You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolesterol sebenarnya bukan suatu penyakit namun merupakan salah

satu komponen lemak, yaitu salah satu senyawa lemak yang lunak berwarna

kekuningan seperti lilin yang diproduksi oleh tubuh terutama pada hati.

Sebagian besar kolesterol dihasilkan oleh tubuh bahkan sebanyak 80%

dibuat oleh tubuh dan hanya 20% masuk bersama bahan makanan (Soeharto,

2005). Seperti kita ketahui lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat

diperlukan oleh tubuh kita, disamping zat gizi lain seperti karbohidrat,

protein, vitamin dan mineral. Oleh karena itu, sebagai komponen lemak,

kolesterol menjadi salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling

tinggi yang juga merupakan bahan dasar pembentuk hormon-hormon

steroid. Disamping sebagai salah satu sumber energi sebenarnya lemak atau

khususnya kolesterol memang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita terutama

untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh (Rifqi Akbar Prakoso, 2012).

Tetapi bila kolesterol dalam tubuh berlebih (hiperkolesterolemia) akan

tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu

penyakit yang disebut arterosklerosis yaitu penyempitan atau pengerasan

pembuluh darah. Pembuluh darah yang mengeras dan menyempit akan

menghambat aliran darah di dalamnya sehingga memudahkan terjadinya

penyakit jantung dan stroke (dr. Wadda’ A. Umar, 2015).

1
2

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada

tahun 2011 tercatat sebanyak 18,6 juta (31%) dari 60 juta kematian di Dunia

disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari seluruh angka

tersebut penyebab kematian antara lain disebabkan oleh serangan jantung

(8,3 juta penduduk), Stroke (6,2 juta penduduk) dan selebihnya disebabkan

oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (4,1 juta penduduk). Prevalensi

di Indonesia secara global diestimasikan 17,5 juta penduduk meninggal

karena Penyakit Jantung Pembuluh Darah (PJPD), dan 7,6 juta disebabkan

serangan jantung, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar pada tahun

2012 di dapatkan angka kematian akibat penyakit jantung dan penyakit tidak

menular pada tahun 2007 terdapat sebesar 59,5% dan meningkat pada tahun

2012 menjadi 70,5% (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012).

Menurut survei kesehatan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2010, data

penderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timur terdapat sebanyak 355.000 jiwa penderita.

Menurut data kunjungan dari puskesmas di jawa timur kunjungan akibat

penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki persentase sebesar 12,41%

(Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2010). Berdasarkan hasil pengamatan di

wilayah kerja Puskesmas Grajagan, dari jumlah kunjungan masyarakat

selama bulan April 2015 sampai dengan bulan Juni 2015, masyarakat yang

mengalami penyakit jantung dan pembuluh darah sebesar 16% atau 470

jiwa, dari jumlah tersebut menurut data dari hasil kunjungan pemeriksaan di

laboratorium puskesmas Grajagan yang disebabkan oleh kolesterol tinggi

sebanyak 6,8% atau 32 jiwa.


3

Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kemungkinan

terjadinya penimbunan zat lemak dalam darah adalah obesitas dan gaya

hidup, khususnya pola makan (Firly, 2007). Namun Hiperkolesterolemia

juga bisa disebabkan oleh proses dalam tubuh itu sendiri. Hal ini bisa terjadi

karena adanya gangguan dalam proses metabolisme lemak yang

menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dalam darah yang disebabkan

tubuh kekurangan enzim lipoprotein, lipase, dan reseptor LDL, atau bisa

juga disebabkan oleh ketidaknormalan genetika yang menghasilkan

kenaikan produksi kolesterol oleh hati, atau juga bisa disebabkan oleh

penurunan kemampuan hati dalam membersihkan kolesterol dari darah (dr.

Wadda’ A. Umar, 2015).

