perusahaan dalam rangka untuk
melakukan rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru.

3. Macam-Macam Kredit Berdasarkan tujuan atau Penggunaannya

Kredit Konsumtif, adalah kredit yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri dan dengan
keluarganya, misalnya kredit mobil, dan rumah untuk dirinya dan keluarganya. Kredit ini sangat tidak
produktif

Kredit Modal Kerja atau Kredit Perdagangan, ialah kredit yang digunakan untuk menambah modal usaha
debitur. Kredit produktif

Kredit Investasi, adalah kredit yang digunakan untuk investasi produktif, tetapi baru menghasilkan
jangka waktu yang relatif lama. Kredit yang biasanya diberikan grace period, seperti kredit perkebunan
kelapa sawit dan lain sebagainya.
4. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Aktivitas Perputaran Usaha:

Kredit Kecil, ialah kredit yang diberikan kepada penguasa kecil, misalnya KUK (Kredit usaha kecil).

Kredit Menengah, adalah kredit yang diberikan kepada penguasa dengan aset yang melebihi dari
penguasa kecil.

Kredit Besar, adalah kredit yang pada dasarnya ditinjau dari segi jumlah kredit yang diteirma oleh
debitur.

5. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Jaminannya

Kredit Tanpa Jaminan atau kredit blanko (unsecured down), adalah pemberian kredit dengan tanpa
jaminan materiil (agunan fisik), pemberian sangat selektif yang ditujukan untuk nasabah besar yang
telah teruji bonafiditas, kejujuran, dan ketaatannya, baik dalam traksaksi perbankan mapun oleh
kegiatan usaha yang dijalaninya.

Kredit Jaminan, ialah kredit untuk debitur yang didasarkan dari keyakinan atas kemampuan debitur dan
adanya agunan atau jaminan berupa fisik (collateral) sebagai jaminan tambahan.

6. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Macamnya:

Kredit Aksep, ialah kredit untuk bank yang berupa pinjaman uang, seperti plafond kredit (L3 atau BMPK)-
nya

Kredit Penjual, adalah kredit untuk penjual dan pembeli, artinya barang yang telah dterima pembayaran
kemudian. Misalnya Usanse L/C,

Kredit Pembeli, adalah pembayaran telah dilakukan penjual, namun barangnya diterima belakangan
atau pembelian dengan uang muka, seperti red clause L/C.

7. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Sektor Perekonomiannya:

Kredit Pertanian, adalah kredit untuk perkebunan, peternakan dan perikanan

Kredit Pertambangan, ialah kredit untuk beraneka macam pertambangan

Kredit Ekspor-Impor, yaitu kredit untuk eksportir dan importir macam-macam barang.

Kredit Koperasi, adalah kredit untuk jenis-jenis koperasi

Kredit Profesi, adalah kredit untuk macam-macam profesi, misalnya dokter dan guru.

Kredit Perindustrian, adalah kredit untuk macam-macam industri kecil, menengah dan besar.

8. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Penarikan dan Pelunasan :


Kredit Rekening Koran, adalah kredit yang dapat ditarik dan dilunasi setiap saat, besarnya sesuai dengan
kebutuhan yang penarikannya dengan cek, bilyet, giro atau pemindahbukuan, pelunasan dengan
melakukan setoran-setoran tersebut.

Kredit Berjangka, ialah kredit yang penarikannya sekaligus sebesar plafondnya. Pelunasan kredit dengan
cara setelah jangka waktunya habis yang dapat dilakukan dengan mencicil atau perjanjian.

9. Macam-Macam Kredit Berdasarkan Cara Pemakaiannya

Kredit Rekening Koran Bebas. adalah kredit yang dibitur menerima seluruh dari kreditnya dengan bentuk
rekening koran kepadanya diberikan blangko cheque dan rekening korannya pinjamannya diisi
berdasarkan besarnya kredit yang diberikan, debitur bebas melakukan penarikan selama kredit berjalan.

Kredit Rekening Koran Terbatas, ialah kredit dengan adanya pembatasan tertentu bagi nasabah dalam
melakukan penarikan uang rekeningnya. seperti pebmerian kredit dengan uang giral dan perubahannya
menjadi uang cartal dilakungan berangsur-angsur.

Kredit Rekening Koran Aflopend, yaitu penarikan kredit yang dilakukan dengan arti maksimum kredit di
waktu penarikan pertambah sepenungnya dengan digunakan oleh nasabah.

Revolving Kredi, adalah sistem penarikan kredit sama dengan cara rekening koran bebas dengan masa
penggunaan satu tahun, akan tetapi cara pemakaiannya berbeda.

Term Loans, ialah sistem penggunaan dan pemakaian kredit yang fleksibel artinya nasabah dapat bebas
menggunakan uang kredit untuk keperluan apa saja dan bank tdak mau tentang hal itu.

5. Ketentuan-Ketentuan Penentuan Besarnya Kredit

Dalam praktik perbankan di Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang


ditetapkan oleh Bank Indonesia, penentuan besarnya kredit dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:

a. Reserve Requirement (RR)

Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana
pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank
yang bersangkutan pada bank Indonesia.

b. Loan to Deposit Ratio (LDR)

Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh
bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber.

c. Batas Maksimum Pemberian Kredit


Batas maksimum pemberian kredit adalah ketentuan tentang tidak diperbolehkannya suatu bank untuk
memberikan kredit (baik kepada nasabah tunggal maupun kepada nasabah grup) yang besarnya
melebihi 20% dari besarnya modal bank yang bersangkutan.Pembatasan penyediaan dana adalah
persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit (BMPK).
BMPK mendapatkan dasar pengaturan dalam UU Perbankan. Pengaturan tersebut selanjutnya
dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase maksimum
penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank.Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih
antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal
bank pada saat pemberian penyediaan dana. Sementara, pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara
persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada
saat tanggal laporan.Tujuan ketentuan BMPK adalah untuk melindungi kepentingan dan kepercayaan
masyarakat serta memelihara kesehatan dan daya tahan bank, dimana dalam penyaluran dananya, bank
diwajibkan mengurangi risiko dengan cara menyebarkan penyediaan dana sesuai dengan ketentuan
BMPK 3 vide Pasal 1 angka 2 PBI No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Umum 5 yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada peminjam dan atau
kelompok peminjam tertentu.

d. Portofolio Investment

Prioritas terakhir di dalam alokasi dana bank adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana tertentu
pada investasi portfolio (portfolio investment). Alokasi dana bank ke dalam kategori ini adalah dana sisa
(residual fund) setelah penanaman dana dalam bentuk pinjaman (kredit) telah memenuhi kriteria atau
target tertentu.

6. Analisis kredit

Pengertian Penilaian atau Analisis Kredit

Penilaian atau analisis kredit adalah semacam studi kelayakan (feasibility Study) atas perusahaan
pemohon kredit. (Firdaus & Ariyanti 2009:184)

Penilaian kredit adalah Suatu kegiatan pemeriksaan, penelitian, dan analisa terhadap kelengkapan,
keabsahan, dan kelayakan berkas/surat/data permohonan kredit calon debitur hingga dikeluarkannya
suatu keputusan apakah kredit tersebut diterima atau ditolak. (Djohan 2000:97)

Menurut Thomas Suyatno, dkk (2003:70) yang dimaksud dengan analisa kredit adalah pekerjaan yang
meliputi:

1. Mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun non
keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan
kredit.
2. Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian dan kesimpulan serta
penyajian alternatif-alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari
permohonan kredit nasabah.

Dari Pengertian tersebut dapat disimpulkan, pengertian penilaian atau analisis kredit adalah Suatu
kegiatan analisa/penilaian berkas/data dan juga berbagai aspek yang mendukung yang diajukan oleh
pemohon kredit, sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan apakah permohonan kredit
tersebut diterima atau ditolak.

7. Fungsi Analisa Kredit

Kegiatan analisa kredit memiliki arti penting bagi bank, karena bank akan memiliki jaminan yang
memadai selama kredit diberikan. Sutojo (1997:69) menyebutkan fungsi analisa kredit adalah:

1. Sebagai dasar bagi bank dalam menentukan tingkat suku bunga kredit dan jaminan yang
disyaratkan untuk dipenuhi nasabah,

2. Sarana untuk pengendalian resiko yang akan dihadapi bank,

3. Syarat kredit dan sarana untuk struktur, jumlah kredit, jangka waktu kredit, sifat kredit, tujuan
kredit, dan sebagainya,

4. Sebagai bahan pertimbangan pimpinan/direksi bank dalam proses pengambilan keputusan,

5. Sebagai alat informasi yang diperlukan untuk evaluasi kredit.

8. Penggolongan kredit

Penyaluran dana berupa kredit yang diberikan kepada nasabah selalu diikuti dengan risiko yang mungkin
timbul. Risiko atas kredit adalah tidak tertagihnya kredit yang telah disalurkanya, baik pokok pinjaman
yang diberikan, maupun bunganya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Meskipun, analisis kredit
telah dilakukan dengan tepat, akan tetapi risiko kredit tetap ada. Oleh karena itu, bank harus dapat
meminimalisasi risiko yang diakibatkan dari kredit tersebut.

Bank melakukan penggolongan kredit kedalam 2 golongan yaitu kredit ferforming dan non performing.
Kredit performing disebut juga dengan kredit yang tidak bermasalah dibedakan menjadi dua kategori
yaitu:

1. Kredit dengan kualitas lancar

apabila tidak terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga.

2. Kredit dengan kualitas dalam perhatian.


apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 90 hari.

Kredit non performing merupakan kredit yang sudah dikategorikan kredit bermasalah, karena sudah
terdapat tunggakkan.

1. Kredit kurang lancar

apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 120 hari.

2. Kredit diragukan

apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga sampai dengan 180 hari.

3. Kredit macet

apabila terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga di atas 180 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Ismail.(2013).MANAJEMEN PERBANKAN. Jakarta: KENCANA.

