You are on page 1of 9

Bagian keperawatan medikal-bedah

Jurusan keperawatan Poltekkes Surakarta

ASUHAN KEPERAWATAN
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT( STROKE )

A. Pengertian
Stroke adalah defisit neurologis akut yang disebabkan gangguan aliran darah secara mendadak
dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah spesifik otak yang terganggu ( WHO, 1989 )

B. Faktor Resiko
Faktor resiko stroke dapat dibedakan menjadi faktor yang dapat dirubah dan faktor yang tidak
dapat dirubah.
1. Faktor yang dapat dirubah
a. Kebiasaan hidup
 Peminum alkohol, diet tinggi lemak, obesitas dan kebiasaan merokok.
b. Kondisi patologis
 Penyakit jantung ( Infark ), Diabitus Militus, Hipertensi, polycetamia, kontra
sepsi estrogen.
2. Faktor yang tak dapat dirubah
a. Jenis Kelamin  laki > wanita.
b. Umur  Semakin bertambah usia semakin tinggi resiko terkena stroke.
c. Heriditer  Keluarga yang mempunyai riwayat stroke, resiko terkena serangan stroke
lebih tinggi dibanding keluarga yang tidak ada riwayat stroke.

C. Etiologi
Penyempitan atau sumbatan secara total salah satu pembuluh darah yang mensuplay darah ke
otak merupakan penyebab paling sering CVA. Penyebab CVA paling sering yaitu thrombosis,
emboli dan perdarahan. Jarang sekali stroke karena penekanan atau spasme pembuluh darah.
1. Thrombosis  merupakan penyebab stroke paling sering, umumnya karena atherosklerosis.
2. Emboli  sering terjadi pada area bifurcation( percabangan ), emboli berasal dari bekuan
darah, lemak, bakteri, udara. Seringkali karena penyakit jantung.
3. Perdarahan  terjadi karena rupturnya pembuluh darah, seringkali karena hipertensi dan
aterosklerosis.

D. Patofisiologi

1. Regulasi aliran darah otak


Karena neuron tidak dapat melakukan regenerasi, pencegahan kerusakan cerebral
diperlukan untuk mencegah defisit neurologi. Aliran darah harus dipertahankan 750 – 1000
ml / menit ( 55 ml / 100 gram jaringan otak ) atau 20 % dari kardiac output untuk

28
memberikan fungsi cerebral yang optimal. Jika aliran darah ke cerebral secara total terputus /
berhenti dalam waktu :
 30 detik  metabolisme terganggu( berubah ).
 2 menit  metabolisme berhenti.
 5 menit  kematian sel.
Sistem cerebrovaskular dapat melakukan adaptasi dalam mempertahankan aliran darah
cerebral tetap konstan. Faktor yang dapat mempengaruhi aliran darah cerebral adalah :
a. Faktor Ektrakranial
Yang termasuk faktor ini terutama berkaitan dengan sistem sirkulasi meliputi :
 Tekanan darah  Tekanan rerata dibawah 70 mmHg atau diatas 160 mmHg
dapat menyebabkan perubahan perfusi cerebral.
 Kardiac output  bila turun 1/3 dapat menyebabkan penurunan aliran darah
cerebral.
 Polycetamia  dapat menurunkan aliran cerebral.
 Anemia  dapat meningkatkan aliran darah cerebral.

b. Faktor Intrakranial
1) Faktor metabolik
Faktor metabolik merupakan faktor intrakranial penting dalam pengaturan aliran
darah cerebral. Karbon dioksida yang tinggi dan rendahnya tekanan oksigen dapat
menyebabkan vasodilatasi dengan akibat akan terjadi peningkatan aliran darah.
Karbon dioksida merupakan regulator poten dalam mengatur aliran darah cerebral.
Peningkatan ion hidrogen dapat meningkatkan aliran darah cerebral.
2) Pembuluh darah
Kondisi pembuluh darah yang mensuplay otak juga mempengaruhi aliran darah
cerebral. Pembuluh darah yang abnormal seringkali menjadi tempat berkembangnya
atherosklerosis yang dapat menurunkan aliran darah cerebral.
Sirkulasi kolateral merupakan suatu kompensasi, dalam merespon terhadap
penurunan aliran darah cerebral. Bentuk sirkulasi kolateral yaitu sirkulasi willis.
3) Tekanan Intra kranial
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yaitu
stroke, neoplasma, peradangan, trauma dan hidrocepalus. Peningkatan tekanan
intrakranial berakibat penekanan pada otak dan menurunkan aliran darah cerebral.
Penurunan aliran darah secara berlebihan dapat menyebabkan infark cerebral.
Kehilangan darah dan edema cerebral karena proses peradangan berkontribusi
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial. Hal ini mempengaruhi perfusi cerebral
dan peningkatan konsentrasi karbon dioksida dan ion hidrogen, yang menyebabkan
dilatasi pembuluh darah yang berlebihan yang pada akhirnya meningkatkan tekanan
intrakranial.

