Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi, pengumpulan data konsumsi
makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi.
Konsumsi makanan dipengaruhi oleh kebiasaan makan dan ketersediaan pangan dalam
keluarga. Kebiasaan makan yaitu kegiatan yang berkaitan dengan makanan menurut tradisi
setempat, meliputi hal-hal bagaimana pangan diperoleh, apa yang dipilih, bagaimana
menyiapkan, siapa yang memakan dan berapa banyak yang dimakan.
Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan
seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam
aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Konsumsi
pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan
seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu
(Hardinsyah, 2001). Banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya
faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah.
Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor
fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi
oleh individu ( Triwijayanti, 2008).
Konsumsi pangan keluarga merupakan kebutuhan anggota keluarga terhadap pangan
yang bertujuan untuk memantapkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Ketersediaan
pangan keluarga juga mempengaruhi jumlah dan banyaknya konsumsi makan anggota
keluarga. Semakin baik ketersediaan pangan suatu keluarga, memungkinkan terpenuhnya
seluruh kebutuhan gizi. Penilaian konsumsi pangan dilakukan dengan cara survei.
Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan seseorang,
keluarga atau kelompok orang baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Secara
kuatitatif akan diketahui jumlah pangan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Metode pengumpulan data yang
dapat digunakan adalah metode recall 24 jam, metode food record, dan metode weighing.
Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan
makanan, menggali informasi tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh bahan
makanan. Metode pengumpulan data yang dapat digunakan adalah food frequency
questionnaire dan dietary history. Metode food record merupakan metode yang paling akurat
untuk metode survei konsumsi pangan tingkat keluarga.
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian metode food record.
2. Untuk mengetahui prinsip dan prosedur pelaksanaan metode food record.
3. Untuk mengetahui apa itu unit konsumsi dalam metode Food Record.
4. Untuk mengetahui macam-macam metode Food Record
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode food record.
6. Untuk mengetahui kesalahan yang sering terjadi dalam metode food record.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Menimbang porsi yang dapat dimakan untuk masing-masing bahan mentah atau
melakukan estimasi menggunakan ukuran rumah tangga (URT) untuk mendapatkan
jumlah dari masing-masing bahan mentah yang digunakan didalam resep
3. Mencatat berat akhir (atau volume) dari ragam makanan (ini hanya untuk metode
penimbangan makanan)
4. Mencatat berat (atau volume) dari ukuran porsi yang dikonsumsi atau melakukan
estimasi menggunakan ukuran rumah tangga (URT) dan atau menggunakan peralatan
rumah tangga yang dikaliberasi (terstandar) untuk mendapatkan jumlah dari makanan
yang dikonsumsi oleh subjek.
5. Mengestimasi jumlah bahan yang dikonsumsi oleh individu sebagai proporsi dari
masing-masing bahan yang ada di dalam makanan yang dimakan (catat masing-
masing jumlah bahan makanan mentah yang digunakan, berat makanan dalam bentuk
akhir dan jumlah yang dikonsumsi)
6. Menyesuaikan jumlah bahan dengan hasil masakan dan memasukkannya sebagai
berat dari bahan yang dimasak (catat proses pemasakan yang dilakukan karena ada
beberapa zat gizi yang hilang pada saat pemasakan).
2.3 Unit Konsumsi Dalam Metode Food Record
Unit konsumsi (UK) atau meal unit (UM) juga disebut Consumption Unit (CU) adalah
penyetaraan dari jumlah kali makan utama (meals) dalam sehari. Bila seseorang atau keluarga
dalam suatu masyarakat mempunyai kebiasaan makan utama tiga kali sehari yaitu, sarapan,
makan siang, dan makan malam, maka satu unit makan setara dengan 3 kali makan utama
yang dilakukan di rumah. Apabila seseorang hanya makan dua kali di rumah dan satu kali di
luar rumah, maka dia mempunyai 2/3 unit maka jika makanan yang dimakan diluar rumah
tidak dicatat. Namun apabila makanan yang dikonsumsi di luar rumah dicata, maka unit
makan yang berlaku untuk dia tetap satu (1).
