You are on page 1of 56

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ITP

(IDIOPATIK TROMBOSITOPENIA PURPURA)

DISUSUN OLEH :

1. Achmad Baroqah

2. Herlin Ferlina

3. Vebri Tranando.S

4. Noviani Sistiara Dewi

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan pada pasien

ITP dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penyusunan makalah mungkin ada sedikit

hambatan. Namun berkat bantuan dukungan dari teman-teman serta bimbingan dari dosen

pembimbing. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu proses pembelajaran dan

dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Penulis juga tidak lupa mengucapkan

terimakasih kepada semua pihak, atas bantuan,dukungan dan doa nya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah ini

dan dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan ITP. Makalah ini

mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap kritik dan saran untuk penyempurnaan

makalah ini.

Bengkulu, April, 2018


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...............................................................................................1

KATA PENGANTAR ............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG

Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian


dari pembekuan darah. Pada orang normal jumlah trombosit di dalam sirkulasi berkisar
antara 150.000-450.000/ul, rata-rata berumur 7-10 hari kira-kira 1/3 dari jumlah trombosit
di dalam sirkulasi darah mengalami penghancuran di dalam limpa oleh karena itu untuk
mempertahankan jumlah trombosit supaya tetap normal di produksi 150.000-450000 sel
trombosit perhari. Jika jumlah trombosit kurang dari 30.000/mL, bisa terjadi perdarahan
abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah trombosit mencapai
kurang dari 10.000/mL. (Sudoyo, dkk ,2006).
Trombositopenia dapat bersifat kongenital atau di dapat, dan terjadi akibat
penurunan reproduksi trombosit, seperti pada anemia aplastik, mielofibrosis, terapi radiasi
atau leukimia, peningkatan penghancuran trombosit, seperti pada infeksi tertentu ;
toksisitas obat, atau koagulasi intravaskuler, diseminasi (DIC); distribusi abnormal atau
sekuestrasi pada limpa ; atau trombositopenia dilusional setelah hemoragi atau tranfusi sel
darah merah. (Sandara, 2003).
Trombositipenia didefinisikan juga sebagai jumlah trombosit kurang dari
100.000/mm3. jumlah trombosit yang rendah ini merupakan akibat berkurangnya
produksi atau meningkatnya penghancuran trombosit. Namun, umumnya tidak ada
manifestasi klinis hingga jumlahnya kurang dari 100.000/mm3dan lebih lanjut
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan lain yang mendasari atau yang menyertai, seperti
penyakit hati atau leukimia. Ekimosis yang bertambah dan pendarahan yang memanjang
akibat trauma ringan terjadi pada kadar trombosit kurang dari 50.000/mm3. Petekie
merupakan maniferstasi utama, dengan jumlah trombosit kurang dari 30.000/mm3. terjadi
perdarahan mukosa, jaringan dalam, dan intrakranial dengan jumlah trombosit kurang
dari 20.000, dan memerlukan tindaka segera untuk mencegah perdarahan dan kematian.
(Sylvia & Wilson, 2006)
Trombositopenia (jumlah platelet kurang dari 80.000/ mm3) penyebab tersering
dari perdarahan abnormal karena produksi platelet yang menurun, atau pun peninggian
sekuestrasi atau destruksi yang bertambah. Penyebab penurunan produksi platelet
antaranya anemia aplastik, leukemia, keadaan gagal sumsum tulang lain, dan setelah
terapi khemoterapi sitotoksik. Penyebab peninggian destruksi platelet antaranya
trombositopenik purpura idiopatik (autoimun), trombositopenia sekunder atau yang
diinduksi obat-obatan, purpura trombositopenia trombotik, sindroma uremik hemolitik,
koagulasi intravaskuler diseminata, dan vaskulitis.
Secara umum, jumlah platelet lebih dari 50.000/mm3 tidak berkaitan dengan
komplikasi perdarahan yang bermakna, dan perdarahan spontan berat jarang dengan
jumlah platelet lebih dari 20.000/mm3. Walau jarang, PIS spontan bisa terjadi dan khas
dengan onset yang tak jelas dari nyeri kepala, diikuti perburukan tingkat kesadaran.
Hematom subdural lebih jarang. (sudoyo, dkk, 2006)
Penurunan produksi trombosit (platelets), dibuktikan dengan aspirasi dan
biopsi sumsum tulang, dijumpai pada segala kondisi yang mengganggu atau menghambat
fungsi sumsum tulang. Kondisi ini meliputi anemia aplastik, mielofibrosis(penggantian
unsur-unsur sumsum tulang dengan jaringan fibrosa), leukemia akut, dan karsinoma
metastatik lain yang mengganti unsur-unsur sumsum normal. Agen-agen kemoterapeutik
terutama bersifat toksik terhadap sum-sum tulang, menekan produksi trombosit. Keadaan
trombositopenia dengan produksi trombosit normal biasanya disebabkan oleh
penghancuran atau penyimpanan yang berlebihan. Segala kondisi yang menyebabkan
spenomegal(lien membesar) dapat disertai trobositopenia. (Sylvia & Wilson, 2006)
Trombosit dapat juga dihancurkan oleh produksi anti bodi yang diinduksi oleh
obat seperti yang ditemukan pada quidinin dan emas. Atau oleh autoantibodi(anti bodi
yang bekerja melawan jaringannya sendiri). Antibodi-antibodi ini ditemukan pada
penyakit seperti lupus eritematosus, leukimia limfositik kronis, limfoma tertentu, dan
purpura trombositopenik idiopatik (ITP).
ITP terutama ditemukan pada perempuan muda, bermanifestasi sebagai
trombositopenia yang mengancam jiwa dengan jumlah trombosit yang sering kurang dari
10.000/mm3. antibodi Ig G yang ditemukan pada membran trombosit dan meningkatnya
pembuangan dan penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. (Sylvia & Wilson,
2006).
Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab
trombositopenia yang lain. Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang tidak rutin dilakukan pada
ITP, hanya untuk kasus yang meragukan. Pada anak umumnya ITP bersifat akut dan dapat
sembuh spontan dalam waktu kurangdari 6 bulan. Tata laksana ITP khususnya ITP akut
pada anak masih kontroversial. Pengobatan umumnya dilakukan hanya untuk
meningkatkan jumlah trombosit, namun tidak menghilangkan risiko terjadinya perdarahan
intrakranial dan perjalanan menjadi ITP kronis. Pengobatan juga potensial menimbulkan
efek samping yang cukup serius. Perlu dilakukan suatu studi prospektif acak yang meneliti
manfaat secara klinis berbagai pengobatan ITP pada anak. Pemahaman yang tepat tentang
perjalanan alamiah ITP kronis pada anak sangat bermanfaat bagi suatu pengobatan yang
rasional. (Sari Pediatri, 2004)
1.2.TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Secara umum penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui secar garis besar
tentang kasus pasien ITP secara menyeluruh
1.2.2. Tujuan KHusus
1.2.2.1.Mengetahui pengertian ITP
1.2.2.2.Mengetahui etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis
1.2.2.3.Mengetahui penatalaksanaan dari penyakit ITP
1.2.2.4.Mengetahui konsep keperawatan pada pasien ITP
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. DEFINISI