29
2. Atherosklerosis
Atherosklerosi, merupakan proses pothofisiologi paling sering pada stroke, umumnya dalam
terjadinya stroke tombosis dan embolik. Diawali dengan infiltrasi lemak di intima arteri yang
kemudian berkembang menjadi plague atherosklerosis. Dengan semakin berkembangnya
plague, dapat mengakibatkan turbulensi aliran darah, dimana dapat merusak / mengikis
plague atherosklerosis. Sehingga merangsang agregasi platelet dan fibrine dilapisan atas
plague. Bagian plague yang terlepas dapat terbawa aliran darah dan menyumbat arteri
bagian distal yang dapat menyebabkan infark.

E. Tipe Stroke ( klasifikasi )


Berdasarkan patofisiologi yang mendasarinya, CVA dapat diklasifikasikan sebagai stroke non
hemoragik / iskemik (thrombotik, embolik) dan stroke hemoragik ( intracerebral hemoraghi dan
sub arahnoid hemoraghi ).
1. Stroke thrombotik
Thrombosis adalah pembentukan bekuan darah atau pembekuan yang mengakibatkan
penyempitan lumen arteri. Hal ini merupakan penyebab paling sering infark cerebral. 2/3
stroke thrombotik berkaitan dengan hipertensi dan diabitus militus karena dapat
mempercepat proses atherosklerosis. Faktor yang lain karena pemakaian kontrasepsi,
policetamia vera, hipoxia kronik dan dehidrasi. Trombus mengakibatkan oklusi lumen arteri
yang dapat menurunkan perfusi, iskemik dan infark. 30-50 % kasus stroke trombotik diawali
dengan gejala prodromal : paresis, aphasia, paralisis, mati rasa, diplopia, dysarthria. Gejala
prodromal dapat kembali normal tanpa menimbulkan gejala sisa. Gejala stroke trombotik
mencapai puncaknya dalam 72 jam , karena terjadinya edema area yang infark. Bila edema
sudah mengalami resolusi, umumnya dala 2 minggu, gejala akan menurun.

2. Stroke Embolik
Emboli merupakan penyebab stroke ke 2 paling sering. Emboli cerebral adalah sumbatan
arteri cerebral oleh suatu emboli yang dapat mengakibatkan nekrosis dan edema area yang
di aliri oleh pembuluh darah yang terlibat. Mayoritas emboli berasal dari lapisan endokardium
jantung yang berupa jaringan atau plague yang terlepas dari endokardium kemudian ikut
aliran darah dan menyumbat arteri yang kecil atau pada area bifurkasi. Penyakit jantung
yang sering menyebabkan terbentuknya emboli yaitu : fibrilasi atrial, miokard infark,
endokarditis infeksi, penyakit jantung reumatik, defek atrial. Umumnya stroke embolik
mempunyai manifestasi klinik yang berat. Gejala prodromal lebih jarang dibandingkan dengan
stroke trombotik. Omset serangan stroke embolik mendadak dan mungkin atau tidak
berkaitan dengan aktivitas.
3. Intracerebral hemoraghi
Intra cerebral adalah perdarahan dalam otak karena rupturnya pembuluh darah otak.
Seringkali perdarahan intracerebral karena hipertensi, terapi trombolitik dan rupturnya
aneurisma. Hipertensi dan aterosklerosis menyebabkan perubahan degeneratif lapisan arteri

30
yang berakibat ruptur dan perdarahan. Umumnya terjadi saat aktivitas dan tanpa gejala
prodromal. Perdarahan dalam area tertutup dari otak akan membentuk massa cairan yang
menekan jaringan otak, yang pada akhirnya blood flow menurun dan iskemik serta infark.
Manifestasi awal klien mengeluh sakit kepala, mual dan muntah.
a. Perdarahan pada talamus gejalanya hemiplegia dengan lebih banyak kehilangan sensorik
dari pada motorik.
b. Perdarahan subtalamus  gangguan penglihatan dan gerakan mata.
c. Perdarahan cerebelar  sakit kepala, muntah, hilangnya kemampuan berjalan, dyspagia,
dysartia dan gangguan gerakan mata.
d. Perdarahan pons  berakibat serius karena merupakan area pengatur dasar kehidupan
seperti pernafasan. Gejalanya hemiplegia yang cenderung paralisis komplit, coma,
kelainan postur tubuh, pupil fixed, hipertermia dan kematian.
Secara ringkas, perdarahan intra cerebral tidak mempunyai gejala prodromal, serangan
cepat, terjadi pada saat aktivitas dan prognosisnya sangat buruk.

