You are on page 1of 18

PENGKAJIAN SISTEM SARAF

Pengkajian sistem neurologi lengkap:


 Perlu waktu dan lebih komplek.
 Kelengkapan kegunaan dan keluhan klien.

I. DATA SUBYEKTIF
A. INFORMASI KESEHATAN UTAMA
1. Riwayat Kesehatan yang lalu.
 Tk kesadaran, Proses infeksi, Nyeri kepala. Fungsi motorik
dan sensorik.
 Riwayat trauma kepala dan Tl belakang.
 Penyakit: DM, anemia, Ca, penyakit thyroid, hipertensi.

2. Pengobatan
 Anti kejang ( phenytoin, carbamazin, phenobarbital )
 Anti nyeri( analgesik) efek GI & kelainan pembekuan.

3. Pembedahan dan yang lain


 Operasi: kepala dan spinal.
 Masa kelahiran: trauma kepala, aspixia.
 Masa prenatal: terpapar virus, radiasi, obat.
 Tumbang : kemampuan berjalan dan prestasi sekolah.

1
B. RIWAYAT KEPERAWATAN( POLA FUNGSIONAL )
1.Pola Persepsi – Managemen kesehatan
 Kebiasaan sehari –hari, komsumsi obat obat rekreasional ?
 Pemakaian sabuk pengaman helm.
 Hipertensi ? kontrol ?
 Dirawat dengan masalah neurologi ?
 Pengaruhi aktivitas sehari hari ?
2.Pola Nutrisi – Metabolik
 Diet selama 24 jam ?
 Masalah mengunyah, menelan, paralisis nervus facialis.
 Apakah dapat makan sendiri ?
3. Pola Eliminasi
 Inkontinensia bladder dan bowel ?
 Tindakan untuk mengotrol inkontinensia ?
 Hesistency, urgency dan retensi ?
 Menunda buang air besar? Kesulitan ke toilet ?
 Obat untuk mengatasi masalah?
4. Pola Aktivitas- Latihan
 Pengaruhi aktivitas !
 Kelemahan karena masalah neurologi ?
 Ketergantungan ADL
5. Pola Istirahat – Tidur
 Insomnia/ gangguan tidur ? apa yang dilakukan ?
6. Pola Kognitif
 Perubahan memori, vertigo, sensasi panas-dingin, rasa
geli, hilang rasa ? Kesulitan berkomunikasi.

2
7. Pola Konsep Diri
 Pengaruhi penilaian diri sendiri ?

8. Pola Peran – Interaksi


 Peran suami, orang tua dan pencari nafkah ?
 Perasaannya dengan perubahan peran tersebut ?

9. Pola Seksual- Reproduksi


 Puas dengan fungsi seksual yang ada ? jelaskan adanya
masalah fungsi seksual !
 Masalah seksual  ketegangan dalam interaksi ?
 Perlu konseling berkaitan dengan masalah seksual ?
 Metode alternatif untuk memperoleh kepuasan seksual ?

10. Pola koping


 Apa koping yang digunakan klien ? Apakah koping yang
digunakan adekwat untuk mengatasi stresor ?
 Apakah support sistem adekwat ?

11. Pola Nilai


 Nilaidan sikap terhadap tindakan neurologi.

II. DATA OBYEKTIF


A.PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik sistem saraf menilai status mental, fungsi
saraf cranial, fungsi motorik, fungsi sensorik, fungsi cerebelar
dan fungsi refleks.

3
1. Status mental
a. Penampilan umum dan perilaku.
 Postur tubuh, pakaian dan kebersihan, cara bicara .
b. Tingkat kesadaran
 Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang.
 Glosgow Coma Scale.

Tindakan Respon Nilai

Mata terbuka Secara spontan 4


Terhadap suara bicara 3
Terhadap nyeri 2
Mata tidak terbuka 1

Respon Verbal terbaik Orientasi 5


Kacau 4
Penggunaan kata kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak bersuara 1

Respon Motorik( gerak ) Mematuhi perintah 6


Melokalisir nyeri 5
Menarik dengan fleksi 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi abnormal 2
Flacid( lemah dan lunak ) 1

c. Afektif
 Agitasi, anger, depresi atau euphoria.
d. Isi Pikir
 Ilusi, halusinasi, delusi, paranoid.
e. Kemampuan Intelektual
 Periksa ingatan paling baru : suruh klien mengulang
deretan angka seperti biasa atau dengan kebalikan.
4
 Periksa ingatan jauh : tanyakan nama ibunya, hari –
hari besar, nama presiden.