ITP adalah singkatan dari Idiopathic Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic


berarti tidak diketahui penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak cukup
memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti seseorang memiliki luka memar yang
banyak (berlebihan). Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune
Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP) merupakan
kelainan autoimun dimana autoanti body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit dibentuk. Meskipun
antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis
langsung. Insident tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita dibanding
laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan merupakan
suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang jumlahnya menurun
sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya pada kulit berupa
bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran, 2008)
Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut
dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik,
purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan
hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak
disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena
perdarahan. ( FK UI, 2007)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel darahnya kecuali keping
darah berada dalam jumlah yang normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat
kecil yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat teriris/terpotong dan kemudian
membentuk bekuan darah. Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam
tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan bahkan mengalami perdarahan
dalam periode cukup lama setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil
merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan kulitnya. Jika jumlah keping
darah atau trombosit ini sangat rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang
sukar berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya. (Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu gangguan autoimun
yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer
kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit
menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di
limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi
perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet
atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu
penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa
penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah
berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan
dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah
kecil dibawah kulit. (ana information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm.
Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam
susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik
dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika
mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih
4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah.
Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter.
Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu
ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih
konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut
trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin
lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi anak-anak dan orang
dewasa. Anak-anak sering mengalami idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah
infeksi virus dan biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang dewasa
yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP diperkirakan merupakan salah satu
penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan
insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100000 anak per tahun. Di bagian
ilmu kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.
Delapan puluh hingga 90% anak dengan ITP menderita apisode pendarahan
akut, yang akan pilih dalam beberapa hari atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut)
akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP akut ada perbedaan insiden laki-laki maupun
perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2-5 tahun. Hampir selalu ada riwayat
infeksi bakteri, virus, atau pun imunisasi 1-6 minggu sebelum terjadinya penyakit ini.
Perdarahan serinh terjadi saat trombosit dibawah 20.000/mm3. ITP kronis terjadi pada
anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada anak perempuan. ITP yang rekuen di definisikan
sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1-4% anak dengan ITP.
ITP merupakan kelainan auto imun yang menyebabkan meningkatrnya penghancuran
trombosit dalam retikuloendotelial. Kelainan ini biasanya menyertai infeksi virus atau
imunisasi yang disebabkan oleh respons sistem imun yang tidak tepat.
2.2. ETIOLOGI

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti. Mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibody yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.
(Imran, 2008). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh
menghasilkan antibody yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal,
antibody adalah respon tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke
dalam tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keeping
darah tubuhnya sendiri.

ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi


makanan, obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor
pematangan (malnutrisi), DIC (mis: DSS, leukemia) dan terakhir dikemukakan bahwa
ITP terutama yang menahun merupakan penyakit autoimun.

Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah
penderita. Pada neonatus kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang
disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi).
Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus atau ABO. Jenis antibodi
trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologis ialah
anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari kemungkinan penyebab ITP ini penting untuk
menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis .

Dalam Guidline 2011 dari American Society of Hematology disebutkan:

2.3. KLASIFIKASI
Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi trombositopenia, yaitu
1. ITP akut
ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi

pada anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh spontan,

tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis

sebagian besar melalui ekslusi. Jika trombosit lebih dari 20 x 109/l tidak diperlukan

terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20 x 109/l dapat diberikan steroid atau

immunoglobulin intravena.

ITP dialami oleh 2 hingga 5 anak per 100.000 anak per tahunnya pada usia

yang lebih muda dari 15 tahun. Hal ini sesuai dengan yang diteliti oleh beberapa

peneliti seperti yang tampak pada tabel 1. Jumlah kasus baru ITP kronis berjumlah

sekitar 10 kasus per 1 juta anak per tahunnya.1 Berdasarkan sebuah penelitian di

Denmark dan Inggris ditemukan angka kejadian ITP pada anak berjumlah 10 hingga

40 kasus dari 1 juta anak per tahunnya. Kuwait melaporkan angka insidens yang lebih

tinggi yakni berjumlah sekitar 125 kasus per 1 juta anak per tahunnya. Puncak

prevalensi pada anak berada pada usia 2 hingga 4 tahun.1 Glanz et al telah membagi

angka kejadian dari ITP berdasarkan usia seperti yang terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Proporsi dari ITP akut dan kronis berdasarkan usia 2

Tabel 1. Insidensi ITP pada Anak3


Sekitar 70% hingga 80% ITP bersifat akut dan menghilang secara spontan
dalam 6 bulan. Sedangkan 20% hingga 30% sisanya dikelompokkan dalam ITP kronik.
ITP kronik didefinisikan sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan adanya itung
jenis trombosit yang rendah selama lebih dari 6 bulan setelah diagnosis. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Glanz et al anak yang menderita ITP kronik cenderung lebih tua,
berjenis kelamin perempuan dan memiliki trombosit yang lebih tinggi.6 Pada anak yang
berusia lebih dari 10 tahun juga ditemukan perbandingan antara perempuan dan laki-
laki berjumlah sekitar 2,6 : 1.1 Penderita ITP kronis juga lebih sering ditemukan
menderita manifestasi dari penyakit kolagen vaskular baik secara klinis maupun
laboratorik.4
Komplikasi dari ITP yang paling parah berupa perdarahan intrakranial dan
untungnya hanya dialami oleh kurang dari 0,5 % kasus.
2. ITP kronik

ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan

penyakit bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang

mengalami kesembuhan spontan.


2.4. PATOFISIOLOGI

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibody terhadap glikoprotein


yang terdapat pada membrane trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit
yang diselimuti antibody, hal tersebut dilakukan oleh makrifag yang terdapat pada
limpa dan organ retikulo endothelial lainnya. Megakariosit pada sumsum tulang bisa
normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan kadar trombopoitein dalam plasma, yang
merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari trombosit mengalami penuruna
yang berarti, terutama pada ITP kronis.

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan
kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya
trombositopenia diantara keduanya. Pada ITP akut, penghancuran trombosit
meningkat karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap
infeksi bakteri atau virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang ddengan antigen
dari trombosit. Sedangkan pada ITP kronik mungkin telah terjadi gangguan dalam
regulasi system imun seperti pada penyakit autoimun lainnya yang berakibat
terbentuknya antibody spesifik terhadap antibody. Namun bagaimana antibody
antitrombosit meningkat pada ITP, perbedaan secara pastipatofisiologi ITP akut dan
kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui secara
pasti.

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh
antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib.
Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES
terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan
kompensasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang.

Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia )


biasanya dikaitkan dengan trombositopenia, anemia sekunder akibat destruksi eritrosit
intravascular, dan pengosongan faktor pembekuan. Anak dengan ITP biasanya cukup
parah. Pada anak dengan DIC, endapan benang-benang fibrin dalam pembuluh darah
dan aktivasi thrombin maupun plasmin menyebabkan kelainan hemostasis dalam
cakupan-luas disertai aktivasi dan pembersihan trombosit. Sindrom hemolitik-
uremik terjadi akibat pemajanan terhadap toksin yang merangsang terjadinya jejas
endotel, pengendapan fibrin, dan aktivasi serta pembersihan trombosit. Pada purpura
trombositopenik trombotik, konsumsi trombosit yang dipercepat atau diperberat oleh
faktor plasma atau kekurangan faktor penghambat muncul sebagai proses primer,
dengan endapan fibrin sedang dan destruksi eritrosit.

PATHWAY

Idiopathic, infeksi virus, hipersplenisme


Antigen (makrofag) menyerang trombosit

Destruksi trombosit dalam sel penyaji antigen (dipicu oleh antibody)

Pembentukan neoantigen

Splenomegali Trombositopenia

perdarahan

anemia
Nyeri

Nafsu makan menurun mudah lelah kadar Hb menurun purpura

Ggn kebutuhan nutrisi Intoleransi aktivitas Ggn integritas kulit

Ggn perfusi jaringan Ggn pemenuhan kebutuhan O2

2.6. GEJALA DAN TANDA

2.6.1. Bintik-bintik merah pada kulit (terutama daerah kaki), seringnya bergerombol
menyerupai rash (petechiae).
2.6.2. Memar atau kebiruan pada kulit dan membrane mukosa (seperti dibawah mulut)
disebabkan perdarahan dibawah kulit tanpa alasan yang jelas (purpura). Pada
perdarahn yang lebih sering dapat membentuk massa tiga dimensi yang disebut
hematoma.
2.6.3. Hidung mengeluarkan darah atau perdarahan gusi, ada darah pada urine dan faeses,
menstruasi yang berkepanjangan, perdarahan pada otak (jarang terjadi)
menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
2.6.4. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatique, dan sulit
berkonsentrasi.

2.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.7.1. Hitung darah lengkap, menunjukkan penurunan jumlah Hemoglobin, Hematokrit,


dan trombosit.
2.7.2. Anemia normositik: bila lama berjenis mikrositik hipokrom
2.7.3. Leukosit biasanya normal: bila terjadi perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis.
2.7.4. Sumsum tulang biasanya normal, tetapi megakariosit muda dapat bertambah
dengan maturion arrest pada stadium megakariosit
2.7.5. Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, retraksi pembekuan
abnormal, prothrombin consumption memendek, Rumpel-Leede (RL) test (+)

2.8. TERAPI

Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga agar jumlah trombosit dalam kisaran aman
sehingga mencegah terjadinya perdarahan mayor. Terapi untuk anak-anak dan dewasa
hamper sama. Kortikosteroid (mis: prednisone) sering digunakan untuk terapi ITP. Dosis
awalnya 0,5 – 1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Respon terapi kortikosteroid terjadi
dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi pada minggu pertama, bila respon membaik
dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian dilakukan tapering. Kortikosteroid meningkatkan
jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas system imun. Pasien yang
mengalami perdarahan parah membutuhkan tranfusi platelet dan dirawat di rumah sakit.

2.8.1. ITP akut


a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan.
b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone) peroral dengan
atau tanpa transfusi darah.
c. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan jumlah
trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya perjalanan
penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun
d. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin intravena.
Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yakni protamin
sulfat.
e. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan transfuse suspense
trombosit.
2.8.2. ITP menahun
a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan.
b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid). Pemberian
obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis pada ITP
menahun.
c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat
imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah resisten terhadap
prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produksi antiboditerhadap trombosit
yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun
sejak permulaan timbulnya penyakit, karena akan memberikan angka remisi sebesar
60-80%. Splenektomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan angka remisi
sebesar 50% .
Indikasi splenektomi yaitu Resisten setelah pemberoan kombinasi kortikosteroid dan
obat imunosupresif selama 2-3 bulan,Remisis spontan tidak terjadi dalam waktu 6
bulan pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat,
Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun memerlukan
dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya
perdarahan.
Di bawah ini disajikan tabel ringkasan rekomendasi berdasarkan American Society of

Hematology 2011 :

Berikut ini respon pengobatan pada pasien ITP :


2.9. DAMPAK HOSPITALISASI

2.9.1. Pada Anak

Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan
orangtuanya sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Respon terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan
tubuh yang banyak dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.

2.9.2. Pada Orangtua

Perawatan anak di rumah sakit tidak hanya menimbulkan dampak bagi anak, tetapi
juga bagi orangtuanya. Untuk itu, perasaan orangtua tidak boleh diabaikan, karena
apabila orangtua merasa stress maka ddalam merawat anaknya menjadi kurang baik
dan akan menyebabkan anak menjadi stress pula.

Reaksi orangtua terhadap perawatan anak di rumah sakit dan latar belakang yang
menyebabkan stress, yaitu:

a. Perasaan cemas dan takut


Perasaan cemas dan takut dapat muncul ketika orangtua melihat anaknya
mendapat prosedur menyakitkan seperti pengambilan darah, pemasangan infus,
injeksi, pungsi lumbal dan prosedur invasive lainnya. Seringkali orangtua tidak
tega bahkan menangis melihatnya. Pada kondisi ini, perawat harus bijaksana
bersikap pada anak dan orangtua.
b. Perasaan sedih
Perasaan ini sering muncul pada saat anak berada pada kondisi terminal dan
orangtua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh.
Bahkan, pada saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan
berduka akan dialami orangtua. Pada kondisi ini orangtua menunjukkan perilaku
isolasi atau tidak mau didekati oleh orang lain, bahkan bersikap tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan.

