You are on page 1of 8

Job evaluasi

Job evaluation adalah proses menganalisis dan menilai suatu jabatan secara sistematik
untuk mengetahui nilai relatif bobot berbagai jabatan dalam suatu organisasi. Hasil akhir dari
proses job evaluation adalah job weight (bobot jabatan/pekerjaan).
Tujuan Job Evaluation :
1. Memperjelas dalam penentuan hubungan internal antar jabatan
2. Perencanaan sumber daya manusia
3. Seleksi karyawan
4. Pelatihan dan pengembangan SDM
5. Menghasilkan konsistensi sistem kompensasi internal dan eksternal dan pedoman remunerasi
yang adil dan tepat
6. Dasar yang adil untuk promosi, mutai dan demosi
7. Peninjauan dan restrukturisasi organisasi
Faktor utama dalam melakukan job evaluation adalah menentukan "factor
compansable", dimana berdasarkan penentuan faktor compansable tersebut dapat dilakukan
penilaian secara relatif satu jabatan/pekerjaan dengan jabatan/pekerjaan yang lain). Dengan
mengetahui bobot jabatan/pekerjaan maka dengan mudah pihak manajemen akan mempunyai
tolok ukur baku untuk menetapkan imbal jasa atas suatu jabatan/pekerjaan yang secara relatif
lebih tinggi dibandingkan pekerjaan yang lainnya.
Jika job evaluation telah selesai dilaksanakan untuk semua jabatan/pekerjaan maka
jabatan-jabatan tesebut diurutkan mulai yang tertinggi sampai yang terendah (job grading).
Secara garis besar metode dalam melakukan job evaluation dapat diklasifikasikan
menjadi 2 bagian yaitu metode kualitatif (untuk organisasi berukuran kecil dan simple) dan
metode kuantitatif (untuk organisasi berukuran besar dan komplek). Setiap metode memiliki
kelebihan dan kelemahan sehingga perusahaan dapat memilih metode yang sesuai dengan
kondisinya.
1. Metode Kualitatif
1) Berdasar Stuktur Organisasi/Hirarki

Teknik yang paling sederhana untuk menetapkan Job Grading atas dasar value dari masing-
masing job adalah dengan berdasarkan Hirarki atau Stuktur Organisasi dalam perusahaan.
Sebagai contoh adalah apabila Presiden Direktur merupakan jabatan yang paling tiinggi
dalam perusahaan, maka Jabatan Pres Dir digunakan sebagai peringkat tertinggi.
Asumsi dalam penentuan bobot atau nilai jabatan dengan metode ini adalah posisi sebuah
jabatan dalam struktur organisasi secara otomatis menentukan nilai (value) dari sebuah
jabatan.
2) Metode Forced Ranking
Metode Forced Ranking dikenal juga dengan metode konsensus karena grade atau peringkat
jabatan dalam organisasi dibuat berdasarkan konsesus.
Langkah langkah dalam membuat metode ini adalah sebagai berikut :
a) Manajemen membuat team kecil yang diketuai top mamajemen dengan anggota para senior
manager dan difasilitasi oleh Manager SDM;
b) Bagian SDM akan menyiapkan daftar jabatan yang berisi seluruh jenis jabatan yang ada
dalam organisasi, ditambah dengan keterangan singkat tentang aktifitas utama dari setiap
jabatan atau juga dapat ditambahkan keterangan tentang jumlah pemegang jabatan; Daftar
jabatan tersebut bersifat acak, artinya urutan dalam daftar tidak menunjukan grade atau
peringkat jabatan;
c) Team kecil yang sudah dibuat menyepakati berapa jumlah grade atau peringkat jabatan
dalam organisasi;
d) Team kecil berunding untuk menentukan jabatan-jabatan mana saja yang masuk dalam setiap
grade atau peringkat jabatan yang sudah ditentukan sebelumnya;
3) Metode Job Clasification
Metode Job Clasification merupakan perbaikan dari metode metode Konsesus. Disebut
perbaikkan atau lebih baik karena dalam metode Job Clasification sudah diberikan paparan
pada jabatan (kriteria) yang akan diperingkatkan. Prosedur-nya secara singkat sebagai berikut
:
a) Dibentuk team kecil sebagaimana metode forced ranking;
b) Bagian SDM akan memberikan daftar jabatan. Dalam daftar jabatan tersebut dilengkapi
paparan yang berifat narasi pada setiap jabatan yang berisi diantaranya tentang tugas-tugas
jabatan, tingkat kesulitan, maupun kualifikasi dari pemegang jabatan;
c) Team akan membuat peringkat/grade jabatan;
d) Team akan memasukkan jabatan-jabatan dalam daftar jabatan pada setiap peringkat/grade
yang sesuai.
4) Factor Comparison
Langkah langkah-nya sebagai berikut :
a) Sebagaimana metode terdahulu, tetap dibuat team penentu grading;
b) Ditentukan faktor-faktor yang akan menjadi penentu nilai/value dari semua jabatan. Contoh
faktor-faktor tersebut misalnya : Resiko Pekrjaan, Pendidikan, Pengalaman, Tanggung
Jawab.
c) Tentukan Jumlah Kelas Jabatan (Job Grade). Disusun peringkat untuk setiap faktor, misal
dari 1 (terendah) sampai 9 (tertinggi)
d) Team memberikan Nilai pada setiap jabatan untuk setiap faktor yang sudah ditentukan.
e) Kemudian pada setiap jabatan dijumlahkan angka yang diperoleh dari semua faktor
f) Masukan Jabatan-jabatan tersebut pada masing-masing kelas/grade sesuai dengan jumlah
angka/point yang diperoleh.

