You are on page 1of 20

LAPORAN PRAKTIKUM

KARAKTERISTIK AIR LIMBAH INDUSTRI TAHU

diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengolahan Limbah
Industri – IL4104

disusun oleh

Nama : Hendra Susanto


NIM : 15714003

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
A. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Menentukan Biochemical Oxygen Demand (BOD) pada sampel air
limbah tahu
2. Menentukan Chemical Oxygen Demand (COD) pada sampel air
limbah tahu
3. Menentukan Total Suspended Solid (TSS) pada sampel air limbah tahu
4. Menentukan derajat keasaman (pH) pada sampel air limbah tahu
5. Menentukan amonia (NH3) pada sampel air limbah tahu
6. Membandingkan kualitas sampel air limbah tahu dengan baku mutu
efluen limbah tahu
B. Prinsip Kerja
Untuk menentukan BOD pada sampel air, sampel air diencerkan dan
dititrasi dengan metode Winkler. Oksigen akan mengoksidasi Mn2+ dalam
suasana basa membentuk endapan MnO2. Dengan penambahan alkali
iodida dalam suasana asam akan membebaskan iodium. Banyaknya
iodium yang dibebaskan ekivalen dengan banyaknya oksigen terlarut.
Oksigen terlarut pada sampel air diukur sebelum dan sesudah inkubasi
selama 5 hari pada suhu 20°C.
Untuk menentukan COD pada sampel air, senyawa organik dalam air
dioksidasi oleh larutan kalium dikromat dalam suasana asam pada
temperatur 150°C. Jumlah oksigen yang dibutuhkan dinyatakan dalam
intensitas warna pada sampel air dengan cara diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 600 nm.
Untuk menentukan TSS pada sampel air, kertas saring hasil
penyaringan sampel air dipanaskan pada temperatur 105°C. Residu yang
tertahan pada kertas saring ditimbang dan dapat ditentukan nilai TSS pada
sampel air.
Untuk menentukan pH pada sampel air, sampel air dicelupkan ke dalam
elektroda pada pH meter. Selanjutnya pada display pH meter akan
menampilkan derajat keasaman yang terukur pada sampel air.
Untuk menentukan amoniak pada sampel air, prinsip dasar pengukuran
adalah destruksi, distilasi, dan titrasi. Destruksi dilakukan untuk
pemecahan senyawa nitrogen menjadi anorganik. Distilasi dilakukan untuk
membebaskan gas amonia dan ditangkap dengan zat asam. Titrasi
dilakukan untuk untuk mengukur amonia dalam air yang ditandai dengan
perubahan warna dari hijau menjadi ungu.
C. Teori Dasar
pH merupakan parameter untuk menyatakan suatu keasaman air. Jika
konsentrasi H+ tinggi, maka pH air menjadi rendah dan air bersifat asam
dan sebaliknya akan bersifat basa apabila konsentrasi H+ rendah. Penyebab
asam atau basa dalam air disebabkan oleh asam mineral, asam organik,
basa atau garam-garam yang bersifat alkalis. Parameter pH berguna untuk
air yang akan digunakan untuk keperluan industri, pertanian, air minum,
dan sebagainya. Data pH air diperlukan untuk proses pengolahan air
karena efisiensi proses pengolahan air dipengaruhi oleh pH air misalnya
pengolahan air limbah secara biologis, proses koagulasi, dan lain-lain.
Zat padat (Solid) dalam air adalah materi yang tersisa (residu) pada
sampel air yang diuapkan dan dikeringkan pada temperatur 103-105°C.
Residu dari penguapan dan dipanaskan tersebut dapat berupa senyawa
organik atau anorganik, baik dalam bentuk terlarut atau tersuspensi di
dalam air. TSS atau Total Suspended Solid menyatakan banyaknya
senyawa-senyawa organik atau anorganik yang tersuspensi dalam air
(yang tertahan pada permukaan kertas saring). Data hasil pengukuran solid
berguna untuk:
a. Mengetahui kualitas air yang diteliti untuk memenuhi baku mutu
b. Perencanaan dan desain pengolahan air
c. Data solid dapat dihubungkan dan berhubungan erat dengan
parameter lainnya seperti parameter zat organik (BOD, COD, TOC)
kekeruhan, konduktivitas air.
Konsentrasi oksigen yang terlarut di dalam air tergantung kepada sifat
fisik, kimia, dan aktivitas biokimia di dalam air. Senyawa-senyawa yang
terdapat di dalam air akan mempengaruhi kelarutan gas oksigen. Semakin
banyak senyawa organik di dalam air, maka semakin banyak
mikroorganisme yang menguraikan zat organik dalam keadaan aerobik
sehingga konsentrasi oksigen semakin kecil bahkan sampai tingkat
anaerob. Data oksigen berguna untuk menentukan tingkat pencemaran di
badan air dan kemampuan badan air untuk melakukan self purifikasi.
Dalam pengolahan air secara biologis data oksigen terlarut berguna untuk
mengevaluasi efisiensi pengolahan.
BOD didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa organik secara biokimia dan
