Professional Documents
Culture Documents
Diintisarikan dari:
Krech, D.; Crutchfield, R.S.; & Ballachey, E.L. (1982). Individual in Society.
Chapter 3: Motivation. Berkeley: McGraw-Hill International Book Company.
Pikiran dan tindakan individu mencerminkan keinginan dan tujuan yang hendak dicapainya.
Kognisi berkaitan erat dengan keinginan dan tujuan. Keinginan dan tujuan berperan sangat
penting dalam mengarahkan pikiran dan tindakan. Keinginan individu mengintegrasikan dan
mengorganisasikan semua aktivitas psikologisnya dalam mengarahkan dan mempertahankan
tindakannya menuju suatu tujuan. Apa yang dipersepsinya, apa yang dipikirkannya, apa yang
dirasakannya, kebiasaan lama yang mana yang diaktifkannya, kebiasaan baru apa yang
dibentuknya - kesemuanya ini dipengaruhi oleh keinginan yang mendorong individu untuk
bertindak serta tujuan yang ingin dicapainya. Hubungan antara keinginan, tujuan dan perilaku
itu sangat kompleks dan sulit dimengerti.
Di sini kita dapat mengemukakan dua generalisasi sederhana yang saling menunjang, yang
sekaligus menunjukkan kompleksnya hubungan antara keinginan, tujuan, dan tindakan. Di
satu pihak, beberapa tindakan yang serupa dapat berhubungan dengan berbagai keinginan
yang berbeda-beda. Di pihak lain, beberapa tindakan yang berbeda-beda dapat mencerminkan
keinginan-keinginan yang serupa. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati karena meskipun
perilaku dapat mencerminkan keinginan dan tujuan, tetapi perilaku tidak hanya ditentukan
oleh keinginan dan tujuan. Perilaku ditentukan oleh banyak hal - oleh kondisi situasional,
kognisi, kebiasaan dan sikap sosial, di samping oleh keinginan individu.
Pikiran dan tindakan individu mencerminkan keinginan dan tujuan yang hendak dicapainya.
Hubungan di antara keduanya bersifat kompleks: tindakan-tindakan yang serupa dapat
mencerminkan bermacam-macam keinginan, tetapi bermacam-macam tindakan dapat pula
mencerminkan keinginan yang sama.
Keinginan dan tujuan senantiasa berkembang dan berubah sebagai akibat perubahan dalam
keadaan fisiologis individu serta pengalaman-pengalamannya saat dia berinteraksi dengan
berbagai obyek dan orang. Keinginan dapat berubah bentuk melalui penggabungan berbagai
macam keinginan. Seberapa sering keinginan itu terpenuhi atau tidak terpenuhi turut
menentukan kekuatan dan keutamaan (primacy) keinginan tersebut serta menentukan
kesiapan keinginan-keinginan lainnya untuk muncul dalam urutan perkembangan yang
teratur.
Untuk setiap keinginan mungkin terdapat banyak macam tujuan yang tepat. Tujuan mana
yang berkembang untuk individu tertentu tergantung pada nilai-nilai budaya, kapasitas
biologis, pengalaman pribadi, dan ketersediaannya di dalam lingkungan. Jika tujuan yang
tepat tidak tersedia, individu mungkin akan mengembangkan tujuan pengganti, yang pada
gilirannya dapat menjadi tujuan utama. Lamanya tindakan menuju tujuan jangka panjang
dipertahankan oleh pencapaian tujuan jangka menengah.
Evaluasi diri (self-evaluation) pada intinya merupakan perbandingan antara diri dengan
berbagai kelompok rujukan (reference groups), yaitu kelompok di mana diri menjadi
anggotanya serta kelompok yang ingin dimasukinya. Evaluasi diri sangat tergantung pada
pencapaian tujuan-tujuan yang mencerminkan nilai-nilai kelompok. Standar kinerja yang
dijadikan dasar evaluasi diri sebagian ditentukan oleh status relatif individu - semakin tinggi
status individu akan semakin tinggi pula tingkat aspirasinya, dan semakin rendah statusnya
akan semakin rendah pula tingkat aspirasinya. Lebih jauh, individu yang berstatus tinggi
lebih berkemungkinan untuk menerima isyarat-isyarat dari orang lain, yang pada gilirannya
akan mempertinggi standar evaluasi dirinya.
Konsepsi diri (self-conception) individu turut mempertinggi tingkat keinginan dan tujuan
tertentu, terutama keinginan dan tujuan yang berkaitan dengan harga diri (selfesteem).
Munculnya keinginan-keinginan tertentu tergantung pada keadaan fisiologis individu saat ini,
situasi, dan kognisi individu.
Sebagian besar dari banyak keinginan individu itu tidak aktif atau terpendam; hanya satu
rumpun keinginan tertentu yang aktif dalam mengarahkan dan mempertahankan perilaku
dalam satu peristiwa perilaku interpersonal. Munculnya satu rumpun keinginan tertentu pada
diri individu tergantung pada keadaan fisiologisnya, situasi lingkungan, dan pikirannya.
