Professional Documents
Culture Documents
Faktor Genetik
Meskipun pengetahuan tentang faktor genetik pada RHD ini tidak lengkap namun pada umumnya
ada pengaruh faktor keturunan pada proses terjadinya RHD, walaupun cara penurunanya belum
dapat dipastikan.
Jenis Kelamin
Dulu sering dinyatakan bahwa RHD lebih sering terjadi pada anak wanita daripada anak laki-laki.
Data di Amerika menunjukan bahwa serangan awal maupun serangan ulangan lebih sering terjadi
pada orang berkulit hitam dibandingkan orang berkulit putih
Umur
RHD paling sering terjadi pada anak-anak berumur antara 6- 15 tahun ( usa sekolah ) dengan
puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasanya ditemukan pada anak sebelum berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun
b. Faktor-faktor lingkungan
RHD adalah penyakit kosmopolit. Penyakit ini terbanyak didapatkan pada daerah beriklim
sedang,tetapi data akhir-akhir ini menunjukan bahwa daerah tropispun mempunyai insiden yang
tinggi. Didaerah yang letaknya tinggi, insiden RHD lebih tinggi daripada dataran rendah
Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insiden infeksi saluran napas atas
meningkat, sehingga mengakibatkan kejadian RHD juga dapat meningkat
4) Patofisiologi
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak diketahui. Cedera
jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan oleh hasil kultur
streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini menunjukkan
bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum terbukti terhadap
antigen-antigen streptokokus :
1. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien
sembuh dari faringitis.
2. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase )
terdapat pada pasien demam rematik akut.
3. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik akut.
4. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang
terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik akut masih
belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen streptokokus
dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II yang
diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum
beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus
menunjukkan hipersensitifitas tipe III. Pathway terlampir.
7. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi setelah
serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas
penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.
8. Therapy / Penatalaksanaan
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
Kelompok Tirah baring Mobilisasi
Klinis ( minggu ) bertahap
( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis (+) 2 2
- Karditis (+)
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) >6 > 12
b. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan pemberian
injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg diberikan 1,2
juta unit dan jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya.
Salisilat diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/ Kg
BB/hari selama 1 bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off (
dikurangi bertahap ). Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau
haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah
baring dan eradikasi.
f. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan terapi
digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
9. Pencegahan
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya kejadian
awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana upaya kita
jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta hemolyticus
). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut, diantaranya
factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses
kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini.
Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya infeksi streptokokus untuk
terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam rematik
harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan kemungkinan
serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.
10. Prognosis
Prognosis RHD terdiri dari lama penyakit, kesempatan komplikasi dari penyakit, kemungkinan
hasil, prospek untuk pemulihan, pemulihan periode untuk penyakit, harga hidup, tingkat kematian,
dan hasil kemungkinan lainnya dalam keseluruhan prognosa dari penyakit jantung reumatik.
1. Pengkajian
Data fokus:
- Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius namun tidak terpola
- Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
- Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar..
- Nyeri abdomen, Mual, anoreksia dan penurunan hemoglobin
- Arthralgia, gangguan fungsi sendi
- Kelemahan otot
- Akral dingin
- Mungkin adanya sesak.
- Manifestasi khusus:
carditis:
takikardia terutama saat tidur ( sleeping pulse )
kardiomegali
suara bising katup ( suara sistolik )
perubahan suara jantung
perubahan ECG (PR memanjang)
Precordial pain
Precardial friction rub
Lab : leukositosis, LED meningkat, peningkatan ASTO,.
Polyarthritis
Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan ( gangguan
fungsi sendi )
Nodul subcutaneous:
Khorea:
Eritema marginatum:
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau 1. Perfusi serebral secara langsung
gangguan mental kontinyu, contoh: sehubungan dengan curah jantung
cemas, bingung, letargi, pingsan. dan juga dipengaruhi oleh elektrolit
atau variasi asam basa, hipoksia,
atau emboli sistemik.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit 2. Vasokontriksi sistemik diakibatkan
dingin atau lembab. Catat kekuatan oleh penurunan curah jantung
nadi perifer. mungkin dibuktikan oleh
penurunan perfusi kulit dan
penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
3. Kaji tanda edema. 4. Pompa jantung gagal dapat
4. Pantau pernapasan, catat kerja mencetuskan distress pernapasan.
pernapasan. Namun dispnea tiba-tiba atau
berlanjut menunjukkkan
komplikasi tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi organ
5. Pantau data laboratorium, contoh:
GDA, BUN, creatinin, dan elektrolit.