4. Sub arahnoid hemoraghi


Penyebab perdarahan sub arahnoid yaitu aneurisma, malformasi atriovenus, hipertensi dan
terapi anti coagulant, trombolitik. Bila aneurisma mengalami dilatasi dan membentuk balon
seringkali menimbulkan gejala prodromal karena penekanan jaringan otak. Namun bila
serangan mendadak, karena rupturnya aneurisma. 80 % aneurisma berada di sikuit willis.
Gejala perdarahan sub arahnoid yaitu sakit kepala, letargi, confusion, mual muntah, nyeri
leher, paralisis, coma dan kematian.

Berdasarkan pola perkembangan klinik stroke dapat diklasifikasikan : Transien Ischemic Attacks
( TIA), stroke in evolusi( stroke berkembang ), stroke komplit ( Stable stroke ). Pengetahuan
klasifikasi ini berguna untuk perencaan keperawatan.
1. Transien Ischemic Attacks( TIA )
Dikarakteristikan adanya gejala gangguan neurologi yang sembuh secara komplit dalam
waktu kurang dari 24 jam. Terjadi TIA karena adanya mikroemboli karena plgue
aterosklerosis arteri ektrakranial yang menyebabkan iskemik sementara. Gejala TIA
tergantung area yang mengalami iskemik.
a. Gangguan pada arteri karotis dapat menimbulkan gejala  hilangnya penglihatan
sementara satu mata, hemiparesis atau ketidak mampuan bicara sementara.
b. Insuficiensi arteri vertebrobasiler gejalanya  tinitus, vertigo, penglihatan kabur,
diplopia, ptosis, dysarthria, dysphagia dan hilang rasa satu sisi sementara.
Obat yang dapat digunakan TIA : aspirin, persantin, anticoagulant.
2. Stroke in evolusi( stroke berkembang )
Dapat juga disebut stroke berkembang. Jenis ini berkembang dari periode jam atau hari.
Perkembangan stroke terjadi karena bertambah besarnya thrombus intra arteri. Sehingga dari
iskemik menjadi infark. Manifestasi kliniknya semakin bertambah berat.

31
3. Komplit stroke ( Stable stroke )
Dapat disebut stroke komplit, bila defisit neurologi tetap tidak berubah dalam waktu lebih
dari 2 – 3 hari. Bila dicurigai karena rupturnya aneurisma, aktivitas klien dibatasi selama 3 – 4
minggu untuk mencegah kemungkinan perdarahan berulang.

F. Manifestasi klinik
Stroke dapat mempengaruhi beberapa fungsi tubuh meliputi aktivitas neuromotorik, eliminasi,
fungsi intelektual, perubahan persepsi spatial, afektif, sensasi dan komunikasi.
1. Fungsi Neuromotorik
Defisit motorik merupakan efek paling nyata dari stroke. Masalah – masalah yang berkaitan
dengan defisit neuromaotorik meliputi gangguan mobilitas, fungsi pernafasan, menelan,
bicara dan gag reflek serta perawatan diri. Gejala yang timbul karena kerusakan traktus
piramidal( jalur saraf dari otak dan keluar melalui spinal cord ke sel matorik ). Karakteristik
defisit motorik meliputi :
a. Hilangnya kemampuan pergerakan yang disadari( akinesia ).
b. Gangguan integrasi pergerakan.
c. Perubahan tonus otot
d. Gangguan reflek, berawal hiporeflek menjadi hiperreflek.
Defesit motorik mengikuti suatu pola, yaitu berlawanan dengan area otak yang mengalami
kerusakan( kontra lateral ). Hal ini karena traktus piramidal menyilang pada tingkat medula
spinalis
2. Komunikasi
Klien mengalami gangguan komunikasi karena adanya aphasia. Bila stroke mempenga-ruhi
area wernic’s akan terjadi aphasia receptik, tidak mampu memahami kata – kata, tulisan. Bila
area Broca mengalami gangguan klien mengalami aphasia expresive yaitu klien kesulitan
bicara dan menulis.
3. Afektif
Klien stroke sulit mengontrol emosinya. Karena depresi berkaitan dengan perubahan body
image dan hilangnya kemampuan yang lain. Klien merasa frustasi karena masalah mobilitas
dan komunikasi. Kadang klien marah karena tidak dapat memasukkan makan ke mulut dan
mengunyahnya.
4. Fungsi Intelektual
Klien mengalami gangguan dalam hal memori dan mempertimbangkan sesuatu dalam
mengambil keputusan. Stroke otak kiri lebih banyak mengakibatkan gangguan memori
berkaitan dengan bahasa. Stroke otak kiri dikarakteristikan sangat hati-hati dalam
memutuskan persoalan. Sedangkan stroke otak kanan cenderung inpulsive dan bergerak
secara cepat. Contohnya: Klein secara cepat berdiri dari kursi roda tanpa melihat keadaan
roda. Klien dengan stroke otak kanan, akan berhati – hati ketika akan berdiri.

