Professional Documents
Culture Documents
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan
Hiperbilirubin.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan Hiperbilirubin ini
dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
KESIMPULAN ........................................................................................................................18
SARAN ..................................................................................................................................18
REFERENSI ............................................................................................................................19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Angka kematian bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya yang meninggal
sebelum usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. AKB
merupakan indikator yang biasanya digunakan untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat
(SDKI, 2011).
Banyak faktor yang dikaitkan dengan kematian bayi, dilihat dari sisi penyebabnya
kematian bayi ada dua macam yaitu endogen dan eksogen. Faktor yang dapat dikaitkan dengan
kematian bayi endogen dan eksogen adalah kematian endogen atau yang umum disebut
kematian neonatal adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan, dan
umumnya disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir yang diperoleh dari orang tuanya
pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Sedangkan kematian eksogen atau kematian
postnatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia 1 bulan sampai menjelang usia 1 tahun
yang disebabkan faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar akibat dari
kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawat bayinya (Depkes, 2007).
Menurut WHO 2009 angka kematian bayi di Negara tetangga tahun 2007 seperti
singapura 3% per 1.000 kelahiran hidup, Malaysia 6,5% per 1.000 kelahiran hidup, Thailand 17%
per 1.000 kelahiran hidup, Vietnam 18% per 1.000 kelahiran hidup dan philipina 26% per 1.000
kelahiran hidup sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 46,5% per 1.000
kelahiran hidup (Depkes, 2011).
Ikterus merupakan salah satu fenomena yang sering ditemukan pada bayi baru lahir,
kejadian ikterus pada bayi baru lahir berkisar antara 25-50% pada bayi cukup bulan 80% pada bayi
kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan sebagian bersifat
patologis (hiperbilirubinemia) yang dapat menimbulkan dampak yang buruk (SDKI, 2011).
Dampak buruk yang diderita bayi seperti : kulit berwarna kuning sampai jingga, klien tampak
lemah, urine menjadi berwarna gelap sampai berwarna coklat dan apabila penyakit ini tidak
ditangani dengan segera maka akan menimbulkan dampak yang lebih buruk lagi yaitu kernicterus
(kerusakan pada otak) yang ditandai dengan bayi tidak mau menghisap, letargi, gerakan tidak
menentu, kejang, tonus otot kaku, leher kaku (Suriadi, 2006).
Peran perawat dalam keperawatan ini sebagai innovator, fasilitator dan pendidik dan
sebagai pemberi pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada klien secara menyeluruh baik biologis, psikologis, social, budaya dan
spiritual yang meliputi beberapa aspek antara lain aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Dari aspek promotif adalah dimana perawat berperan sebagai promotor kesehatan
yang perlu memberikan informasi ataupun pendidikan kesehatan tentang pentingnya hidup sehat
dan melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin. Perawat sebagai aspek preventif adalah
menganjurkan kepada ibu hamil untuk berhati-hati terhadap penggunaan obat-obatan dan
pemenuhan gizi yang baik untuk bayi. Aspek kuratif perawat berkolaborasi dalam pemberian
terapi (fototherapi,transfuse pengganti, infus albumin dan therapy obat). Peran perawat sebagai
rehabilitatif adalah perawat mengembalikan kondisi klien setelah mengalami penurunan kadar
bilirubin dan menginformasikan kepada ibu.
ii
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat sangat berguna untuk
memberikan asuhan keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien dengan diagnosa
hiperbilirubin. Pada kenyataannya kita lihat dilapangan banyak pasien hiperbilirubin yang
pemberian asuhan keperawatan yang kurang maksimal, contohnya pada fototerapi, seharusnya
mempunyai kontrol atau pengawasan, tetapi banyak perawat yang lalai dalam hal tersebut. Pada
saat pengkajian ditemukan tiga dari sepuluh bayi yang di rawat inap perinatology dengan
diagnosa ikterus neonatum, dimana ketiga bayi tersebut sedang di fototerapi.
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubin.
2. Tujuan Khusus
Mampu memahami kasus hiperbilirubin.
Mampu menganalisa dan menegakan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubin.
Mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin.
