Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah satu masalah kekurangan zat gizi di Indonesia yang belum dapat
ditanggulangi adalah Gangguan Akibat Kekurangan yodium (GAKY). Masalah
GAKY merupakan masalah serius, survai Nasional pemetaan GAKY di seluruh
Indonesia pada tahun 1998 diperoleh temuan bahwa 33% kecamatan di Indonesia
masuk kategori endemik, 21% endemik ringan, 5% endemik sedang dan 7%
kecamatan endemik berat. Berdasarkan data ini diperkirakan 53,8 juta penduduk
tinggal di daerah endemik GAKY dengan rincian 8,8 juta penduduk tinggal di
daerah endemik berat, 8,2 juta tinggal di daerah endemik sedang, 36,8 juta tinggal
di daerah endemik ringan (Depkes R.I, 2004).
Gangguan akibat kurang yodium tidak hanya menyebabkan pembesaran
kelenjar gondok tetapi juga berbagai macam gangguan lain. Kekurangan yodium
pada ibu yang sedang hamil dapat berakibat abortus, lahir mati, kelainan bawaan
pada bayi, meningkatnya angka kematian prenatal.melahirkan bayi kretin.
Kekurangan yodium yang diderita anak-anak menyebabkan pembesaran kelenjar
gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik pada orang dewasa
berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan mental
(Pudjiadi, 1997). Salah satu dari akibat kurang yodium adalah kretinisme.
Kretinisme adalah suatu kelainan hormonal pada anak-anak. Ini terjadi akibat
kurangnya hormon tiroid. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam
perkembangan fisik maupun mentalnya. Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau
pada awal masa kanak-kanak (Adrian, 2011). Klien pada kasus ini biasa ditandai
dengan kelambatan pertumbuhan fisik dan mental.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan klasifikasi Kretinisme?
2. Bagaimana epidemiologi Kretinisme?
3. Apa saja etiologi Kretinisme?
4. Bagaimana tanda dan gejala Kretinisme?
5. Bagaimana patofisiologi Kretinisme?
2
C. Tujuan
Adapun beberapa tujuan kami dalam menyusun makalah ini antara lain:
1. Untuk mengetahui definisi dan klasifikasi Kretinisme;
2. Untuk mengetahui epidemiologi Kretinisme;
3. Untuk mengetahui etiologi Kretinisme;
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala Kretinisme;
5. Untuk mengetahui patofisiologi Kretinisme ;
6. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Kretinisme;
7. Untuk mengetahui pengobatan dan pencegahan Kretinisme;
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan Kretinisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
3
Kelenjar tiroid terdiri atas dua lobus yaitu lobus kiri dan kanan yang
dipisahkan oleh isthmus. Lobus kanan kelenjar tiroid mendapatkan suplai darah
yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri.
Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu tri-iodotironin (T3),
tiroksin (T4), dan sedikit tirokalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh folikel
sedangkan tirokalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler. Bahan dasar
pembentukanhormon-hormon ini adalah yodium yang diperoleh dari makanan dan
minuman. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan metabolisme karena
meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi panas.kedua hormon ini tidak
berbeda dalam fungsi namun berbeda dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3
4
lebih cepat dan lebih kuat reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibandingkan
dengan T4. T3 lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat diubah menjadi T3
setelah dilepaskan oleh folikel kelenjar.
Terdapat dua macam kretinisme, yaitu kretin endemik dan kretin Sporadik
(Kumorowulan, 2010). Kretin endemik disebabkan oleh kekurangan iodium,
sedangkan kretin sporadik atau juga dikenal sebagai hipotiroid kongenital
disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid pada bayi baru lahir seperti tidak
adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia),
lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon
karena gangguan metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis) (Kumorowulan,
2010).
B. Epidemiologi
Di seluruh dunia prevalensi dari kretinisme sporadik atau hipotiroid
kongenital mendekati l:3000 dengan prevalensi tinggi sekali di daerah kekurangan
yodium (l:900). Prevalensi di Asia Timur bervariasi dari 1:1000 sampai 1:6467.