32
5. Fungsi eliminasi
Masalah eliminasi urine dan bowel terjadi pada tahap awal dan bersifat semestara. Bila stroke
mengenai salah satu sisi hemisphere otak, prognosis pulihnya fungsi bladder ke arah normal
lebih baik. Traktus antara bladder dan spinal cord tetap uth dan sebagian sensasi pengisian
bladder masih ada, sehingga ada keinginan untuk berkemih. Pada tahap awal klien
mengalami frekwensi, urgensi dan inkontinensia. Biasanya klien tidak mengalami gangguan
kontrol motorik bowel. Tetapi klien sering mengalami konstipasi karena dampak immobilisasi,
lemahnya otot abdomen, dehidrasi dan penurunan respon terhadap replek defekasi.
A. Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian oksigen  mungkin perlu ventilator.
2. Pemberian Diuretic osmotic( manitol )  untuk menurunkan tekanan intra kranial.
3. Pemberian analgesik kepala pusing, sakit kepala
4. Pemberian Nicolin
5. Pemberian Phenitoin( dilantin )  anti kejang
B. Pengkajian Keperawatan
1. Data Subyektif
a. Informasi penting tentang kesehatan
 Riwayat kesehatan sebelumnya :
Hipertensi, stroke sebelumnya, TIA, aneuresma, Infark miokard, arytmia,
CHF, endokarditis infeksi, hiperlipidemia, polycetemia, diabitus militus.
 Penggunaan obat  anti hipertensi, anticoagulant.
b. Pola fungsional
 Persepsi – manajemen kesehatan
Riwayat keluarga stroke, minum alkhohol.
 Pola nutrisi – metabolik
Anoreksia, mual – muntah, dysphagia, gangguan rasa.
 Pola eliminasi
Urine  frekwensi, urgensi, inkontinensia.
Bowel  konstipasi.
 Pola aktivitas – latihan
Hilangnya motorik, sensasi, syncope, kelemahan sattu sisi, kelemahan
umum.
 Pola kognitif
Hilang rasa, hilang memori, perubahan bahasa, penurunan kemampuan
mengunyah, sakit kepala, gangguan penglihatan, denial.
2. Data Obyektif
a. Umum  Emosi labil, apatis
b. Sistem pernapasan
 hilangnya replek batuk, pernafasan irreguler, tachypnea, ronchi, sumbatan
jalan nafas, apnea.

33
c. Sistem kardiovaskular
 Hipertensi, tachycardi,
d. Sistem gastrointestinal
 Hilangnya gag replek, inkontinensia bowel, penurunan/tidak bising usus,
konstipasi.
e. Sistem urinaria
 Frekwensi, urgensi, inkontinensia.
f. Sitem neurologi
 Defisit motorik & sensorik kontralteral  paralisis, anestesia.
 Pupil tidak reaktif, ukuran tidak sama.
 Aphasia reseptik, expresif.
 Dysartria
 Anogsia
 Apraxia
 Penurunan penglihatan
 Perubahan tingkat kesadaran  coma
 Tanda babinski
 Penurunan replek tendon diikuti dengan hipereplek.
 Terjadi placcid diikuti dengan spastik
 Amnesia
 Kejang.
g. Diagnostik test
 CT scan, MRI
 Angiographi
 Foto tengkorak.