c. Perasaan frustasi
Pada kondisi anak yang sudah dirawat terlalu lama tetapi tidak mengalami
perubahan serta tidak adekuatnya dukungan psikologis yang diterima orangtua
baik dari keluarga maupun kerabat lainnya, maka orang tua akan merasa putus
asa, bahkan frustasi. Oleh karena itu sering kali orangtua menunjukkan perilaku
tidak kooperatif, putus asa, menolak tindakan bahkan menginginkan pulang
paksa.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama : Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada
hidung dan perdarahan pada gusi gigi.
2. Riwayat penyakit sekarangang ditandai dengan: Klien mengalami ITP yg
ditandai dengan Memar, bintik-bintik pada kulit, keluarnya darah pada hidung
dan perdarahan pada gusi gigi.
3. Riwayat penyakit dahulu : HIV AIDS yang mungkin diturunkan dari orang tua
klien.
4. Riwayat penyakit keluarga : Pihak keluarga mengalami HIV AIDS, kelainan
hematologi.
5. Riwayat lingkungan
Kondisi lingkungan kurang baik atau kumuh karena penyakit ini bias disebabkan
oleh virus atau bakteri seperti rubella, rubiola dan paksinasi dengan virus aktif.
a. Asimtomatik sampai jumlah trombosit menurun di bawah 20.000.
b. Tanda-tanda perdarahan.
1) Petekie terjadi spontan.
2) Ekimosis terjadi pada daerah trauma minor.
3) Perdarahan dari mukosa gusi, hidung, saluran pernafasan.
4) Menoragie.
5) Hematuria.
6) Perdarahan gastrointestinal.
c. Perdarahan berlebih setelah prosedur bedah.
d. Aktivitas / istirahat.
1) Gejala :
- Keletihan, kelemahan, malaise umum.
-Toleransi terhadap latihan rendah.
2) Tanda :
-Takikardia / takipnea, dispnea pada beraktivitas / istirahat.
-Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
e. Sirkulasi.
1) Gejala :
-Riwayat kehilangan darah kronis, misalnya perdarahan GI kronis,
menstruasi berat.
-Palpitasi (takikardia kompensasi).
2) Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolic stabil.
f. Integritas ego.
1) Gejala :
Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan pengobatan: penolakan transfuse
darah.
2) Tanda : Depresi.
g.Eliminasi.
1) Gejala : Hematemesis, feses dengan darah segar, melena, diare, konstipasi.
2) Tanda : Distensi abdomen.
h.Makanan / cairan.
1) Gejala :
-Penurunan masukan diet.
-Mual dan muntah.
2) Tanda : Turgor kulit buruk, tampak kusut, hilang elastisitas.
i. Neurosensori.
1) Gejala :
- Sakit kepala, pusing.
- Kelemahan, penurunan penglihatan.
2) Tanda :
-Epistaksis.
-Mental : tak mampu berespons (lambat dan dangkal).
j. Nyeri / kenyamanan.
1) Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.
2) Tanda : Takipnea, dispnea.

k. Pernafasan.
1) Gejala : Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas.
2) Tanda : Takipnea, dispnea.
l. Keamanan
1) Gejala : Penyembuhan luka buruk sering infeksi, transfuse darah sebelumnya.
2) Tanda : Petekie, ekimosis
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat badan
menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik)
ditandai dengan gangguan pola tidur, klien meringis kesakitan di daerah nyeri,
skala nyeri (data subyektif).
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
imobilisasi
4. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi ditandai dengan keterbatasan
belajar, tidak familiar dengan sumber informasi.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis
ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan turgor kulit.
6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel ditandai dengan
sianosis, oedema, pucat.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan
kapasitas pembawa oksigen darah ditandai dengan hypoxia, takikardi.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan kreteria
Intervensi Rasional
hasil
Setelah dilakukan 1) Berikan makanan 1) Porsi lebih kecil dapat
tindakan dalam porsi kecil tapi meningkatkan masukan
keperawatan 2x24 sering. yang sesuai dengan
jam diharapkan kalori.
pemenuhan nutrisi 2) Pantau pemasukan 2) Anoreksia dan kelemahan
klien terpenuhi makanan dan timbang dapat mengakibatkan
dengan berat badan setiap penurunan berat badan
Tujuan: hari. dan malnutrisi yang
Menghilangkan mual serius.
dan muntah 3) Lakukan konsultasi 3) Sangat bermanfaat dalam
dengan ahli diet. perhitungan dan
Criteria hasil: penyesuaian diet untuk
Menunjukkan berat memenuhi kebutuhan
badan stabil nutrisi pasien.
4) Libatkan keluarga 4) Meningkatkan rasa
pasien dalam keterlibatannya,
perencanaan makan memberikan informasi
sesuai dengan pada keluarga untuk
indikasi. memahami kebutuhan
nutrisi pasien.

2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen (biologis, psikologi, kimia, fisik).
Tujuan dan
kreteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah dilakukan 1) Tentukan riwayat nyeri, 1) Memberikan informasi
tindakan 2x24 jam lokasi, durasi dan intensitas yang diperlukan untuk
diharapkan nyeri yang 2) Evaluasi therapi: merencanakan asuhan.
dirasakan klien pembedahan, radiasi, 2) Untuk mengetahui terapi
berkurang dengan khemotherapi, biotherapi, yang dilakukan sesuai atau
Tujuan : ajarkan klien dan keluarga tidak, atau malah menyebabkan
Melaporkan tentang cara komplikasi.
nyeri yang menghadapinya.
dialaminy 3) Berikan pengalihan 3) Untuk meningkatkan
a seperti reposisi dan aktivitas kenyamanan dengan
Klien menyenangkan seperti mengalihkan perhatian klien
mampu mendengarkan musik atau dari rasa nyeri.
mengontro nonton TV 4) Meningkatkan kontrol diri
l rasa 4) Menganjurkan tehnik atas efek samping dengan
nyeri penanganan stress (tehnik menurunkan stress dan
melalui relaksasi, visualisasi, ansietas.
aktivitas bimbingan), gembira, dan 5) Untuk mengetahui
Mengikuti berikan sentuhan efektifitas penanganan nyeri,
program therapeutik. tingkat nyeri dan sampai
pengobata 5) Evaluasi nyeri, berikan sejauhmana klien mampu
n pengobatan bila perlu. menahannya serta untuk
6) Diskusikan penanganan mengetahui kebutuhan klien
Mendemo nyeri dengan dokter dan akan obat-obatan anti nyeri.
ntrasikan juga dengan klien 6) Agar terapi yang
tehnik 7) Berikan analgetik sesuai diberikan tepat sasaran.
relaksasi indikasi seperti morfin,
dan methadone, narkotik dll 7) Untuk mengatasi nyeri.
pengalihan
rasa nyeri
melalui
aktivitas
yang
mungkin.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.


Tujuan dan
kreteria Intervensi Rasional
hasil
Setelah dilakukan 1) Kaji kemampuan 1) Mempengaruhi pilihan
tindakan 2x24 jam pasien untuk melakukan intervensi.
diharapkan klien dapat aktivitas normal, catat
melakukan aktivitas laporan kelemahan, 2) Manifestasi
sendiri tanpa bantuan keletihan. kardiopulmonal dari upaya
dari orang lain dengan 2) Awasi TD, nadi, jantung dan paru untuk
Tujuan: pernafasan. membawa jumlah oksigen ke
jaringan.
Meningkat 3) Berikan lingkungan 3) Meningkatkan istirahat
kan tenang. untuk menurunkan kebutuhan
partisipasi oksigen tubuh.
dalam 4) Ubah posisi pasien 4) Hipotensi postural /
aktivitas. dengan perlahan dan pantau hipoksin serebral menyebabkan
Criteria hasil: terhadap pusing. pusing, berdenyut dan
peningkatan resiko cedera.
Menunjuk
kan
peningkata
n toleransi
aktivitas.
4. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