Kasnir.(2011).MANAJEMEN PERBANKAN. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lucky, A. (1999). MANAJEMEN PERBANKAN. Padang: DIP Proyek Universitas Negeri Padang.

https://www.scribd.com/doc/146661279/makalah-manajemen-kredit
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1

A. Latar Belakang............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan............................................................................................ 1

D. Manfaat Penulisan.......................................................................................... 2

BAB II. PEMBAHASAN................................................................................... 3

A. Pengertian Umum Kredit............................................................................... 3

B. Pengertian Kredit Macet................................................................................ 3

C. Faktor – faktor Penyebab Munculnya Kredit Bermasalah............................. 4

D. Indikasi Kredit Macet.................................................................................... 5

E. Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Kredit Macet............................. 6

F. Cara Penyelesaian Kredit Macet.................................................................... 9

BAB III. PENUTUP........................................................................................... 11

A. Kesimpulan...................................................................................................... 11

B. Saran................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bank sebagai lembaga keuangan, disamping memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang, usaha pokok bisnisnya adalah memberikan pelayanan kredit kepada para nasabahnya.

Sejak terjadinya Paket Juni ’83 pada masa perkembangan industri perbankan, yaitu perbankan
menghapus pagu kredit, menentukan sendiri suku bunga dalam rangka meningkatkan mobilisasi dana
dari masyarakat, dan mengurangi ketergantungan dari BI, bank dari berbagai jenis kepemilikannya dapat
memberikan keleluasaan kredit kepada nasabahnya. Sehingga masyarakat berbondong – bondong
mendatangi bank dengan harapan mendapat pinjaman modal untuk membangun usaha atau bisnis,
ataupun meningkatkan usaha yang sudah ada.

Setelah kredit yang merajalela di masyarakat khususnya di lingkungan pengusaha menengah ke atas,
banyak bank yang menyimpang dari aturan dalam pemberian kredit karena persaingan yang ketat dalam
penarikan nasabah. Selain itu banyak kelalaian yang dilakukan bank dalam menganalisis pemberian
kredit, dan pemberian jumlah pinjaman yang tidak sesuai dengan kemampuan nasabah bank, sehingga
terjadilah kredit macet pada nasabah.

Dengan demikian diperlukan cara penyelesaian kredit macet yang akan dibahas dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas, maka timbul masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan kredit macet?

2. Faktor – faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kredit macet?

3. Bagaimana cara penyelesaian kredit macet?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

1. Mengetahui apa yang dimaksud kredit macet.

2. Mengetahui faktor – faktor penyebab kredit macet.

3. Mengetahui bagaimana cara penyelesaian kredit macet.

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa :

1. Pengetahuan tentang kredit macet dan penyelesaiannya.

2. Wawasan dan pengalaman dalam penyusunan makalah.

3. Bahan wacana bagi para pembaca.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Umum Kredit

Dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
disebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.

Sampai saat ini pendapatan bunga sebagai hasil dari pemberian kredit, masih merupakan kontribusi
terbesar pada pendapatan bank secara keseluruhan, baik bank-bank di Indonesia maupun kebanyakan
bank-bank di dunia. Berdasarkan statistik Bank Indonesia bulan Juni 1992, 80% dari total aset perbankan
Indonesia adalah berupa kredit yang disalurkan baik kepada sektor perdagangan maupun industri.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penyaluran kredit merupakan kegiatan utama suatu bank. Di
lain pihak, penyaluran kredit mengandung resiko bisnis terbesar dalam dunia perbankan. Oleh karena
itu, pengelolaan kredit merupakan kegiatan yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap bank.

B. Pengertan Kredit Macet

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua
golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan
menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang
sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat
mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.

Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya
faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur. (Siamat, 1993,
hal: 220).

Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet bilamana: (Sutojo, 1997, hal: 331)

1. Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan; atau

2. Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa
penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit;
atau

3. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada


pengadilan negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi
kepada perusahaan asuransi kredit.

Sejak krisis keuangan yang berlanjut dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997,
penyelesaian kredit macet bank-bank di Indonesia ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN).

Berkaitan dengan kasus kredit macet di Indonesia Menko Ekuin, Kwik Kian Gie mengatakan bahwa
sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai Rp 600 trilyun (InfoBank, Edisi Nomor 245, Januari 2000,
hal:14). Menurut hemat kami hal ini tampaknya lebih disebabkan karena faktor kesengajaan. Betapa
tidak, sebagian besar dana kredit yang dimiliki bank disalurkan kepada debitur kelompok usahanya
sendiri, yang disebut perusahaan terafiliasi. Dimana dalam penyalurannya kurang atau mungkin tidak
didasarkan pada studi kelayakan (feasibility study), dan bahkan besarnya kredit yang mereka ajukan
jumlahnya telah di ‘mark up’ terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah Bank Dagang Nasional Indonesia
(BDNI) dan Bank Umum Nasional (BUN), yang masing-masing secara berurutan menyalurkan 90,7% dan
78,4% (Kwik Kian Gie, 1999, hal: 124) untuk kepentingan kelompok usahanya sendiri.

C. Faktor – faktor Penyebab Munculnya Kredit Macet

Munculnya kredit bermasalah termasuk di dalamnya kredit macet, pada dasarnya tidak terjadi secara
tiba-tiba, melainkan melalui suatu proses. Terjadinya kredit macet dapat disebabkan baik oleh pihak
kreditur (bank) maupun debitur. Faktor-faktor penyebab yang merupakan kesalahan pihak kreditur
adalah:

1. Keteledoran bank mematuhi peraturan pemberian kredit yang telah digariskan;

2. Terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan karena tidak ada patokan yang jelas tentang
standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;

3. Konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi;

4. Kurang memadainya jumlah eksekutif dan staf bagian kredit yang berpengalaman;

5. Lemahnya bimbingan dan pengawasan pimpinan kepada para eksekutif dan staf bagian kredit;

6. Jumlah pemberian kredit yang melampaui batas kemampuan bank;

7. Lemahnya kemampuan bank mendeteksi kemungkinan timbulnya kredit bermasalah, termasuk


mendeteksi arah perkembangan arus kas (cash flow) debitur lama.

8. Tidak mampu bersaing, sehingga terpaksa menerima debitur yang kurang bermutu. (Sutojo, 1999,
hal: 216)

Sedang faktor-faktor penyebab kredit macet yang diakibatkan karena kesalahan pihak debitur antara
lain:

1. Menurunnya kondisi usaha bisnis perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi
umum dan/atau bidang usaha dimana mereka beroperasi;

2. Adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang berpengalaman
dalam bidang usaha yang mereka tangani;

3. Problem keluarga, misalnya perceraian, kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan
dana oleh salah satu atau beberapa orang anggota keluarga debitur;
4. Kegagalan debitur pada bidang usaha atau perusahaan mereka yang lain;

5. Kesulitan likuiditas keuangan yang serius;

6. Munculnya kejadian di luar kekuasaan debitur, misalnya perang dan bencana alam;

7. Watak buruk debitur (yang dari semula memang telah merencanakan tidak akan mengembalikan
kredit). (Sutojo, 1999, hal: 334)

D. Indikasi Kredit Macet

Untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah atau kredit macet sedini mungkin, dapat
dilakukan dengan memperhatikan gejala-gejala sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal: 220-221)

1. Terjadinya penundaan yang tidak normal dalam penerimaan laporan keuangan, pembayaran cicilan
atau dokumen lainnya;

2. Adanya penyelidikan yang tidak terduga dari lembaga-lembaga keuangan lainnya mengenai
nasabah tersebut;

3. Keluarnya anggota eksekutif perusahaan;

4. Terjadi perubahan kegiatan usaha misalnya masuknya pesaing baru atau produk baru yang sejenis;

5. Meningkatnya penggunaan fasilitas overdraft;

6. Perusahaan nasabah mengalami kekacauan;

7. Ditemukannya kegiatan ilegal atas usaha nasabah;

8. Permintaan tambahan kredit;

9. Permohonan perpanjangan atau penjadwalan kembali kredit;

10. Usaha nasabah yang terlalu ekspansif;

11. Kreditur lain melakukan proteksi atas kredit yang diberikan dengan meminta tambahan jaminan
atau melakukan pengikatan notaris atas barang jaminan.

Dengan mencermati gejala-gejala terjadinya kredit macet tersebut, maka bukanlah sesuatu yang
mustahil untuk mencegah terjadinya kredit macet, atau paling tidak dapat mengurangi/menekan sekecil
mungkin kasus-kasus kredit macet yang ada.
E. Mengurangi atau Mencegah Kemungkinan Kredit Macet

Setiap penyaluran kredit oleh bank tentu mengandung resiko, karena adanya keterbatasan kemampuan
manusia dalam memprediksi masa yang akan datang. Apalagi dalam situasi dan kondisi ‘lingkungan’
yang cepat berubah dan penuh ketidakpastian seperti sekarang ini. Beberapa hal penting yang harus
dilakukan oleh bank dalam menekan atau mengurangi seminimal mungkin resiko pemberian kreditnya,
adalah:

1. Penilaian/Analisis terhadap Permohonan Kredit

Setiap permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur, tentu harus dilakukan penilaian secara
seksama oleh pejabat bank. Terlebih lagi untuk pemberian kredit jangka panjang, seperti kredit investasi
misalnya. Mengingat semakin lama jangka waktu kredit, maka semakin tinggi faktor ketidakpastiannya,
sehingga semakin besar pula resiko yang dihadapi bank.