dalam keadaan aerob. Dengan demikian pengukuran BOD adalah
pengukuran banyaknya zat organik yang dapat diuraikan oleh
mikroorganisme (biodegradeable) pada waktu dan temperatur tertentu.
Kelarutan oksigen di dalam air terbatas kira-kira 9 mg/l pada suhu 20°C
maka air yang mengandung zat organik tinggi harus diencerkan agar pada
akhir percobaan masih tersisa oksigen yang dapat diukur. Persyaratan yang
harus dipenuhi dalam pengukuran BOD antara lain:
a. Bebas dari bahan-bahan beracun
b. Kondisi pH dan tekanan osmosis yang optimum
c. Mengandung nutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
mikroorganisme
d. Mengandung populasi mikroorganisme yang cukup
Temperatur percobaan BOD sangat mempengaruhi kecepatan
penguraian zat organik. Temperatur inkubasi pada percobaan BOD adalah
20°C merupakan temperatur rata-rata badan air. secara teoritis waktu yang
dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik secara sempurna dalam
percobaan BOD adalah kira-kira 20 hari (BOD Ultimate). Berdasarkan
hasil percobaan bahwa dalam waktu 5 hari kira-kira 70-80% zat organik
telah terurai. Selain itu dalam waktu 5 hari agar tidak terjadi gangguan
oksidasi senyawa nitrogen oleh mikroorganisme (reaksi nitrifikasi).
Apabila terdapat mikroorganisme yang dapat menguraikan senyawa
nitrogen maka akan membentuk senyawa amoniak yang selanjutnya akan
membentuk senyawa nitrit dan nitrat dari proses oksidasi. Karena itu
waktu inkubasi dipilih 5 hari. Selain itu, proses penguraian senyawa
organik sangat dipengaruhi oleh jenis zat organik dan jenis
mikroorganisme pada percobaan BOD. Air pengencer yang digunakan
dalam percobaan BOD harus memiliki kualitas seperti bebas dari senyawa
toksik, pH air berkisar antara 6,5-8,5 , serta tekanan osmotik cairan harus
sama dengan tekanan osmotik mikroorganisme. Parameter BOD
diperlukan untuk:
a. Menentukan tingkat pencemaran dalam air yang disebabkan oleh
zat organik
b. Studi dan evaluasi kemampuan badan air dalam proses self
purifikasi
c. Evaluasi suatu sistem pengolahan air dalam menurunkan atau
mengolah senyawa organik dalam air limbah
COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator untuk
mengoksidasi materi organik secara kimiawi. Parameter COD digunakan
secara luas untuk menentukan tingkat pencemaran oleh senyawa organik
dari suatu air limbah baik domestik maupun industri. Oksidator yang
digunakan untuk mengukur konsentrasi senyawa organik yang dapat
dioksidasi adalah KMnO4, dengan satuan KMnO4 mg/L. Oksidator K2CrO7
dipilih sebagai oksidator karena kemampuannya untuk dapat mengoksidasi
semua senyawa organik dalam suasana asam dan panas. Senyawa organik
yang mudah menguap akan hilang selama pemanasan, untuk mencegah hal
tersebut maka pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan
kondensor atau refluks secara tertutup. Nilai COD akan selalu lebih besar
daripada BOD karena kebanyakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara
kimia daripada secara biologi. Perbandingan antara COD dan BOD dapat
ditetapkan dan digunakan untuk memperkirakan jenis pengolahan air
limbah
 Jika BOD/COD ≥ 0,6 maka air limbah bersifat biodegradable
sehingga baik diolah secara biologis
 Jika BOD/COD ≤ 0,3 maka air limbah bersifat non
biodegradable sehingga baik diolah secara kimia dan fisika
BOD/COD yang rendah menunjukkan adanya zat-zat yang dapat
bersifat racun bagi mikroorganisme. Kelebihan dari analisis COD
dibandingkan BOD adalah tidak adanya gangguan dari mikroorganisme
dan tidak dipengaruhi oleh racun sehingga analisis COD dapat dilakukan
dengan aman terhadap air limbah industri. Waktu pengukuran Cod lebih
cepat dibandingkan dengan BOD yaitu hanya 3 jam. Namun
kelemahannya adalah tidak dapat diketahui seberapa banyak materi
organik yang biodegradable dan non biodegradable dan ini hanya dapat
diketahui dari analisis BOD.
Secara umum kegunaan data nitrogen dalam air yaitu:
1. Dalam bidang air minum untuk menghitung banyaknya klor yang
harus ditambahkan
2. Adanya senyawa nitrit dan nitrat dalam air minum dapat
mengganggu kesehatan
3. Sebagai program pengendalian pencemaran dalam suatu perairan
misalnya untuk pengendalian eutrofikasi
4. Evaluasi pengolahan air limbah secara biologis
Kehadiran senyawa nitrogen di dalam air dapat berasal dari aktivitas
pertanian yaitu pemberian pupuk urea, atau dari air limbah domestik dan