2. Metode Kuantitatif
Metode yang digunakan dalam Job Evaluation berikut merupakan Metode Analitis
atau Kuantitatif, yang sering disebut dengan Point Ratings/Factors Assesment, dan untuk
selanjutnya akan saya sebut dengan Point System (PS).
Metode PS sering digunakan oleh perusahaan perusahaan yang relatif maju
management-nya karena mengakomodir kebutuhan objectivitas dalam penyusunan kebijakan
yang terkait dengan compensation atau remuneration policy. Dikatakan mengakomodir
kebutuhan, karena system ini mampu memberikan value/nilai pada setiap jabatan/pekerjaan
dalam organisasi dengan lebih obyektif, sesuai dengan beban setiap pekerjaan masing-
masing, sehingga mengurangi perdebatan dalam penyusunan kebijakan tentang
compensation.
Metode Point System ini berkembang pesat bahkan beberapa lembaga konsultan
internasional seperti Hay, Mercer, Bipers, CRG telah mem-patentkan metode yang mereka
kembangkan masing-masing dari Point System ini.

Berikut ini akan saya paparkan beberapa langkah dalam mengimplementasikan


metode Point System ini, dengan harapan akan memudahkan dalam mempelajari dan
mengimplementasikan berbagai metode job evaluation yang berasal dari pengembangan
Point System :
1) Membentuk Team Penilai Jabatan
Team iini dibentuk oleh dewan direksi dan melaporkan hasil kerjanya pada dewan
direksi. Sebaiknya dalam pemilihan anggota team, jumlahnya dibuat ganjil, agar apabila tidak
ada kata sepakat dalam perundingan, maka dapat diputuskan lewat voting. Seluruh anggota
team harus diberikan pemahaman tentang Job Evaluation, termasuk salah satu tugas pokok-
nya adalah dalam hal memilih compensable factors.