Kalau kaidah diatas digeneralisir maka bisa menimbulkan kesalahan karena setiap
anggota keluarga mempunyai kebiasaan makan yang berbeda-beda. Misalnya, anak balita
mungkin mempunyai kebiasaan makan empat kali sehari, orang-orang tertentu ada yang tidak
pernah sarapan atau makan malam. Jadi penggunaan angka koreksi dengan UM ini harus
dilakukan per individu dari setiap anggota keluarga. Dengan demikian harus diperoleh
informasi apakah seseorang makan di luar rumah atau tidak selama survei berlangsung.
Dengan cara ini tentu akan memperkecil kesalahan dalam perhitungan konsumsi per kapita
maupun tingkat kecukupnnya.
Dengan demikian tidak selamanya1 UM setara dengan 3 kali makan, atau 2 kali makan
setara dengan 2/3 UM. Hal ini berhubungan dengan kebiasaan makan seseorang, keluarga
atau masyarakat. Sebagai contoh seseorang yan biasa makan utama dua kali dalam sehari,
maka 1 UM sama dengan 2 kali makan.
Proporsi makanan antar waktu makan, kadang-kadang tidak sama. Pada masyarakat
tertentu makan pagi porsi sedikit, makan siang dan sore jumlahnya banyak dan makan malam
adalah sisa makanan pada waktu makan siang. Di Indonesia belum ada penelitian yang
mengarah pada proporsi makanan untuk setiap waktu makan. Dengan demikian untuk
mendapatkan hasil yang akurat dalam perhitungan konsumsi pangan keluarga, maka perlu
dilakukan penelitian ke arah sana, baik secara nasional maupun antar etnik. Kalaupun
penelitian tersebut tidak dapat dilakukan, setidaknya dalam setiap pengumpulan data
sebelumnya diolah lebih lanjut perlu dicari proporsi konsumsi setiap waktu makan khususnya
energi.
Tabel 5.1 Rata-Rata Persentase Kontribusi Makan Terhadap Asupan Energi dan 11 Zat Gizi Selama
Sehari.
Waktu Makan
Zat Gizi Minum Makan Snack Makan Snack Makan
Pagi Pagi Pagi Siang Siang Sore
Energi 6 20 9 30 10 34
Protein 5 19 8 33 7 36
Lemak 5 17 7 32 9 37
Karbohidrat 7 22 10 28 12 31
Kalsium 10 24 13 26 10 29
Besi 2 21 6 33 7 37
Vit. A 5 17 7 34 7 37
Tiamin 5 33 7 29 6 30
Riboflavin 10 32 10 24 8 28
Asam nikotinat 5 24 7 32 6 33
Vit. C 6 14 7 36 7 37
Serat makanan 1 25 6 32 7 35
Makan utama saja 20 30 34
Cambridge Survei Pangan 21 29 34
Nasional
Sumber : Cameron dan Staveren 1988
Diatas diberikan gambaran kebiasaan makan di Cambridge (Table 5.1). dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa perbandingan proporsi antara makan pagi: makan siang: makan
sore: makan malam adalah 20: 30: 34: 16 (Cameron dan Staveren 1988). Dengan demikian
jika seseorang di Cambridge pada waktu survei tidak makan siang di rumah, maka UM untuk
dia adalah 0.70.
Dalam survey konsumsi yang dilakukan selama satu minggu, satu unit makan adalah
setara dengan jumlah hari survei. Apabila seseorang pada waktu survei dilakukan tidak
makan di rumah selama satu hari, maka besarnya nilai unit makannya adalah 1.00 dikurangi
1/7 atau 0.14 sama dengan 0.86.
Besarnya unit makan untuk satu hari konsumsi makan utama secara penuh adalah 1/7
atau 0.14. besarnya unit makan untuk setiap waktu makan berbeda-beda tergantung proporsi
makannya. Sebagai contoh untuk di Cambridge, dimana perbandingan makanan antar waktu
makan (pagi, siang, sore dan malam) adalah 20: 30: 34: 16, maka besarnya nilai unit makan
dapat dihitung seperti berikut :
Atas dasar itu apabila seseorang sewaktu survei dilakukan tidak makan siang di rumah
sebanyak tiga kali, maka dia kehilangan unit makan sebanyak 0.04 x 3 = 0.12. dengan
demikian nilai unit makannya adalah sama dengan 0.88 UM.