2. Fungsi saraf kranial


Menilai fungsi saraf kranial merupakan komponen esensial
dalam pemeriksaan neurologi.

a. Nervus Olfactory ( Nervus C I )


 Minta klien untuk mengidentifikasi aroma-aroma seperti
kopi, tembakau, sabun dengan mata tertutup dan setiap
lubang hidung secara bergantian.
 Rhinitis kronik, sinusitis dapat menurunkan kemampuan
menghindu.
 Gangguan menghindu dapat terjadi karena adanya
tumor yang mengenai nervus olfactori atau fraktur
dasar tengkorak yang merusak N. olfactory.

b. Nervus Optic
 Minta klien membaca kartu snelen, atau membaca
koran.
 Gangguan melihat dapat karena adanya kerusakan / lesi
pada saraf optic, chiasma optic dan lobus parietal.

c. Nevus Oculomotrik, trochlear, abducen ( N. III, IV, VI )


 Saraf – saraf ini mengatur pergerakan mata, sehingga
dinilai secara bersama sama.
 Minta klien menggerakan mata horizontal dan vertikal.
 Periksa respon pupil terhadap cahaya.

5
 Periksa kemampuan akomodasi dengan telunjuk jari
 Periksa juga kemampuan membuka kelopak mata.
 Bila terjadi ptosis, kelainan pupil dan kelemahan otot
mata dapat menunjukkan kemungkinan terjadi
kerusakan saraf okulomotorik.

d. Nervus Trigeminal ( N . V )
 Bekerja sebagai sensorik reflek kornea, kulit wajah,
pengerak otot rahang.
 Test dilakukan : sentuh kornea dengan kapas, lakukan
sentuhan halus pada dan sensasi nyeri pada wajah dan
suruh klien mengatupkan gigi pada saat mempalpasi
otot maseter.

e. Nervus Facial ( N VII )


 Minta klien tersenyum, mengencang wajah,
menggembungkan pipi, menaikan dan menurunkan alis
mata, perhatikan kesimetrisannya.
 Minta juga klien mengidentifikasi rasa asin dan manis
pada lidah bagian anterior.

f. Nervus Auditory ( N VIII )


 Periksa kemampuan mendengarkan kata-kata yang
dibicarakan, dapat juga dengan mendekatkan jam ke
dekat telinga.
g. Nervus Glossofaringeal dan Nervus Vagus( N IX dan N. X )
 Minta klien untuk mengidentifikasi rasa asin, asam dan
manis pada lidah bagian posterior.

6
 Periksa gag reflek dengan menekan pharing posterior
atau palatum lunak.
 Minta klien menggerakkan lidah
 Minta klien bersuara “ Ah “ observasi gerakan palatum
dan faringeal.
 Gag reflek penting dikaji pada klien yang mengalami
penurunan kesadaran, lesi batang otak atau penyakit
yang melibatkan otot tenggorokan.
 Jika gag reflek lemah atau tidak ada, sangat resiko
terjadi aspirasi makanan atau sekresi lendir.

h. Nervus acesory ( N XI )
 Minta klien mengangkat bahu dan memalingkan kepala
kesisi yang ditahan pemeriksa.
 tentukan adakah perbedaan antara sisi kanan dan kiri.

i. Nervus Hipoglosal ( N XII )


 Minta klien untuk menggerakan lidah ke arah garis
tengah dan mengerakkannya dari satu sisi ke sisi
lainnya.

3. Fungsi motorik
a. Kekuatan Otot
Kekuatan otot dinilai dengan memberikan suatu tahanan
atau menggunakan gaya gravitasi. Adanya kelemahan
dapat menandakan anya gangguan atau lesi pada traktus
motorik. Nilai skala peringkat kekuatan otot yaitu :
 0 : tak ada kontraksi otot.