2) Pemilihan Compensable Factors


Langkah kedua ini sangat penting, yaitu memilih dan menyetujui Compensable
Factors. Compensable Factors (CF'’s) adalah faktor faktor yang nantinya akan mempengaruhi
pemberian kompensasi. Mengapa bisa begitu, karena dari faktor faktor yang dipilih tersebut,
maka value/nilai setiap jabatan akan didapatkan dan nantinya akan diperbandingkan dengan
jabatan-jabatan yang lain dalam organisasi. Beberapa CF's yang sering digunakan diantaranya
adalah :
a) Pengetahuan dan Ketrampilan yang dipersyaratkan;
b) Accountabilities, baik bersifat financial, material, jenis jabatan yang menjadi subordinate,
dll.
c) Tingkat Kompleksitas Pekerjaan;
d) Beban Fisik yang di-emban;
e) Bahaya yang dihadapi pada lingkungan kerja.

3) Membuat Definisi dari Setiap Faktor yang dipilih


Definisi dari setiap CF's harus dibuat dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
sehingga meminimalisasi kesalah pahaman dari para anggota team. Definisi yang sudah
dibuat dan disetujui menjadi acuan bagi seluruh anggota team.

4) Menyusun Tingkatan atau Level pada Setiap CF's serta memberikan Definisi dan
Point pada Tiap Level
a) Langkah selanjutnya adalah membuat tingkatan atau level pada setiap faktor sekaligus
memberikan definisi serta point atau skor pada setiap levelnya. Contoh sederhananya adalah
sebagai berikut :
Faktor : TINGKAT PENDIDIKAN FORMALPendidikan Formal SLTA, mampu
menggunakan nalar serta melakukan perhitungan matematika serta memecahkan masalah
secara sederhana (10 point)
b) Diploma 3, mampu menemukan masalah secara tekhnis dengan baik, mampu secara mandiri
menyelesaikan permasalahan tekhnis, dan mampu bekerja dalam team untuk menganalisis
permasalahan serta ikut serta dalam penyelesaian masalah (point 20)
c) Pendidikan Formal Strata 1, mampu memecahkan masalah dengan lebih kompleks, mampu
menguasai emosi dengan baik serta mampu membuat keputusan untuk hal-hal yang sudah
ditentukan dan memahami SOP dengan baik (35 point)
d) Pendidikan Formal Strata 2, mampu menganalisis sebab-sebab timbulnya masalah serta
mampu membuat action plan untuk menyelesaikan masalah, mampu membuat kebijakan
sesuai dengan peran yang dikendaki serta mampu menyusun sebuah standard kerja secara
mandiri (point 50)
e) Setelah itu, akan diberikan bobot pada masing-masing faktor. Bobot masing-masing faktor
akan berbeda berdasarkan derajat kepentingan (degree of significance) dari setiap faktor bagi
setiap jabatan dalam organisasi. Total bobot harus-lah 100%.

5) Melaksanakan Analisis Jabatan


Analisis Jabatan dilakukan dengan lebih terarah atau fokus karena jelas tujuan serta
Compensable Factors apa saja yang sudah dipilih dan disetujui untuk dilakukan analisis.

6) Pelaksanaan Evaluasi Jabatan


Seteleh semua informasi diperoleh, yaitu berupa kumpulan Job Desc dari setiap Jabatan serta
berbagai informasi tentang kondisi nyata setiap faktor dalam setiap jabatan. Setelah itu, akan
dilakukan evaluasi jabatan oleh semua anggota team dan diberikan nilai/point/skor pada
setiap jabatan.

7) Penyusunan Job Grading dari hasil Penilaian Jabatan


Setelah didapat skor pada setiap jabatan, maka langkah selanjutnya adalah membuat
pengelompokan atau grading pada setiap jabatan.
Hal yang penting dalam langkah ini adalah menentukan berapa jumlah grade atau kelas,
biasanya disebut dengan Job Grade atau Job Class. Penentuannya bisa memakai jumlah grade
yang lama atau menyusun/menentukan jumlah grade yang baru. Dalam setiap Grade, maka
jabatan jabatan yang mempunyai point (range point) yang sama akan mempunyai grade
(golongan) yang sama pula.