Nilai konsumsi unti untuk satu keluarga dalam periode waktu survei kemudian
dijumlah. Satu keluarga dengan beranggotakan 5 orang. Dimana salah satu diantara anggota
keluarganya tidak makan siang satu kali pada waktu survei dilakukan, maka mempunyai nilai
4,96 unit. Sedangkan untuk keluarga lain dengan anggota keluarga yang sama, namun pada
waktu makan siang kedatangan tamu satu kali, maka unit makannya menjadi 5,04.
Nilai konsumsi unit untuk setiap keluarga tersebut kemudian digunakan untuk
menghitung angka konsumsi per kapita untuk energi dan zat gizi lainnya. Unit konsumsi dari
masing-masing keluarga juga nantinya digunakan dalam perhitungan kecukupan dan tingkat
kecukupan energi dan zat-zat gizi selama survei.
Perlu diperhatikan disini adalah, bila terdapat sisa makanan setelah makan maka perlu
juga ditimbang sisa tersebut untuk mengetahui jumlah sesungguhnya makanan yang
dikonsumsi. Sehingga dalam Arisman, 2009 dituliskan bahwa dalam metode penimbangan
lebih tepat apabila dilakukan pengamatan secara langsung terhadap responden, meskipun
membutuhkan waktu lebih lama dan biaya lebih tinggi. Cara ini cocok diterapkan pada pasien
rawat inap di rumah sakit. Pengamat mencatat takaran makanan yang diresepkan oleh ahli
gizi, jumlah santapan yang diantar oleh petugas gizi, jumlah yang dimakan pasien, serta
banyaknya makanan yang tersisa.
Berdasarkan uraian tentang metode ini maka dapat dikatakan kelebihan dari metode weighed
food records adalah data yang diperoleh lebih akurat dan teliti sedangkan kekurangan metode
ini adalah sebagai berikut :
1. Memerlukan waktu dan cukup mahal karena perlu peralatan. Dalam Almatsier et al,
2011 disebutkan bahwa biaya yang dibutuhkan dalam metode ini relatif tinggi, karena
responden harus sering dikunjungi untuk memonitor dan memberi semangat.
2. Bila penimbangan dilakukan dalam periode yang cukup lama, maka responden dapat
merubah kebiasaan makan mereka. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menyederhanakan proses pengukuran makanan, atau untuk memberi kesan yang baik.
3. Tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil
4. Memerlukan kerjasama yang baik dengan responden
Kekurangan:
1. Membutuhkan tingkat kerjasama yang tinggi dari subjek
2. Karena beban yang diberikan kepada responden sangat tinggi maka didapatkan hasil
dari rata-rata respon responden sangat rendah
3. Memerlukan waktu relatif lama
4. Subjek seharusnya bisa membaca untuk mendapatkan hasil pencatatan yang lengkap,
atau dibutuhkan seorang enumerator yang akan melakukan tugas pencatatan
5. Petugas harus terlatih dalam menggunakan alat ukur dan formulir pencatatan
6. Analisisnya membutuhkan tenaga yang terlatih dan mahal.
7. Laporan subjek terkadang underreporting (melaporkan terlalu rendah) masih sering
terjadi
Berdasarkan kekurangan pada metode food records seperti yang diuraikan dalam
Fahmida & Dillon, 2007 sejalan dengan pendapat Gibson & Ferguson, 2008 bahwa
metode food records dalam pelaksanaannya sangat membutuhkan banyak waktu, memerlukan
biaya yang mahal, dan memberikan beban yang besar pada responden. Mengatasi begitu
banyaknya kekurangan yang ada pada metode ini, Gibson & Ferguson, 2008 membuat suatu
modifikasi terhadap metode recall 24 jam dengan dilakukannya pelatihan terhadap suatu
kelompok untuk mengestimasi ukuran porsi dengan tepat sebelum recall yang sebenarnya
dilakukan. Menyediakan chart gambar sebelum recall dilakukan yang digunakan untuk
menceklist pada hari disaat makanan tersebut dikonsumsi dan hal ini juga berguna untuk
membandingkan dengan hasil recall untuk mengurangi factor kelupaan pada responden dan
menyediakan mangkuk dan piring (URT) yang terstandar yang akan digunakan saat recall
dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan responden memvisualisasikan jumlah
makanan yang dikonsumsi.