Mampu melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun sesuai dengan
rencana keperawatan pada pasien dengan hiperbilirubin.
Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada pasien dengan hiperbilirubin.
Mampu melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan pada pasien dengan
hiperbilirubin.
ii
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
1. Definisi
Hyperbilirubin adalah meningkatnya kadar bylirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal.
Hiperbilirubin adalah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor
fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus. (Jurnal Biomedik)
Hiperbilirubinemia / Ikterus neonatorum) adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir
yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).
Hepar adalah organ terbesar dalam tubuh manusia, terletak di sebelah atas dalam rongga
abdomen, disebelah kanan bawah diafragma. Berwarna merah kecoklatan, lunak dan
mengandung amat banyak vaskularisasi. Hepar terdiri dari lobus kanan yang besar dan lobus kiri
yang kecil.
Fungsi hepar adalah 1).Metabolisme karbohidrat, protein dan lemak 2). Sintesa kolesterol
dan steroid, pembentukan protein plasma (fibrinogen, protrombin dan globulin) 3). Penyimpanan
glikogen, lemak, vitamin (A, B12, D dan K) dan zat besi (Ferritin) 4). Detoksikasi menghancurkan
hormon – hormon steroid dan berbagai obat-obatan 5). Pembentukan dan penghancuran sel-sel
darah merah, pembentukan terjadi hanya pada 6 bulan masa kehidupan awal fetus 6). Sekresi
bilirubin (pigmen empedu) dari bilirubin unconjugated menjadi conjugated
Kantung atau kelenjar empedu merupakan kantung berbentuk buah pir dengan panjang
sekitar 7,5 cm dan dapat menampung ± 50 ml cairan empedu. Cairan empedu adalah cairan kental
berwarna kuning keemasan atau kehijauan yang dihasilkan terus menerus dalam jumlah 500 –
1000 ml/hari, merupakan zat esensial dalam pencernaan dan penyerapan lemak, suatu media
yang dapat mengekskresikan zat-zat tertentu yang tidak dapat diekskresikan oleh ginjal.
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
1. Produksi. Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin (menjadi
globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi
bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai bilirubin. Merupakan bilirubin indirek /
tidak terkonjugasi.
2. Transportasi. Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik. Bilirubin
diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil
oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada
membran dan ditransfer menuju hepatosit.
ii
3. Konjugasi. Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin
Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk atau
terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4. Ekskresi. Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu melalui
membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan melalui saluran empedu ke
sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus
menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan
dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.
3. Etiologi
Patafisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang
sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar
Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi
Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya
sumbatan saluran empedu.
ii
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila
Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan
timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin
melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin
Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,1991)
WOC
Menyebabkan
HIPERBILIRUBIN
MK :
Peristaltik usus
KERUSAKAN Saraf Aferen Gangguan meningkat
INTEGRITAS Peran Orang
KULIT Tua
Hipotalamus
Diare
MK :
Vasokontriksi
KONFLIK
Pengeluaran volume
PERAN
cairan meningkat dan
ORTU
berkurangnya intake
ii
Penguapan
MK : MK : RESIKO
HIPERTERMI KEKURANGAN
VOLUME CAIRAN
Manifestasi Klinis
Tampak ikterus; skelera, kuku, atau kulit dan membran mukosa. Jaundice yang tampak dalam
24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik pada bayi barun lahir, sepsi, atau ibu
dengan diabetik atau infeksi. Jaundece yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan
mencapai puncak pada hari ketiga dan sampai hari keempat dan menurun pada hari kelima
sampai hari ketujuh yang biasa merupakan jaundice fisiologis.
Ikterus adalah akibat penyedapan bilirubin indiret pada kulit yang cenderung tampak kuning
atau orange, hiterus pada tipe obstruksi (bilirubi direk) kulit tampak berwarna kuning kehijaun
atau keruh.perbedaan ini hanya dapat dilihat pada eterus yang berat.
Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
Klasifikasi
Ada 2 macam icterus menurut (Vian Nanny Lia Dewi, 2010) yaitu :
a) Ikterus fisiologi (direks)
Timbul pada hari ke-2 atau ke 3
kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 12 mg/dl pada
bayi kurang bulan
Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
Ikterus hilang 10-14 hari
Tidak ada mempunyai hubungan dengan patologis
b) Ikterus patologis
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan
Peningkatan kadar bilirubin 5 mg/dl atau lebih dalam 24 jam
Apabila kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 10 mg/dl dan 10
mg/dl pada bayi kurang bulan
Ikterus menetap setelah 2 minggu
Mempunyai hubungan dengan hemolitik
Komplikasi
ii
Bilirubin encephalopathy ( komplikasi serius).
Kernikterus ; kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental, hyperaktif, bicara
lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang melengking.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Penatalaksanaan
ii
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
a) Identitas
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, umur,jenis kelamin,anak-ke, BB/TB, alamat.
b) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya keadaan umum lemah , TTV tidak stabil terutama suhu tubuh. Reflek hisap
menurun, BB turun, pemeriksan tonus otot (kejang/tremor). Hidrasi bayi mengalami
penurunan, kulit tampak kunin, sclera mata kuning, perubahan warna pada feses dan
urine (Cecely Lynn Betz, 2009).
Riwayat kesehatan keluarga
Kemungkinan ibu dengan rhesus (-) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal icterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis (Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah suspect sph). Ada saudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau icterus (Haws Paulettet, 2007).
Riwayat kehamilan
Ketuban pecah dini, kesukaran dengan manipulasi berlebihan merupakan
predisposisi terjadinya infeksi.
Pemberian obat anastesi, analgesic yang berlebihan akan mengakibatkan
gangguan nafas (hypoksia), asidosis akan menghambat konjugasi bilirubin.
Bayi dengan APGAR score rendah memungkinkan terjadinya (hypoksia), asodosis
yang akan menghambat konjugasi bilirubin
Kelahiran premature berhubungan dengan prematuritas organ tubuh hepar.
(Haws Paulette , 2007)
c) Pemeriksaan Fisik
1. KU : biasanya lesu, biasanya letargi coma
2. TTV
TD : -
N : biasanya 120-160x/i
R : biasanya 40x/i
S : biasanya 36,5 – 37 ºC
3. Kesadaran : biasanya apatis sampai koma.
4. Kepala, mata dan leher
Kulit kepala tidak terdapat bekas tindakan persalinan seperti : vakum atau terdapat
caput. Biasanya dijumpai ikterus mata (sclera) dan selaput mukosa pada mulut. Dapat
juga diidentifikasi icterus dengan melakukan tekanan langsung pada daerah menonjol
untuk bayi dengan kulit bersih (kuning) (Haws, Paulette S.Hasws, 2007).
5. Hidung : biasanya tampak bersih
6. Mulut : ada lendir atau tidak, ada labiopalatoskisis atau tidak (Hidayat, 2009). Pada
kasus mulut berwarna kuning (Saifuddin, 2002).
ii
7. Telinga : biasanya tidak terdapat serumen.
8. Thorak : Biasanya selain ditemukan tanpak icterus juga dapat ditemukan peningkatan
frekuensi nafas. Biasanya status kardiologi menunjukan adanya tachycardia,
khususnya icterus disebabkan oleh adanya infeksi.
9. Abdomen : Biasanya perut buncit, muntah, mencret merupakan akibat gannguan
metabolism bilirubin enterohepatik.
10. Urogenital : Biasanya feses yang pucat seperti dempul atau kapur akibat gangguan
hepar atau atresia saluran empedu.
11. Ekstremitas : Biasanya tonus otot lemah.
12. Integument : Biasanya tampak ikterik, dehidrasi ditunjukan pada turgor tangan jelek,
elastisitas menurun.