BAB II
KOMPENSASI
Salah satu fenomena yang muncul dewasa ini adalah adanya kebijakan pemberian
kompensasi yang cenderung masih belum sepenuhnya sesuai dengan harapan pegawai
sedangkan kompensasi itu sendiri adalah merupakan salah satu faktor untuk mendorong
pegawai/ dosen agar memiliki kinerja yang tinggi. Kompensasi merupakan salah satu fungsi
yang penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
Dan berikut ini beberapa pengertian kompensasi menurut para ahli :
Luthans (1992:147), mengatakan: “Incentives, at the end of the motivation cycle is the
incentives defined as anything that will alleviate a need and reduce a drive, thus attaining an
incective will tend to restore physiological and psychological balaance and will reduce or cut
off the drive. Eating food, drinking water, and obtainig friends willtend to resotore the
balance and reduce the corresponding drivers, food, water, and friens are the incentives in
these exemples” yang berarti: “kompensasi, pada akhir daur motivasi didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang akan meringankan kebutuhan dan mengurangi gerakan, dengan demikian
pencapaian kompensasi akan menuju kepada perbaikan keseimbangan fisiologis dan
psikologis dan akan mengurangi atau menghilangkan gerakan. Memakan makanan,
meminum air, dan memperoleh teman akan menuju kepada perbaikan keseimbangan dan
mengurangi penyesuaian gerakan, makan, air, dan teman adalah kompensasi dari contoh-
contoh diatas”
Menurut Jones: “Bases pay on production ( i.e., printers delwered or revenue targets
achieved) healt insurance and social security” :
1. Pokok yang harus dibayarkan pada suatu produksi para pegawai atau untuk target
pendapatan.
2. Pemasukan untuk Federal dan negara seperti asuransi kesehatan dan keamanan sosial.
Davis dan Newston (1994:135-134) mengemukakan bahwa kompensasi
mengingatkan antara prestasi individu, kelompok atau organisasi yaitu dapat meliputi: upah
potongan, komisi, bonus, bagi laba dan bagi produksi.
Siagian (1999:265) mengemukakan bahwa sistem kompensasi digolongkan kedalam:
(1) Sistem kompensasi pada tingkat individu (Peacework, bonus, komisi, kurva kematangan,
dan kompensasi bagi para eksekutif), (2) Sistem kompensasi pada kelompok (kompensasi
produksi, bagian keuntungan, dan pengurangan biaya). Selanjutnya Robin (1996:246)
mengemukakan kompensasi yang mengandung pengertian yang sama dengan upah variabel
yaitu suatu bagian dari upah seseorang karyawan yang didasarkan pada suatu ukuran kinerja
individual atau organisasi. Upah variabel tersebut terdiri dari upah berdasarkan potongan,
bonus, berbagai laba dan berbagai hasil.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
kompensasi adalah seluruh imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan tersebut
pada organisasi. Kompensasi bisa berupa fisik maupun non fisik dan harus dihitung dan
diberikan kepada karyawan sesuai dengan pengorbanan yang telah diberikannya kepada
organisasi / perusahaan tempat ia bekerja.

Perlu diketahui bahwa ada enam sistem kompensasi yang meliputi: (1) Upah potongan
(piecework), (2) Komisi, (3) Bonus, (4) Kurva Kematangan (5) Bagian laba, (6) Bagi produksi.
1. Upah potongan (pacework), yaitu pemberian kompensasi berdasarkan jumlah hasil pekerjaan
pegawai yang dinyatakan dalam unit produksi. Dasar penghitungan ialah bahwa makin banyak
unit produksi yang dihasilkan, makin tinggi pula kompensasi yang diterimanya. Sistem ini tidak
dapat diterapkan pada pegawai bagian administrasi, atau pada pekerjaan yang telah ditentukan.

2. Komisi yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai disamping memperoleh gaji pokok, juga
diberikan kompensasi karena keberhasilannya melaksanakan tugas, atau pegawai yang
memperoleh penghasilannya semata-mata berupa komisi.

