You are on page 1of 28

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEPADA PASIEN DENGAN

PENYAKIT DIARE

( Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Anak I )

Disusun oleh :

TIM KEPERAWATAN ANAK

JURUSAN KEPERAWATAN TASIKMALAYA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN TASIKMALAYA

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak-anak di berbagai negara.setiap tahun diperkirakan lebih
dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai
akibatnya.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran
serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali
sehari dengan atau tanpa lendir darah.
. Masalah ini memerlukan penatalaksanaan yang tepat dan memadai.
Secara umum penatalaksanaan diare akut ditujukan untuk mencegah dan
mengobati,dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, malabsorpsi akibat
kerusakan mukosa usus, penyebab diare yang spesifik, gangguan gizi serta
mengobati penyakit penyerta.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti pembelajaran, diharapkan anda mampu memahami
konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem
pencernaan dan masalah gizi.
Agar kita semua, khususnya para pembaca dapat memahami tentang
masalah diare pada anak.
2. Tujuan khusus
 Menjelaskan Konsep Dasar Penyakit Diare
 Menjelaskan Penyebab Diare dan Mekanismenya
 Menjelaskan Asuhan pada anak dengan diare
 Menjelaskan Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
C. Manfaat
 Mengetahui Konsep Dasar Penyakit Diare
 Mengetahui dan Memahami Penyebab Diare serta Mekanismenya
 Mengetahui Asuhan pada anak dengan diare
 Mengetahui Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Diare

Diare pada dasaranya adalah sering terjadinya frekuensi buang air besar
secara berlebihan dengan konsistensi fese yang encer. Berikut ini beberapa
pengertian diare menurut para ahli yaitu sebagai berikut.

1. Pengertian Diare adalah keadaan individu mengalami perubahan dalam


kebiasaan buang air besar yang normal, ditandai dengan seringnya
kehilangan cairan, feses yang tidak berbentuk ( Susan Martin T., 1999).
2. Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa
darah dan atau lendir dalam tinja (Suharyono., 1999).
3. Diare yaitu bertambahnya jumlah atau berkurangnnya konsistensi tinja yang
dikeluarkan ( Soeparto Pitono dkk., 1999).

Menurut pedoman dari Laboratorium/UPF Ilmu kesehatan Anak,


Universitas Airlangga (1996:39 ). Diare di bagi menjadi beberapa jenis yaitu :

1. Diare akut, yaitu diare yang terjadi mendadak dan berlangsung paling
lama 3-5 hari.
2. Diare berkepanjangan bila diare berlangsung lebih dari 7 hari.
3. Diare kronik bila diare berlangsung lebih dari 14 hari.
Sedangkan menurut pedoman MTBS (2008 dalam Rekawati
S.Nursalam.Sri U), diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Gejala Klasifikasi

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut.

1. Letargis atau tidak sadar


2. Mata cekung
3. Tidak bisa minum atau malas
minum Diare dehidrasi berat
4. Cubitan kulit perut kembali
sangat lambat

Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut.

1. Gelisah,rewel/mudah marah
2. Mata cekung
Diare dehidrasi ringan/sedang
3. Haus, minum dengan lahap
4. Cubitan kulit perut kembali
lambat
Tidak cukup tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai diare dehidrasi
Diare tanpa dehidrasi
berat, ringan, sedang.

Jika Diare 14 hari atau lebih

Ada dehidrasi Diare persisten berat

Tanpa dehidrasi Diare persisten


Jika ada darah dalam tinja

Ada darah dalam tinja Disentri

B. Penyebab Diare dan Mekanismenya

Banyak sekali penyebab diare baik karena kesalahan orang tua atau
kurangnya pengawasan terhadap permainan yang di mainkan anak dan juga
ketidaktauan anak terhadap perilaku sehat dan bersih dalm kehidupan sehari-
hari,namun biasanya penyebab diare akibat terkontaminasi kuman seperti
Rotavirus, Eschericia coli, Shigella, Cryptosporidium, Vibrio cholerae,
Salmonella.Selain kuman,ada beberapa pereilaku yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya diare yaitu:

1. Tidak memberikan ASI secara penuh


2. Mengunakanm susu botol
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar dan terbuka.
4. Air minum yang tercemar
5. Tidak mencuci tanag sesudah buang air besar, sesudah buang tinja atau
sebelum menjamah makanan.