Tujuan dan
Intervensi Rasional
kreteria
hasil
Setelah dilakukan 1) Berikan informasi 1) memberikan dasar
tindakan 1x24 jam tntang ITP. Diskusikan pengetahuan sehingga keluarga
diharapkan keluarga kenyataan bahwa terapi / pasien dapat membuat pilihan
mengerti akan penyakit tergantung pada tipe dan yang tepat.
klien dengan beratnya ITP. 2) ketidak tahuan
Tujuan: 2) Tinjau tujuan dan meningkatkan stress
Pemahaman persiapan untuk
dan pemeriksaan diagnostic. 3) merupakan kekwatiran
penerimaa 3) Jelaskan bahwa darah yang tidak diungkapkan yang
n terhadap yang diambil untuk dapat memperkuat ansietas
program pemeriksaan laboratorium pasien / keluarga.
pengobata tidak akan memperburuk
n yang ITP.
diresepkan
.
Criteria hasil:
Menyatakan
pemahama
n proses
penyakit.
Faham akan
prosedur
dagnostik
dan
rencana
pengobata
n.

5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor


imunologis
Tujuan dan
Intervensi Rasional
kreteria
hasil
Setelah dilakukan 1) Kaji integritas kulit 1) Memberikan informasi
tindakan 2x24 jam untuk melihat adanya efek untuk perencanaan asuhan dan
diharapkan kerusakan samping therapi kanker, mengembangkan identifikasi
bisa berkurang dengan amati penyembuhan luka. awal terhadap perubahan
Tujuan : 2) Anjurkan klien untuk integritas kulit.
Klien dapat tidak menggaruk bagian 2) Menghindari perlukaan
mengident yang gatal. yang dapat menimbulkan
ifikasi 3) Ubah posisi klien infeksi.
intervensi secara teratur. 3) Menghindari penekanan
yang yang terus menerus pada suatu
berhubung 4) Berikan advise pada daerah tertentu.
an dengan klien untuk menghindari
kondisi pemakaian cream kulit, 4) Mencegah trauma
spesifik minyak, bedak tanpa berlanjut pada kulit dan produk
rekomendasi dokter. yang kontra indikatif
Berpartisi
pasi dalam
pencegaha
n
komplikas
i dan
percepatan
penyembu
han

6. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang


diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel.

Intervensi Rasional
Tujuan dan
kreteria
hasil
Setelah dilakukan 1) Awasi TTV, kaji 1) memberikan informasi
tindakan 2x24 jam pengisian kapiler. tentang derajat/ keadekuatan
diharapkan kembali perfusi jaringan dan membantu
kebentuk normal dengan 2) Tinggikan kepala menentukan kebutuhan
Tujuan: tempat tidur sesuai toleransi. intervensi.
Tekanan 2) meningkatkan ekspansi
darah 3) Kaji untuk respon verbal paru dan memaksimalkan
normal. melambat, mudah oksigenasi untuk kebutuhan
Pangisian terangasang. seluler.
kapiler 4) Awasi upaya 3) dapat mengindikasikan
baik. parnafasan, auskultasi bunyi gangguan fungsi serebral
Kriteria hasil: nafas. karena hipoksia.
4) dispne karena regangan
Menunjuk jantung lama / peningkatan
kan kompensasi curah jantung.
perbaikan
perfusi
yang
dibuktikan
dengan
TTV
stabil.
7. Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen berhubungan dengan penurunan kapasitas
pembawa oksigen darah.

Tujuan dan
Intervensi Rasional
kreteria
hasil
Setelah dilakukan 1) Kaji / awasi frekuensi 1) perubahan (seperti
tindakan 2x24 jam pernafasan, kedalaman dan takipnea, dispnea, penggunaan
diharapkan irama. otot aksesoris) dapat
Tujuan: menindikasikan berlanjutnya
Mengurangi 2) Tempatkan pasien pada keterlibatan / pengaruh
distress posisi yang nyaman. pernafasan yang membutuhkan
pernafasan upaya intervensi.
. 3) Beri posisi dan Bantu 2) memaksimalkan ekspansi
Criteria hasil: ubah posisi secara periodic. paru, menurunkan kerja
4) Bantu dengan teknik pernafasan dan menurunkan
Memperta nafas dalam. resiko aspirasi.
hankan 3) meningkatkan areasi
pola semua segmen paru dan
pernafasan mobilisasikan sekresi.
normal / 4) membantu meningkatkan
efektif difusi gas dan ekspansi jalan
nafas kecil.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Pelaksanaan sesuai dengan ITP dengan intervensi yang sudah ditetapkan
(sesuai dengan literature).

E. EVALUASI
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus
pada criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan
SOAP, atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus
Sebelum masuk rumah sakit (usia 10 tahun) An.T di diagnosa SN di RSUP karyadi
(keluhan waktu itu bengkak di seluruh badan dirawat inap selama 7 hari kemudian pindah
rawat di RSUP Purwerejo ditangani oleh dokter anak selama 2 tahun, mendapat terapi tablet
hijau yang dosisnya makin lama makin berkurang, orang tua merasakan tidak ada perbaikan,
anak justru bertambah gemuk sehingga beralih obat ke dokter spesialis anak yang lain di
diagnosa SN diterapi mulai 2005- juli 2010. Dari spesialis anak dosis prednisolon 2-2-2 dosis
terakhir 2 x ½ , evalusi proteinuria (+), tidak ada keluhan bengkak, moonface menurun, anak
bisa bertambah tinggi. 4 hari sebelum masuk rumah sakit muncul bintik lebam dikulit,
periksa ke SPPP diagnosa SN. AT 1000, AL 12170, Hb 13,5.pada saat masuk rumah sakit
(17 tahun),didiagnosa ITP, rambut rontok. Sebelum masuk rumah sakit muncul lebam-lebam,
kulit Pasien kemerahan dan gusi berdarah. Pasien merasa lemas.