7
 1 : ada tanda kontraksi otot.
 2 : mampu bergerak, tapi tidak mampu menahan
gravitasi.
 3 : mampu melawan gravitasi tapi tak mampu menahan
tahanan pemeriksa.
 4 : mampu melawan gravitasi dan menahan tahanan
ringan.
 5 : mampu menahan gravitasi dan tahanan kuat.
Hemiparese ( kelemahan ) dan hemiplegia adalah
gangguan / paralisis salah satu sisi yang terjadi karena
stroke atau yang lain, dimana melibatkan kerusakan
kortek cerebral.

Para plegia adalah paralisis ekstremitas bawah karena


kerusakan pada tingkat spinal( area thoraco lumbal ).

Quadriplegia adalah paralisis semua ekstremitas yang


disebabkan adanya lesi pada spinal area cervical atau
batang otak.

b. Tonus Otot
 Ditentukan sebagai tahanan otot pada saat ekstermitas
rilek lalu digerakan secara pasif.
 Bila terjadi tahanan selama gerakan pasif menunujkkan
adanya hipertonik ( spastic ), dan bila otot teraba lunak
dan menggantung menunjukkan hipotonus( Flaccid ).

8
c. Koordinasi
Test koordinasi dilakukan melalui berbagai cara, antara
lain yaitu :
 Test Romberg
 Minta klien berdiri, kaki merapat dan tangan disisi
tubuh dengan mata terbuka kemudian tertutup.
 Berdirilah didekat klien, jika klien jatuh dapat segera
memegangi.
 Amati goyangan atau arah jatuh klien.

 Test Jari ke hidung


 Minta klien menyentuh satu jari pemeriksa, kemudian
menyentuh hidungnya sendiri.
 Jika tidak dapat menyentuh hidung atau terlepas dari
sasaran disebut dismetria

 Test gerakan pengubah cepat


 Minta klien mempertemukan ibu jari tangan dengan
empat jari tangan yang sama secara cepat.
 Ketidak mampuan melakukan gerakan ini disebut
adiadokokinesia
Adanya gangguan atau kelainan pada test koordinasi
menandakan adanya gangguan fungsi cerebelar.

4. Fungsi sensorik
Traktus - traktus sensasi sistem saraf pusat
mengkonduksikan sensasi nyeri, suhu, posisi, vibrasi dan
anya sentuhan lokal yang kasar atau halus. Dalam

9
melakukan test sensasi, mata klien harus tertutup dan klien
kooperatif.

a. Sensasi Nyeri
 Berikan tusukan kecil dengan peniti bagian tajam lalu
tumpul pada area kulit, dan mintalah klien
mengatakannya tumpul atau tajam.
 Bila mengalami kehilangan salah satu sisi, menunjukkan
adanya lesi pada saraf periferal. Kehilangan sensasi
kontralateral terlihat pada lesi traktus spinotalamik
atau talamus.

b. Sensasi Suhu
 Gunakan 2 botol yang berisi air hangat dan air dingin.
 Lakukan sentuhan pada kulit secara bergantian dan
mintalah klien mengatakan dingin atau panas.
 Test ini dilakukan bila jika test nyeri dan sentuhan
ringan mengalami kelainan.

c. Sentuhan ringan
 Gunakan usapan dengan kapas halus diatas kulit dan
mintalah klien untuk mengidentifikasi saat disentuh.
 Tempat sentuhan usahakan pada tempat yang
mempunyai kulit halus.
 Kehilangan sensasi secara bilateral dapat menandakan
adanya lesi pada medula spinalis
 Paresthesia adalah kelaianan sensasi seperti
kesemutan atau gatal.

10
d. Vibrasi
 Letakkan garputala yang bergetar diatas tonjolan tulang
dan perhatikan kemampuan klien mengidentifikasi dan
menunjuk letak getaran.
 Kehilangan sensori ipsilateral dapat berkaitan dengan
cidera medula spinalis dan neuropathi perifer.

e. Posisi
 Gerakkan jari kaki atau tangan klien ke atas dan bawah,
mintalah klien mengatakan posisi terakhirnya.
 Kehilangan sensasi kontralateral dapat terjadi pada
adanya lesi di talamus atau lobus parietal.

f. Stereognosis
 Gunakan obyek seperti “klip” atau koin untuk
mengidentifikasi melalui sentuhannya.

5. Fungsi Reflek
a. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendo Bisep
- Fleksikan lengan klien 45o dengan telapak tangan
menghadap ke bawah.
- Letakkan ibu jari anda pada fossa antecubital didasar
tendon bisep.
- Pukullah dengan hamer reflek ibu jari anda, secara
normal terjadi respon fleksi lengan.