Diare dapat terjadi dengan mekanisme dasar sebagai berikut.

1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus.Selanjutanya,
timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya, toksin pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air yang dapat menyebabkan elektrolit ke dalam rongga
usus selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan Motilitas usus
Hiperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan karena pergerakan motilitas usus meningkat,namun
sebaliknya bila motilitas usus m,elambat juga dapat mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan.Selanjutnya timbul diare pula.
C. Asuhan pada anak dengan diare
a. Pengkajian
1. Identitas/biodata
Meliputi nama lengkap,jenis kelamin ,umur, tanggal lahir,
tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang
tua.Untuk umur pada pasien akut, sebagian besar adalah anak di
bawah dua tahun.namun insiden paling umum terjadi paling
tinggi pada umurn 6-11 tahun
2. Keluhan utama
Buang air besar lebih dari tiga kali sehari,tanyakan konsistensi
cairan bab,bila pernah diare tanyakan berapa lama bab itu
berlangsung.
3. Riwayat penyakit sekarang
Menurut Suharyono (1999:59) sebagai berikut.
a. Mula-mula bayi/ anak cengeng, gelisah, suhu badan
mungkin naik, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau tidak bahkan
dengan lendir darh, dan warna tinja mungkin berwarna
kehijuaan karena bercampur empedu.
c. Anus akan semakin lecet dikarenakan seringnya defekasi.
d. Bila pasien mulai banyak kehilangan cairan biasanya
gejala dehidrasi mulai ada.
e. Gejala muntah baik sebelum diare ataupun sesudah diare .
f. Diuresis, yaitu terjadi oliguri ( kurang 1mg/kg) bila terjadi
dehidrasi.
4. Riwayat kesehatan
a. Riwayat imunisasi, biasanya diare akan lebih mudah
menyerang pada yang belum imunisasi.
b. Riwayat alergi, alergi terhadap makanan atau obat-obatan
(antibiotik)
karena faktor ini merupakan salah satu penyebab diare yang
sering ditemukan ( Axton, 1993:83).
c. Riwayat penyakit pada anak, biasanya panas, batuk, pilek,
dan kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah diare,
seperti faringitis, ensefalitis.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1. Baik, sadar ( tanpa dehidrasi ).
2. Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang ).
3. Lesu, lunglai, atau tidak sadar ( dehidrasi berat).
b. Berat Badan
Menurut S. Partono (1999) dalam Rekawati S.dkk (2013)
anak yang diare dengan dehidrasi biasanya mengalami
penurunan berat badan sebagai berikut.
Tingkat Kehilangan Berat Badan (%)
Dehidrasi
Bayi Anak Besar

Dehidrasi ringan 5%( 50 ml/kg) 3% ( 30 ml/kg)

Dehidrasi sedang 5- 10%( 50-100 6% (60ml/kg)


ml/kg)
Dehidrasi berat 10-15%(100-150 95%(90 ml/kg)
ml/kg)
c. Kulit
Turgor kulit pada diare biasanya menandakan keadaan
dehidrasi pada anak bila turgor kulit kembali cepat kurang
dari dua detik berarti diare tanpa dehidrasi, namun jika lebih
dari dua detik dan lambat kengkinan terjadi dehidrasi berat.
d. Kepala
anak yang mengalami dehidrasi yang di bawah dua tahun
biasanya ubun-ubunnya cekung.
e. Mata
anak yang tanpa dehidrasi biasanya cekungan kelopak
matanya normal namun bila mengalami dehidrasi ringan/
sedang biasanya mata cekung (cowong).Sedangkan pada
keadaan dehidrasi berat, kelopak mata sangat cekung.
f. Mulut dan lidah
1. Mulut dan lidah basah ( tanpa dehidrasi )
2. Mulut dan lidah kering ( dehidrasi ringan/sedang)
3. Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat )
g. Abdomen kemungkinan bising usus meningkat, distensi,
kram.
h. Anus, adakah iritasi pada kulit.
i. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun
mikroskopi dengan kultur.
b. tes malabsrobsi yang meliputi karbohidrat ( pH, clinic
test) dan lemak.

D. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi

1. Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit


berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare

1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam


keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
2) Kriteria hasil :
a. Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c,
RR : < 40 x/mnt )
b. Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak
cowong, UUB tidak cekung.
c. Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

3) Intervensi :

a. Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit

Rasional : Penurunan sirkulasi volume cairan menyebabkan


kekeringan mukosa dan pemekatan urin. Deteksi dini
memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk
memperbaiki defisit

b. Pantau intake dan output

Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi


glomerulus membuat keluaran tak adekuat untuk membersihkan
sisa metabolisme

c. Timbang berat badan setiap hari

Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB


sama dengan kehilangan cairan 1 lt.

d. Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-


3 lt/hr

Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara


oral

e. Kolaborasi :
1). Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)

Rasional : koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk


mengetahui faal ginjal (kompensasi).

2). Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur

Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan


cepat

f. Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)

Rasional : anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan


elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi
normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk
menghambat endotoksin.

2. Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS


kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Nafsu makan meningkat


b. BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :

a. Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat


tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)

Rasional : Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat


merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
b. Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau
sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat

Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.

c. Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan

Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan

d. Monitor intake dan out put dalam 24 jam

Rasional : Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah


makanan.

e. Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :

Rasional : Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses


pertumbuhan

3. Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan


proses infeksi dampak sekunder dari diare

Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam


tidak terjadi peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :

a. suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)


b. Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


a. Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh
( adanya infeksi)
b. Berikan kompres hangat

Rasional : merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan


produksi panas tubuh

c. Kolaborasi pemberian antipirektik

Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak

4. Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan


dengan peningkatan frekwensi BAB

Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit


integritas kulit tidak terganggu

Kriteria hasil :

a. Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga


b. Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan
baik dan benar

Intervensi :

a. Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur

Rasional : Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman

b. Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila


basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)

Rasional : Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh


karena kelebaban dan keasaman feces
b. Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam

Rasional : Melancarkan vaskularisasi, mengurangi penekanan yang lama


sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .

5. Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasif

Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien


mampu beradaptasi

Kriteria hasil :

Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

a. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan

Rasional : Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga

b. Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS

Rasional : mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS

c. Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan


pengobatan

Rasional : menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan


kemampuannya

d. Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal


maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)

Rasional : Kasih sayang serta pengenalan diri perawat akan menumbuhkan


rasa aman pada klien.
e. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

Rasional : untuk menghibur anak dari stress

KESIMPULAN PENYAKIT DIARE

Pengertian Diare adalah keadaan individu mengalami perubahan dalam


kebiasaan buang air besar yang normal, ditandai dengan seringnya kehilangan
cairan, feses yang tidak berbentuk.Diare di bagi menjadi beberapa jenis yaitu :
Diare akut,Diare berkepanjangan dan Diare kronik

Diare muncul karena akibat terkontaminasi kuman seperti Rotavirus,


Eschericia coli, Shigella, Cryptosporidium, Vibrio cholerae, Salmonella.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat,Aziz Alimul A (2006),Pengantar Ilmu Keperawatan Anak,Salemba


Medika,Jakarta.

Soegijanto,Soegeng (2002),Ilmu Penyakit Anak,Diagnosa & Penatalaksanaa,


Salemba Medika,Jakarta.

Ngastiyah (1997),Perawatan anak Sakit,EGC,Jakarta.