Dalam penilaian kredit, ada prinsip-prinsip yang harus diperhatikan yaitu prinsip 5 C + 1C, yang meliputi:

a) Character

Character atau watak debitur sangat menentukan kemauan untuk membayar kembali kredit yang telah
diterimanya. Namun demikian, untuk mengetahui character seseorang itu tidak mudah. Oleh karena itu,
penilaian atas character debitur perlu dilakukan secara hati-hati dan secermat mungkin. Informasi dari
keluarga dan teman-teman dekat dari debitur, serta informasi dari bank pemberi kredit sebelumnya
adalah sangat penting. Untuk mengetahui dan memperoleh gambaran yang jelas tentang watak calon
debitur ini, dapat dilakukan usaha-usaha seperti: melakukan interview langsung terhadap calon debitur;
meneliti daftar riwayat hidupnya, mengetahui reputasi calon debitur berdasarkan informasi dari
‘lingkungan’ usahanya, serta meneliti kegiatan dan pengalaman-pengalaman usahanya.

b) Capacity

Capacity mengandung arti kemampuan calon debitur dalam mengelola usahanya. Dengan demikian,
capacity berkaitan erat dengan kemampuan calon debitur dalam melunasi kreditnya. Unsur-unsur yang
dinilai untuk mengetahui kemampuan calon debitur antara lain meliputi penilaian terhadap:

1) Proyeksi arus kas;

2) Proyeksi laporan keuangan;

3) Pusat informasi krdit;

4) Kemampuan manajemen;

5) Kemampuan pemasaran;

6) Kemampuan teknis;
7) Kewajiban – kewajiban pada pihak lainnya.

c) Capital

Informasi mengenai besar kecilnya modal (capital) perusahaan calon debitur adalah sangat penting bagi
bank. Modal yang dimaksudkan disini adalah modal sendiri (networth) atau nilai kekayaan bersih yang
dimiliki perusahaan, yang merupakan selisih antara total aktiva dengan total kewajiban (utang). Semakin
besar modal yang dimiliki perusahaan merupakan cerminan keberhasilan perusahaan di masa lalu, dan
ini tentunya semakin baik dihadapan bank. Mengingat kredit bank hanya merupakan pelengkap atau
tambahan bagi pembiayaan kegiatan operasional perusahaan. Posisi modal suatu perusahaan dapat
dianalisis dari laporan keuangannya. Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang modal
perusahaan, maka bank harus melakukan analisis terhadap laporan keuangan perusahaan selama paling
tidak tiga tahun periode akuntansi sebelumnya.

d) Collateral

Collateral (jaminan kredit) merupakan setiap aktiva atau barang-barang yang diserahkan debitur sebagai
jaminan atas kredit yang diperoleh dari bank. Manfaat jaminan ini bagi bank adalah sangat penting,
sebagai ‘back up’ atas kredit yang diberikan kepada debitur. Tujuannya adalah agar bank dapat
memperoleh pelunasan kembali atas kredit yang diberikan kepada debitur, apabila kelak debitur tidak
mampu melunasi kreditnya atau pun ingkar janji (wan prestasi). Atas jaminan yang diberikan oleh
debitur, maka perlu diperhatikan cara pengikatannya sesuai dengan hukum yang berlaku, untuk
menghindari sengketa yang kemungkinan muncul di kemudian hari.

e) Conditions

Yang dimaksud conditions disini adalah keadaan perekonomian secara umum dimana perusahaan
tersebut beroperasi. Kondisi perekonomian sangat menentukan keberhasilan maupun kegagalan suatu
perusahaan. Oleh karena itu, bank atau dalam hal ini analis kredit, harus mempertimbangkan keadaan
perekonomian, dan proyeksi perekonomian selama jangka waktu kredit yang diberikan.

f) Constraint

Dalam pemberian kredit, bank perlu juga mengetahui dan mempertimbangkan hambatan (constraint)
yang mungkin muncul di lapangan. Bank perlu mengetahui tanggapan masyarakat setempat terhadap
rencana investasi yang akan dilakukan oleh calon debiturnya, karena bisa saja masyarakat setempat
menolak rencana investasi tersebut. Sebagai contoh seorang debitur mengajukan kredit untuk
membangun sebuah peternakan babi misalnya. Nah, pihak bank perlu mengetahui bagaimana
tanggapan masyarakat setempat, apakah menerima atau menolak kehadiran peternakan tersebut.

2. Pemantauan Penggunaan Kredit

Setelah bank memutuskan untuk memberikan kredit kepada debiturnya, bukan berarti bahwa tugas
bank sebagai perantara keuangan selesai sampai di situ, melainkan itulah awal mula tugas bank yang
sesungguhnya dalam penyaluran kredit. Bank senantiasa harus memantau kredit yang telah
disalurkannya. Apakah debitur benar-benar menggunakan kreditnya sesuai dengan permohonan
semula, atau digunakan untuk keperluan lain? Bagaimana perkembangan dan prospek usaha debitur?
Bagaimana keadaan perekonomian nasional secara keseluruhan, kondusif atau tidak bagi perkembangan
usaha debitur? Dan pertanyaan-pertanyaan lain berkaitan dengan prospek kredit yang telah disalurkan
oleh bank. Pertanyaan-pertanyaan ini penting dijawab, dalam rangka mengantisipasi kemungkinan
tersendat atau macetnya kredit yang telah disalurkan bank.

3. Jaminan Kredit

Jaminan kredit (collateral) atau agunan sebenarnya tidaklah mutlak sifatnya, tetapi perlu, guna
mengantisipasi kemungkinan tidak tertagihnya kredit yang disalurkan bank. Di samping status dan
kondisi jaminan, yang tidak kalah penting untuk diperhatikan oleh bank adalah dalam cara
pengikatannya. Pengikatan jaminan kredit ini harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Hal
ini berkaitan dengan eksekusi jaminan, apabila kelak debitur ingkar janji (wan prestasi) atau tidak
mampu melunasi kreditnya.

F. Cara penyelesaian Kredit Macet

Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-
usaha sebagai berikut: (Siamat, 1993, hal 222-223)

1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk
masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua
debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan
itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness
to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.

2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)

Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga
dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau
injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat
jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan
masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
persyaratan ulang.

3. Restructuring (Penataan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:


a) Penambahan dana bank, atau

b) Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi poko kresit baru, atau

c) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang
lain untuk menambah penyertaan.

4. Liquidation (Liquidasi)

Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan
likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak
dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek
untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang
tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses
penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan
eksekusi atau pelelangan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya
faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.

Faktor – faktor penyebab dari kredit macet itu sendiri dapat disebabkan oleh pihak kreditur (bank)
ataupun debitur (nasabah). Kesalahan dari pihak kreditur seperti : keteledoran bank mematuhi
peraturan pemberian kredit yang telah digariskan; terlalu mudah memberikan kredit, yang disebabkan
karena tidak ada patokan yang jelas tentang standar kelayakan permintaan kredit yang diajukan;
konsentrasi dana kredit pada sekelompok debitur atau sektor usaha yang beresiko tinggi; dan lain – lain.
Sedangkan faktor yang disebabkan oleh debitur diantaranya : menurunnya kondisi usaha bisnis
perusahaan, yang disebabkan merosotnya kondisi ekonomi umum dan/atau bidang usaha dimana
mereka beroperasi; adanya salah urus dalam pengelolaan usaha bisnis perusahaan, atau karena kurang
berpengalaman dalam bidang usaha yang mereka tangani; problem keluarga, misalnya perceraian,
kematian, sakit yang berkepanjangan, atau pemborosan dana oleh salah satu atau beberapa orang
anggota keluarga debitur; dan sebagainya.

Untuk menyelesaikan dan menyelamatkan kredit yang dikategorikan macet, dapat ditempuh usaha-
usaha sebagai berikut :

1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)

2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)

3. Restructuring (Penataan Ulang)

4. Liquidation (Liquidasi)

A. Saran

Dengan adanya pengalaman perbankan dalam masalah perkreditan diantaranya kredit macet, bank
sebaiknya lebih hati – hati dan selektif dalam pemberian kredit kepada nasabah, dan disertai
pengamatan jaminan kredit yang sesuai dari nasabah agar dapat meminimalisasi adanya kredit macet
dan menghindarkan bank dari kepailitan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adbi4331/modul_6.htm
Makalah Hukum Perbankan Kredit Macet

BAB 1

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Diera globalisasi seperti saat ini, banyak masyarakat yang kebutuhannya semakin lama semakin tinggi.
Sekarang semua merupakan kebutuhan utama, tidak lagi ada pembagian yang mana kebutuhan primer,
sekunder dan tersier. Hal ini disebabkan oleh sifat masyarakat yang satu sama lain ingin berlomba-
lomba untuk memiliki semua barang-barang yang bahkan tidak terlalu dibutuhkan di dalam kehidupan
mereka. Hal ini juga yang menyebabkan masyarakat terlalu memaksakan untuk membeli barang
tersebut tanpa memperhatikan keadaan ekonomi mereka masing-masing.

Bank dalam hal ini sangat menyadari akan kebutuhan masyarakat terutama nasabah mereka yang
semakin lama semakin tinggi. Kebutuhan tidak seimbang dengan keadaan ekonomi nasabah bank
tersebut. Bank mempunyai system pinjaman uang kepada para nasabahnya dengan berbagai bentuk
pinjaman seperti :

a. Pinjaman Modal

b. Pinjaman Lunak

c. Kredit

d. Kredit Tanpa Agunan

Dalam hal ini kami ingin memfokuskan kepada pinjaman kredit. Kredit diatur didalam peraturan sebagai
berikut :

a. Undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang menggantikan undang-undang nomor 7 tahun 1992
tentang perbankan

b. Undang-undang nomor 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral

c. Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 1992 tentang Bank Umum

d. Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat

e. Peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil

f. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998
mengenai kualitas kredit yang diberikan oleh Bank
Menurut undang – undang nomor 10 tahun 1998 pengertian kredit adalah suatu penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kepsekatan pinjam-
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Setelah kredit yang merajalela di masyarakat khususnya di lingkungan pengusaha menengah ke atas,
banyak bank yang menyimpang dari aturan dalam pemberian kredit karena persaingan yang ketat dalam
penarikan nasabah. Selain itu banyak kelalaian yang dilakukan bank dalam menganalisis pemberian
kredit, dan pemberian jumlah pinjaman yang tidak sesuai dengan kemampuan nasabah bank, sehingga
terjadilah kredit macet pada nasabah.

II. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kredit macet ?

2. Bagaimana Penanganan Terhadap Kredit yang bermasalah ?

III. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui apa itu kredit macet

2. Untuk mengetahui penyelesaian kredit bermasalah


BAB 2

PEMBAHASAN

I. Pengertian Kredit Macet

Dalam paket kebijakan deregulasi bulan Mei tahun 1993 (PAKMEI 1993), di Indonesia dikenal dua
golongan kredit bank, yaitu kredit lancar dan kredit bermasalah. Di mana kredit bermasalah digolongkan
menjadi tiga, yaitu kredit kurang lancar, kredit diragukan, dan kredit macet. Kredit macet inilah yang
sangat dikhawatirkan oleh setiap bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat
mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.

Menurut S. Mantayborbir, et al, suatu kredit dikatakan bermasalah karena debitur wanprestasi atau
ingkar janji atau tidak menyelesaikan kewajibanya sesuai dengan perjanjian baik jumlah maupun waktu,
misalnya pembayaran atas perhitungan bunga maupun utang pokok.

Subarjo Joyosumarto mengemukakan: Kredit bermasalah adalah yang angsuran pokok dan bunganya
tidak dapat dilunasi selama lebih dari 2 masa angsuran ditambah 21 bulan, atau penyelesaian kredit
telah diserahkan kepada pengadilan atau Badan Urusan Piutang Lelang Negara atau telah diajukan ganti
rugi kepada perusahaan ansuransi kredit.

Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya
faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.

Suatu kredit digolongkan ke dalam kredit macet apabila :

1. Tidak dapat memenuhi kriteria kredit lancar, kredit kurang lancar dan kredit diragukan atau

2. Dapat memenuhi kriteria kredit diragukan, tetapi setelah jangka waktu 21 bulan semenjak masa
penggolongan kredit diragukan, belum terjadi pelunasan pinjaman, atau usaha penyelamatan kredit
atau

3. Penyelesaian pembayaran kembali kredit yang bersangkutan, telah diserahkan kepada pengadilan
negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau telah diajukan permintaan ganti rugi kepada
perusahaan asuransi kredit.
II. Penanganan Kredit Bermasalah

Untuk menanganai kredit bermasalah ada 2 langkah yaitu melalui jalur Non-Litigasi dan jalur Litigasi.

1 ) Melalui Jalur Non-Litigasi

1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit hanya menyangkut jadwal pembayaran dan atau jangka waktu termasuk
masa tenggang (grace period) dan perubahan besarnya angsuran kredit. Tentu tidak kepada semua
debitur dapat diberikan kebijakan ini oleh bank, melainkan hanya kepada debitur yang menunjukkan
itikad dan karakter yang jujur dan memiliki kemauan untuk membayar atau melunasi kredit (willingness
to pay). Di samping itu, usaha debitur juga tidak memerlukan tambahan dana atau likuiditas.

2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)

Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal
pembayaran, jangka waktu, tingkat suku bunga, penundaan pembayaran sebagian atau seluruh bunga
dan persyaratan lainnya. Perubahan syarat kredit tersebut tidak termasuk penambahan dana atau
injeksi dan konversi sebagian atau seluruh kredit menjadi ‘equity’ perusahaan. Debitur yang bersifat
jujur, terbuka dan ‘cooperative’ yang usahanya sedang mengalami kesulitan keuangan dan diperkirakan
masih dapat beroperasi dengan menguntungkan, kreditnya dapat dipertimbangkan untuk dilakukan
persyaratan ulang.

3. Restructuring (Penataan Ulang)

Yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut:

a) Penambahan dana bank, atau

b) Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi poko kresit baru, atau

c) Konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan bank atau mengambil partner yang
lain untuk menambah penyertaan.
4. Liquidation (Liquidasi)

Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan utang. Pelaksanaan
likuidasi ini dilakukan terhadap kategori kredit yang memang benar-benar menurut bank sudah tidak
dapat lagi dibantu untuk disehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek
untuk dikembangkan. Proses likuidasi ini dapat dilakukan dengan menyerahkan penjualan barang
tersebut kepada nasabah yang bersangkutan. Sedang bagi bank-bank umum milik negara, proses
penjualan barang jaminan dan aset bank dapat diserahkan kepada BPPN, untuk selanjutnya dilakukan
eksekusi atau pelelangan.

2) Melalui Jalur Litigasi

A. Mengajukan gugatan ke pengadilan

a) Mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri dengan ketentuan Hukum Acara Perdata

Kreditor atau bank dapat memberikan somasi atau peringatan kepada debitor agar ia memenuhi
kewajiban, namun somasi secara yuridis tidak mempunyai akibat hukum yang memaksa pada debitor.
“Apabila somasi itu tidak ditanggapi oleh debitor, maka kreditor atau bank dapat melakukan gugatan ke
Pengadilan Negeri.” Kemudian apabila terbukti hakim akan mengeluarkan keputusan Pengadilan yang
tetap atau pasti. Namun bila tergugat atau debitor tidak melaksanakan putusan pengadilan Kreditor
atau penggugat dapat mengajukan permohonan eksekusi dan melakukan sita eksekusi untuk
selanjutnya melelang harta tergugat sehingga hasil lelangan dapat digunakan untuk melunasi hutang
tergugat.

b) Eksekusi jaminan kredit

“Mekanisme eksekusi jaminan kredit bila jaminan diikat secara formal atau melalui bantuan notaris
untuk membuatkan aktanya (grosse akta/ akta hipotek/ akta hak tanggungan) maka kreditor cukup
mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan yang berkompeten.” Bila ternyata debitor tetap
tidak melaukannya maka kreditor akan memohon sita eksekusi. Kemudian dengan sita eksekusi tersebut
juru sita pengadilan melakukan sita jaminan yang biasanya disertai permohonan kreditor untuk
pelelangan jaminan. Lalu, pengadilan berdsarkan permohonan lelang dari kreditor akan menghubungi
kantor lelang untuk melaksanakan lelang atas jaminan tersebut. Setelah pelelangan dilakukan, kreditor
bisa mengambil pinjaman dengan perhitungan yang sudah diketahui pengadilan dari harga jaminan yang
terjual.

c) Parate Eksekusi Hak tanggungan

Pemegang hak tanggungan dapat memilih cara menjual lelang objek


hak tanggungan berdasarkan kekuasaan sendiri (Pasal 6 jo. Pasal 11 ayat (2e) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996), maka pemegang hak tanggungan sama sekali tidak perlu berhubungan

dengan pengadilan. “Kreditor pemegang Hak Tanggungan cukup meminta bantuan Kantor Lelang
Negara untuk menjual obyek hak tanggungan tersebut.

B. penyelesaian kredit perbankan melalui BPBN

“Kredit bermasalah yang ada pada bank yang sedang dalam penyehatan berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 diselesaikan oleh suatu lembaga yang disebut Badan Penyehatan
Perbankan Nasional (BPPN).”

Piutang yang diurusi oleh BPPN dari Bank dalam Penyehatan meliputi :

1. Piutang yang sudah dialihkan kepada BPPN;

2. Piutang yang timbul sehubungan dengan Penanggungan hutang;

3. Penyerahan kekayaan oleh pihak lain kepada Bank Dalam Penyehatan atau BPPN

Tatacara BPPN dalam menjalankan tugasnya adalah :

1. Penerbitan Surat Paksa Penerbitan Surat Paksa diatur dalam pasal 56 ayat (1) Peraturan Pemerintah
nomor 17 tahun 1999, yang memiliki kekuatan eksekutorial dan berkedudukan sama dengan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Penerbitan Surat Paksa ini dilakukan
sepanjang debitor telah melalaikan kewajiban membayar atau kewajiban lainnya berdasarkan dokumen
kredit, dokumen pemberian hak jaminan, pernyataan yang telah dibuat sebelumnya dan atau dokumen
lainnya dan kepada debitor atau penanggung hutang telah terlebih dahulu diberi surat peringatan
melalui surat tercatat untuk membayar atau dokumen lain yang nilainya sama seperti itu.

2. penyitaan

Dalam jangka waktu 1 (satu) hari setelah diterimanya Surat Paksa, BPPN berwenang melakukan sita
eksekusi atas seluruh kekayaan debitor termasuk yang berada di tangan pihak ketiga kecuali barang-
barang yang masih dibutuhkan untuk kelangsungan hidupnya. Surat penyitaan harus memenuhi syarat
Pasal 58 dan dilakukan oleh juru sita dibantu 2 (dua) orang saksi dan dituangkan dalam berita acara
penyitaan. Berita acara penyitaan diserhkan pada kantor pertanahan.

3. Pelelangan

Penjualan kekayaan miliik debitor yang telah disita dilakukan melalui pelelangan, pembagian hasil
pelelangan diserahkan untuk melunasi pemenuhan pembayaran piutang negara terdahulu. Upaya
hukum lainnya tidak dapat mencegah BPPN untuk mengambil pelunasan piutang negara termasuk
upaya hukum uuntuk mencegah atau menunda pelaksanaan tindakan hukum lain. Wewenang BPPN juga
adalah menerbitkan surat pencabutan sita apabila debitor telah melunasi hutangnya, selanjutnya kantor
pendaftaran mencabut blookir dan mengangkat sita eksekusinya.

C. Penyelesaian kredit macet melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang KPKNL).

Jika kredit bermasalah sudah dapat digolongkan sebagai kredit macet, makA untuk bank-bank milik
negara di Indonesia dapat menyerahkan penyelesaian kredit macet kepada Panitia Urusan Piutang
Negara (PUPN) dan Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Sekarang Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

BAB 3
PENUTUP

I. Kesimpulan

Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya
faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau karena kondisi di luar kemampuan debitur.

Untuk menangani kredit yang bermasalah dapat dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

Melalui jalur Non-Litigasi

1. Rescheduling (Penjadwalan Ulang)

2. Reconditioning (Persyaratan Ulang)

3. Restructuring (Penataan Ulang)

4. Liquidation (Liquidasi)

Melalui Litigasi antara lain

1. Gugatan ke Pengadilan

2. Melalui BPBN

3. Melalui PUPN dan BUPLN (Sekarang KPKNL)

II. Saran

Dengan adanya pengalaman perbankan dalam masalah perkreditan diantaranya kredit macet, bank
sebaiknya lebih hati – hati dalam pemberian kredit kepada nasabah, dan disertai

jaminan kredit yang sesuai dari nasabah agar dapat meminimalisasi adanya kredit macet dan
menghindarkan bank dari kepailitan.
Daftar Pustaka

Hassanuddin Rahman. 1998. Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan. PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Malayu SP Hasibuan. 2007.Dasar-Dasar Perbankan, Bumi Aksara, Jakarta.


Analisis Kasus Kredit Macet

Analisis Kredit Macet nasabah pada Bank Danamon

Landasan teori

Kredit secara bahasa Romawi, yaitu dari kosakata credere yang berarti percaya. Dengan demikian, dasar
pengertian dari istilah atau kosakata kredit, yaitu kepercayaan sehingga hubungan yang terjalin dalam
perkreditan di antara para pihak, sepenuhnya harus di dasari oleh adanya saling mempercayai, yaitu
bahwa kreditur yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit (debitur)akan sanggup
memenuhi segala sesuatu yang telah diperjanjikan, baik menyangkut jangka waktunya maupun prestasi
dan kontraprestasinya.[1]

Dalam Undang- Undang yang berlaku, istilah kredit merupakan sebutan bagi Bank konvensional,
sedangkan pada Bank syariah disebut sebagai Pembiayaan. Sedangkan pengertian kredit sendiri, yang
tercantum dalam pasal 1 ayat (2) Undang- Undang perbankan tahun 1998 atas perubahan Undang-
Undang perbankan tahun 1992,

“kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan oihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

ü Yang dimaksud dengan tagihan atau yang dipersamakan dengan itu, adalah segala sesuatu yang dinilai
bisa dinilai dengan uang dan dapat dijadikan sebagai objek kredit.