Kompleksitas Situasi. Jumlah dan jenis keinginan yang muncul tergantung pada kompleksitas
situasi. Akan kecil kemungkinannya bagi suatu keinginan untuk tetap terpendam dalam
lingkungan yang kaya, bervariasi dan kompleks. Asesmen yang tepat mengenai potensi suatu
situasi dalam membangkitkan keinginan merupakan peran yang sangat penting dari psikologi
sosial.
Inferensi dari Tindakan (Inference from Actions). Dalam metode pertama ini, karakteristik
tindakan individu dijadikan dasar untuk inferensi tentang keinginan efektif yang
mendorongnya. Berbagai karakteristik tindakan dipergunakan, termasuk perilaku perseptual
dan emosional. Di antara indeks keinginan itu adalah: pencarian, pemilihan, atau perhatian
terhadap obyek atau golongan obyek tertentu; konsistensi dalam rangkaian tindakan hingga
obyek tertentu dicapai atau suatu aktivitas tertentu dilakukan, di mana tindakan itu
tampaknya berhenti; manifestasi rasa puas akan pencapaian tujuan tertentu atau manifestasi
ketidakpuasan bila gagal mencapai tujuan tertentu. Secara konsisten menghindari suatu obyek
- seperti bila seorang anak menyeberang jalan untuk menghindari jeger kampungnya - dapat
juga memberikan inferensi tentang motivasi.
Menggunakan satu indeks saja tidak dapat diharapkan memberikan indikasi yang sempurna
tentang keinginan yang mendasar, tetapi menggunakan beberapa indeks sekaligus sering
terbukti diagnostik. Jadi, misalnya, orang yang selalu mendahulukan membaca halaman
koran yang memuat berita keuangan sebelum membaca berita-berita lain; yang selalu ingin
bergaul dengan orang kaya; yang bekerja lama dan keras di tempat usahanya, lebih suka
tinggal setengah jam lebih lama di sana daripada di bar atau di rumah; dan orang tersebut
akan sangat kecewa bila pembukuan usahanya menunjukkan penurunan dalam
keuntungannya. Kita dapat menarik inferensi bahwa orang tersebut dimotivasi oleh keinginan
untuk memiliki (acquisitive want).
Akan tetapi, sering konsistensi kehadiran sejumlah indeks perilaku yang menunjukkan
keinginan tertentu dapat membawa kita pada inferensi yang salah. Sebagaimana telah kita
lihat pada bagian terdahulu, bermacam-macam keinginan dapat dimanifestasikan dalam
tindakan-tindakan yang kelihatannya sama. Untuk menghindari kesalahan dalam menarik
inferensi, analisis motivasi berdasarkan kriteria perilaku sebaiknya didukung dengan metode-
metode lain seperti metode laporan subyektif (subjective report).
Laporan Subyektif (Subjective Report). Banyak keinginan individu dapat terungkap dengan
hanya dengan menanyakan kepadanya apa yang diinginkannya. Dalam banyak kasus,
individu dapat melaporkan secara langsung tentang keinginan-keinginannya pada saat dia
mengalaminya, tentang tujuan yang sedang diupayakan pencapaiannya, tentang kekhawatiran
dan keengganannya, tentang perasaan keberhasilan dan kegagalannya. Tentu saja laporan
seperti ini dapat menghasilkan data yang dapat diukur dan diberi skor untuk mengindikasikan
"kekuatan" keinginannya.
Sering kali individu sengaja menyembunyikan atau mengaburkan keadaan yang
sesungguhnya karena berbagai alasan seperti karena ingin memberi kesan yang baik, karena
ingin menyenangkan pewawancaranya, karena ingin menghindari sanksi sosial. Tetapi
kalaupun individu itu jujur, kita tidak dapat begitu saja mengambil datanya sebagaimana
adanya.
Teknik Proyektif (Projective Techniques). Teknik proyektif mencakup meminta subyek untuk
bereaksi terhadap stimuli ambigu (misalnya gambar atau desain yang samar). Teknik ini
berasumsi bahwa keinginan subyek akan mempengaruhi tindakannya pada saat dia
mempersepsi stimuli ambigu tersebut - bahwa dia akan "memproyeksikan" keinginannya
pada stimuli ambigu itu. Tidak menjadi masalah apakah keinginan itu disadarinya atau tidak,
karena salah satu asumsi dasar teknik proyektif ini adalah individu itu tidak menyadari apa
yang terungkap melalui responnya.
Manusia memiliki lebih banyak keinginan daripada binatang terutama karena sistem-sistem
syarafnya lebih kompleks.
Beberapa keinginan sosial utama yang mempengaruhi perilaku sosial orang barat adalah:
afiliasi, kepemilikan, prestise, kekuasaan, altruisme, rasa ingin tahu.