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEPADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT KKP

( Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan Anak I )

Disusun oleh :

TIM KEPERAWATAN ANAK

JURUSAN KEPERAWATAN TASIKMALAYA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN TASIKMALAYA

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi
masyarakat yang utama di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan
gizi masyarakat telah dilaksanakan melalui berbagai program perbaikan gizi
oleh Kementrian Kesehatan yang bekerja sama dengan masyarakat.
Kurang Kalori Protein akan terjadi jika kebutuhan tubuh akan kalori
,protein,atau keduanya,tidak tercukupi oleh diet.kedua bentuk difesiensi ini
tidak jarang berjalan bersisian,meskipun salah satu lebih dominan dari pada
yang lain.Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan besar berat badan
atau terlambat nya tunbuh,sampai ke sindrown klinis yang nyata,dan tidak
jarang berkaitan dengan defisiensi vitamin dan mineral.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah mengikuti pembelajaran, diharapkan anda mampu


memahami konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
sistem pencernaan dan masalah gizi.Agar kita semua, khususnya para
pembaca dapat memahami tentang masalah Kurang Kalori Protein pada
anak.

2. Tujuan Khusus

a. Menjelaskan pengertian Kekurangan Kalori Protein ( KKP )


b. Menjelaskan etiologi Kekurangan Kalori Protein ( KKP )
c. Menjelaskan patofisiologi Kekurangan Kalori Protein ( KKP )
d. Menjelaskan Manifestasi Klinis Kekurangan Kalori Protein (
KKP)
e. Menjelaskan Komplikasi Kekurangan Kalori Protein ( KKP)
f. Menjelaskan Pemeriksaan penunjang Kekurangan Kalori Protein
(KKP)
g. Menjelaskan Penatalaksanaan Kekurangan Kalori Protein ( KKP)
h. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Kekurangan Kalori Protein
(KKP).

D. Manfaat
1. Mengetahui dan memahami pengertian Kekurangan Kalori Protein (
KKP )
2. Mengetahui dan memahami etiologi Kekurangan Kalori Protein
( KKP )
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi Kekurangan Kalori Protein
(KKP )
4. Mengetahui dan memahami Manifestasi Klinis Kekurangan Kalori
Protein ( KKP)
5. Mengetahui dan memahami Komplikasi Kekurangan Kalori Protein
(KKP)
6. Mengetahui dan memahami Pemeriksaan penunjang Kekurangan Kalori
Protein (KKP)
7. Mengetahui dan memahami Penatalaksanaan Kekurangan Kalori
Protein ( KKP)
8. Mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Kekurangan Kalori
Protein (KKP)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kekurangan Kalori Protein merupakan kondisi dimana adanya
ketidakseimbanganantara konsumsi kalori atau karbohidrat dan protein
dengan kebutuhan energi atau terjadinya defisiensi atau defisit energi dan
protein. Pada umumnya penyakit initerjadi pada anak balita karena pada
umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori maka akan terjadi
defisiensi tersebut ( Kurang Kalori Protein ).
Penyakit ini dibagi dalam beberapa tingkat, yaitu :
1. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84 – 95% dari berat
badan.
2. KKP sedang, kalu berat badan anak hanya mencapai 44 – 60% dari berat
badan.
3. KKP berat ( gizi buruk ), kalau berat badan anak kurang dari 60% dari
berat badan.

Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 macamKKP saja, yaitu :


KKP ringan atau gizi kurang, dan KKP berat ( gizi buruk ) atau lebih sering
disebut marasmus ( Kwasiokor ). Anak atau penderita marasmus ini tampak
sangat kurus, berat badan kurang dari 60% dari berat badan yang ideal
menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis terhadap
sekitarnyanya, rambut kepala halus dan jarang berwarna kemerahan.
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda – tanda klinis:
oedema atau honger oedema ( ho ) atau juga disebut penyakit kurang makan,
kelaparan atau busung lapar. Oedema pada penderita biasanya tampak pada
daerah kaki.
B. Etiologi
Kurang kalori protein yang dapat terjadi karena :
1. Diet yang tidak cukup
2. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang berhubungan dengan
orangtua – anak terganggu, karena kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital.
3. Pada bayi dapat terjadi karena tida mendapat cukup ASI dan tidak diberi
makanan penggantinya atau sering di serang diare.