A. Pengkajian
1. Identitas diri klien
Nama : An.T

Umur : 17 tahun

JenisKelamin :Laki-laki

Alamat : Prambanan, Sleman

Status Perkawinan: Belum kawin

Agama : Islam

Suku : Jawa

Pendidikan :SMP

Pekerjaan :Pelajar

Lama bekerja:-

Tanggal masuk RS :17 Agustus 2012

Tanggal Pengkajian awal:17Agustus 2012


Sumber Informasi : Pasien, Keluarga, Dokumentasi Pasien

2. Riwayat Penyakit
Keluhan utama masuk RS : Lebam-lebam, kulit Pasien kemerahan dan
gusi berdarah. Pasien merasa lemas.
Riwayat penyakit sekarang: Sebelum masuk rumah sakit (usia 10
tahun) An.T di diagnosa SN di RSUP karyadi (keluhan waktu itu bengkak di
seluruh badan dirawat inap selama 7 hari kemudian pindah rawat di RSUP
Purwerejo ditangani oleh dokter anak selama 2 tahun, mendapat terapi tablet
hijau yang dosisnya makin lama makin berkurang, orang tua merasakan tidak
ada perbaikan, anak justru bertambah gemuk sehingga beralih obat ke dokter
spesialis anak yang lain di diagnosa SN diterapi mulai 2005- juli
2010.Ternyata didak ada perubahan kemudian masuk RS di diagnosa ITP.
Riwayat Penyakit Dahulu: Umur 7 tahun anak di diagnosa SN (
bengkak di seluruh badan)

Diagnosa medic pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan penunjang dan
tindakan yang telah dilakukan,mulai dari pasien masuk rumah sakit (UGD/Poli),
sampai diambil kasus kelolaan
Masalah atau Dx medis pada saat masuk rumah sakit : Idiopatik Trombositopenia
Purpura (ITP)

Tindakan yang telah dilakukan di poliklinik atau UGD

Cek darah lengkap

Catatan penanganan kasus (Dimulai saat pasien di rawat di ruang rawat sampai
pengambilan kasus kelolaan)

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a. Prenatal :
Selama hamil ibu kontrol rutin waktu hamil di bidan, tidak teratur
minum vitamin selama hamil
b. Perinatal dan post natal :
Ibu melahirkan sewktu berusia 23 tahun pervaginam di bidan, anak T
langsung menangis. BBL 3100 gr. Anak T mendapatkan imunisasi
lengkap di bidan
c. Penyakit yang pernah diderita :
Umur 7 tahun anak di diagnosa SN ( bengkak di seluruh badan)
d. Hospitalisasi/tindakan operasi :
Anak belum pernah diopersi sebelumnya
e. Injuri/kecelakaan :
An.T mengatakan belum pernah mengalami kecelakaan sebelumnya
f. Alergi :
Anak tidak mempunyai alergi makanan maupun obat
g. Imunisasi dan tes laboratorium :
Ibu mengatakan An. T sudah mendapatkan imunisasi lengkap di
Puskesmas.
Imunisasi-jenis vaksin Diberikan berapa kali Umur pemberian
BCG 1X 1 bulan
Hepatitis B 1X 2 bulan
Polio 6X 0,2,4,6 bulan
DPT 5X 2,3,4 bulan
Campak 1X 9 bulan

h. Pengobatan :
An.T didiagnosa SN sejak usianya 10 tahun, anak selalu berobat rutin
pada dokter spesialis anak.

4. Riwayat Keluarga
a. Sosial ekonomi :
Pasien berasal dari keluarga yang cukup, ibu sebagai guru SMP
penghasilan ± 2 juta perbulan, ayah sebagai karyawan swasta
(percetakan) dengan penghasilan ± 1,5 juta perbulan
b. Lingkungan rumah :
Pasien mengatakan lingkungan disekitar rumah bersih, rumah
berlantai keramik, beratap genteng, dinding tembok, kamar mandi di
dalam rumah, sumber air dari sumur
c. Penyakit keluarga :
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang sama (ITP)
dalam kelurga,tidak ada riwayat penyakit hipertensi.

5. Pengkajian Pola Kesehatan Klien Saat Ini


a. Nutrisi
Sebelum masuk RS: anak makan 2 kali sehari, mengatakan tidak
menyukai sayur dan lauk,porsi sedikit.
Selama di rumah sakit: anak makan habis 1 porsi, 3kali sehari diit
rumah sakit.
b. Cairan
Sebelum masuk RS: anak minum 4-5 gelas belimbing sehari berupa air
putih.
Selama di rumah sakit: anak minum ±1,5 L air mineral.
c. Kebutuhan cairan pada pasien yang seharusnya adalah :
Kebutuhan cairan:
BB = 49 kg
Kebutuhan cairan untuk 20 kg pertama 1500cc
Jadi kebutuhan cairan dalam 24 jam adalah 1500+( (49-20)x 20
ml/kgBB/hr)= 2080 cc/24 jam
d. Aktivitas
Sebelum masuk rumah sakit pasien sekolah sampai siang kemudian
bermain dengan teman-temannya.
Selama di rumah sakit: anak lebih banyak berbaring di tempat tidur
karena merasa lemas, namun anak terkadang terlihat duduk dan bisa ke
kamar mandi sendiri dengan didampingi keluarganya.
e. Eliminasi
BAB : sebelum masuk RS: BAB setiap 2 kali sehari, feses padat,
berwarna kuning.
BAK : baik sebelum maupun selama di rumah sakit tidak ada
perubahan, BAK 5-6 kali sehari, BAK lancar, urin berwarna
kekuningan
f. Kognitif dan Persepsi
Pendengaran : anak dapat mendengarkan suara gesekan jari
Penglihatan : dapat melihat dengan baik tanpa menggunakan alat
bantu
Penciuman : tidak ada masalah dalam penciuman
Taktil dan pengecapan : anak dapat merasakan sentuhan, dan bisa
membedakan rasa asin, manis maupun pahit.
6. Pengkajian Fisik
a. Keadaaan umum :
1) Tingkat kesadaran : compos menti.
0
2) Nadi ; 90 X/mnt suhu; 38 C RR ; 26 X/mnt
TD:125/90 mmHg
3) Respon nyeri : Berespon terhadap nyeri
4) BB; 49 kg ,TB:168 cm, LLA ; 20 cm LK: 54 cm
b. Kulit : Warna sawo matang, kulit teraba hangat, terlhat bintik-bintik
merah, turgor kulit kembali saat 5 detik.
c. Kepala : bentuk kepala mesosepal, tidak terdapat benjolan, tidak
terdapat luka, rambut Nampak tampak bersih berwarna hitam tersebar
merata.
d. Mata :
1) pupil : reaksi cahaya +/+, isokor kanan/kiri
2) conjunctiva : anemis
3) sclera : tidak ikterik
e. Telinga : kedua telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada luka, tidak
ada cairan yang keluar dari kedua telinga
f. Hidung : pernafasan tidak menggunakan cuping hidung, tidak ada
mimisan, tidak ada gangguan penciuman
g. Mulut : mukosa bibir lembab,terdapat luka sariawan, tidak ada
gangguan menelan, keadaan mulut bersih
h. Leher : tidak ada benjolan, tidak ada peningkatan JVP, tidak ada nyeri
menelan.
i. Dada : Pergerakan dada simetris, tidak ada ketinggalan gerak antara
dada kanan dan kiri. Tidak ada luka, tidak ada nyeri, tidak terdapat
penggunaan otot-otot tambahan pernafasan
j. Paru-paru :
I: simetris kanan/kiri
P: fremitus kanan/kir.
P: sonor,
A: vesikuler di kedua paru
k. Jantung :
Suara jantung reguler
l. Abdomen : tidak ada luka maupun bekas luka tidak ada nyeri tekan,
warna kulit merata, peristaltic 10x/menit
m. Genetalia : anak tidak terpasang kateter, genitalia bersih.
n. Anus dan rektum : bersih, tidak terdapat hemoroid
o. Muskuleskeletal : akral hangat, nadi teraba, tidak terdapat pitting
odema. Tidak ada nyeri,
p. Kekuatan otot:

5 5
5 5

q. Neurologi :
GCS E4V5M6
Tidak ada kejang, tidak ada tremor, pasien dapat menyebutkan tempat,
waktu orang (orientasi baik)
Pemeriksaan penunjang
PEMERIKS 13/08 14/08 15/08 16/08 17/08 Ruju Satua
AAN /2012 /1012 /2012 /2012 /2012 kan n
LABORAT
ORIUM
Hasil
HEMATOLOGI
Hemo 10,8 8,9 8,4 8,5 7,5 11,0- g/dl
globin 14,0
Leuk 18,7 - - - 35,0 4,0- /ul
osit 10,5 rb
Eritro 3,80 - - - 2,82 4,5- Juta/u
sit 6,00 l
Hema 32,4 28 25,8 27,4 24,8 35,0- Vol%
tokrit 47,0
Trom 11,0 13 19 14,0 20,0 150- Ribu/
bosit 450 ul
LED 65 - - - 0-20 mm/ja
m
MCV,MCH,MCHC
MCV 85,2 - - - 88,0 80-97 Fl
MCH 28,5 - - - 26,6 27-32 Pg
MCH 33,4 - - - 30,2 32-38 %
C
HITUNG JENIS
- 0,6 - - - 0-1 %
Basofil
- 0,1 - - - 1-4 %
Eosinofil
- 72,7 - - - 78,1 36,0- %
Netrofil 66,0
- 23,8 - - - 16,4 25-40 %
Limfosit
- 2,8 - - - 2-8 %
Monosit
HEMOSTASIS
PT 13 - - - 10-15 Detik

APTT 25 - - - 24-36 Detik


B. PENGELOMPOKAN DATA
Data Subjektif Data Objektif

1. Pasien mengatakan badan terasa 1. Kulit Lebam-lebam


lemas 2. Kulit Pasien kemerahan
2. Ibu pasien mengatakan selama hamil 3. Gusi berdarah
tidak sering mengkonsumsi vitamin. 4. Umur 7 tahun anak di diagnosa
3. Pasien mnengatakan minum 4-5 gelas SN
belimbing sehari berupa air putih 5. Kulit teraba hangat
4. Paien mengatak dirumah makan 2x 6. Terlhat bintik-bintik merah
sehari, tidak menyukai sayur dan 7. conjunctiva: anemis
lauk,porsi sedikit. 8. Hemoglopbin 7,5 g/dl
5. Pasien mengayakan badan tersa 9. Leukosit 35,0 /ul
hangat. 10. Eritrosit 2, 82 juta/ul
11. Hematokrit 24,8 vol %
12. Trombosit 20,o ribu/ul
13. MCHC 30,2 %
14. Nitrofil 78,1 %
15. Limfosit 16,4 %
16. BB; 49 kg ,TB:168 cm
17. Suhu :38 oC
18. Turgor kulit kembali selama 5
detik
C. ANALISA DATA
DATA PROBLEM ETIOLOGI

DS: Gangguan pemenuhan nutrisi anoreksia yang ditandai


dan cairan kurang dari dengan kelemahan, berat
1. Pasien mengatakan
kebutuhan tubuh badan menurun, intake
badan terasa lemas
makanan kurang,
2. Pasien mnengatakan
kongjungtiva
minum 4-5 gelas
belimbing sehari
berupa air putih
3. Paien mengatak
dirumah makan 2x
sehari, tidak
menyukai sayur dan
lauk,porsi sedikit.
DO:

1. conjunctiva: anemis
2. BB; 49 kg ,TB:168
cm
DS:

1. pasien mengatkan Resiko tinggi kerusakan


Factor imunologis ditandai
badan terasa hangat integritas kulit
dengan immobilisasi,
DO:
kelemahan, hipertermi,
1. Kulit Lebam-lebam perubahan turgor kulit.
2. Kulit Pasien
kemerahan
3. Kulit teraba hangat
4. Terlhat bintik-bintik
merah
5. Suhu 38 OC
6. Turgor kulit kembali
saat 5 detik
DS: Kurang pengetahuan pada salah interpretasi informasi
keluarga tentang kondisi dan
1. Pasien mengatakan
kebutuhan pengobatan
tidak mengetahui
dengan
tentang penyakin
klien
2. Keluarga belum tahu
tentang pengambilan
darah.
DO:-

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan kelemahan, berat badan
menurun, intake makanan kurang, kongjungtiva.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor
imunologis ditandai dengan immobilisasi, kelemahan, hipertermi, perubahan
turgor kulit.
3. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan nutrisi dan cairan kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Tujuan dan Intervensi Rasional
kreteria hasil

Setelah dilakukan 1. Berikan makanan 1. Porsi lebih kecil


tindakan 2x24 jam dalam porsi kecil dapat meningkatkan
diharapkan pemenuhan tapi sering pemasukan yang
nutrisi klien terpenuhi sesuai dengan kalori
dengan 2. Pantau pemasukan 2. Anoreksia dan
Tujuan: makanan dan kelemahan dapat
Menghilangkan timbang berat mengakibatkan
mual dan muntah bandan setiap hari penurunan berat
Criteria hasil: badan dan malnutri
Menunjukkan berat yang srius
badan stabil 3. Lakukan konsultasi 3. Sangat bermanafaat
dengan ahli diet dalam perhitungan
dan menyesuaian
diet untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
pasien
4. Libatkan keluarga 4. Meningkatakan rasa
pasien dalam ketrelibatnya,
perancanaan memberikan infrmasi
makan sesuia kepada keluarga
dengan indikasi untuk memahami
kebutuhan nutrisi
pasien

2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor imunologis

Tujuan dan Intervensi Rasional


kreteria hasil
Setelah dilakukan 1. Kaji integritas kulit 1. Memberikan informasi
tindakan 2x24 jam untuk melihat adanya untuk perencanaan
diharapkan kerusakan bisa efek samping therapi asuhan dan
berkurang dengan kanker, amati mengembangkan
Tujuan : penyembuhan luka. identifikasi awal
1. Klien dapat terhadap perubahan
mengidentifikasi integritas kulit.
intervensi yang 2. Anjurkan klien untuk 2. Menghindari perlukaan
berhubungan tidak menggaruk yang dapat
dengan kondisi bagian yang gatal. menimbulkan infeksi.
spesifik 3. Ubah posisi klien 3. Menghindari
2. Berpartisipasi secara teratur. penekanan yang terus
dalam pencegahan menerus pada suatu
komplikasi dan daerah tertentu.
percepatan 4. Berikan advise pada 4. Mencegah trauma
penyembuhan klien untuk berlanjut pada kulit
menghindari dan produk yang
pemakaian cream kulit, kontra indikatif
minyak, bedak tanpa
rekomendasi dokt
TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx. Keperawatan