Sehingga bila dilihat dari jumlah penduduk maka bayi dengan kretinisme sporadik
atau hipotiroid kongenital yang lahir tiap tahun mendekati 40.000. Kretin endemik
pada umumnya terdapat di daerah defisiensi Iodium yang sangat berat dengan
median kadar iodium urin < 25 ug/L (Kumorowulan, 2010). Prevalensi kretin di
daerah defisiensi Iodium berat berkisar antara 1%-15%. Hal ini tentu saja
berdampak terhadap masalah kesehatan dan sumber daya manusia. Di Indonesia
hasil skreening bayi baru lahir di beberapa propinsi ditemukan bayi dengan
hipotiroid kongenital l (satu) diantara 4.305 bayi lahir hidup. Hasil penelitian
Sunartini (1999) pada 10.000 bayi baru lahir di daerah endemis kekurangan
yodium di Yogyakarta dan sekitarnya ditemukan 8 bayi dengan hipotiroid
kongenital atau 1 diantara 1.250 bayi (Kumorowulan, 2010).
C. Etiologi
Kreatinisme terjadi disebabkan karena adanya beberapa kelainan, yaitu:
5
yang terlambat dan mengalami pembusukan awal, dan bayi memiliki suhu tubuh
di bawah normal dan denyut nadi yang lambat.
E Patofisiologi
Kecepatan pertumbuhan tidak berlangsung secara kontinyu selama masa
pertumbuhan, demikian juga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan.
Pertumbuhan janin, tampaknya sebagian besar tidak bergantung pada control hormon,
ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor
hormon mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan setelah lahir. Faktor
genetik dan nutrisi juga sangat mempengaruhi pertumbuhan pada masa ini.
Kelenjar tiroid yang bekerja dibawah pengaruh kelenjar hipofisis, tempat
diproduksinya hormon tireotropik. Hormone ini mengatur produksi hormone
tiroid, yaitu tiroksin (T4) dan triiodo-tironin (T3). Kedua hormone tersebut
dibentuk dari monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk itu diperlukan dalam
proses metabolic di dalam badan, terutama dalam pemakaian oksigen. Selain itu
juga merangsang sintesis protein dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah karoten menjadi
vitamin A. Hormone tiroid esensial juga sangat penting untuk pertumbuhan tetapi
ia sendiri tidak secara langsung bertanggung jawab menimbulkan efek hormone
pertumbuhan. Hormone ini berperan permisif dalam mendorong pertumbuhan
tulang, efek hormone pertumbuhan akan maksimum hanya apabila terdapat
hormone tiroid dalam jumlah yang adekuat. Akibatnya, pada anak hipotiroid
pertumbuhan akan terganggu, tetapi hipersekresi hormone tiroid tidak
menyebabkan pertumbuhan berlebihan.
Tiroksin mengandung banyak iodium. Kekurangan iodium dalam makanan
dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena
kelenjar ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin
menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan
kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme.
G. Pengobatan
Deteksi dini merupakan cara yang sangat penting untuk mencegah
keterbelakangan mental ireversibel dan membantu dalam pertumbuhan fisik yang
normal. Pengobatan yang dapat diberikan untuk penderita kretinism adalah
levothyroxine secara oral (Synthroid), dimulai dengan dosis sedang. Dosis yang
diberikan secara bertahap dapat meningkatkan ke tingkat yang cukup untuk
pemeliharaan seumur hidup. Peningkatan yang pesat dalam dosis bisa memicu
thyrotoxicity. Anak-anak memerlukan dosis yang lebih tinggi daripada orang
dewasa karena anak-anak memiliki proses metabolisme hormon tiroid yang cepat
H. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap I (Promotif)
Cara yang tepat untuk melakukan tindakan promotif adalah dengan
melakukan penyuluhan pentingnya penggunaan yodium terutama bagi
penduduk yang tinggal di daerah pengunungan.
2. Tahap II (Preventif)
9
Rowland dan Crotteau (2008) dalam jurnal What are the cause of elevated
TSH in a newborn mengatakan bahwa The United States Preventive
Service Task Force (USPSTF) merekomendasikan skrining rutin untuk
bayi yang lahir tanpa gejala yang beresiko terkena hipotiroidisme
kongenital. USPSTF juga merekomendasikan bahwa dokter harus
mengevaluasi hasil skrining abnormal tiroid dengan tes laboratorium
tambahan, menggunakan TSH sebagai tes utama dan T4 sebagai tambahan
tes. Selain itu, American Thyroid Association (ATA) mendukung skrining
tiroid kedua pada 7 sampai 14 hari dari kehidupan untuk meningkatkan
spesifisitas skiring hipotiroidisme kongenital.
3. Tahap III (Kuratif)
Hopwood (2006) dalam jurnal Treatment of The Infant Congenital
Hypotiroidism mengatakan bahwa The American Acsdemy of Pediatric
(AAP) merekomendasikan dosis penggunaan L-thyroxine, 10-15
ug/kg/hari untuk ibu hamil dengan kondisi dimana ditemukan T4 yang
rendah dan peningkatan TSH.
