You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SARKOMA

Disusun Oleh :

ADITYA MAULANA FAUZY


P27220015179

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2018
1

A. Definisi Sarkoma
Menurut Clevo (2012) Sarkoma adalah tumor yang sangat malignan / ganas
dan tumbuh dari sel-sel jaringan ikat serta stromanya.
Sarkoma adalah kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel – sel yang
tumbuh terus – menerus secara tidak terbatas / berlebihan (proliferasi), tidak
berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh,yang
berasal dari jaringan mesodermal (Smeltzer, 2010). Sarkoma merupakan tumor
ganas (kanker).

B. Anatomi dan Fisiologi

Gambar anatomi fisiologi abdomen


Sumber: Pearce, 2008
2

Gambar abdomen dengan sarcoma


Sumber : Pearce, 2008

Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh. Bentuknya lonjong dan


meluas dari atas dari diafragma sampai pelvis di bawah. Rongga abdomen
dilukiskan menjadi dua bagian, abdomen yang sebenarnya yaitu rongga sebelah
atas dan yang lebih besar dari pelvis yaitu rongga sebelah bawah dan lebih kecil.
Batas-batas rongga abdomen adalah di bagian atas diafragma, di bagian bawah
pintu masuk panggul dari panggul besar, di depan dan di kedua sisi otot-otot
abdominal, tulang-tulang illiaka dan iga-iga sebelah bawah, di bagian belakang
tulang punggung dan otot psoas dan quadratus lumborum (Pearce, 2008).
Abdomen adalah suatu rongga yang dilapisi oleh lapisan peritoneum baik
organ maupun dindingnya. Lapisan peritoneum yang melapisi rongga abdomen
disebut peritoneum parietal dan yang melapisi semua organ dalam abdomen di
sebut peritoneum visceral (Syaifuddin, 2010).

C. Etiologi
Menurut Smeltzer (2010) penyebab secara umum dari sarkoma yaitu : virus, agens
fisik, agens kimia, faktor – faktor genetik, faktor makanan dan hormonal.
1. Virus
Virus sebagai penyebab kanker pada tubuh manusia sulit untuk dipastikan
karena virus sulit untuk diisolasi. Virus dianggap dapat menyatukan diri dalam
3

struktur genetik sel, sehingga mengganggu generasi mendatang dari populasi


sel tersebut dan ini barang kali mengarah pada kanker.
2. Agens Fisik
Faktor – faktor fisik yang mengarah pada karsinogenesis mencakup
pemanjanan terhadap sinar matahari atau pada radiasi. Pemajanan berlebih
terhadap sinar ultraviolet terutama pada orang yang berkulit putih atau terang,
bermata hijau atau biru dapat meningkatkan resiko terkena kanker. Pemajanan
terhadap radiasi pengionisasi dapat terjadi saat prosedur radiografi berulang
atau ketika terapi radiasi diberikan saat mengobati penyakit. Pemajanan
terhadap medan elektromagnetik dari kabel listrik, mikrowave, dan telepon
seluler dapat meningkatkan resiko kanker.
3. Agens Kimia
Sekitar 85 % dari semua kanker diperkirakan berhubungan dengan lingkungan.
Karsinogen kimia mencakup zat warna amino aromatik dan anilin, arsenik,
jelaga dan tar, asbeston, pinang dan kapus sirih, debu kayu, senyawaan
berilium, dan polivinil klorida.
4. Faktor Genetik dan Keturunan
Faktor genetik juga memainkan peranan dalam pembentukan sel kanker. Jika
kerusakan DNA terjadi pada sel dimana pola kromosomnya abnormal, dapat
terbentuk sel - sel mutan. Pola kromosom yang abnormal dari kanker
berhubungan dengan kromosom ekstra, terlalu sedikit kromosom, atau
translokasi kromosom. Beberapa kanker pada masa dewasa dan anak – anak
menunjukkan predisposisi keturunan. Pada kanker dengan predisposisi
herediter, umumnya saudara dekat dan sedarah dan tipe kankernya sama.
5. Faktor – Faktor Makanan
Faktor – faktor makanan diduga berkaitan dengan 40% sampai 60% dari semua
kanker lingkungan. Substansi makanan dapat proakif, karsinogenik atau ko –
karsinogenik. Resiko kanker meningkat sejalan dengan ingesti jangka panjang
karsinogenik atau ko-karsinogenik atau tidak adanya substansi proaktif dalam
diet. Substansi diet berkaitan dengan peningkatan resiko kanker mencakup
lemak, alkohol, daging diasinkan atau diasap, makanan yang mengandung nitrat
atau nitrit, dan masukan diet dengan kalori tinggi.
4

6. Agens Hormonal
Pertumbuhan tumor mungkin dipercepat dengan adanya gangguan dalam
keseimbangan hormon baik oleh pembentukan hormon tubuh sendiri atau
pemberian hormon eksogenus.