Peran Perawat disini yaitu secara holistik harus bisa mengintegrasikan

prinsip mind-body-spirit dan modalitas dalam kehidupan sehari-hari dan

praktek keperawatannya. Terapi komplementer menjadi salah satu cara bagi

perawat untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik dengan

menggunakan diri sendiri sebagai alat atau media penyembuh dalam rangka

menolong orang lain dari masalah kesehatan. Terapi komplementer

digunakan bersama-sama dengan terapi medis conventional, dalam hal ini

perawat adalah salah satu pelaku dari terapi komplementer selain dokter dan

praktisi terapi. Perawat dapat melakukan intervensi mandiri kepada pasien

dalam fungsinya secara holistik (bio, psiko, sosial, kultural, spiritual) dengan

memberikan advocate dalam hal keamanan, kenyamanan dan secara

ekonomi kepada pasien. Dengan menguasai terapi komplementer, akan


4

menjadi nilai tambah bagi seorang perawat sehingga bisa memajukan

profesinya (Saryono, 2010).

Dalam mengobati hiperkolesterolemia selama ini dilakukan dengan

dua cara yaitu dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi

non farmakologi meliputi terapi nutrisi (diet), aktivitas fisik, menghindari

rokok, dan pengobatan tradisional salah satunya terapi bekam. Terapi

farmokologi yang biasa digunakan yaitu menggunakan obat golongan asam

fibrat, obat golongan resin, obat golongan penghambat HMGCoa reduktase,

obat golongan asam nikotinat, dan obat golongan ezetimibe (Imam Haryana,

2009).

Berdasarkan laporan umum penelitian yang dilakukan saryono (2010)

didapatkan data dari hasil analisis statistik dengan uji t berpasangan pada

responden sebelum dan sesudah terapi bekam menunjukkan nilai t-test =

4,01 dengan nilai p= 0,0001 (<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa ada

perbedaan antara kadar kolesterol total sebelum dan sesudah terapi bekam.

Perbedaan yang di tunjukkan dengan penurunan kadar kolesterol total antara

sebelum dan sesudah pemberian terapi bekam, ditunjukkan dengan nilai

beda mean sebesar 17,4. Sedang jika dilihat dengan nilai signifikansi (p =

0,0001), maka nilainya kurang dari α = 0,05. Hal tersebut dapat menjelaskan

bahwa upaya penurunan kadar kolesterol total dalam darah dapat dilakukan

dengan terapi bekam.

Dokter Ali Muhammad Muthowi’, Dekan Fakultas Kedokteran

Unifersitas Al-Azhar, seorang ahli radiologi dan tumor yang memiliki

landasan ilmiah tentang Bekam menyatakan bahwa organ-organ dalam


5

tubuh berhubungan dengan bagian-bagian tertentu pada kulit manusia

tepatnya di titik masuk syaraf yang menyuplai makanan ke organ-organ

tersebut pada syaraf tulang belakang. Dengan adanya hubungan ini, maka

rangsangan apapun yang diarahkan pada kulit manapun pada bagian tubuh

akan mempengaruhi organ-organ internal yang berhubungan dengan bagian

kulit tersebut (Azib Susiyanto, 2013).

Bekam secara umum terbagi menjadi dua yaitu bekam kering

(Hijamah Jaffah) dan bekam basah (Hijamah Rothbah atau Hijamah

Damamiyah). Bekam kering (Hijamah Jaffah) yaitu bekam yang tidak

diikuti dengan pengeluaran darah, yang berkhasiat untuk melegakan sakit

secara darurat atau digunakan untuk meringankan nyeri pada urat-urat

punggung, paha, perut dan lain-lain. Bekam kering cocok untuk penyakit

yang disebabkan karena pathogen panas dan kering. Sedangkan bekam

basah (Hijamah Rothbah atau Hijamah Damamiyah), dilakukan dengan

bekam kering dahulu, kemudian permukaan kulit disayat dengan pisau

bedah atau ditusuk dengan jarum lancet, lalu di sekitarnya dihisap dengan

alat cupping set, hand pump, atau tabung lain untuk mengeluarkan darah

dari dalam tubuh. Bekam basah ini dipakai untuk pengobatan karena

penyakit pembendungan chi dan memperbaiki sirkulasi saluran darah (dr.