2.5 Bias Atau Kesalahan Yang Sering Terjadi Pada Penggunaan Metode Food Record
Bias atau kesalahan yang sering terjadi dalam dietary assessment dapat dibedakan
menjadi kesalahan random dan kesalahan sistematis. Kesalahan random biasanya akan
berdampak pada reliabilitas suatu metode dan keadaan ini dapat dikurangi dengan
meningkatkan jumlah pengamatan namun hal inipun tidak sepenuhnya dapat menghilangkan
bias tersebut. Sebaliknya kesalahan sistematis tidak dapat diminimalkan dengan
memperpanjang jumlah pengamatan. Kesalahan pengukuran yang bersifat random dan
sistematis dapat diminimalkan dengan memadukan prosedur kendali mutu kedalam masing-
masing tahapan dalam metode dietary assessment. Termasuknya didalamnya pelatihan dan
sesi pelatihan ulang untuk pewawancara dan pemprogram, standarisasi tekhnik wawancara
dan kuesioner, uji coba kuesioner dan percobaan penyelenggaraan penelitian sebelum survey
sebenarnya dilakukan (Gibson, 2005).
Menurut Gibson, 2005 bahwa sumber-sumber bias atau kesalahan dalam pengukuran dietary
assessment meliputi :
a. Tidak Adanya atau Kurangnya Respon Responden
Kurangnya respon (nonrespon) atau rendahnya kepatuhan dari responden yang
mengakibatkan bias yang signifikan dan hal ini dapat terjadi disemua jenis penilaian
dalam dietary assesment. Upaya yang sebaiknya dilakukan untuk meminimalkan angka
nonrespon. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan mengirimkan email atau menelpon
untuk mengingatkan, dan pelatihan pewawancara agar saat melakukan wawancara dilakukan
dengan penuh kehangatan, pengertian dan kepercayaan.
b. Bias dari Responden
Bias yang berasal dari responden biasanya muncul apabila responden salah pengertian
terhadap apa yang ditanyakan atau diminta oleh pewawancara, kecendrungan memberikan
jawaban yang bersifat socially desirable. Socially desirable adalah kecendrungan dari
responden untuk menghindari kritik dan kecendrungan untuk mendapatkan pujian. Sumber
bias yang lain adalah responden memberikan data kadang underreporting ataupun
overreporting (Gibson, 2005).
Menurut Thomson & Subar, 2001 dalam penelitiannya bahwa bias yang sering terjadi
pada metode food records adalah terjadinya underreporting pada responden. Pada penelitian
tersebut underreporting terjadi pada responden dengan nilai BMI yang tinggi (BMI > 24) dan
terutama terjadi pada wanita. Keadaan ini juga ditemukan pada responden usia lanjut. Efek
ini mungkin terjadi karena responden tersebut melakukan diet ketat pada hari-hari tertentu.
Penelitian lain menunjukkan bahwa kondisi demografis dan psikologis
mempengaruhi underreporting responden seperti pendidikan, pekerjaan, pengaruh dari
keinginan sosial, body image dan pembatasan terhadap makanan. Penelitian yang dilakukan
Mauer, et al dalam Thomson & Subar bahwa ada beberapa jenis makanan yang cenderung
underreporting oleh responden diantaranya adalah seperti makanan penutup, kue-kue yang
manis dan dipanggang, butter dan minuman beralkohol, sedangkan yang dilaporkan lebih
banyak adalah berupa biji-bijian, daging, salad dan sayuran.