D. Patofisiologi
Menurut Corwin (2009) pada sarkoma belum dikenal adanya kanker insitu,
sehingga sukar sekali untuk mengetahui kapan sarkoma itu muncul. Secara umum
terjadinya kanker dimulai dari tumbuhnya satu sel kanker yang besarnya 10 mU.
Kanker itu tumbuh terus tanpa batas, mengadakan invasi kejaringan sekitar dan
menyebar sampai akhirnya penderita meninggal. Perjalanan penyakit kanker
sampai penderita meninggal dapat dibagi menurut luas penyakit atau stadium
penyakit. Stadium penyakit kanker dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Stadium Pra Klinik : Yaitu stadium pada saat kanker belum dapat diketahui
adanya dengan pemeriksaan klinik yang ada. Pada saat ini tumor yang lebih
kecil dari 0,5 cm hampir tidak dapat diketahui dengan pemeriksaan klinik
maupun penunjang klinik. Diperkirakan lama stadium pra klinik itu 2/3 dari
lama perjalanan hidup kanker dan hanya 1/3 dari lama hidupnya berada dalam
stadium klinik.
2. Stadium Klinik : Yaitu stadium pada saat kanker itu telah cukup besar atau
telah memberikan keluhan sehingga dapat diketahui adanya dengan
pemeriksaan klinik dan / atau penunjang klinik. Selanjutnya stadium klinik
dibagi menjadi beberapa stadium berdasarkan :
a) Kemungkinan Sembuh
1) Stadium Dini ( Early Stage ) : Dimana kanker itu belum lama diketahui
adanya, masih kecil, letaknya masih lokal terbatas pada organ tempat
asalnya tumbuh, belum menimbulkan kerusakan yang berarti pada organ
yang ditumbuhinya dengan kemungkinan sembuh besar.
2) Stadium Lanjut ( Advance Stage ) : Stadium dimana kanker itu telah
lama ada, telah besar, telah menimbulkan kerusakan yang besar pada
daerah yang ditumbuhinya, telah mengadakan infiltrasi pada jaringan
atau organ disekitarnya dan umumnya juga telah mengadakan metastase
regional. Kemungkinan sembuh kecil.
5

3) Stadium Sangat Lanjut ( Far Advance Stage ) : Stadium dimana kanker


telah lama ada, telah besar dan keadaanya sama dengan stadium lanjut
dan disertai metastase luas diseluruh tubuh. Kemungkinan sembuh
sangat kecil atau tak dapat sembuh lagi
b) Topografi Penyakit
Stadium penyakit berdasarkan letak topografi tumor beserta ekstensi dan
metastasenya dalam organ. Berdasarkan topografinya stadium kanker dibagi
menjadi :
1) Stadium Lokal : Pertumbuhan kanker masih terbatas pada organ
tempatnya semula tumbuh.
2) Stadium Metastase Regional : Kanker telah mengadakan metastase di
kelenjar lymfe yang berdekatan yaitu kelenjar lymfe regional. Pada kasus
liposarkoma dikaki pembesaran kelenjar limfe dapat dilihat pada kelenjar
limfe inguinalis.
3) Stadium Metastase Jauh atau Diseminasi : Kanker telah mengadakan
metastase di organ yang letaknya jauh dari tumor primer.
E. Manifestasi Klinis
Penderita penyakit sarcoma terdapat benjolan atau massa pada lengan, kaki,
atau tangan. Sarkoma ini di diagnosa ketika biopsi (pengangkatan sebagian
jaringan) dari benjolan pada tangan, kaki atau lengan diperiksa di bawah mikroskop
oleh ahli patologi (dokter yang khusus memeriksa jaringan di bawah mikroskop).
Kanker tulang biasanya terjadi di daerah bahu dan lutut dibandingkan dengan
daerah tubuh lain. Ketika kanker berlanjut mungkin terdapat penurunan berat
badan, kehilangan nafsu makan, atau demam berkepanjangan. Gejala lainnya
tergantung lokasi sarkoma, seperti rasa kenyang, gangguan pencernaan, dan nyeri
lambung ketika sarkoma perut terjadi dan pendarahan vagina ketika sarkoma rahim
terjadi (Smeltzer, 2010).
F. Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer (2010) pemeriksaan penunjang pada klien dengan penyakit
sarkoma meliputi :
1. Histerektomi
Histeroskopi kecil, tipis, tabung fleksibel yang berisi cahaya dan kamera
(hysteroscope), dokter dapat melihat ke dalam rahim untuk mengambil biopsi dan
6