11
- Bila tidak respon kemungkinan terdapat lesi setingkat
C5 – C6.
- Bila terjadi hiperreflek, menandakan adanya lesi
diatas C5 – C6.

 Reflek Tendo Tricep


- Fleksikan lengan klien sampai 90o, pegang lengan
tersebut menyilang di dada atau pegang lengan atas
horizontal dan biarkan lengan bawah menekuk.
- Pukullah tendo tricep tepat diatas siku.
- Secara normal akan timbul respon ekstensi lengan.
Bila tidak respon menandakan adanya lesi pada akar
saraf setingkat C6, C7, C8. Bila terjadi hipereflek
menandakan adanya lesi di atas C6, C7 dan C8.

 Reflek Tendo Patella


- Mintalah klien duduk dengan tungkai menggantung
bebas disisi tempt tidur, atau klien pada posisi tidur
dan sokonglah lutut dalam posisi fleksi 90o , ketuklah
cepat tendon tepat dibawah patella.
- Secara normal akan terjadi respon ektensi tungkai
bawah. Bila terjadi hiporeflek menandakan adanya
lesi pada akar saraf setingkat L2 – L3. Bila terjadi
hiperreflek menandakan adanya lesei diatas L2-L3.

 Reflek Tendo Achilles

12
- Minta klien mempertahan posisi seperti pemeriksaan
reflek patella. Dorsofleksikan pergelangan kaki
dengan memegang jari kaki.
- Pukullah tendon achilles tepat diats tumit pada
pergelangan kaki.
- Secara normal akan terjadi plantar fleksi. Bila tida
respon menandakan adanya lesi pada akar saraf
setingkat Sakral 1 dan S2. Bila terjadi hiperreflek
menandakan adanya lesi diatas S1 dan S2.

b. Reflek Patologis
Reflek patologis seharusnya tidak ada pada klien yang
sehat, bila ada menandakan adanya kelainan sistem saraf.

 Reflek Babinsky
- Lakukan penggoresan secara cepat pada area lateral
telapak kaki.
- Secara normal akan timbul respon seluruh jari kaki
akan terjadi fleksi. Reflek positif bila ibu jari ekstensi
dan jari yang lain fleksi.
- Reflek positif adanya perdarahan cerebral.

 Tanda Brudzinsky
- Posisi klien tidur terlentang.
- Lakukan fleksi leher.
- Secara normal tidak ada respon nyeri, tidak ada fleksi
hip.

13
- Reflek positif ada bila timbul respon nyeri dan ada
fleksi hip, yang dapat menandakan adanya rangsang
meningeal.

 Tanda Kernig’s
- atur posisi tidur terlentang, lalu angkatlah salah satu
kaki klien dan kaki yang satu tetap dalam keadaan
ekstensi. Kaki yang diangkat lakukan fleksi diatas
abdomen.
- Bila terjadi respon nyeri leher, fleksi leher,
menandakan tanda Kernig positif.
- Reflek kernig positif menandakan adanya rangsang
meningeal.

B.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Analisis Cerebro Spinal Fluid ( Lumbal Functie )


Cairan cerebro spinal berada di ruang sub arahnoid.
Tindakan untuk mengambil sampel cairan ini dilakukan
dengan menusukan jarum yang berlumen besar ke ruang
arahnoid pada area antara L3 – L4 dan L4 – L5. Kemudian
cairan CSF di aspirasi untuk dilakukan pemeriksaan.
Implikasi Keperawatan :
 Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur
invasif.
 Perlunya inform consent tertulis.
 Menjelaskan tidak boleh bergerak selama penusukan

14
 Mengosongkan kandung kemih sebelum dilakukan
pemeriksaan
 Mengatur posisi pada saat pelaksanaan tindakan: Lutut
dan kepala fleksi.
 Mempertahankan posisi datar selama 8-10 jam setelah
pemeriksaan.
 Memonitor status neurologi dan tanda vital.
Kontra Indikasi : Adanya peningkatan tekanan intra kranial
dan infeksi area penusukan.