Menurut Siagian, 2010 menuliskan bahwa bias yang sering terjadi terutama untuk
metode penimbangan makanan adalah kuantitas konsumsi pangan yang diperoleh mungkin
bukan kuantitas konsumsi yang lazim (kebiasaan) karena responden mungkin mengubah jenis
dan jumlah pangan yang akan dikonsumsi karena ia tahu konsumsi pangannya sedang dinilai
atau diamati. Hal lain yang mungkin terjadi adalah subjek atau responden mengubah pola
asupan kebiasaannya untuk mempermudah penimbangan.
c. Bias dari Pewawancara
Sumber bias dari pewawancara biasanya meliputi kesalahan menggunakan pertanyaan
probing, kesalahan dalam mencatat respon responden, kehilangan fokus, bias yang
berhubungan dengan persiapan wawancara, adanya gangguan, kepercayaan diri dan
kerahasiaan responden. Bias dari pewawancara ini dapat terjadi disepanjang penelitian dan
subjek, dan atau sistematis untuk pewawancara tertentu. Bias ini bisa jadi terjadi sebagai
interaksi antara pewawancara tertentu dengan responden tertentu pula. (Gibson, 2005).
Dalam food records khususnya untuk estimasi makanan, sumber bias yang sering muncul
adalah kesalahan yang dilakukan saat konversi makanan masak kementah dan dari ukuran
rumah tangga ke ukuran berat (gram) Supariasa, 2012).
d. Faktor Kelupaan pada Responden
Gangguan memori pada responden yang sering terjadi adalah responden gagal dalam
mengingat makanan yang biasa dikonsumsi dan dapat pula responden melaporkan makanan
yang sebenarnya tidak dikonsumsi pada saat recall tesebut dilakukan. Untuk mengurangi
faktor kelupaan yang terjadi pada responden dapat dilakukan dengan teknik
pertanyaan probing & standar Promting serta menggunakan alat bantu mengingat seperti alat
bantu simulasi makanan yang dari plastic atau tanah liat, gambar bahan makanan atau photo.
e. Estimasi Ukuran Porsi yang Kurang Tepat
Bias yang sering timbul adalah kegagalan responden dalam mengkuantitaskan secara
akurat jumlah makanan yang dikonsumsi, atau miskonsepsi dalam merata-ratakan ukuran
porsi. Menurut Young & Nestle, 1995 dalam Gibson 2005 bahwa Tiap responden memiliki
kemampuan yang berbeda dalam mengestimasi ukuran porsi yang akurat secara visual.
Umumnya perbedaan ini timbul secara independent karena perbedaan usia, berat badan,
status sosial, dan jenis kelamin tetapi mereka melakukannya pada jenis dan makanan yang
bervariasi. Kesalahan yang besar yang terjadi, sebagai contoh mengestimasi potongan daging
yang bentuknya tidak teratur. Menurut Weber et al. 1997 dalam Gibson 2005 bahwa
ditemukan kesalahan mengestimasi porsi daging (steak) hingga mencapai 80%.
f. Suplemen yang Digunakan
Suplemen yang biasanya dikonsumsi oleh responden juga harus dicatat dalam dietary
assessment. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, biasanya nama merk harus diketahui.
Nama merk merupakan hal yang kritis karena antar merk memiliki variasi yang sangat besar.
Kesalahan dalam ketepatan mengkuantitatifkan dosis suplemen sangat berdampak dalam
estimasi dari intake zat gizinya. Dari beberapa penelitian yang dilakukan sering
terjadinya underreporting dalam menentukan dosis suplemen. Ditambah lagi faktor kimia
dalam dietary suplement dapat berpengaruh dalam biovailabilitas, sehingga lebih dianjurkan
untuk mencatat komposisi kimia dalam dietary supplement apabila itu memungkinkan.
g. Kesalahan dalam Penanganan Bahan Makanan Campuran
Sumber kesalahan yang umum terjadi dalam penanganan bahan makan campuran
adalah kesalahan yang terjadi selama bahan campuran masih dalam bentuk bahan mentah dan
selanjutnya dikonversi ke bentuk yang dapat dikonsumsi. Konversi biasanya meliputi faktor
menghitung rata-rata dari kedua perubahan berat karena pemasakan dan retensi zat gizi.
Setelah itu dilanjutkan dengan mengestimasi kuantitas dari bahan makanan campuran yang
dikonsumsi oleh subjek.