melihat di bawah mikroskop. Setelah klien berbaring, akan diberikan bius lokal
untuk mematikan rasa leher rahim (histeroskopi juga dapat dilakukan di bawah
anestesi umum). Hysteroscope kemudian akan dimasukkan ke dalam rahim klien
melalui vagina. Beberapa wanita mungkin memiliki kram ringan selama prosedur
dan selama beberapa hari sesudahnya.
2. Ultrasound scan.
Uji gelombang suara digunakan untuk membuat gambar perut dan organ
sekitarnya. Klien diminta untuk tidak makan, dan hanya minum cairan bening (soda
apa-apa atau susu) selama 4-6 jam sebelum scan. Setelah klien berbaring dengan
nyaman pada punggung gel adalah tersebar di perut klien. Sebuah perangkat kecil
seperti mikrofon kemudian digosok atas wilayah tersebut. Gelombang suara diubah
menjadi sebuah gambar dengan menggunakan komputer.
3. CT (komputerisasi tomografi)
CT scan scan mengambil serangkaian foto sinar-x yang membangun suatu gambar
tiga dimensi bagian dalam tubuh. Pemindaian tanpa rasa sakit dan ambil dari 10
hingga 30 menit.
4. MRI (magnetic resonance imaging) scan
MRI (magnetic resonance imaging) scan tes ini mirip dengan CT scan, tetapi
menggunakan magnet bukan sinar X untuk membangun cross-sectional gambar
tubuh Anda. Selama pengujian, Anda akan diminta untuk berbaring diam di sofa di
dalam silinder logam besar yang terbuka pada kedua ujungnya. Tes ini mungkin
memerlukan waktu hingga satu jam.
5. Biopsi
Pengambilan beberapa sel atau sepotong kecil jaringan dari daerah yang terkena
untuk melihat di bawah mikroskop. Sebuah jarum halus akan diteruskan ke tumor
melalui kulit setelah daerah tersebut telah mati rasa dengan menggunakan suntikan
bius lokal.
G. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2010) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan
penyakit Sarkoma meliputi :
1. Pembedahan
Pada eksisi neoplasma dengan skalpel selain mengeluarkan jaringan tumor,
harus diperhatikan kemungkinan adanya infiltrasi ke jaringan sekitarnya.
7

Pembedahan kanker memerlukan pengetahuan luas mengenai sifat


pertumbuhan tumor dan cara penyebarannya. Menentukan batas sayatan apakah
sudah bebas dari jaringan tumor yang merupakan penyebaran lokal. Hal lain
yang harus diketahui ialah fokus – fokus penyebaran jauh.
2. Penyinaran (radiotherapy)
Penggunaan sinar untuk menghancurkan tumor berdasarkan kenyataan bahwa
sel – sel ganas lebih sensitif terhadap penyinaran daripada sel – sel normal.
Tetapi jaringan normal pun dipengaruhi dipengaruhi oleh penyinaran karena itu
pada radioterapy harus diusahakan terjadinya perbedaan efek yang nyata.
Radiosensitivitas biasanya dihubungkan dengan pertumbuhan yang
berdiferensiasi buruk dari sel – sel yang cepat membelah tetapi juga merupakan
sifat tertentu beberapa jenis tumor tersebut. Dapat disimpulkan bahwa
pengobatan tumor dengan sinar merupakan satu – satunya pilihan bila tumor itu
termasuk radiosensitif, berdiferensiasi buruk maka diberikan dalam dosis tinggi
tanpa merusak jaringan sekitarnya.
3. Pengobatan kimiawi (chemotherapy)
Khemotherapy tampaknya merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan
kanker. Bahan kimia yang dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel – sel
yang oleh pembedahan atau penyinaran tidak dapat dicapai. Mencari bahan
kimia yang dapat diberikan secara intravena dan yang akan dipusatkan dalam,
serta menghancurkan sel – sel kanker merupakan salah satu pekerjaan yang
diakukan oleh pusat – pusat penelitian kanker.
8