4. Tahap IV (Rehabilitatif)
Rose et.al (2011) dalam jurnal Update of Newborn Screening and Therapy
for Congenital Hypotiroidism, setelah diberikan L-tiroksin sebagai upaya
kuratif, kemudian dilanjutkan monitoring dengan cara mengecek ulang
TSH dan T4 yang dilakukan 2-4 minggu setelah terapi dimulai. Kemudian
dilakukan 1-2 bulan sekali pada 6 bulan pertama kehidupan, kemudian
dilanjutkan tiap 3-4 bulan pada umur 6 bulan sampai 3 tahun, dan
kemudian tiap 6-12 bulan pada saat usia lebih dari 3 tahun, dengan tujuan
pengobatan kadar TSH dan T4 normal.
I. PATHWAY
Penggunaan
Gangguanobat
antitiroidterhaap Penurunan Kekurangan
saatJaringan sekresi TSH atau yodium
kehamilantiroid resistensi TSH
fungsional
10
Hipotiroidisme
Reaksi
Autoimun
Menurunnya kadar hormone T3
dan T4
Menurunnya Penurunan
laju metabolisme
metabolisme protein dan
pembentukan
tulang
Pulsasi Suhu
jantung tubuh
lambat menurun
Gangguan Sulit
pertumbuhan Hipotermia
Ikterik makan,
dan persisten, menyusui
perkembangan
edema
Ketidakefektifan
peorbital,
Gangguan citra pola nafas anemia Gangguan
tubuh Menelan
Penurunan kekuatan Hambatan Mobilitas
otot Fisik
J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
A. Identitas Klien
11
a. Nama
Berisi nama lengkap klien yang mengalami kretinisme.
b. Jenis Kelamin
Pada klien yang mengalami kreatinisme jenis kelamin tidak
mempengaruhi karena penyakit ini akibat adanya gangguan pada
endokrin.
c. Usia
Anak-anak memiliki resiko tinggi terhadap penyakit kreatinisme ini. Dan
kreatinisme kronis terjadi sering pada bayi dan anak-anak yang berada di
daerah defisiensi Iodium yang sangat berat dengan median kadar iodium
urin < 25 ug/L.
d. Alamat
Lingkungan tempat tinggal pada daerah yang defisiensi Iodium yang
sangat berat dengan median kadar iodium urin < 25 ug/L salah satu faktor
penyebab kreatimisme.
e. Agama
Agama tidak mempengaruhi sesorang untuk terkena penyakit
pielonefritis.
B. Status Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien dengan penyakit kreatinisme biasanya keluahan utama yang
umumnya muncul yaitu bentuk tubuh yang pendek (cebol), metabolism
tidak optimal, sering lemah, konstipasi, dan kadang diikuti
keterbelakangan mental.
kongenital, riwayat ibu yang meminum obat antitiroid, riwayat ibu yang
sakit hipertiroid, riwayat tiroidektomi, tiroiditis.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji riwayat penyakit keluarga apakah ada keluarga yang memiliki
penyakit kreatinisme atau gangguan pada sistem endkrin.
e. Riwayat Imunisasi
Imunisasi tidak berpengaruh terhadap kretinisme. Pemberian imunisasi
akan terlihat maksimal terhadap pencegahan dari suatu penyakit yang
umumnya diakibatkan oleh virus atau bakteri. Karena kretinisme
merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan akibat ada maslah di
endokrin karena kekurangan iodium maka imunisasi diatas tidak terlalu
berpengaruh terhadap penyebab penyakit.
D. Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Efek ketunadayaan fisik Keterlambatan
1 Keluarga klien pertumbuhan dan
mengatakan bahwa perkembangan
klien tidak dapat
tumbuh sebagaimana
anak seusianya.
DO:
DO:
Klien tampak murung
dan lebih suka
menyendiri.
DO:
Suhu tubuh klien 34 C
merasa sesak
DO :
RR : 30x/menit,
pernafasan cuping
hidung
DS : Keterlambatan perkembangan Gangguan
5 Keluarga klien menelan
mengatakan bahwa
klien sering tidak
menghabiskan
makanannya dan sulit
untuk makan
DO :
Makanan klien masih
sering bersisa dari
porsi awawal
DS : Fisiologis Konstipasi
6 Keluarga klien
mengatakan bahwa
klien sulit BAB
DO:
Frekuensi BAB klien
kurang dari 3x sehari
DO ;
16
b. Diagnosa Keperawatan
positif
2. Mempertahankan
interaksi sosial
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
berpindah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Moeljanto, Doko. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal
Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
22
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G.. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.