Nilai Normal analisis CSF :


 BJ : 1.007
 Ph : 7.35
 Penampilan : Jernih tidak berwarna.
 RBC : Tidak ada
 WBC : 0-5 / mm3
 Klorida : 129-130 mEq/L  Meningkat  Infeksi
meningeal.
 Glukosa : 50 – 75 mg/ 100ml  Menurun 
adanya bakteri dlm CSF.
 Tekanan : 70 – 180 mmH2O  Menurun ->
dehidrasi, sumbatan sub arahnoid.
 Meningkat  Edema cerebral,
tumor, hidrocepal.
 Protein : 14 – 45 mg/ 100ml  Meningkat  Infeksi,
perdarahan, tumor.

2. Radiologi
15
a. X Ray tengkorak dan spinal
Pemeriksaan bertujuan mendeteksi adanya fraktur, erosi,
kalsifikasi tulang dan kelainan pembuluh darah secra
kasar.
Implikasi keperawatan : menjelaskan tentang prosedur
non invasive dan selama pemeriksaan akan dilakukan
beberapa perubahan posisi.

b. Angiographi Cerebral
Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi pembuluh darah
dengan menyuntikkan zat kontras melalui arteri femoralis.
Implikasi Keperawatan :
 Penjelasan tentang prosedur invasive dan perlu inform
consent tertulis.
 Riwayat alergi yodium, kerang.
 Menjelaskan tempat penyuntikan dan penggunaan
anesthesi lokal.
 Menjelaskan akan terasa hangat/panas saat kontras
disuntikkan.
 Monitoring status neurologi, tanda vital tiap 15-30
menit.
 Mempertahankan penekanan pada area penusukan,
observasi perdarahan, pembengkaan.
 Monitor bagian distal penusukan meliputi warna kulit,
temperatur, sensasi nyeri, denyut nadi.
 Monitor out put urine, kemungkinan terjadi diuresis.

c. CT Scan

16
Pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang baik
tentang perubahan struktur tulang, jaringan cerebral
secara berlapis – berlapis, karena adanya tumor,
perdarahan, hidrocephalus.
Implikasi Keperawatan :
 Jelaskan pada klien bahwa prosedur bertujuan
mendeteksi kelainan, bukan mengobati.
 Klien akan dilakukan penyuntikan zat kontras jika
diperlukan injeksi kontras.
 Riwayat alergi yodium, kerang.
 Jelaskan perlu tenang selama dilakukan pemeriksaan.

d. Magnetic Resonance Imaging ( MRI )


Magnetic Resonance Imaging pemeriksaan non invasive
yang menggunakan medan magnetik dengan bantuan
gelombang frekensi radio untuk mendapatkan gambaran
tubuh. MRI sensitif untuk mendeteksi edema, infark, umor
dan mengidentifikasi struktur organ internal. Tulang tidak
menghambat kemampuannya untuk melihat jaringan,
tumor yang kecil.
Implikasi keperawatan :
 Jelaskan mengenai tujuan dilakukan prosedur tindakan.
 Jelaskan petugas pemeriksa ada di ruang lain yang
dapat berkomunikasi dengan klien.
 Jelaskan pada klien bahwa klien tidak akan terkena
radiasi.

17
 Anjurkan klien melepas jam, perhiasan, jepit rambut.
Medan magnet dapat merusak jam.
 Tanyakan adanya alat pacu jantung, pin orthopedik.

e. Electro Encephalographi.
Elektroencephalografi adalah pencatatan impuls listrik
yang dikeluarkan kortek cerebral yang dapat terekam oleh
elektroda yang terpasang pada permukaan kulit kepala.
Implikasi keperawatan :
 Jelaskan pemeriksaan ini tidak sebagai pengobatan dan
tidak akan merasakan sengatan listrik.
 Pemeriksaan ini tidak dapat membaca pikiran klien.
 Kulit kepala harus dibebaskan dari minyak, kotoran,krim
yang dapat mengganggu aliran listrik.

Sumber :
1. Weber, Janet( 1988 ), Nurses Handbook of Health Assesment, JB. Lippicontt Company. Philadelphia.
2. Lewis,at all ( 2000) Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical Problems , Mosby,
Baltimore.
3. Potter, Patricia, ( 1994 ) Pocket Guide to Health Assessment, Mosby – Year Book.
4. Gallo, Hudak, ( 1994 ), Critical Care Nursing: A Holistic Approach , JB Lippincott Company, Philadelphia.

18

You might also like