C. Patofisiologi
Kurang Kalori Protein akan terjadi jika kebutuhan tubuh akan kalori,
protein atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat , protein, dan lemak merupakan hal yang
sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat ( glukosa )
dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya
kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat hanya sedikit, sehingga
setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat dihepar dan
ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol,
dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies
sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun.
Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi
setelah kira – kira kehilangan separuh dari tubuh.

D. Manifestasi Klinis
1. Badan kurus kering seperti orang tua
2. Abdomen dapat kembung dan datar
3. Berat Badan menurun
4. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni
5. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat
6. Kulit keriput ( turgoe kulit jelek )
7. Ubun – ubun cekung pada bayi
8. Jaringan subkutan hilang
9. Malaise
10. Kelaparan
11. Apatis

E. Komplikasi
1. Infeksi
2. Kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung
3. Malabsorpsi
4. Gangguan metabolik
5. Penyakit ginjal menahun
6. Gangguan pada saraf pusat
7. Gangguan asupan vitamin dan mineral
8. anemia gizi

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit,
Hb, Ht, dan Transferin
3. Pemeriksaan radiologis

G. Penatalaksanaan
1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang
kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein mineral dan vitamin.
2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.
4. Pengkajian riwayat status ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antopometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratoium, timbang
berat badan, kaji TTV.

Penanganan KKP berat

Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi


pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk
mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi
diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.

Upaya pengobatan, meliputi :

a. Pengobatan / Pencegahanterhadap hipoglikemi, hipotermi, dan


dehidrasi.
b. Pencegahan jika ada ancaman perkembangan renjatan septik
c. Pengobatan infeksi
d. Pemberian makanan
e. Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan
vitamin, anemia berat dan payah jantung.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data biologis, meliputi :
 Identitas Klien
 Identitas penanggung
b. Riwayat kesehatan :
 Riwayat kesehatan dahulu
Apakah dahulu anak mengalami gangguan nutrisi,
 Riwayat kesehatan sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan
gangguan pertumbuhan ( berat badan semakin lama semakin
turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain
yang menunjukan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
c. Pengkajian fisik
Meliputi pengkajian – pengkajian komposisi keluarga, lingkungan
rumah dan komunitas, pendidikan anggota keluarga, fungsi dan
hubungan anggota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang
dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit
klien, dan lain – lain. Pengkajian secara umun dilakukan dengan
metode head to toe yang meliputi : Keadaan umum dan status
kesadaran, TTV, Area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito – urinaria.
d. Fokus pengkajian pad anak dengan Marasmus – Kwasiokor adalah
pengukuran antopometri ( BB, TB, LLA, dan tebal lipatan kulit .
Tanda dan gejala yang mungkin di dapatkan adalah :
 Penurunan ukuran antopometri
 Perubahan rambut ( defigmentasi, kusam kering, halus,
jarang dan mudah dicabut )
 Gambaran wajah seperti orang tua ( kehilangan lemak pipi),
edema palpebra
 Tanda – tanda gangguan sistem pernafasan ( batuk, sesak,
ronchi, refraksi otot interkostal )
 Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus bisa
meningkat apabila diare.
 Edema tungkai
 Kulit kering, hiperpigmentasi, berisik dan adanya crazy
pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang
sering tertekan ( bokong, fosa pepliteal, lutut, ruas jari kaki,
paha dan lipatan paha )

2. Diagnosa Keperawatan
1) gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)
tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
kriteria hasil:
 meningkatkan masukan oral
 kebutuhan nutrisi terpenuhi
 nafsu makan meningkat

Intervensi Rasional

 dapatkan riwayat diet  riwayat diet untuk data


 dorong orangtua atau klien
anggota keluarga lain  sebagai suport untuk anak
untuk menyuapi anak atau sewaktu makan
ada disaat makan  untuk menambah
 gunakan alat makan yang semangat makan si anak
dikenalnya  menggunakan alat makan
 sajikan makan sedikit tapi yang di kenal oleh si anak
sering akan menambah semangat
 sajikan porsi kecil anak untuk makan
makanan dan berikan  untuk memenuhi
setiap porsi secara berpisah kebutuhan nutrisi si
anak

2) Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.