Diagnosa
1. Intervensi
Diagnosa
NOC NIC
Keperawatan
1. Hipertermia b/d Termoregulasi Perawatan Demam
paparan Indikator : Aktivitas :
lingkungan panas Merasa merinding saat Pantau suhu dan TTV
(efek fototerapi), dingin Monitor warna kulit
dehidrasi. Berkeringan saat panas dan suhu
Menggigil saat dingin Monitor asupan dan
Denyut jantung apikal keluaran, sadari
Denyut nadi radial perubahan
Tingkat pernapasan kehilangan cairan
Melaporkan kenyamanan yang tak dirasakan
suhu Beri obat atau cairan
Peningkatan suhu kulit IV
Penurunan suhu kulit Jangan beri aspirin
Hipertermia untuk anak-anak
Hipotermia Tutup pasien dengan
Sakit kepala selimut atau pakaian
Sakit otot ringan, tergantung
Sifat lekas marah fase demam
Mengantuk Dorong konsumsi
cairan
ii
Perubahan warna kulit Berikan oksigen,
Otot berkedut yang sesuai
Dehidrasi Tingkatkan sirkulasi
Kram panas udara
Stroke panas Mandikan dengan
Radang dingin spon hangat dengan
hati-hati
ii
Edema perifer dan catat output
Bola mata cekung lembek pasien
Konfusi Masukkan kateter
Kram otot urin
Pusing Monitor status
hidrasi
Hidrasi Monitor TTV pasien
Indikator : Monitor perubahan
Turgor kulit berat badan pasien
Membran mukosa lembab sebelum dan
Intake cairan sesudah dialisis
Output urin Kaji lokasi dan
Serum sodium luasnya edema
Perfusi jaringan Berikan terapi IV,
Fungsi kognisi sesuai yang
Haus ditentukan
Warna urin keruh Arahkan pasien
Nadi cepat dan lemah mengenai status
Peningkatan hematokrit NPO
Otot tegang
Manajemen Hipovolemi
Otot berkedut
Aktivitas :
Diare
Timbang berat
Peningkatan suhu tubuh
badan di waktu yang
sama
Monitor status
hemodinamik,
meliputi nadi,
tekanan darah, MAP,
CVP,PAP
Monitor adanya
tanda-tanda
dehidrasi
Monitor adanya
hipotensi ortotastik
dan pusing saat
berdiri
Monitor asupan dan
pengeluaran
Monitor adanya
sumber-sumber
kehilangan cairan
Monitor adanya
bukti laboratiorium
terkait dengan
kehilangan darah
ii
Dukung asupan
cairan oral
Monitor bukti
laboratorium dan
bukti klinis adanya
cedera ginjal akut
ii
Tekstur kondisi area sekitar
Ketebalan luka
Perfusi jaringan Jaga agar luka tetap
Pertumbuhan rambut pada lembab untuk
kulit membantu proses
Integrasi kulit penyembuhan
Lesi pada kulit Berikan pelembab
Eritema yang hangat
Abrasi kornea disekitar area luka
untuk meningkatkan
perfusi darah dan
suplai oksigen
Bersihkan kulit
sekitar dengan
sabun yang lembut
dan air
Lakukan
debridement jika
diperlukan
Bersihkan luka
dengan cairan yang
tidak berbahaya
Catat karakteristik
cairan luka
Berikan salep jika
dibutuhkan
ii
Berikan plester
untuk menutup
Berikan salep
antiseptik
Lepaskan jahitan,
steples, sesuai
indikasi
Pengecekan Kulit
Aktivitas :
Periksa kulit dan
selaput lendir terkait
adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim,
edema dan drainase
Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulpasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
Periksa kondisi luka
operasi, dengan
tepat
Gunakan alat
pengkajian untuk
mengidentifikasi
pasien yang berisiko
mengalami
kerusakan kulit
Monitor warna dan
suhu kulit
Monitor sumber
tekanan dan gesekan
Monitor infeksi
terutama daerah
edema
ii
4. Konflik peran orang Kinerja Pengasuhan Dukungan Pengasuhan
tua b/d perpisahan Indikator : Aktivitas :
dari anak karena Menyediakan kebutuhan Mengkaji tingkat
fisik anak pengetahuan
penyakit kronik
Menyediakan nutrisi yang caregiver
sesuai usia Mengkaji tingkat
Menghilangkan bahaya penerimaan
lingkungan yang bisa caregiver terkait
dikontrol dengan perannya
Menyediakan pencegahan untuk menyediakan
perawatan kesehatan perawatan
Menyediakan episode Menerima ekspresi
perawatan kesehatan negatif dari caregiver