ü Waktu tertentu : disebutkan berapa lama uang tersebut dapat digunakan oleh nasabah.

Sedangkan pada pasal 1 ayat (12), dijelaskan tentang pembiayaan, yaitu:

“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang diprsamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.”

ü Dalam undang- undang ini tidak disebutkan pinjam meminjam dalam kesepakatannya.

ü Selain itu pengembalian bukan berupa bunga tetapi berupa penyertaan imbalan atau bagi hasil

Ø Prinsip- prinsip pembiayaan ada 5, atau sering disebut dengan 5C, yaitu:
1. Character: watak, kepribadian calon debitur.

2. Capasity: kemampuan manajerial atau pengeloaan usaha.

3. Capital: modal awal yang dimiliki.

4. Collateral: adanya jaminan atau agunan.

5. Condition of economy: keadaan ekonomi calon debitur.

Selain hal- hal tersebut, dalam memberikan kredit oleh bank kepada perusahaan yang merupakan
kelompok usaha sendiri, kepada pemegang saham dan kepada pengurus bank yang bersangkutan, harus
dihindarkan atau sekurang- kurangnya sangat dibatasi. Begitu juga pemberian kredit yang terlalu
berlebihan kepada nasabah- nasabah tertentu akan dapat menempatka bank pada keadaan berisiko
tinggi. Untuk itu perlu adanya ketentuan tentang penentuan batas maksimum pemberian kredit (legal
lending limit) yang harus dipatuhi oleh setiap bank.[2]

Karena pemberian kredit pada nasabah ini mengandung resiko kegagalan atau kemacetan dalam
pelunasannya yang nantinya bisa berpengaruh pada kesehaatan bank, maka untuk memelihara
kesehatan dan meningkatkan daya tahannya bank diwajibkan mengatur penyaluran kredit, pemberian
jaminan atau fasilitass lain sehingga tidak berpusat pada peminjam atau kelompok peminjam tertentu.

Kaitannya dengan resiko- resiko tersebut, maka bank dilarang memberikan penyaluran dana yang
mengakibatkan pelanggaran batas maksimum pemberian kredit (BMPK). Mengenai BMPK ini diatur
dalam Peraturan Bank Indonesia No 8/13/PBI/2006 atas perubahan No 7/3/PBI/2005 tentang BMPK.

Bank dinyatakan melakukan pelanggaran larangan terhadap ketentuan BMPK apabila pada saat
pemberiannya saldo kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah tersebut melampaui batas
maksimum yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dalam Undang- Undang mengenai BMPK
tersebut.

Ø Studi kasus

Kasus kredit macet yang dilakukan oleh salah satu nasabah Bank Danamon unit cabang kalangbret,
tulungagung, jawa timur. Nasabah atas nama Titin setyani yang beralamatkan di desa Tambaksari,
tulungagung. Nasabah ini mengajukan kredit pada bank danamon sebesar 15 juta tanpa jaminan dengan
angsuran Rp 880.000/bulan dalam jangka waktu 24 bulan atau 2 tahun.

Pinjaman ini digunakan untuk modal usaha pengembangan usaha konveksinya. Pada angsuran pertama
sampai angsuran ke 8 lancar dan dapat dipenuhi, tetapi pada angsuran berikutnya usahanya mengalami
kebangkrutan dengan alasan banyak pelanggan yang berhutang padanya dan tidak membayar
hutangnya pada bu Tintin ini. Disini ada kesalahan dalam pengaturan menajemen keuangan dalam
usaha yang dilakukan oleh bu Titin ini.
Dikarenakan nasabah ini yang pada akhirnya menunggak ansuran setelahnya, pada bulan ke 4
tunggakan, dari pihak Bank mendatangi nasabah tersebut dan mencoba mencari jalan keluar yang bisa
di tempuh kedua pihak.

Dari pihak Bank menawarkan pembayaran kekurangan tunggakan tersebut dengan cara memperpanjang
tenggang waktu pembaaran dengan pengurangan nominal angsuran yang harus di bayar setiap
bulannya, yakni sebesar Rp 650.000/ bulan hingga kurangan tunggakan tersebut terpenuhi.

Tetapi kenyataannya karena si nasabah tersebut terbelit hutang dimana- mana, sehingga angsuran
tersebut tidak terpenuhi juga dan hingga akhirnya nasabah ini pergi keluar kota dengan alasan kerja di
loar kota guna membayar hutang- hutang nya.

Yang disayangkan dari pihak bank tersebut tidak meminta jaminan ketika memberikan kredit pada si
nasabah ini. Sehingga, tidak ada barang digunakan oleh pihak bank untuk pelunasan dari kredit yang
diberikan pada nasabah.

Ø Analisis kasus

Dari kasus diatas dapat dikatakan sebagai kredit macet, karena menurut pendapat Gatot Suparmono, SH
(1997 : 131), Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar
lunas kredit bank tepat pada waktunya.[3]

Keadaan di atas dalam hukum perdata disebut ingkar janji atau wanprestasi. Wanprestasi seorang
debitur dapat berupa :

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

b. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Jika dihubungkan dengan kredit macet ada 3 poin yang berkenaan dengan wanprestasi di atas:

a. Debitur sama sekali tidak bisa membayar angsuran kredit.

b. Debitur membayar sebagian saja angsuran kredit.

c. Debitur membayar lunas setelah jangka waktu diperjanjikan berakhir (terlambat).


Jadi pada intinya kredit macet merupakan kredit bermasalah dimana karena suatu hal seorang debitur
mengingkari janji mereka membayar kredit yang telah jatuh tempo sehingga terjadi keterlambatan atau
sama sekali tidak ada pembayaran maka timbulah apa yang disebut kredit macet.

Dari kasus diatas dapat diketahui dalam proses pekreditan tersebut terjadi kealpaan dalam hal
penyertaan jaminan. Sehingga menimbulkan celah besar, sehingga terjadi kredit macet dalam
pelaksanaannya.

Dengan tidak adanya jaminan dalam pekreditan ini,membuat beberapa unsur fungsi dari adanya
jaminan iu sendiri hilang dan yang akhirnya menimbulkan terjadinya kredit macet tersebut, unsur yang
hilang dari fungsi jaminan kredit diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Tidak adanya hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila
debitur melakukan cedera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah
diperjanjikan sebelumnya.

b. Semakin besarnya kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan
merugikan diri sendiri atau perusahaannya.

c. Tidak adanya dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya khususnya mengenai pembayaran
kembali sesuai dengan syarat- syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau pihak ketiga yang ikut
menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank.

Sebab- sebab inilah yang pada akhirnya dijadikan peluan untuk nasabah tidak memenuhi
tanggungannya. Selain mungkin diawal tiak ada maksud dari nasabah untuk melakukan tindakan lari dari
tangggungan, tetapi karena adanya peluang semacam inilah yang merugikan pihak bank sendiri.

Dalam pemberian kredit, suatu bank pada hakikatnya harus menganut asas “mengambil resiko sekecil
mungkin”. Risiko yang dimaksud adalah risiko terhadap kemungkinan nasabah tidak melunasi
tanggungannya terhadap kreditur atau pihak bank itu sendiri.

Kaitannya dengan mengambil resiko sekecil mungkin dalam hal pemberian kredit tersebut sudah
termaktub sebelumnya dalam keputusan Bank Indonesia dalam surat Direksi Bank Indonesia Nomor
27/127/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang kewajiban penyusunan dan Pelaksanaan Perkreditan
Bank bagi bank umum, yang kemudian disebarluaskan melalui Surat Edaran Bnak Indonesia Nomor
27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 perihal Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan
Perkreditan Bank Umum. Dalam ketentuan ini disebutkan setiap Bank Umum harus dan wajib memiliki
Kebijakan Perkreditan Bank (KPB) secara tertulis dan disetujui oleh dewan komisaris bank, yang minimal
harus mencakup beberapa aspek yang telah ditentukan dalam Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan
Perkreditan Bank (PPKPB). Yang meliputi:

a) Prinsip kehati- hatian dalam perkreditan

b) Organisasi dan manajemen perkreditan


c) Kebijakan persetujuan kredit

d) Dokumentasi dan administrasi kredit

e) Pengawasan kredit

f) Penyelesaian kredit bermasalah

Aspek yang hilang dari kasus diatas adalah kurangnya penerapan aspek prinsip kehati- hatian dalam
pemberian kredit pada nasabah. Tidak adanya agunan atau jaminan yang disyaratkan dalam pengajuan
kredit inilah yang menjadi titik lemah dari bank dalam memberikan perkreditan. Ini adalah salah satu
indikasi kuangnya penerapan prinsip kehati- hatian. Padahal jika ditelisik dari aspek prinsip kehati-
hatian ini merupakan aspek dasar yang harus terpenuhi oleh bank guna meminimalisir segala bentuk
kemungkinan yang akan merugikan pihak bank yang ada dalam pemberian kredit.

Dalam pemenuhan dan penerapan KPB inilah yang kurang dioptimalkan oleh pihak bank dalam kasus ini.
Atau mungkin saja ada aturannya namun dalam penerapannya yang kurang optimal, sehingga
menimbulkan resiko kredit macet oleh nasabah sebagai Debitur.

Adapun tujuan dari KPB ini adalah mengoptimalkan pendapatan dan menngendalikan risiko bank
dengan cara menerapkan asas- asas perkreditan yang sehat. Selain itu, dengan penerapan dan
pelaksanaan KPB secara konsekuen dan konsisten, diharapkan bank dapat terhindar dari kemungkinan
penyalahgunaan wewenang oleh pihak- pihak yyang tidak bertanggung jawab dalam pemberian
kredit.[4]

Sedangkan kaitannya dengan analisis kasus tersebut dengan Undang- Undang No 8/13/PBI/2006 atas
perubahan Undang- Undang No 7/3/PBI/2005 tentang batas maksimum pemberian kredit, kasus kredit
macet yang saya contohkan diatas belumlah dikatakan sebagai pelanggaran larangan terhadap
ketentuan BMPK tersebut. karena pada dasarnya kredit yang diberikan pada debitur tersebut tidak
melampaui dari batasan yang telah dicantumkan pada undang- undang tersebut, hanya saja pada kasus
kredit macet tersebut lebih mengarah pada kurang optimalnya penerapan syarat yang harus dipenuhi
debitur pada bank yakni berupa adanya jaminan. Sehingga kekurangan ini yang menjadi celah yang
besar sehingga terjadi kredit macet oleh debitur.