3. Bonus, yaitu imbalan yang diberikan kepada pegawai yang mampu bekerja sedemikian rupa
sehingga tingkat produktivitas yang berlaku terlampui. Bonus dibayar secara eksklusif kepada
para eksekutif atau kepada semua pegawai. Ada tiga cara pemberian bonus yaitu: Pertama,
berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, jika jumlah
produksinya melebihi jumlah yang telah ditetapkan, pegawai menerima bonus atas kelebihan
jumlah yang dihasilkan. Kedua, apabila terjadi penghematan waktu, yaitu jika pegawai dapat
menyelesaikan tugas dalam waktu yang lebih singkat dari waktu yang seharusnya, dengan
alasan bahwa dengan menghemat waktu, lebih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dan
ketiga, berdasarkan perhitungan progresif, yaitu jika pegawai makin lama makin mampu
memproduksikan barang dalam jumlah yang semakin besar, makin besar pula bonus yang
diterimanya untuk setiap kelebihan produksi yang dihasilkannya.

4. Kurva kematangan (maturity curve), yaitu bagi organisasi yang mengerjakan tenaga teknikal dan
profesional ilmiah. Apabila ada tenaga kerja profesional yang karena masa kerja dan golongan
pangkat serta gaji tidak bisa mencapai pangkat dan penghasilan yang lebih tinggi lagi, dibuat
suatu kurva prestasi kerja. Jika kurva tersebut menunjukan bahwa prestasi kerja mereka lebih
besar dari prestasi kerja normal diberikan kompensasi tertentu. Dengan demikian meskipun
golongan pangkat dan gaji yang sudah maksimal, penghasilan riilnya masih dapat ditingkatkan.

5. Bagi laba atau keuntungan, yaitu kompensasi yang diberikan berdasarkan sesuatu rumus yang
telah ditetapkan yang dirancang berdasarkan profitabilitas atau keuntungan suatu perusahaan
atau organisaasi.

6. Bagi produksi, yaitu kompensasi yang diberikan kepada produktivitas kelompok, jika produktivitas
kelompok mampu melampaui target produksi normal maka diberikan bonus.

Dalam menyusun sistem tersebut, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan,
sebagaimana dikemukakan Siagian (1999: 265-267) yaitu sebagai berikut :

1. Tingkat upah dan gaji yang berlaku diberbagai organisasi yang ada dalam satu wilayah tertentu.
Walaupun demikian juga harus dipertimbangkan langka tidaknya tenaga kerja yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan tertentu yang dibutuhkan oleh organisasi.

2. Tuntutan serikat kerja, yaitu sangat memungkinkan serikat pekerja berperan dalam mengajukan
tuntutan tingkat gaji/ upah yang lebih tinggi dari tingkat yang berlaku disebabkan oleh berbagai
faktor kebutuhan pekerja untuk meningkatkan tarap hidup dan kesejahteraan anggotanya.
Peranan dan tuntutan serikat kerja perlu diperhitungkan, karena apabila tidak, para pekerja
memungkinkan akan melancarkan berbagai kegiatan yang dapat merugikan organisasi dan
pegawai itu sendiri.

3. Produktivitas, yaitu apabila para pegawai merasa tidak memperoleh kompensasi yang wajar,
sangat mungkin pegawai tidak akan bekerja keras, sehingga produktivitasnya rendah dan dapat
menimbulkan kerugian bagi organisasi.

4. Kebijakan organisasi mengenai upah dan gaji, yaitu yang tercermin pada jumlah uang yang
dibawa pulang oleh pegawai tersebut. Berarti bukan hanya gaji pokok yang penting, akan tetapi
berbagai komponen lain dari kebijakan organisasi, seperti tunjangan jabatan, tunjangan istri,
tunjangan anak, tunjangan transportasi, bantuan pengobatan, bonus, tunjangan kemahalan dan
sebagainya.

5. Peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu daerah atau negara, misalnya tingkat
upah minimum, upah lembur, mempekerjakan wanita, mempekerjakan anak dibawah umur,
keselamatan kerja, hak cuti, jumlah jam kerja dalam seminggu, hak berserikat dan sebagainya.

Semua sistem kompensasi yang baik tidak bisa dilihat dari satu sudut kepentingan
organisasi sebagai pemakai tenaga kerja saja atau kepentingan pegawai saja, tetapi
kepentingan dari berbagai pihak yang turut terlibat baik langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan sistem kompensasi merupakan salah satu alat untuk memotivasi para karyawan
untuk mewujudkan tujuan organisasi yang telah ditetapkan itu. Kompensasi umumnya diberikan
sebagai imbalan atas perilaku kerja individual, tetapi dapat pula diberikan kepada kelompok.
Sistem kompensasi menghubungkan antara kompensasi dan unjuk kerja bukan senioritas
ataupun jumlah jam kerja.

Menurut Robbin (1997) menyatakan bahwa program kompensasi yang efektif harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Sederhana : aturan-aturan dalam sistem kompensasi harus ringkas, jelas dan mudah difahami.

2. Spesifik : jangan hanya mengatakan “hasil lebih banyak” atau “hentikan kecelakaan”. Para
pegawai perlu mengetahui secara tepat tentang apa yang harus mereka kerjakan.

3. Terjangkau : setiap pegawai harus mempunyai peluang yang wajar untuk memperoleh
kompensasi.

4. Terukur : sasaran-sasaran yang terukur adalah dasar untuk membangun rencana-rencana atau
program kompensasi. Program kompensasi akan menjadi tidak ada manfaatnya bila
hasil/prestasi kerja spesifik tidak dapat dikaitkan dengan rupiah yang dikeluarkan.

Perusahaan dalam memberikan kompensasi kepada para pekerja terlebih dahulu


melakukan penghitungan kinerja dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil. Sistem
tersebut umumnya berisi kriteria penilaian setiap pegawai yang ada misalnya mulai dari jumlah
pekerjaan yang bisa diselesaikan, kecepatan kerja, komunikasi dengan pekerja lain, perilaku,
pengetahuan atas pekerjaan, dan lain sebainya.
Para karyawan mungkin akan menghitung-hitung kinerja dan pengorbanan dirinya
dengan kompensasi yang diterima. Apabila karyawan merasa tidak puas dengan kompensasi
yang didapat, maka dia dapat mencoba mencari pekerjaan lain yang memberi kompensasi lebih
baik. Hal itu cukup berbahaya bagi perusahaan apabila pesaing merekrut / membajak karyawan
yang merasa tidak puas tersebut karena dapat membocorkan rahasia perusahaan / organisasi.

Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi /
perusahaan sebagai berikut di bawah ini :

a. Mendapatkan karyawan berkualitas baik

b. Memacu pekerja untuk bekerja lebih giat dan meraih prestasi gemilang

c. Memikat pelamar kerja berkualitas dari lowongan kerja yang ada

d. Mudah dalam pelaksanaan dalam administrasi maupun aspek hukumnya

e. Memiliki keunggulan lebih dari pesaing/kompetitor

Macam-Macam / Jenis-Jenis Kompensasi Yang Diberikan Pada Karyawan :

1. Imbalan Ektrinsik

a) Imbalan ektrinsik yang berbentuk uang antara lain misalnya : gaji, upah, honor, bonus, komisi,
dan insentif.

b) Imbalan ektrinsik yang bentuknya sebagai benefit / tunjangan pelengkap contohnya seperti
: uang cuti, uang makan, uang transportasi / antar jemput, asuransi, jamsostek / jaminan sosial
tenaga kerja, uang pensiun, rekreasi, dan beasiswa melanjutkan kuliah.

2. Imbalan Intrinsik

Imbalan dalam bentuk intrinsik yang tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan berupa
kelangsungan pekerjaan, jenjang karir yang jelas, kondisi lingkungan kerja, pekerjaan yang
menarik, dan lain-lain.

You might also like