Memberikan rutinitas Tidak menyepelekan
harian anak peran sulit caregiver
Menstimulasi Menelusuri lebih
perkembangan kognitif lanjut kelebihan dan
Menstimulasi kekurangan
perkembangan sosial caregiver
Menstimulasi Mengakui tingkat
perkembangan emosi ketergantungan
Menstimulasi pasien terhadap
perkembangan spiritual caregiver sesuai
Menstimulasi pertumbuhan dengan kebutuhan
moral Monitor interaksi
Meningkatkan nilai-nilai keluarga dalam
yang bisa meningkatkan permasalahan
fungsi bermasyarakat terkait pasien
Pemeliharaan Proses
Keluarga
Aktivitas :
Tentukan proses
keluarga yang khas
Tentukan gangguan
khas pada proses
keluarga
Dukung untuk tetap
kontak dengan
anggota keluarga,
jika diperlukan
Berikan kesempatan
berkunjung dalam
memenuhi
kebutuhan anggota
keluarga dan pasien
ii
Diskusikan strategi
untuk menormalkan
kehidupan keluarga
dengan seluruh
anggota keluarga
Bantu anggota
keluarga untuk
menggunakan
mekanisme
dukungan yang ada
Peningkatan Pengasuhan
Aktivitas :
Identifikasi dan
daftarkan keluarga
risiko tinggi dalam
program tindak
lanjut
Dorong para ibu
untuk menerima
perawatan parental
lebih awal dan
teratur
Kunjungi ibu di
rumah sakit sebelum
ibu pulang dalam
rangka mulai
membangun
hubungan saling
percaya dan
menjadwalkan
kunjungan tindak
lanjut
Buat kunjungan
rumah sesuai
dengan tingkat
resiko
Bantu orang tua
untuk memiliki
harapan yang
realistis sesuai
dengan tingkat
perkembangan dan
kemampuan anak
ii
Bantu orang tua
terkait dengan
transisi dan harapan
Peningkatan Peran
Aktivitas :
Berikan model peran
terhadap perilaku-
perilaku baru dengan
cara yang tepat
Ajari perilaku baru
yang diperlukan oleh
orangtua untuk
dapat memenuhi
perannya
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
peran yang biasanya
dalam keluarga
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
bermacam peran
dalam siklus
kehidupan
Bantu pasien untuk
mengidentifikasi
periode transisi
peran pada
keseluruhan rentang
kehidupan
Dukung pasien untuk
mengidentifikasi
gambaran realistik
dari adanya
perubahan peran
ii
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hipersensitivitas merupakan suatu reaksi hipersensitivitas biasanya tidak akan terjadi sesudah
kontak pertama kali dengan sebuah antigen. Reaksi terjadi pada kotak-ulang sesudah seseorang yang
memiliki predisposisi mengalami sensitisasi . Anafilaksis merupakan respon klinis terhadap suatu reaksi
imunologi cepat (hipersensitivitas tipe 1). Anafilaksis adalah repon berlebihan system imun yang
melibatkan seluruh tubuh. Tipe anfilaksia ada beberapa yaitu : Local, reaksi anafilaksis local biasanya
meliputi urtikaria serta angioedema pada tempat kontak dengan antigen dan dapat merupakan reaksi
yang berat tetapi jarang fatal. Sistemik, reaksi sistemik terjadi dalam tempo kurang lebih 30 menit
sesudah kontak dalam system organ berikut ini : kardiovaskuler, respiratorius, gastrointestinal dan
integument.
Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena ; polycetlietnia, isoimmun hemolytic disease, kelainan
sruktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat (hemolisis kimia: salisilat kartikosteroid,
klorampenikol), hemolisis ekstravaskular; cephahematoma, ecchymosis. Gangguan fungsi hati; defisiensi
glukoronil transferase, obstruksi empedu/ atresia biliari, infeksi, masalah inetabolik; galaktosemia
hypothyroidisme, jaundeice ASI.
SARAN
ii
REFERENSI
Muscari, Mary E. 2001. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC.
http://ekahidayati41.blogspot.co.id/2014/02/v-behaviorurldefaultvmlo.html
http://blognyadanizfikhri.blogspot.co.id/2015/06/askep-pada-pasien-hiperbilirubin.html
ii