[1] Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012).
Hal.411.

[2] Djoni S. Gozali dan Rachman Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal.291-292.

[3] http://kafeilmu.com/pengertian-kredit-macet/ (diakses pada tanggal 17 Mei 2016 pukul 22.08 WIB)

[4] Djoni S. Gozali dan Rachman Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal.301.
TUGAS MAKALAH : Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era masa sekarang ini, lapangan pekerjaan berkembang luas. Akibat kemajuan jaman, tuntutan
terhadap pemenuhan kebutuhan dalam jasa serta tenaga kerja meningkat. Beragam profesi
menjadikannya suatu keahlian yang dituntut terpenuhi dalam dunia kerja. Macam- macam profesi yang
beragam ini perlu adanya batasan-batasan khusus sehingga fokus dan pencapaian optimal dalam suatu
bidang dapat terlaksana. Salah satu hal utama yang dapat teratasi adalah pengurangan hal-hal
penyimpangan dalam suatu profesi. Maka disini perlu adanya etika sebagai dasar moral yang harus
dijaga.

Etika itu sendiri mengandung arti Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Sedangkan Profesi itu sendiri mengandung arti suatu
bidang yang sedang dijalankan oleh seseorang. Sebuah etika profesi mengambil peranan penting dalam
kebenaran dan kejujuran atas kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan adanya pembuatan kode
etik dalam suatu profesi, sehingga cakupannya dapat diterima secara luas oleh semua yang menggeluti
profesi itu.

Tetapi karena jaman yang semakin maju hal ini memberikan dampak yang negatif pula. Banyak kasus-
kasus penyimpangan kode etik profesi yang kian banyak terjadi. Padahal telah dijabarkan secara jelas
mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah disepakati. Disini Saya tertarik untuk memberikan
sedikit ulasan terhadap kasus-kasus dalam etika profesi dan kali ini saya menitikberatkan pada profesi
Akuntansi.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Etika

Etika (dalam yuniani kuno "Ethikos",berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Brooks (2007), etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang
apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari
keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain.Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia.

Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara:

a. Pola umum atau cara hidup, yang berbicara mengenai etika Buddha atau Kristen

b. Seperangkat aturan perilaku atau kode etik, yang berbicara mengenai etika professional dan
perilaku yang tidak beretika

c. Penyelidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku, yang berbicara mengenai bahwa etika adalah
cabang filsafat yang sering diberi nama khusus mateathics.

2.2. Pengertian Bisnis

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen
atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari
kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam
artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

2.3. Isu Etika dalam Dunia Bisnis dan Profesi

Isu etika dalam dunia bisnis dan profesi dibagi menjadi 4 macam, yaitu sebagai berikut :

1) Benturan kepentingan

Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan
ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan

Berikut ini upaya perusahaan dalam menghindari benturan kepentingan :

a. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.

b. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
c. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.

d. Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan dan atau kegiatan-kegiatan di luar pekerjaan
dari perusahaan, yaitu:

•Kepada atasan langsung bagi karyawan,

•Kepada Pemegang Saham bagi Komisaris, dan

•Kepada Komisaris dan Pemegang Saham bagi Direksi.

e. Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.

f. Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di
luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.

2) Etika dalam tempat kerja

Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja
mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan
tersebut.

Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di
dalam suatu perusahaan, misalnya:

a. Etika Terhadap Saingan

Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa
produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar,
sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.

b. Etika Hubungan dengan Karyawan

Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan
bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik
pangkat, dan memperoleh penghargaan.

c. Etika dalam hubungan dengan publik

Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis.
Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi
konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah
uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber
daya alam.

3) Aktivitas Bisnis dan Budaya


Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah
sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah
tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.

Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para
pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua
karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu
(masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin.
Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.

Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena
budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan.
Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku
yang tidak etis.

4) Manajemen Krisis

Manajemen Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk
berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan,
produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi. Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana
perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun
perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik . Organisasi yang memikirkan
dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri
sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi
suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik

Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara
umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah :

a. Sebab umum :

· Gangguan kesejahteraan dan rasa aman

· Tanggung jawab sosial diabaikan

b. Sebab khusus :

· Kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah

· Penurunan profit yang tajam

· Penyelewengan

· Perubahan permintaan pasar

· Kegagalan/penarikan produk
· Regulasi dan deregulasi

· Kecelakaan atau bencana alam.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. KASUS

Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat

Selasa, 18 Mei 2010

KOMPAS

Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit
macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April
2008. Hingga berita ini diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja
hijau (Pengadilan).

Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan
36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan
pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden
Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli
mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.

Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana
pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14
April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD
Raden Motor.

Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual
asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya
Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit
itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan atau
jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.

Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad )dan beberapa
orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan
lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus)
Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan
status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT
Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian
negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu
peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada
dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor.
Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun
1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam
(ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan pada
mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada
surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa
hukumnya kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.

Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan
Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum
bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak
pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.

Diduga karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi
melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet
sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat
membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi,
Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan”
oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak
BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.

Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang
diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor
memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan
kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.

Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM Forbes
Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini proses
hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Es, yang
saat sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati
Jambi.

Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien
Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi Effendi Siam, dan akuntan publik Biasa
Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian
kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD
tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Es diperiksa memang mengetahui
pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor.Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah
kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut
terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI
saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.

Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang
juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam
kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk
pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.

Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan
keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor
yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman
sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI
yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik dalam kasus ini.

Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang
ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik
diantaranya yaitu : Pertama. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu)
tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat
menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.

Kedua. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya
diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. Ketiga, Prinsip obyektivitas : Dia telah
bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Ke-Empat, Prinsip perilaku profesional : Dia
tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi. Ke-
Lima, Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri mengatakan,
Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan
adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap
agunan debitur itu juga sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah
yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada
wartawan.

Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal
dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10
persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala
seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi.
Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana
agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.

Melelang agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara
untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang
kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk
menutupi utang dari debitur kepada bank.

Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang masuk
ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan terjual Rp
120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah.

"Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya
menegaskan.

Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI memilih
melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan sudah ketentuan bahwa,
apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan akan dilelang. (Djohan).

3.2. ANALISA

Ada delapan prinsip etika profesi akutansi, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,
obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional dan standar
teknis. Apabila dugaan keterlibatan akuntan publik terhadap kasus korupsi dalam mendapatkan
pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari bank BRI cabang Jambi tahun 2009 oleh perusahaan raden
motor sehingga menyebabkan kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika profesi akutansi yang
dilanggar oleh akuntan publik, yaitu:

a. Tanggung Jawab Profesi

Akuntan publik tersebut tidak melakukan tanggung jawab secara profesional dikarenakan akuntan
publik tersebut tidak menjalankan tugas profesinya dengan baik dalam hal pembuatan laporan keungan
perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang
Jambi pada tahun 2009, sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap
akuntan publik hilang.

b. Kepentingan Publik
Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik (raden motor) dikarenakan melakukan
kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI
dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.

c. Objektivitas

Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindak ketidakjujuran
secara intelektual dengan melakukan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan
Raden Motor.

d. Perilaku Profesional

Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan melakukan pembuatan laporan keuangan palsu sehingga
menyebabkan reputasi profesinya buruk dan dapat mendiskreditkan profesinya.

e. Integritas

Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan kepentingan
(conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi
dari akuntan publik itu.

f. Standar Teknis

Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain
:

· Independensi, integritas, dan obyektivitas

· Standar umum dan prinsip akuntansi

· Tanggung jawab kepada klien

· Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

· Tanggung jawab dan praktik lain

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN DAN SARAN

Pelanggaran dalam etika profesi mudah saja terjadi, hal ini dikarenakan profesionalitas, transparansi dan
akuntabilitas tidak terlaksana dengan baik. Perlu adanya seminar dan pelatihan yang rutin terhadap
suatu profesi. Ini dikarenakan peluang-peluang untuk timbulnya suatu pelanggaran semakin besar di era
waktu sekarang ini. Selain itu juga keimanan yang mendasari dalam profesi perlu dijunjung tinggi, Sekali
lagi perlu kita ketahui kecurangan terjadi karena lemahnya mental dan moral dalam individu-individu
yang terlibat. Kita dan siapapun memang tidak akan mengetahui tetapi Tuhan Mahatau.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J., Business & Professional Ethics for Accountants, South Western College Publishing,
2007 atau edisi terbaru

http://m.kompasiana.com/post/read/585865/1/kasus-kredit-macet-bri-jambi-5-tahun-2013-belum-
temukan-tersangka.html

http://kinantiarin.wordpress.com/etika-profesi-akuntan/

http://enomutzz.wordpress.com/2012/01/27/etika-dalam-uditing/
TUGAS MAKALAH : Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di era masa sekarang ini, lapangan pekerjaan berkembang luas. Akibat kemajuan jaman, tuntutan
terhadap pemenuhan kebutuhan dalam jasa serta tenaga kerja meningkat. Beragam profesi
menjadikannya suatu keahlian yang dituntut terpenuhi dalam dunia kerja. Macam- macam profesi yang
beragam ini perlu adanya batasan-batasan khusus sehingga fokus dan pencapaian optimal dalam suatu
bidang dapat terlaksana. Salah satu hal utama yang dapat teratasi adalah pengurangan hal-hal
penyimpangan dalam suatu profesi. Maka disini perlu adanya etika sebagai dasar moral yang harus
dijaga.

Etika itu sendiri mengandung arti Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia
sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Sedangkan Profesi itu sendiri mengandung arti suatu
bidang yang sedang dijalankan oleh seseorang. Sebuah etika profesi mengambil peranan penting dalam
kebenaran dan kejujuran atas kegiatan yang dilakukan. Hal ini mencetuskan adanya pembuatan kode
etik dalam suatu profesi, sehingga cakupannya dapat diterima secara luas oleh semua yang menggeluti
profesi itu.

