You are on page 1of 2

“TETESAN KERINGAT PENGABDI NEGERI”

Tersebutlah seorang ayah yang memiliki 4 orang anak yang memiliki profesi
sebagai kuli bangunan. Sehari-hari pekerjaan tidak jauh dari tembok basah yang
kotor ditengah terik matahari. Namun itulah yang dijalani sebab belum ada cara lain
untuk menafkahi istri dan keempat anaknya. Niatnya tentu ingin mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik, tetapi bagaimana bisa dengan pendidikan yang hanya
sekolah dasar hanya bisa untuk pekerjaan kasar.
Suatu waktu ada pekerjaan membangun sebuah rumah yang dekat dengan
SMA. Tentu saja anak-anak sekolah sering kali terlihat saat masuk kelas, keluar
kelas, atau kegiatan di luar kelas seperti bermain bola basket. Sang Ayah sering
mengamati anak-anak sekolah tersebut sehingga munculah pertanyaan di dalam
hatinya, “apakah anak-anaku bisa sekolah seperti mereka?”
Pertanyaan tersebut terus diingat. Setiap langkahnya selalu diiringi oleh
pertanyaan tersebut, bisakah anak-anaku sekolah tinggi? Bisakah mereka sekolah
lebih tinggi dariku? Bisakah mereka memiliki kehidupan yang lebih baik dariku?
Saking mendalamnya, dalam setiap perbincangan pun sering kali cita-cita mulia ini
tercetus ke dalam mulutnya.
Seperti biasa, komentar positif dan negatif muncul. Ada yang mendukung
ada juga yang pesimis. Bukannya mendukung malah mematahkan motivasi sang
ayah. “Jangan memaksakan diri, terima aja apa adanya”. “Kenapa harus susah
payah? Dengan pendidikan seperti ini pun kita masih bisa hidup?” kata salah
seorang saudaranya yang sama-sama seorang kuli bangunan dan juga
berpendidikan lebih rendah.
Namun sang Ayah memiliki tekad yang kuat. Biarlah banyak orang yang
mengatakan sesuatu tidak mungkin, sebab yang menentukan ialah Allah. Jika Allah
menghendaki, maka segala sesuatu akan terjadi, tidak ada yang tidak mungkin.
“Laa haula wa la quwwata illa billah” inilah kalimat yang selalu menjadi pegangan
dalam upayanya meraih cita-citanya.
Waktu pun dilalui dengan kerja keras, tidak pernah menyerah, dan berserah diri
kepada Pencipta saat menemui kesulitan. Alhamdulillah karirnya di dunia bangunan ada
peningkatan. Mungkin, naiknya karir ini akibat memiliki motivasi yang sangat tinggi
sehingga bekerja dengan penuh dedikasi. Dari mulai seorang helper, kemudian menjadi
tukang (ahli), dan akhirnya menjadi seorang mandor dan pemborong. Saat itu anak terbesar
sudah menginjak bangku SMA.
Namun Pencipta menghendaki kehendak lain, manajemen tempatnya bekerjanya
mengalami rotasi kepemimpinan. Pemimpin yang baru mengeluarkan berbagai kebijakan
yang sangat menekan bawahannya sehingga akhirnya sang Ayah mengundurkan diri.
Beralih membangun sebuah bisnis yang tidak bertahan lama sebab ditipu oleh mitra
kerjanya. Kehidupan pun kembali sulit, padahal saat itu anak-anaknya sudah menginjak
bangku kuliah.
Namun sulitnya hidup tetap dijalani dengan tetap bekerja keras dan banyak berdoa.
Waktu malam sering kali dihabiskan oleh berdzikir dan berdoa. Waktu siang, tetap bekerja
keras ditengah tenaga yang mulai berkurang serta kesehatan yang mulai terganggu. Namun
semuanya dijalani dengan teguh dan tetap memegang kalimat “Laa haula wa la quwwata
illa billah”. Semuanya tidak sia-sia. Cita-citanya tercapai. Semua anaknya mencapai
pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan tiga dari empat anaknya mengenyam bangku kuliah.
Meski sang ayah saat kini sudah tiada, tetapi meninggalkan sebuah warisan yang
tidak akan pernah habis bagi anak-anaknya. Bukan harta, sebab hartanya habis untuk
menyekolahkan anak-anaknya tetapi sebuah pelajaran akan keteguhan dalam meraih cita-
cita.

You might also like