C. Diagnosa dan Perencanaan Keperawatan


1. Gangguan perfusi cerebral bd penurunan aliran darah cerebral karena adanya
tombus, emboli, edema, spasme pembuluh darah.
Tujuan : Perfusi cerebral adekwat
Rencana Tindakan :
 Kaji tingkat kesadaran ( GCS ) dan pola napas setiap jam.
 Berikan obat untuk mengatasi trombus( trombolitik ) sesuai program.
Kontraindikasi perdarahan.
 Berikan obat untuk mengurangi tekanan intra kranial  manitol sesuai
program.
 Berikan oksigen sesuai program.
 Hindarkan dari rangsangan nyeri untuk mencegah peningkatan tekanan
intrakranial.

34
2. Tidak efektifnya jalan nafas bd ketidak mampuan mengeluarkan skret.
Tujuan : Jalan nafas efektif
Rencana tindakan :
 Kaji kemampuan batuk, karakter sputum, suara nafas.
 Observasi peningkatan skret dengan perubahan warna, suhu tubuh 
kemungkinan adanya infeksi pulmonal.
 Dengarkan suara nafas tiap hari
 Lakukan suction sesuai program( gunakan tehnik yang benar ).
 Berikan oksigen
3. Gangguan mobilitas fisik bd kelemahan umum, atropi otot, paralisis ektremitas.
Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi sesuai kondisi
Rencana tindakan :
 Kaji dan cata t kemampuan ROM, pergerakan dan merubah posisi.
 Lakukan latihan ROM secara pasif dan aktif.
 Kolaborasikan dengan tim okupasi terapi tentang tehnik melakukan aktivitas
sehari-hari.
 Anjurkan klien melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan.
 Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
4. Gangguan komunikasi verbal bd aphasia
Tujuan : klien melakukan komunikasi secara efekti.
Rencana tindakan :
 Kaji adanya defisit komunikasi nyata klien.
 Gunakan bahasa sederhana dalam komunikasi dengan klien.
 Gunakan beberapa bahasa isyarat dalam komunikasi.
 Kolaborasi dengan tim terapi wicara.
5. Kurangnya perawatan diri bd kelemahan motorik, paralisis.
Tujuan : perawatan diri terpenuhi
Rencana tindakan :
 Berikan bantuan dalam pemenuhan sehari – sehari.
 Berikan penkes pada keluarga tentang cara memenuhi kebutuhan sehari-hari.
6. Gangguan eliminasi urine bd penurunan impuls berkemih, inkontinensia
Tujuan : klien dapat mengontrol eliminasi urine
Rencana tindakan :
 kaji kemampuan berkemih klien.
 Catat karakteristik urine : jumlah, warna, bau dll setiap hari.
 Berikan intake cairan 2000 ml/hari bila tidak ada kontra indikasi.
 Jika terpasang cateter  lakukan perawatan tiap hari dan lakukan bladder
training.

35
7. Resiko tinggi gangguan nutrisi bd kesulitan menelan.
Tujuan : klien tidak mengalami kekurangan nutrisi.
Rencana tindakan :
 Kaji kemampuan menelan, gaga replek
 Atur posisi 30 derajat setelah makan.
 Tempatkan makanan pada bagian mulut yang tidak lehah.
 Setelah makan cek bagian yang mengalami kelemahan adanya makanan.
 Berikan makan melalui sonde bila klien tidak mampu menelan.
 Berikan latihan menelan dengan: potongan es,
 Lakukan oral hygiene tiap hari atau sesuai kebutuhan.
 Timbang BB tiap hari.
8. Rendah diri bd penurunan fungsi tubuh
Tujuan : Harga diri meningkat ( menerima kondisinya ).
Rencana tindakan :
 Bina hubungan saling percaya.
 Anjurkan klien mengutarakan perasaannya.
 Dengarkan dengan empati.
 Libatkan klien dalam aktivitas perawatan.
 Berikan penghargaan atas kemampuannya.
 Susunlah kegiatan dengan klien dan dapat dilakukan.

Buku Sumber
Donna, Ignata, Medical Surgical Nursing: A Nursing Process Approach , WB Sounders, Philadelphia
1992.

Dongoes, Marrylin, Nursing Care Plan For Adult, WB Sounder, Philadelphia, 1986

FIK UI, Kumpulan Materi Kursus Keperawatan Neurologi , Jakarta 1997.

Holloway,Nancy, Medical Surgical Care Planning, Springhouse, Pensylvania,1993.

Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekatan holistik, EGC, Jakarta 1996.

Lewis, Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems , Mosby,
Philadelphia, 2000.
Sorenson’s, Lukmann, Medical Surgical Nursing, A psychophisiologic Approach , WB Sounder,
Philadelphia 1993.

Widagdo,Wahyu, Asuhan Keperawatan gangguan Sistem persarafan , WK, Jakarta 1998.

36

You might also like