Berdasarkan beberapa bias yang sering muncul dalam pengumpulan data dietary
assesmentmaka Supariasa, 2012 menuliskan bahwa untuk mengurangi bias tersebut dapat
dilakukan dengan cara : menggunakan sampel dalam jumlah besar, ulangi pengukuran dalam
intake konsumsi terhadap subjek atau responden yang sama dalam beberapa waktu, dan
usahakan selalu melakukan kaliberasi terhadap alat-alat ukur.
Pertimbangan-pertimbangan Untuk Mengurangi Kesalahan Saat Pengumpulan Data
Assesment
No Sumber Kesalah Potensi Food Record
1. Perlu adanya asisten pewawancara yang
melakukan pencatatan.
1. Ingatan (memori)
2. Mendorong untuk mematuhi setiap
petunjuk dengan tepat
1. Perlunya alat bantu untuk mengestimasi
ukuran porsi.
2. Ukuran Porsi
2. Alat timbang.
3. Pelatihan responden
1. Memperbanyak hari pengumpulan data.
2. Memasukkan hari-hari biasa dan hari libur
Keragaman hari pengumpulan
3. (akhir pekan).
data
3. Mengumpulkan data pada musim/waktu
yang berbeda
1. Mengurangi beban responden.
4. Bias Respon
2. Membatasi hari pengumpulan data
1. Memasukkan data dengan tepat dan
memasukkan data sesuai aturan.
2. Perlu adanya asisten pewawancara yang
5. Entri Data (Memasukkan Data)
melakukan pencatatan.
3. Adanya panduan dan petunjuk probing
secara rinci
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Food record merupakan catatan responden mengenai jenis dan jumlah makanan dan
minuman dalam satu periode, biasanya 3 hari dalam seminggu yakni 2 hari biasa dan 1 hari
libur, sampai 7 hari dan dapat dikuantifikasikan dengan estimasi menggunakan Ukuran
Rumah Tangga ( Estimated Food Record) atau menimbang (Weighed Food Record). Dalam
Estimated Food Record, responden diminta untuk mencatat semua makanan dan minuman
termasuk makanan ringan yang dimakan dalam ukuran rumah tangga (URT) dalam jangka
waktu tertentu, mendeskripsikan secara rinci semua makanan dan minuman termasuk nama
merk dan metode persiapan srta pembuatannya serta memperkirakan berat makanan yang
dikonsumsi dalam ukuran rumah tangga (URT). Weighed Food Record atau metode
Penimbangan makanan merupakan metode paling presisi untuk memperkirakan kebiasaan
makan dan asupan zat gizi pada individu karena menggunakan satuan baku.
Bias atau kesalahan yang terjadi dalam dietary assesment dapat dibedakan menjadi
kesalahan random dan kesalahan sistematis. Keslahan random biasanya akan berdampak pada
realibilitas suatu metode dan keadaan ini dapat dikurangi dengan meningkatkan jumlah
pengamatan namun hal ini pun tidak sepenuhnya dapat menghilangkan bias tersebut.
Sebaliknya kesalahan sistematis tidak dapat diminimalkan dengan memperpanjang jumlah
pengamatan.
3.2 Saran
Dalam menggunakan metode food record ini sebaiknya dilakukan dengan teliti dan
dicatat setiap makanan apa saja yang kita makan serta memiliki takaran disetiap makanannya,
dan setiap sisa makanan dicatat atau ditimbang sehingga dapat membantu atau
mempermudah dalam melakukan metode ini terutama di tingkat keluarga. Metode ini
sebaiknya dilakukan terlebih dahulu dilingkungan keluarga karena metode food record ini
merupakan metode yang paling akurat dilakukan di lingkungan keluarga. Setelah melakukan
metode ini dilakukan di lingkungan keluarga barulah kemudian dilakukan di desa atau di
daerah yang jenis pangan di daerah tersebut kurang bervariasi.
DAFTAR PUSTAKA
Supariasa, I Dewa Nyoman., B. Bakri dan I. Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi. EGC, Jakarta.
https://adingpintar.wordpress.com/2013/01/30/metode-food-records-estimasi-makanan-dan-
penimbangan-makanan/