dari limbah industri, atau berasal dari tanah. Berbagai jenis senyawa
nitrogen dalam air yaitu:
1. Nitrogen organik (protein, asam amino,dll)
2. Ammonia (NH3)
3. Ammonium (NH4+)
4. Nitrit (NO2-)
5. Nitrat (NO3-)
Senyawa N-organik di dalam air dapat berasal dari air limbah domestik
atau air limbah kotoran hewan, akan terurai oleh mikroorganisme
membentuk senyawa amonia. Senyawa ammonia di dalam air dalam
suasana asam akan membentuk senyawa ammonium. Ammonia dengan
adanya bakteri Nitrozomonas akan teroksidasi membentuk senyawa nitrit.
Selanjutnya nitrit akan teroksidasi membentuk senyawa nitrat dengan
adanya bakteri Nitrobacter (nitrifikasi). Pada kondisi anaerob nitrit dan
nitrat dapat tereduksi membentuk gas N2 (denitrifikasi).
Limbah cair pada tahu biasanya menghasilkan cairan kental yang
terpisah dari gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih. Cairan ini
mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah
ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu
sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan
(Kaswinarni, 2007). Limbah padat merupakan kotoran hasil pembersihan
kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, bahan lain yang menempel pada
kedelai) dan ampas tahu.
Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang
tinggi terutama protein dan asam amino. Gas-gas yang biasa ditemukan
dalam limbah cair tahu adalah oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S),
amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut
berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat dalam limbah
cair tersebut (Herlambang, 2005). Parameter yang digunakan untuk
menunjukkan karakter karakter air buangan industri tahu adalah
(Kaswinarni, 2007):
1. Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-
lain.
2. Parameter kimia, dibedakan atas kimia organik dan kimia
anorganik.
Kandungan organik (BOD, COD, TOC) oksigen terlarut (DO),
minyak atau lemak, nitrogen total, dan lain-lain. Sedangkan kimia
anorganik meliputi: pH, Pb, Ca, Fe, Cu, Na, sulfur, dan lain-lain.
Air limbah indutri tahu sifatnya cenderung asam, pada keadaan asam
ini akan terlepas zat-zat yang mudah untuk menguap. Hal ini
mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk. pH
sangat berpengaruh dalam proses pengolahan air limbah. Pengaruh yang
terjadi apabila pH terlalu rendah adalah penurunan oksigen terlarut. Oleh
karena itu, sebelum limbah diolah diperlukan pemeriksaan pH serta
menambahkan larutan penyangga agar dicapai pH yang optimal (BPPT,
1997).
Senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair tahu
akan terurai oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida (CO2), air serta
ammonium, selanjutnya ammonium akan dirubah menjadi nitrat. Proses
perubahan ammonia menjadi nitrit dan akhirnya menjadi nitrat disebut
proses nitrifikasi. Untuk menghilangkan ammonia dalam limbah cair
sangat penting, karena ammonia bersifat racun bagi biota akuatik
(Herlambang, 2005).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa limbah dari pengolahan tahu
mempunyai kadar BOD sekitar 5.000-10.000 mg/L, COD sekitar 7.000-
12.000 mg/L serta mempunyai pH sekitar 4-5. Dampak yang ditimbulkan
oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan
terhadap kehidupan biotik, turunnya kualitas air perairan akibat
meningkatnya kandungan bahan organik.
Setiap Pemerintah Daerah khususnya dalam upaya menjaga
kelestarian lingkungan perairan, menyusun peraturan-peraturan tentang
baku mutu efluen kualitas air limbah baik domestik maupun industri yang
dapat dibuang ke perairan. Peraturan ini ditetapkan atas dasar kemampuan
teknologi pengolahan air limbah yang umum digunakan serta daya
tampung lingkungan. Sehingga setiap daerah akan memiliki baku mutu
yang berbeda-beda ataupun sama tergantung dari karakteristik perairan
daerah tersebut.
D. Hasil Percobaan
Data hasil percobaan dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Sampel Air Limbah Tahu
No Parameter Satuan Nilai
pH - 4,77
BOD mg/L BOD 3254,60
S1 COD mg/L COD 11738,46
TSS mg/L 95
NH3 mg/L NH3-N 18,06
pH - 5,57
S2 BOD mg/L BOD 3395,18
COD mg/L COD 4085,615
No Parameter Satuan Nilai
TSS mg/L 10
NH3 mg/L NH3-N 14,48
pH - 4,66
BOD mg/L BOD 1197,83
S3 COD mg/L COD 1003,846
TSS mg/L 26
NH3 mg/L NH3-N 12,04
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Keterangan:
S1 : air limbah raw
S2 : air limbah hasil koagulasi flokulasi
S3 : air limbah hasil filtrasi