Tujuan :tidak terjadi dehidrasi
Kriteria hasil :
 Mukosa bibir lembab
 Tidak terjadi peningkatan suhu
 Tugor kulit baik
Intervensi Rasional

 monitor tanda-tanda vital  untuk mengetahui TTV


dan tanda-tanda dehidrasi dan tanda dehidrasi si
 monitor jumlah dan tipe anak
masukan cairan  untuk mengetahui
 ukur haluaran urine dengan cairan pada anak
akurat  untuk mengetahuii
keseimbangan antara
input atau output

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi


/status metabolik
Tujuan: tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil:
 kulit tidak kering
 kulit tidak berisisik
 elastisitas normal
Intervensi Rasional

 monitor  mencegah terjadinya


kemerahan,pucat,ekskoriasi. kerusakan pada kulit
 dorong mandi 2x sehari dan  mandi dapat menjaga
gunakan lotion setelah mandi kebersihan kulit
 massage kulit kriteria hasil  massage dapat mencegah
ususnya diatas penonjolan tulang terjadinya kerusakan kulit
 alih baring  baring yang sering akan
mengakibatkan penekanan
pada kulit
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahan
tubuh
Tujuan: pasien tidak menunjukan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
 suhu tubuh normal
 lekosit dalam batas normal
Intervensi Rasional

 mencuci tanganm sebelum  tangan yang bersih akan


dan sesudah melakukan terhindar dari kuman
tindakan  alat yang bersih/steril
 pastikan semua alat yang tidak akan
kontakk dengan pasien mengakibatkan infeksi
bersih/steril  untuk mengurangi resiko
 instruksikan pekerja terjadinya infeksi
perawatan kesehatan dan  antibiotik sebagai
keluarga dalam prosedur pengobatan
kontrol infeksi
 antibiotik sesuai program

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi


Tujuan: pengetahuan pasien dan keluarga bertambah
Kriteria hasil :
 menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup
 mengidentifisikan hubungan tanda dan gejala
Intervensi Rasional

 tentukan tingkat pengetahuan  pengetahuan orang tua


 mengkaji kebutuhan diet dan pasien mempengaruhi
jawab pertanyaan sesuai perawatan pasien
indikasi
 konsumsi makanan tinggi  jawaban sesuai indikasi
serat dan masukan cairan agar tidak
adekuat membingungkan orangtua
 berikan informasi tertulis pasien
untuk orangtua pasien  untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien
 menambah wawasan
orangtua klien dalam
perawatan pasien

3. Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan pengkajian diagnosa keperawatan
dan intervensi
4. Evaluasi
Evaluasi berdasarkan pengkajian, diagnosa keperawatan,intervensi dan
implementasi.

KESIMPULAN PENYAKIT KKP (KURANG KALORI DAN


PROTEIN)
Kurang kalori dan protein ini terjadi karena
ketidakseimbangan antara konsumsi kalori atau karbohidrat dan
protein dengan kebutuhan energi atau terjadinya defisiensi atau
defisit energi dan protein. pada umumnya penyakit ini terjadi pada
anak balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan
yang pesat. apabila konsumsi makanan tidak seimbang dengan
kebutuhan kalori maka akan terjadi defisiensi tersebut ( kurang
kalori dan protein).
Beberapa ahli hanya membedakan antara dua macam KKP
saja, yakni KKP ringan atau gizi kurang dan KKP berat (gizi buruk)
atau lebih sering disebut marasmus (kwashiorkor). anak atau
penderita marasmus ini tanpak sangat kurus,berat badan kurang dari
60% dari berat badan ideal menurut umur,maka berkerut seperti
orangtua,apatis terhadap sekitarnya,rambut kepala halus dan jarang
berwarna kemerahan.

DAFTAR PUSTAKA

Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta

Doengoes, marylin. (1999).rencana askep;pedoman untuk perencanaan dan


pendokumentasian perawatan pasien,EGC,Jakarta

You might also like