Wadda’ A. Umar, 2008).

Beberapa mekanisme yang diduga mendasari patofisiologi kerja terapi

bekam (Hijamah Rothbah atau Hijamah Damamiyah) menurut Saryono

sedikitnya terdapat 3 mekanisme fisiologis yang dipengaruhi, yaitu sistem

syaraf, sitem hematologi dan sistem imun. Apabila melakukan pembekaman


6

pada titik yang tepat (motor point) , maka pada kulit (kutis), jaringan bawah

kulit (sub kutis), fascia dan ototnya akan terjadi kerusakan dari mast cells.

Akibat kerusakan ini memicu Mekanisme sistem syaraf yang memberikan

efek regulasi neurotransmiter dan hormon seperti histamin, bradikinin,

serotonin, dopamin, endorphin, CGRP (Calcitoni-Gene Related Peptide) dan

acetylcholine. Semua hormon tersebut dikeluarkan karena sebagai zat toksik

dalam tubuh (Saryono, 2010).

Berdasarkan penjelasan diatas peneliti tertarik untuk melakukan

peneliti tentang “Pengaruh Terapi Bekam Basah Terhadap Perubahan Kadar

Kolesterol Total Dalam Darah Pada Pasien Hiperkolesterolemia di Wilayah

Kerja Puskesmas Grajagan Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi

Tahun 2015”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka peneliti dapat

merumuskan masalah sebagai berikut : adakah pengaruh pengaruh terapi

bekam basah terhadap perubahan kadar kolesterol total dalam darah pada

pasien hiperkolesterolemia di wilayah kerja Puskesmas Grajagan Kecamatan

Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi tahun 2015?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh terapi bekam basah terhadap

perubahan kadar kolesterol total dalam darah pada pasien


7

hiperkolesterolemia di wilayah kerja Puskesmas Grajagan

Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi kadar kolesterol total dalam darah sebelum

dilakukan terapi bekam basah pada pasien hiperkolesterolemia

di wilayah kerja Puskesmas Grajagan Kecamatan Purwoharjo

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015.

2. Mengidentifikasi kadar kolesterol total dalam darah setelah

dilakukan terapi bekam basah pada pasien hiperkolesterolemia

di wilayah kerja Puskesmas Grajagan Kecamatan Purwoharjo

Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015.

3. Menganalisis pengaruh terapi bekam basah terhadap perubahan

kadar kolesterol total dalam darah pada pasien

hiperkolesterolemia di wilayah kerja Puskesmas Grajagan

Kecamatan Purwoharjo Kabupaten Banyuwangi Tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Diharapkan dengan adanya penelitian tentang pengaruh

terapi bekam terhadap perubahan kadar kolesterol total dalam

darah pada pasien hiperkolesterolemia dapat mengurangi

peningkatan angka kejadian hiperkolesterolemia di wilayah kerja

Puskesmas Grajagan Kecamatan Purwoharjo Kabupaten

Banyuwangi Tahun 2015.


8

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi tenaga kesehatan (Perawat)

Hasil penelitian ini dapat dijadikan intervensi dalam

penatalaksanaan keperawatan pada klien yang memiliki kadar

kolesterol total tinggi, apabila penelitian terapi bekam ini

memang terbukti memiliki pengaruh dalam menurunkan kadar

kolesterol total dalam darah.

2. Bagi institusi

Hasil penelitian ini di harapkan dapat dijadikan sebagai

bahan masukan untuk institusi dalam meningkatkan

pengetahuan mahasiswa untuk dapat di aplikasikan dalam

praktek lapangan.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu

pengetahuan kesehatan dan dapat di jadikan data untuk

penelitian selanjutnya.

4. Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini dapat di jadikan sebagai bahan masukan

bagi masyarakat, terutama yang memiliki kadar kolesterol total

tinggi untuk menurunkan kadar kolesterol total yang tinggi.

5. Bagi responden

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu terapi

yang berkelanjutan untuk menjaga kesehatan terutama menjaga

kadar kolesterol total responden agar tetap stabil.

You might also like