You are on page 1of 22

ASUHAN KEPERAWATAN REUMATOID HEART DISEASE (RHD)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


REUMATOID HEART DISEASE ( RHD )

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1) Pengertian RHD
Rematoid heart disease ( RHD ) merupakan penyebab terpenting dari penyakit jantung yang
didapat,baik pada anak maupun pada dewasa. Rematoid fever adalah peradangan akut yang sering
diawali oleh peradangan pada farings. Sedangkan RHD adalah penyakit berulang dan kronis. Pada
umumnya seseorang menderita penyakit rematoid fever akut kira-kira dua minggu sebelumnya
pernah menderita radang tenggorokan.
Reumatoid heart disease (RHD) adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan
penyokong tubuh, terutama persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus
hemolitic-b grup A (Pusdiknakes, 1993).
RHD adalah suatu penyakit peradangan autoimun yang mengenai jaringan konektif seperti pada
jantung,tulang, jaringan subcutan pembuluh darah dan pada sistem pernapasan yang diakibatkan
oleh infeksi streptococcus hemolitic-b grup A.

2) Epidemiologi / Insiden Kasus


RHD terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam rematik didiagnosa setiap
tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung terjangkit pada daerah
dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan gizinya kurang
memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena tingkat
perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah sakit
di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah
penderita yang dirawat.Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan
penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.

3) Penyebab / Faktor Predisposisi


Penyebab secara pasti dari RHD belum diketahui, namun penyakit ini sangat berhubungan erat
dengan infeksi saluran napas bagian atas yang disebabkan oleh streptococcus hemolitik-b grup A
yang pengobatanya tidak tuntas atau bahkan tidak terobati. Pada penelitian menunjukan bahwa
RHD terjadi akibat adanya reaksi imunologis antigen-antibody dari tubuh.Antibody yang melawan
streptococcus bersifat sebagai antigen sehingga terjadi reaksi autoimun.
Terdapat faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada reaksi timbulnya RHD :
a. Faktor-faktor pada individu

 Faktor Genetik

Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya
ada pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum
dapat dipastikan.

 Jenis Kelamin

Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.

 Golongan Etnik dan Ras

Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi
pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih

 Umur

RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun

b. Faktor-faktor lingkungan

 Keadaan sosial ekonomi yang buruk


Keadaan sosial ekonomi yang buruk adalah sanitasi lingkungan yang buruk, rumah dengan
penghuni yang padat, rendahnya pendidikan sehingga pemahaman untuk segera mencari
pengobatan anak yang menderita infeksi tenggorokan sangat kurang ditambah pendapatan yang
rendah sehingga biaya perawatan kesehatan kurang

 Iklim dan geografis

RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim
sedang,tetapi data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang
tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah

 Cuaca

Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas
meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat

4) Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera
jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur
streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan
bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap
antigen-antigen streptokokus :
1. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien
sembuh dari faringitis.
2. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase )
terdapat pada pasien demam rematik akut.
3. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang
terkena.

Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih
belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus
dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang
diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum
beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus
menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.

5. Manifestasi Klinis dan Kriteria diagnosis


Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan kriteria
Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a. Kriteria Mayor
1) Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung ( miokarditis dan atau endokarditis ) yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah
jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi
jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup
terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.
2) Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-
pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis
migrans ), gangguan fungsi sendi.
3) Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan
involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada
sistem saraf pusat.
4) Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah dengan
bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan
bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak
tangan.
5) Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya perubahan
warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan menghilang setelah 1-
2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama muncul pada permukaan
ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
1) Memang mempunyai riwayat RHD
2) Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit
menggerakkan tungkainya
3) Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4) Leukositosis
5) Peningkatan laju endap darah ( LED )
6) C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9) Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti , akral dingin,
lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul
juga gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan
anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua kriteria
minor dan satu kriteria mayor.

6. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap
darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin .
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A

7. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah
serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas
penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.