Tetapi karena jaman yang semakin maju hal ini memberikan dampak yang negatif pula. Banyak kasus-
kasus penyimpangan kode etik profesi yang kian banyak terjadi. Padahal telah dijabarkan secara jelas
mengenai kode etik dalam suatu profesi yang telah disepakati. Disini Saya tertarik untuk memberikan
sedikit ulasan terhadap kasus-kasus dalam etika profesi dan kali ini saya menitikberatkan pada profesi
Akuntansi.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Etika

Etika (dalam yuniani kuno "Ethikos",berarti "timbul dari kebiasaan") adalah cabang utama filsafat yang
mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Brooks (2007), etika adalah cabang dari filsafat yang menyelidiki penilaian normatif tentang
apakah perilaku ini benar atau apa yang seharusnya dilakukan. Kebutuhan akan etika muncul dari
keinginan untuk menghindari permasalahan – permasalahan di dunia nyata.

Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan
kita.Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang
berbeda dengan pendapat orang lain.Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia.

Encyclopedia of Philosophy mendefinisikan etika dalam tiga cara:

a. Pola umum atau cara hidup, yang berbicara mengenai etika Buddha atau Kristen

b. Seperangkat aturan perilaku atau kode etik, yang berbicara mengenai etika professional dan
perilaku yang tidak beretika

c. Penyelidikan tentang cara hidup dan aturan perilaku, yang berbicara mengenai bahwa etika adalah
cabang filsafat yang sering diberi nama khusus mateathics.

2.2. Pengertian Bisnis

Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen
atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggrisbusiness, dari
kata dasar busy yang berarti “sibuk” dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam
artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.

2.3. Isu Etika dalam Dunia Bisnis dan Profesi

Isu etika dalam dunia bisnis dan profesi dibagi menjadi 4 macam, yaitu sebagai berikut :

1) Benturan kepentingan

Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan
ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama perusahaan

Berikut ini upaya perusahaan dalam menghindari benturan kepentingan :

a. Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.

b. Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
c. Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.

d. Mengungkapkan dan melaporkan setiap kepentingan dan atau kegiatan-kegiatan di luar pekerjaan
dari perusahaan, yaitu:

•Kepada atasan langsung bagi karyawan,

•Kepada Pemegang Saham bagi Komisaris, dan

•Kepada Komisaris dan Pemegang Saham bagi Direksi.

e. Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.

f. Menghormati hak setiap insan perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di
luar pekerjaan dari perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.

2) Etika dalam tempat kerja

Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja
mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan
tersebut.

Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di
dalam suatu perusahaan, misalnya:

a. Etika Terhadap Saingan

Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa
produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar,
sehingga menimbulkan citra negatif dari pihak konsumen.

b. Etika Hubungan dengan Karyawan

Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan
bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik
pangkat, dan memperoleh penghargaan.

c. Etika dalam hubungan dengan publik

Hubungan dengan publik harus dujaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis.
Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi
konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling (daur ulang) produk adalah
uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber
daya alam.

3) Aktivitas Bisnis dan Budaya


Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah
sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah
tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.

Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para
pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik
dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua
karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu
(masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin.
Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.

Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena
budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan.
Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku
yang tidak etis.

4) Manajemen Krisis

Manajemen Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk
berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan,
produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi. Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana
perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun
perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik . Organisasi yang memikirkan
dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri
sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi
suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik

Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara
umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah :

a. Sebab umum :

· Gangguan kesejahteraan dan rasa aman

· Tanggung jawab sosial diabaikan

b. Sebab khusus :

· Kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah

· Penurunan profit yang tajam

· Penyelewengan

· Perubahan permintaan pasar

· Kegagalan/penarikan produk
· Regulasi dan deregulasi

· Kecelakaan atau bencana alam.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. KASUS

Kredit Macet Rp 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat

Selasa, 18 Mei 2010

KOMPAS

Jambi,- Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi dinilai bagaikan “Macan Ompong,” dalam menangani kasus Kredit
macet BRI Jambi, atas dana yang digunakan PT.RPL / UD (Raden Motor.) yang jatuh tempo sejak 14 April
2008. Hingga berita ini diturunkan, belum juga berhasil menyeret siapa tersangkanya, hingga ke meja
hijau (Pengadilan).

Awal mulanya UD Raden Motor mengajukan permohonan pinjaman ke BRI Jambi dengan mengagunkan
36 item surat berharga yang nilai likuiditasnya mencapai Rp100 miliar sebagai jaminan, melakukan
pinjaman sebesar Rp52 miliar dalam beberapa tahun. Pengajuan pinjaman yang diajukan UD Raden
Motor tersebut ditujukan untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli
mobil bekas dan perbengkelan mobil atau otomotif.

Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak sesuai dengan peruntukan, sebagaimana
pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14
April 2008. Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/ UD
Raden Motor.

Berkaitan dengan hal itu, UD Raden Motor masih diberi jangka waktu selama satu tahun, untuk menjual
asetnya, guna melunasi hutang dengan BRI. Tetapi tidak dilakukan oleh Raden Motor. Akhirnya
Kejaksaan sempat menciumadanya pelanggaran tindak pidana korupsi dalam kasus pemberian kredit
itu, dan adanya indikasi pengalihan aset-aset milik PT RPL/UD kepada orang lain, sehingga agunan atau
jaminan yang ada di bank sudah dianggap tidak sah lagi.

Akhirnya Kejati Jambi minta keterangan beberapa pihak termasuk ZM (Zein Muhamad )dan beberapa
orang dari BRI Jambi, penyidik menemukan bahwa ada kredit yang cair dipergunakan untuk kepentingan
lain, seperti bidang usaha properti. Sebagaimana dikatakan Asisten Tindak pidana khusus (Aspidsus)
Kejati Jambi, Andi Herman, pada waktu itu Rabu (14/4- 2010) mengatakan, pihaknya telah menaikkan
status kasus dugaan kredit macet senilai Rp52 miliar di BRI Cabang Jambi yang diberikan kepada PT
Raden Motor, ke tahap penyidikan.
Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit sehingga ditemukan kerugian
negara senilai Rp52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan tahapannya pengajuan permohonan kredit itu
peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada
dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor.
Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun
1999 sebagaimana diubah dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.

Berkaitan dengan hal itu,Kamis (6 Mei 2010,)pemeriksaan pertama kalinya untuk tersangka Effndi Syam
(ES), pegawai BRI Jambi tidak bisa dilakukan karena alasan sakit, dan pemeriksaan dilanjutkan pada
mendatang dengan agenda pemeriksaaan sebagai tersangka," tegas Soleh. Secara resmi memang ada
surat pernyataan sakit dari dokter atas nama Effendi Syam yang diantarkan langsung oleh kuasa
hukumnya kepada tim penyidik kejaksaaan tinggi Jambi.

Sedangkan untuk pemeriksaan terhadap tersangka lainnya yakni Zein Muhammad (ZM) Pimpinan
Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang Jambi, belum
bisa dipastikan kehadirannya. Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka, terkait kasus tindak
pidana korupsi, berdasarkan bukti-bukti permulaan yang didapati kejaksaan dalam penyidikan.

Diduga karena lambannya dalam proses hokum, sehinggaForum Bersama 9 LSM (Forbes) Jambi
melakukan unjukrasa di depan BRI Cabang Jambi, menuntut transparansi pengusutan kasus kredit macet
sebesar Rp 52 Miliar oleh PT RPL (Reden Motor) usaha jual beli mobil bekas. Demo tersebut sempat
membuat aktifitas di BRI Cabang Jambi berhenti tidak melayani nasabah.. Koordinator Forbes Jambi,
Rudi Ardiyansyah pada waktu itu mengatakan dan menilai, kasus kredit macet itu terkesan “dipetieskan”
oleh Kejati Jambi. Penyelidikan kasus ini sudah sejak akhir 2008 lalu. Namun hingga kini belum ada pihak
BRI Cabang Jambi menjadi tersangka.

Menurut Forbes Jambi, agunan Reden Motor diketahui jauh lebih kecil dibandingkan dengan kredit yang
diajukan.Rudi juga mengauibahwa pihaknya (Forbes) mendapat informasi pihak Reden Motor
memberikan hadiah, sejumlah mobil kepada pihak pejabat kredit di BRI Cabang Jambi guna memuluskan
kredit tersebut,”kata Suparman, koordinator lapangan Forbes Jambi.

Kepala bagian pemberian kredit BRI Cabang Jambi, Robyansyah pada saat itu menerima LSM Forbes
Jambi mengatakan, kasus kredit macet tersebut telah diusut oleh pihak Kejati Jambi dan kini proses
hukumnya masih berjalan. Menurutnya, pejabat pemberian kredit BRI Cabang Jambi saat itu Es, yang
saat sudah bertugas di Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan, sudah diperiksa penyidik Kejati
Jambi.

Penyidik intelijen Kejati Jambi terakhir memeriksa saksi ahli adalah Direktur Utama PT RPL Zien
Muhammad, mantan account officer (AO) BRI cabang Jambi Effendi Siam, dan akuntan publik Biasa
Sitepu yang saat ini tidak ditahan. Untuk mengetahui prosedur dan kesalahan dalam masalah pemberian
kredit dari BRI ke Raden Motor. Menurut keterangan yang dihimpun Wartawan Forum Jambi "Saksi RD
tidak mengetahui langsung masalah pencairan kredit tersebut namun Es diperiksa memang mengetahui
pasti masalah kredit tersebut karena masih menjabat waktu pemberian kredit untuk Raden Motor.Ada
empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah
kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. Keterangan dan fakta tersebut
terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa dan dikonfrontir dengan saksi Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang diajukan ke BRI
saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan tersangka Zein Muhamad
sebagai pimpinan Raden Motor , tidak dibuat oleh akuntan publik.

Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati Jambi dapat
menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus tersebut dengan adil dan menetapkan siapa saja yang
juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga terungkap kasus korupsinya. Dalam
kasus diatas, akuntan publik diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi dalam kredit macet untuk
pengembangan usaha Perusahaan Raden Motor.

Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang di anggap lalai dalam pembuatan laporan
keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan keuangan milik Raden Motor
yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke BRI sebagai pihak pemberi pinjaman
sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI
yang terlibat kasus itu. Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu sebagai
akuntan publik dalam kasus ini.

Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada
kesalahan dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI.
Dalam kasus ini, seorang akuntan publik (Biasa Sitepu) dituduh melanggar prinsip kode etik yang
ditetapkan oleh KAP ( Kantor Akuntan Publik ). Biasa Sitepu telah melanggar beberapa prinsip kode etik
diantaranya yaitu : Pertama. Prinsip tanggung jawab : Dalam melaksanakan tugasnya dia (Biasa Sitepu)
tidak mempertimbangkan moral dan profesionalismenya sebagai seorang akuntan sehingga dapat
menimbulkan berbagai kecurangan dan membuat ketidakpercayaan terhadap masyarakat.