H. Pathway

Virus, agens fisik, agens kimia,


faktor genetik, faktor makanan dan hormonal

kerusakan gen

prolifersi sel tulang secara abnormal

neoplasma

Prosedur Sarkoma Kerusakan


pembedahan struktur tulang

Di dalam tulang Di permukaan tulang Tulang


Anastesi lebih rapuh
Tumbuh sampai jaringan
lunak di sekitar Resiko
Intra Post tulangepifisis & tulang fraktur
Pra operasi rawan sendi
operasi operasi
Neoplasma tumbuh Resiko tinggi
Luka insisi ke dalam sendi cedera
Gelisah/t
akut

Ansietas Resiko Infeksi Nyeri Jaringan lunak di


Ketidaknyamanan
invasi oleh sel tumor

reaksi tulang normal


Nyeri
respon osteolitik
& osteoblastik

penimbunan periosteum
di sekitar lesi

pertumbuhan tulang
yang abortif/abnormal

Deformitas

Gangguan
Citra tubuh
9

I. Asuhan Keperawatan
Menurut Smelttzer (2010), dan Supardi dan Clevo (2007) asuhan
keperawatan pada kasus Sarkoma meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan, evaluasi.
1. Pengkajian
a) Identitas.
b) Keluhan utama.
Biasanya klien dengan Sarkoma akan mengalami nyeri abdomen, BAK
terasa sakit/nyeri, badan lesu, nafsu makan berkurang (anorexia).
c) Riwayat Keperawatan.
1) Riwayat penyakit sekarang.
Pada umumnya klien sarkoma mengalami nyeri abdomen, BAK terasa
sakit/nyeri, anorexia (hilangnya nafsu makan).
2) Riwayat penyakit dahulu.
Sebelumnya klien pernah sakit sarkoma atau tidak, sebelumnya klien
pernah masuk rumah sakit atau tidak, nama penyebab penyakitnya.
3) Riwayat penyakit keluarga.
Di keluarga ada yang pernah menderita penyakit adenotonsilitis atau
penyakit tertentu (misal : TBC, DM, HT dll).
d) Pengkajian persistem
1) B1 (Breathing)
Pernafasan teratur dengan irama nafas vesikuler, penggunaan alat bantu
nafas, gerakan dada simetris, tidak ada cuping hidung
2) B2 (Blood)
Takikardia, hiperventilasi (respons terhadap aktivitas), akral hangat,
kering, CRT <2 detik, suara tambahan murmur atau gallop
3) B3 (Brain)
Tingkat kesadaran klien dengan penilaian GCS, depresi, gelisah, nyeri
abdomen kuadran bawah, penyebaran nyeri ke area genetlia.
10

4) B4 (Bladder)
Perubahan pola berkemih dan warna urine, bau, frekuensi jumlah dan
adanya kateter urin
5) B5(Bowel)
Anoreksia, membran mukosa kering, mual dan muntah, makan dan
minum terakhir sebelum tindakan prosedur pembedahan
6) B6 (Bone)
kelemahan, Turgor kulit jelek dan pucat, adanya lesi pada integument
kulit klien
e) Pengkajian Fisik
1) Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
2) Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
3) Pengkajian status neurovaskuler; nyeri tekan
4) Keterbatasan rentang gerak
f) Hasil laboratorium/radiologi
1) Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang
baru
2) Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari
kortek tulang.
3) Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
muskuluskletal, nyeri, dan amputasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan prosedur bedah
d. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan
pada daerah tertentu dalam waktu yang lama
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak.
11

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
masalah nyeri akut teratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil :
1) Klien mengatakan nyeri hilang dan terkontrol,
2) Klien tampak rileks, tidak meringgis, dan mampu istirahat/tidur
dengan tepat,
3) Tampak memahami nyeri akut dan metode untuk
menghilangkannya, dan
4) Skala nyeri berkurang atau hilang
Intervensi:
a) Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki
perubahan karakteristik nyeri.
R / : Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri
pasien.
b) Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan
lembut).
R / : Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan
yang luka.
c) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
R / : Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan
mengurangi nyeri.
d) Berikan lingkungan yang tenang.
R / : Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya
stress.
e) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji
efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
R / : Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
b. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
muskuluskletal, nyeri, dan amputasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
masalah kerusakan mobillitas fisik teratasi seluruhnya.
12