8. Therapy / Penatalaksanaan
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
Kelompok Tirah baring Mobilisasi
Klinis ( minggu ) bertahap
( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis (+) 2 2
- Karditis (+)
- Kardiomegali (-) 4 4

- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) >6 > 12

b. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan pemberian
injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2
juta unit dan jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya.
Salisilat diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/ Kg
BB/hari selama 1 bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off (
dikurangi bertahap ). Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau
haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah
baring dan eradikasi.
f. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi
digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin

9. Pencegahan
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian
awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana upaya kita
jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta hemolyticus
). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya
factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses
kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini.
Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk
terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik
harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan kemungkinan
serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.

10. Prognosis
Prognosis RHD terdiri dari lama penyakit, kesempatan komplikasi dari penyakit, kemungkinan
hasil, prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk penyakit, harga hidup, tingkat kematian,
dan hasil kemungkinan lainnya dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung reumatik.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Data fokus:
- Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius namun tidak terpola
- Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
- Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar..
- Nyeri abdomen, Mual, anoreksia dan penurunan hemoglobin
- Arthralgia, gangguan fungsi sendi
- Kelemahan otot
- Akral dingin
- Mungkin adanya sesak.
- Manifestasi khusus:

 carditis:
takikardia terutama saat tidur ( sleeping pulse )
kardiomegali
suara bising katup ( suara sistolik )
perubahan suara jantung
perubahan ECG (PR memanjang)
Precordial pain
Precardial friction rub
Lab : leukositosis, LED meningkat, peningkatan ASTO,.

 Polyarthritis

Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan
fungsi sendi )

 Nodul subcutaneous:

Timbul benjolan dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak bebas,


Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian

 Khorea:

Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter dan cepat.


Emosi labil
Kelemahan otot

 Eritema marginatum:

bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.


Bercak merah dapat berpindah lokasi  tidak permanen
eritema bersifat non pruritus
2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup
)

2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah

3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial

4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung

5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi

7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Poltarthritis/arthalgia


dan therapi bed rest .

8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.

9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat

10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea

3. Rencana Tindakan Keperawatan


1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis
katup )
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat diminimalkan.
Kriteria hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam batas
normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut serta dalam
akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD
1. Memonitor adanya perubahan
secara teratur setiap 4 jam. sirkulasi jantung sedini mungkin dan
terjadinya takikardia-disritmia sebagai
kompensasi meningkatkan curah
jantung
2. Kaji perubahan warna kulit
2. Pucat menunjukkan adanya penurunan
terhadap sianosis dan pucat. perfusi perifer terhadap tidak
adekuatnya curah jantung. Sianosis
terjadi sebagai akibat adanya obstruksi
aliran darah pada ventrikel.
3. Istirahat memadai diperlukan untuk
3. Batasi aktifitas secara adekuat. memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan komsumsi O2
dan kerja berlebihan.
4. Stres emosi menghasilkan
vasokontriksi yang meningkatkan TD
4. Berikan kondisi psikologis dan meningkatkan kerja jantung.
lingkungan yang tenang. 5. Meningkatkan sediaan oksigen untuk
fungsi miokard dan mencegah
hipoksia.
5. Kolaborasi untuk pemberian
oksigen
6. Diberikan untuk meningkatkan
6. Kolaborasi untuk pemberian kontraktilitas miokard dan menurunkan
digitalis beban kerja jantung.

2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau 1. Perfusi serebral secara langsung
gangguan mental kontinyu, contoh: sehubungan dengan curah jantung
cemas, bingung, letargi, pingsan. dan juga dipengaruhi oleh elektrolit
atau variasi asam basa, hipoksia,
atau emboli sistemik.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit 2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
dingin atau lembab. Catat kekuatan oleh penurunan curah jantung
nadi perifer. mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
3. Kaji tanda edema. 4. Pompa jantung gagal dapat
4. Pantau pernapasan, catat kerja mencetuskan distress pernapasan.
pernapasan. Namun dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkkan
komplikasi tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi organ
5. Pantau data laboratorium, contoh:
GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.