Kedua. Prinsip integritas : Awalnya dia tidak mengakui kecurangan yang dia lakukan hingga akhirnya
diperiksa dan dikonfrontir keterangannya dengan para saksi. Ketiga, Prinsip obyektivitas : Dia telah
bersikap tidak jujur, mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Ke-Empat, Prinsip perilaku profesional : Dia
tidak konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai akuntan publik telah melanggar etika profesi. Ke-
Lima, Prinsip standar teknis : Dia tidak mengikuti undang-undang yang berlaku sehingga tidak
menunjukkan sikap profesionalnya sesuai standar teknis dan standar profesional yang relevan.

Kepala KPKLN (Kantor Pelayanan Kekayaan Lelang Lelang Negara) Jambi, Indra Safri mengatakan,
Pelelangan yang dilakukan oleh perbankan, melibatkan KPKLN untuk selanjutnya diumumkan akan
adanya pelelangan itu di media massa. Indra juga menilai, apa yang dilakukan perbankan terhadap
agunan debitur itu juga sebagai syok terapi. "Pengumuman lelang itu bisa jadi syok terapi untuk nasabah
yang nunggak. Kadang belum sempat dilelang, agunan itu sudah ditebus duluan,” ujarnya kepada
wartawan.

Di KPKLN Jambi, dalam setahun ada sekira 200 permintaan lelang. Dari jumlah itu 50 persennya berasal
dari perbankan ,termasuk di antaranya bank swasata. “Tapi tidak semua agunan yang dilelang laku. 10
persen agunan yang laku itu sudah bisa dikatakan bagus,” tuturnya didampingi salah seorang kepala
seksi KPKLN Jambi, Artha. Dia menilai, banyak faktor yang membuat recovery rate lelang tinggi.
Misalnya, lokasi agunan strategis. Ini akan membuat debitur yang asetnya dilelang berupaya bagaimana
agunannya tak lepas, sementara peserta lelang juga berupaya mendapatkannya.

Melelang agunan debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara
untuk menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang
kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Alasan perbankan melelang agunan itu untuk
menutupi utang dari debitur kepada bank.

Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang masuk
ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan terjual Rp
120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah.

"Adanya pelelangan ini sangat efektif untuk menekankan angka kredit di perbankan. “Katanya
menegaskan.

Pemimpin BRI Cabang Jambi, pada waktu itu Jannus Siagian mengatakan hal senada. BRI memilih
melakukan pelelangan untuk menekankan angka kredit macet. Itu merupakan sudah ketentuan bahwa,
apabila nasabah tidak sanggup membayar utang, aset yang diagunkan akan dilelang. (Djohan).

3.2. ANALISA

Ada delapan prinsip etika profesi akutansi, yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas,
obyektivitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional dan standar
teknis. Apabila dugaan keterlibatan akuntan publik terhadap kasus korupsi dalam mendapatkan
pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari bank BRI cabang Jambi tahun 2009 oleh perusahaan raden
motor sehingga menyebabkan kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut.

Dengan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika profesi akutansi yang
dilanggar oleh akuntan publik, yaitu:

a. Tanggung Jawab Profesi

Akuntan publik tersebut tidak melakukan tanggung jawab secara profesional dikarenakan akuntan
publik tersebut tidak menjalankan tugas profesinya dengan baik dalam hal pembuatan laporan keungan
perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang
Jambi pada tahun 2009, sehingga menyebabkan kepercayaan masyarakat (raden motor) terhadap
akuntan publik hilang.

b. Kepentingan Publik
Akuntan Publik tersebut tidak menghormati kepercayaan publik (raden motor) dikarenakan melakukan
kesalahan dalam laporan keuangan Perusahaan Raden Motor untuk mengajukan pinjaman ke Bank BRI
dengan tidak membuat laporan mengenai empat kegiatan.

c. Objektivitas

Akuntan Publik tidak menjalankan prinsip Objektivitas dengan cara melakukan tindak ketidakjujuran
secara intelektual dengan melakukan kecurangan dalam pembuatan laporan keuangan perusahaan
Raden Motor.

d. Perilaku Profesional

Akuntan Publik berperilaku tidak baik dengan melakukan pembuatan laporan keuangan palsu sehingga
menyebabkan reputasi profesinya buruk dan dapat mendiskreditkan profesinya.

e. Integritas

Akuntan Publik tidak dapat mempertahankan integritasnya sehingga terjadi benturan kepentingan
(conflict of interest). Kepentingan yang dimaksud adalah kepentingan publik dan kepentingan pribadi
dari akuntan publik itu.

f. Standar Teknis

Akuntan Publik tidak menjalankan etika/tugasnya sesuai pada etika profesi yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia-Komparatemen Akutan Publik (IAI-KAP) diantaranya etika tersebut antara lain
:

· Independensi, integritas, dan obyektivitas

· Standar umum dan prinsip akuntansi

· Tanggung jawab kepada klien

· Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

· Tanggung jawab dan praktik lain

BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN DAN SARAN

Pelanggaran dalam etika profesi mudah saja terjadi, hal ini dikarenakan profesionalitas, transparansi dan
akuntabilitas tidak terlaksana dengan baik. Perlu adanya seminar dan pelatihan yang rutin terhadap
suatu profesi. Ini dikarenakan peluang-peluang untuk timbulnya suatu pelanggaran semakin besar di era
waktu sekarang ini. Selain itu juga keimanan yang mendasari dalam profesi perlu dijunjung tinggi, Sekali
lagi perlu kita ketahui kecurangan terjadi karena lemahnya mental dan moral dalam individu-individu
yang terlibat. Kita dan siapapun memang tidak akan mengetahui tetapi Tuhan Mahatau.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, Leonard J., Business & Professional Ethics for Accountants, South Western College Publishing,
2007 atau edisi terbaru

http://m.kompasiana.com/post/read/585865/1/kasus-kredit-macet-bri-jambi-5-tahun-2013-belum-
temukan-tersangka.html

http://kinantiarin.wordpress.com/etika-profesi-akuntan/

http://enomutzz.wordpress.com/2012/01/27/etika-dalam-uditing/
Kesimpulan
Berdasarkan kasus kredit macet BRI Cabang Jambi pada tahun 2010 (kredit macet Rp 52
miliar, Akuntan Publik diduga terlibat). Seorang akuntan publik yakni Effndi Syam (ES) yang
membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal
senilai Rp 52 miliar dari bank BRI Cabang Jambi pada tahun 2009, diduga terlibat kasus korupsi
dalam kredit macet. Tujuan pengajuan peminjaman sebesar Rp 52 miliar oleh UD Raden Motor
tersebut untuk pengembangan usaha di bidang otomotif seperti showroom jual beli mobil bekas
dan perbengkelan mobil atau otomotif. Namun, Penggunaan kredit tersebut oleh PT RPL tidak
sesuai dengan peruntukan, sebagaimana pengajuan pinjamannya kepada BRI. Dari itu di nilai
ada penyimpangan, dan hingga jatuh tempo pada 14 April 2008.
Dana pinjaman kredit sekitar Rp 52 miliar itu tidak bisa dikembalikan oleh pihak PT RPL/
UD Raden Motor. Dikatakan, adanya dugaan kesalahan prosedur dalam pemberikan kredit
sehingga ditemukan kerugian negara senilai Rp 52 miliar. Kemudian dalam prosedur dan
tahapannya pengajuan permohonan kredit itu peruntukannya juga disalahgunakan oleh penerima
kredit Raden Motor, sehingga dalam kasus ini ada dugaan kuat telah terjadi konspirasi atau kerja
sama antara BRI Cabang Jambi dengan Raden Motor. Pihak intelejen Kejati Jambi menetapkan
pelanggaran terhadap kasus ini sesuai dengan UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah
dalam UU No.20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi.
Berkaitan dengan hal itu, Kamis (6 Mei 2010,) pemeriksaan pertama kalinya untuk
tersangka Effndi Syam (ES), pegawai BRI Jambi dan Zein Muhammad (ZM) Pimpinan
Perusahaan Raden Motor, sebagai penerima dan pengguna kucuran kredit dari BRI Cabang
Jambi Kedua orang itu telah ditetapkan menjadi tersangka. Ada empat kegiatan data laporan
keuangan yang tidak dibuat oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses
kredit dan ditemukan dugaan korupsinya.
Motor yang diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang
diberikan tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor, tidak dibuat oleh akuntan
publik. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan akuntan public yang di anggap lalai dalam
pembuatan laporan keuangan perusahaan, Ia tidak membuat empat kegiatan data laporan
keuangan milik Raden Motor yang seharusnya ada dalam laporan keuangan yang diajukan ke
BRI sebagai pihak pemberi pinjaman sehingga menimbulkan dugaan korupsi. Melelang agunan
debitur yang kreditnya macet menjadi pilihan perbankan. Itu menjadi salah satu cara untuk
menekan angka Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet. Tidak sedikit, nasabah yang
kreditnya macet agunannya berakhir pada pelelangan. Dalam hal ini akuntan publik telah
melanggar UU Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Akuntan Publik yakni pada pasal 30 dengan
hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta).
Alasan perbankan melelang agunan itu untuk menutupi utang dari debitur kepada bank.
Dalam lelang, yang dicari tentu adalah harga yang tertinggi. Tetapi tidak semua uang hasil lelang
masuk ke bank. Ambil contoh, utang debitur kepada bank sebesar Rp 100 juta, sementara agunan
terjual Rp 120 juta. Maka, kelebihan Rp 20 juta dikembalikan kepada nasabah. Lembaga hukum
yang dimaksud dalam hal ini adalah Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat
Jendral Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), melalui Badan Peradilan, dan melalui Arbitrase
atau Badan Alternatif Penyelesaian sengketa.
Karena dalam kegiatan perkreditan tersangkut beberapa pihak, yakni kreditur, debitur
serta pihak-pihak yang terkait, maka dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan (UUHT) kepentingan para pihak tersebut diperhatikan dan diberikan
keseimbangan dalam perlindungan dan kepastian hukumnya.
Bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai
kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh
keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama dengan menggunakan
prinsip-prinsip 5C.

You might also like