Hari/Tanggal Shift Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Jum’at/ 17-08- 08:00 Gangguan 08:10 08:20
pemenuhan nutrisi dan
2012, shif pagi Memberikan makan S:
cairan kurang dari
kebutuhan tubuh pagi, dan memberi tau 1. Pasien mau melakukan
berhubungan dengan
pasien dan keluarga yang diberitahu perawat
anoreksia.
untuk makan makanan 2. Pasien mau makan banyak
yang sedikit tetapi sering. dan minum banyak.
Dan banyak minum O: Makanan habis 1
porsi

09:00 09:10
Melakukan S: -
penimbangan berat O: berat badan 49,5 kg
badan.
S:
1. Pasien mau
melakuakan yang
diberitahu perawat.
2. Pasien mengatakan
akan makan dan
minum banyak.
O:
1. Makanan habis 1 porsi
2. Berat badan 49,5 kg
A:
Gangguan pemenuhan
nutrisi dan cairan kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
anoreksia. Teratasi sebagian
P:
1. Pantau pemasukan
makanan dan timbang
berat bandan setiap
hari
TINDAKAN KEPERAWATAN

Dx. Keperawatan

Hari/Tanggal Shift Waktu Diagnosa Implementasi Evaluasi


Keperawatan
Jum’at/ 17-08- 08:00 Resiko tinggi 08.10 08.20
Mengkaji integritas
2012, shif pagi kerusakan integritas kulit kulit. S:
berhubungan dengan 0:- turgor kulit
factor imunologis kembali 5 detik
-Terlihat masih
terdapat bintik-bintik
merah diseluruh badan

11.30 11.15
-Meganjurkan klien S:klien mengatakan
untuk tidak menggaruk
bagian yang gatal. tidak nyaman
-Merubah posisi O:-klien terlihat
klien miring kanan dan
miring kekiri masih lemah
-masih terdapat
bintik-bintik merah pada
kulit
A: Resiko tinggi
kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan
factor imunologis belum
teratasi
P:-monitor
integritas kulit klien
-lihat ada tidaknya
tanda-tanda infeksi
-monitor suhu klien
3. Kurang pengetahuan pada keluarga tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi.

Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan 1) Berikan informasi 1) memberikan dasar


1x24 jam diharapkan tntang ITP. Diskusikan pengetahuan sehingga
keluarga mengerti akan kenyataan bahwa terapi keluarga / pasien dapat
penyakit klien dengan tergantung pada tipe dan membuat pilihan yang
beratnya ITP. tepat.
Tujuan:
2) Tinjau tujuan dan 2) ketidak tahuan
Pemahaman dan persiapan untuk meningkatkan stress.
penerimaan terhadap pemeriksaan diagnostic.
program pengobatan yang 3) merupakankekwatiran
diresepkan. 3) Jelaskan bahwa darah yang tidak diungkapkan
yang diambil untuk yang dapat memperkuat
Criteria hasil: pemeriksaanlaboratorium ansietas pasien /keluarga.
-Menyatakan pemahaman tidak akan memperburuk
proses penyakit. ITP.

-Faham akan prosedur


dagnostik dan rencana
pengobatan.
Hari/Tanggal Waktu Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

Jumat/17-08 10.00 Kurang pengetahuan 10..10 10.30


pada keluarga tentang Memberikan informasi
kondisi dan kebutuhan kepada pasien tentang S:Pasien mengerti apa
pengobatan penyakit pasien dan yang dijelaskan oleh perawat
berhubungan dengan memberitahukan bahwa
O:
salah interpretasi terapi tergantung beratnya
informasi ITP Pasien dan keluarga
terlihat jelas dengan apa yang
telah dijelaskan oleh perawat

13.00 13.30

Menjelaskan bahwa darah S:sebelumnya pasien


yang diambil untuk khawatir bahwa darah yang
pemeriksaan laboratorium diambil akan memperburuk
tidak akan memperburuk ITP ITP namun setelah diberi
penjelasan klien dan keluarga
mulai mengerti.

O:

Klien terlihat mengagguk


tanda bahwa telah mengerti
tentang penjelasan perawat.
S:Klien dan keluarga
mengerti tentang penjelasan
perawat

O:klien dan keluarga


terlihat mengangguk tanda
mengerti

A:Kurang pengetahuan
pada keluarga tentang kondisi
dan kebutuhan

pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi
informasi teratasi sebagian.

P:

-Beri informasi pada


klien bila klien membutuhkan

-Jelaskan pada klien


prosedur dan tindakan apa
yang akan dilakukan oleh
tenaga medis.
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trombositopenia menggambarkan individu yag mengalami atau pada resiko tinggi
untuk mengalami insufisiensi trombosit sirkulasi. Penurunan ini dapat disebabkan oleh
produksi trombosit yang menurun, distribusi trombosit yang berubah, pengrusakan trombosit,
atau dilusi vaskuler.
Gejala dan tanda pada pasien yang menderita penyakit ITP adalah Hidung
mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi Ada darah pada urin dan feses Beberapa
macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi
yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala
pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang
rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang
lain. Tindakan keperawatan yang utama adalah dengan mencegah atau mengatasi perdarahan
yang terjadi.

B. SARAN
a. Perawat harus memantau setiap perkembangan yang terjadi pada pasien yang
menderita ITP.
b. Perawat harus bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain, seperti tenaga kesehatan
yang bekerja di laboratorium yaitu untuk memerikasa jumlah trombosit pasien.
c. Perawat harus menerapkan komunikasi asertif terapeutik guna menurunkan tingkat
kecemasan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006.


BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic thrombocytopenic
purpura in adults, children and in pregnancy. British Journal of Haematology, 120: 574–
596.
Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC : Jakarta
Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9, EGC: Jakarta
Glanz J, France E, Xu S, Hayes T, et al. A population-based, multisite cohort study of the
Predictors of Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura in Children. Pediatrics.
2008. 121. 506-12.

Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga, 2005.

Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, Buku Saku Dasar Patologis penyakit. Edisi7. Purpura
Trombositopenik Idiopatik, Jakarta: penerbit EGC. 2009. Hal 378-379

Mitchell Richard N, Cotran Ramzi S, Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Gangguan
Hemodinamik, Tombosis dan Syok, Jakarta: penerbit EGC. 2007. Hal 91 – 96

Perez ELS, Placido DG, Rapacon JJB. A Case Study of Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura. Dept of Emergency Medicine at UP-Philippine General Hospital. 2011.
Stasi R, et al. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura - new therapies for relapsing disease.
Mayo Clin Proc. 2004;79(4):504–522.
Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, 2007.

Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 2000.

Vranou M, Pergantou H, Platokouki H, Kousiafes D,et al. Recurrent Idiopathic


Thrombocytopenic Purpura in Childhood. Pediatrics. 2008. 121: 122.
Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK
UI : Jakarta

You might also like