3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri,
tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan 1. Memberikan informasi sebagai
intensitas ( skala 1-10 ) dasar dan pengawasan intervensi
2. Mengetahui keadaan umum dan
2. Pantau tanda-tanda vital (TD, memberikan informasi sebagai
Nadi, RR , suhu) dasar dan pengawasan intervensi
3. Menurunkan spasme/ tegangan
sendi dan jaringan sekitar
3. Pertahankan posisi daerah sendi
yang nyeri dan beri posisi yang 4. Menghambat kerja reseptor nyeri
nyaman 5. Membantu menurunkan spasme
4. Kompres dengan air hangat jika sendi-sendi, meningkatkan rasa
diindikasikan kontrol dan mampu mengalihkan
5. Ajarkan teknik relaksasi progresif nyeri.
( napas dalam, Guid 6. Menghilangkan nyeri
imageri,visualisasi )
6. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik

4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan


katup jantung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-11.400
per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
Intervensi dan rasional :

Intervensi Rasional
1.Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-1. Mengetahui data dasar terhadap
tanda vital lain seperti nadi, TD dan perencanaan tindakan yang tepat
respirasi 2. Membantu meberikan evek
2.Berikan klien kompres hangat pada vasodilatasi pembuluh darah
lipatan tubuh dan terdapat banyak sehungga pengeluaran panas
pembuluh darah besar seperti aksilla, terjadi secara evaporasi
perut )
3.Anjurkan klien untuk minum 23. Peningkatan suhu juga dapat
liter/hari jika memungkinkan meyebabkan kehilangan cairan
akibat evaporasi
4.Anjurkan klien untuk tirah baring (4. Mencegah terjadinya
bed rest ) peningkatan reaksi peradangan
dan hipermetabolisme.
5. Mengurangi proses peradangan
5.Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
sehingga peningkatan suhu tidak
dan antiradang seperti salisilat/
terjadi serta streptococus
prednison serta pemberian Benzatin
hemolitikus b grup A akan
penicillin
mampu dimatikan

5. Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan
adekuat dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi( perubahan BB<1. Menyediakan data dasar untuk


pengukuran antropometrik dan nilai memantau perubahan dan mengevaluasi
HB serta protein intervensi
2. Kaji pola diet nutrisi klien( riwayat2. Membantu dalam mempertimbangkan
diet, makanan kesukaan) penyusunan menu sehingga klien
berselera makan
3. Kaji faktor yang berperan untuk3. Menyediakan informasi mengenai faktor
menghambat asupan nutrisi ( yang harus ditanggulangi sehingga
anoreksia, mual) asupan nutrisi adekuat.
4. Anjurkan makan dengan porsi sedikit4. Membantu mengurangi produksi asam
tetapi sering dan tidak makan lambnung/HCl akibat faktor-faktor
makanan yang merangsang perangsang dari luar tubuh
pembentukan Hcl seperti terlalu
panas, dingin, pedas
5. Kolaborasi untuk pemberian obat
penetral asam lambung seperti5. Membantu mengurangi produksi HCL
antasida oleh epitel lambung
6. Kolaborasi untuk penyediaan
makanan kesukaan yang sesuai6. Mendorong peningkatan selera makan.
dengan diet klien

6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah , klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi

Intervensi dan rasional :


Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum dan segera 1. Hipertensi ortostatik dapat
setelah aktivitas, khususnya bila pasien terjadidengan aktivitas karena efek obat
menggunakan vasolidator, diuretik, (vasodilasi), perpindahan cairan
penyekat beta. (diuretik) atau pengaruh fungsi jantung
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap 2. Penurunan /ketidakmampuan
aktifitas, catat takikardi, disritmia, miokardium untuk meningkatkan
dispnea, berkeringat, pucat. volume sekuncup selama aktivitas,
dapat menyebabkan peningkatan segera
pada frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen, juga peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas3. Dapat menunjukkan peningkatan
dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4. Kolaborasi Implementasikan program 4. Peningkatan bertahap pada aktivitas
rehabilitasi jantung/aktifitas. menghindari kerja jantung/konsumsi
oksigen berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stres,
bila disfungsi jantung tidak dapat
membaik kembali.