Kriteria Hasil :
1) Pasien menyatakan pemahaman situasi individual, program
pengobatan, dan tindakan keamanan,
2) Pasien tampak ikut serta dalam program latihan / menunjukan
keinginan berpartisipasi dalam aktivitas,
3) Pasien menunjukan teknik / perilaku yang memampukan tindakan
beraktivitas, dan
4) Pasien tampak mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai
tingkat optimal.
Intervensi :
a) Kaji tingkat immobilisasi yang disebabkan oleh edema dan
persepsi pasien tentang immobilisasi tersebut.
R /: Pasien akan membatasi gerak karena salah persepsi
(persepsi tidak proporsional).
b) Dorong partisipasi dalam aktivitas rekreasi (menonton TV,
membaca koran dll ).
R / : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memusatkan perhatian, meningkatkan perasaan mengontrol diri
pasien dan membantu dalam mengurangi isolasi sosial.
c) Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pasif dan aktif pada
yang cedera maupun yang tidak.
R / : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk
meningkatkan tonus otot, mempertahankan mobilitas sendi,
mencegah kontraktur / atropi dan reapsorbsi Ca yang tidak
digunakan.
d) Bantu pasien dalam perawatan diri.
R / : Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi otot, meningkatkan
pasien dalam mengontrol situasi, meningkatkan kemauan pasien
untuk sembuh.
e) Berikan diit Tinggi protein Tinggi kalori , vitamin , dan mineral.
Mempercepat proses penyembuhan, mencegah penurunan BB,
karena pada immobilisasi biasanya terjadi penurunan BB.
13

f) Kolaborasi dengan bagian fisioterapi.


R / : Untuk menentukan program latihan.
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan prosedur bedah
Tujuan : Ansietas berkurang dalam waktu 1x 24 jam
Kriteria Hasil :
1. Tingkat kecemasan berkurang
2. Klien tampak tenang
3. Klien tampak rileks
Intervensi
a) Berikan informasi prosedur pembedahan
R/ klien dapat mengetahui prosedur pembedahan
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan rasa cemasnya
R/ dapat meringankan beban dan pikiran klien
c) Ciptakan suasana tenang dan nyaman
R/ lingkungan yang tenang dan nyaman dapat mengurangi rasa
cemas klien
d) Anjurkan klien untuk teknik non farmakologi
R/ Mengurangi perasaan takut dan cemas pre medikasi prosedur
bedah
d. Kerusakan integritas kulit atau jaringan berhubungan dengan penekanan
pada daerah tertentu dalam waktu yang lama.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
masalah kerusakan integritas kulit / jaringan taratasi seluruhnya.
Kriteria Hasil : Klien Menunjukkan prilaku / tehnik untuk mencegah
kerusakan kulit tidak berlanjut.
Intervensi :
1) Kaji adanya perubahan warna kulit.
R / : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit.
2) Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan.
R / : Untuk menurunkan tekanan pada area yang peka resiko
kerusakan kulit lebih lanjut.
14

3) Ubah posisi dengan sesering mungkin.


R / : Untuk mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan
meminimalkan resiko kerusakan kulit.
4) Beri posisi yang nyaman kepada pasien.
R / : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cedera kulit /
kerusakan kulit.
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan dan pemberian zalf / antibiotic.
R / : Untuk mengurangi terjadinya kerusakan integritas kulit.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan jaringan
lunak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
masalah resiko infeksi tidak terjadi.
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda Infeksi,
2) Leukosit dalam batas normal, dan
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a) Kaji keadaan luka (kontinuitas dari kulit) terhadap adanya: edema,
rubor, kalor, dolor, fungsi laesa.
R/ : Untuk mengetahui tanda-tanda infeksi.
b) Anjurkan pasien untuk tidak memegang bagian yang luka.
R/ : Meminimalkan terjadinya kontaminasi.
c) Rawat luka dengan menggunakan tehnik aseptik
R/ : Mencegah kontaminasi dan kemungkinan infeksi silang.
d) Mewaspadai adanya keluhan nyeri mendadak, keterbatasan gerak,
edema lokal, eritema pada daerah luka.
R/ : Merupakan indikasi adanya osteomilitis.
e) Kolaborasi pemeriksaan darah : Leukosit
R/ : Leukosit yang meningkat artinya sudah terjadi proses infeksi.
15

DAFTAR PUSTAKA

Bare BG, Smeltzer SC. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth, J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Margareth, Clevo. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika

Pearce. (2008). A Glance Ilmu Bedah. Alih bahasa. Umami V. Jakarta: Erlangga

Syaifuddun, 2010. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakartaa:


Salemba Medika

You might also like