Intervensi Rasional
1.Kaji suhu tubuh klien dan ukur tanda-1. Mengetahui data dasar terhadap
tanda vital lain seperti nadi, TD dan perencanaan tindakan yang tepat
respirasi 2. Membantu meberikan evek
2.Berikan klien kompres hangat pada vasodilatasi pembuluh darah
lipatan tubuh dan terdapat banyak sehungga pengeluaran panas
pembuluh darah besar seperti aksilla, terjadi secara evaporasi
perut )
3.Anjurkan klien untuk minum 23. Peningkatan suhu juga dapat
liter/hari jika memungkinkan meyebabkan kehilangan cairan
akibat evaporasi
4.Anjurkan klien untuk tirah baring (4. Mencegah terjadinya
bed rest ) peningkatan reaksi peradangan
dan hipermetabolisme.
5. Mengurangi proses peradangan
5.Kolaborasi untuk pemberian antipiretik
sehingga peningkatan suhu tidak
dan antiradang seperti salisilat/
terjadi serta streptococus
prednison serta pemberian Benzatin
hemolitikus b grup A akan
penicillin
mampu dimatikan
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah , klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas toleransi
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit 1.Memberikan pedoman untuk
memberikan intervensi yang tepat
2. Berikan perawatan kulit sering, 2.Terlalu kering adan lembab
minimalkan dengan kelembaban/ merusak kulit dan mempercepat
ekskresi kerusakan
3. Ubah posisi sering di tempat tidur / 3.Memperbaiki sirkulasi/
kursi, bantu latihan rentang gerak menurunkan waktu satu area yang
pasif/aktif mengganggu aliran darah
4. Berikan bantalan yang lembut pada 4.Mencegah penekanan pada
badan eritema sehingga tidak meluas
5. Kolaborasi untik pemberian obat 5.Mengurangi reaksi peradangan
antiradang ( prednison ) sehingga eritema hilang.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat
pengisian atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas tidak
terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan
oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat krekels,
1. Menyatakan adanay kongesti
mengii. paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
2. Anjurkan pasien batuk efektif, nafas
2. Membersihkan jalan nafas dan
dalam. memudahkan aliran oksigen.
3. Pertahankan posisi semifowler,
3. Menurunkan komsumsi
sokong tangan dengan bantal Jika oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
memungkinkan ekspansi paru maksimal.
4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
4. Kolaborasi dalam pemberian alveolar, yang dapat
oksigen tambahan sesuai indikasi. memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD
5. Hipoksemia dapat menjadi berat
6. Kolaborasi untuk pemberian obat selama edema paru
diuretik. 6.Menurunkan kongesti alveolar,
7. Kolaborasi untuk pemberian obat meningkatkan pertukaran gas.
bronkodilator 7.Meningkatkan aliran oksigen dengan
mendilatasibjalan nafas kecil dan
mengeluarkan efek diuretic ringan
untuk menurunkan kongesti paru
10. Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera.
Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat gerakan klien yang 1.Menentukan dalam memberikan
berlebihan intervensi
2. Pantau dan bila mungkin temani klien 2.Mencegah terjadinya cidera akibat
selama serangan khorea dan jauhkan terjatuh atau terkena bahan berbahaya
benda-benda berbahaya dari klien
3. Pasang pengaman tempat tidur klien 3.Mengurangi resiko klien terjatuh dari
4. Anjurkan keluarga untuk menemani tempat tidur
klien 4.Memberikan rasa aman klien sehingga
5. Kolaborasi intuk pemberian obat cidera tidak terjadi
penenang ( klorpromazine atau 5.Memberikan efek rileks pada otot
diazepam ) sesuai indikasi sehingga klien tenang.
4. Evaluasi
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis katup
) dapat teratasi.dengan kriteria evaluasi : Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter
hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode
dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolism terutama perifer
akibat vasokonstriksi pembuluh darah dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak pucat,
tidak ada sianosis, tidak ada edema
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial dapat teratasi dengan kriteria
evaluasi : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh nyeri, tidak
ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi
normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus
b grup A pada hapusan tenggorokan.
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan asam
lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan adekuat dan kelemahan
hilang. BB dalam rentang normal.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi dapat
teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak cepat lelah, dapat beraktivitas sesuai dengan batas
toleransi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Immobilitas fisik akibat Gangguan
muskuloskeletal ; arthralgia dan therapi.dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam batas
toleransi
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien,
mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat pengisian
atrium yang meningkat tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Mendemonstrasikan ventilasi
dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas
kemampuan/situasi
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Menyatakan pemahaman factor yang
terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai
indikasi untuk meningkatkan keamanan
Daftar Pustaka
-- Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
- Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3,
Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
- Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC, Jakarta.
- Sunoto Pratanu (1990), Penyakit Jantung Rematik, Makalah Tidak dipublikasikan, Surabaya
- Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku
kedokteran EGC, Jakarta.
- Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book,
St.Louis, Missouri.
- Heni,dkk, (2001),Buku Ajar keperawatan Kardiovasculer Edisi 1, Harapan Kita, Jakarta
- Suddarth, brunner, ( 2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah VOl 2 Edisi 8, EGC, Jakarta.
- Carpenito, Lynda juall, ( 2001),BUku Saku diagnosa keperawatan EDisi 8, EGC, Jakarta