7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis /


Arthralgia dan therapi bed rest.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan
perawatan diri dalam batas toleransi
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien 1.Memenuhi kebutuhan klien
sehingga klien tetap bed rest dan
tenang
2. Libatkan keluarga untuk membantu 2.Kebutuhan klien akan l;ebih
memenuhi kebutuhan klien terpenuhi sehingga klien merasa
tetap diperhatikan
3. Beri penjelasan kepada klien bahwa 3.Mencegah adanya komplikasi
klien harus tirah baring sesuai dengan peradangan sampai ketingkat
waktu yang diindikasikan gagal jantung.
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan
subcutan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas kulit.
Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :

Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit 1.Memberikan pedoman untuk
memberikan intervensi yang tepat
2. Berikan perawatan kulit sering, 2.Terlalu kering adan lembab
minimalkan dengan kelembaban/ merusak kulit dan mempercepat
ekskresi kerusakan
3. Ubah posisi sering di tempat tidur / 3.Memperbaiki sirkulasi/
kursi, bantu latihan rentang gerak menurunkan waktu satu area yang
pasif/aktif mengganggu aliran darah
4. Berikan bantalan yang lembut pada 4.Mencegah penekanan pada
badan eritema sehingga tidak meluas
5. Kolaborasi untik pemberian obat 5.Mengurangi reaksi peradangan
antiradang ( prednison ) sehingga eritema hilang.

9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat
pengisian atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak
terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
1. Menyatakan adanay kongesti
mengii. paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas
2. Membersihkan jalan nafas dan
dalam. memudahkan aliran oksigen.
3. Pertahankan posisi semifowler,
3. Menurunkan komsumsi
sokong tangan dengan bantal Jika oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
memungkinkan ekspansi paru maksimal.
4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
4. Kolaborasi dalam pemberian alveolar, yang dapat
oksigen tambahan sesuai indikasi. memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
5. Hipoksemia dapat menjadi berat
6. Kolaborasi untuk pemberian obat selama edema paru
diuretik. 6.Menurunkan kongesti alveolar,
7. Kolaborasi untuk pemberian obat meningkatkan pertukaran gas.
bronkodilator 7.Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasibjalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan
untuk menurunkan kongesti paru

10. Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera.
Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat gerakan klien yang 1.Menentukan dalam memberikan
berlebihan intervensi
2. Pantau dan bila mungkin temani klien 2.Mencegah terjadinya cidera akibat
selama serangan khorea dan jauhkan terjatuh atau terkena bahan berbahaya
benda-benda berbahaya dari klien
3. Pasang pengaman tempat tidur klien 3.Mengurangi resiko klien terjatuh dari
4. Anjurkan keluarga untuk menemani tempat tidur
klien 4.Memberikan rasa aman klien sehingga
5. Kolaborasi intuk pemberian obat cidera tidak terjadi
penenang ( klorpromazine atau 5.Memberikan efek rileks pada otot
diazepam ) sesuai indikasi sehingga klien tenang.

4. Evaluasi
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup
) dapat teratasi.dengan kriteria evaluasi : Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter
hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode
dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak pucat,
tidak ada sianosis, tidak ada edema
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial dapat teratasi dengan kriteria
evaluasi : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak
ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi
normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus
b grup A pada hapusan tenggorokan.
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat dan kelemahan
hilang. BB dalam rentang normal.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi dapat
teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak cepat lelah, dapat beraktivitas sesuai dengan batas
toleransi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Immobilitas fisik akibat Gangguan
muskuloskeletal ; arthralgia dan therapi.dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas
toleransi
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien,
mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Mendemonstrasikan ventilasi
dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Menyatakan pemahaman factor yang
terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan keamanan
Daftar Pustaka

-- Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

- Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3,
Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

- Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta.

- Sunoto Pratanu (1990), Penyakit Jantung Rematik, Makalah Tidak dipublikasikan, Surabaya

- Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku
kedokteran EGC, Jakarta.

- Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book,
St.Louis, Missouri.
- Heni,dkk, (2001),Buku Ajar keperawatan Kardiovasculer Edisi 1, Harapan Kita, Jakarta

- Suddarth, brunner, ( 2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah VOl 2 Edisi 8, EGC, Jakarta.

- Carpenito, Lynda juall, ( 2001),BUku Saku diagnosa keperawatan EDisi 8, EGC, Jakarta

- Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan

-Lily, Dkk, (2001 ), Buku Ajar Kardiologi, EGC, Jakarta.

You might also like