Perhitungan data:
1000
TSS = 𝑣𝑜𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 (𝑎 − 𝑏)𝑥 1000
𝑉𝑜𝑙𝑡ℎ𝑖𝑜 𝑥 𝑁
𝑡ℎ𝑖𝑜 𝑥 1000 𝑥 8
DO = 𝑣𝑜𝑙𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 −2

BOD = ( (D1-D2)-(B1-B2) ) x f x P
COD dihitung dalam suatu persamaan pengukuran spektrofotometri
y= 0,0013x+0,0001
𝑣𝑜𝑙.𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 [𝐻2 𝑆𝑂4 ] 𝑥 14 𝑥 1000
NH3 = 𝑣𝑜𝑙.𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Keterangan:
a = berat kertas saring awal (gram)
b = berat kertas saring akhir (gram)
Volthio = volume titrasi thiosulfat (ml)
Nthio = normalitas thiosulfat (N) = 0,0129 N
Volbotol = volume botol BOD (ml)
D1 = DO 0 hari contoh air (mg/L)
D2 = DO 5 hari contoh air (mg/L)
B1 = DO 0 hari blanko (mg/L)
B2 = DO 5 hari blanko (mg/L)
f = koreksi seeding = 1
P = angka pengenceran
y = absorbansi
x = konsentrasi COD (mg/L COD)
E. Pembahasan
Pada praktikum ini akan diuji parameter BOD, COD, TSS, pH, dan
NH3 pada limbah industri tahu. Limbah air tahu berasal dari limbah pabrik
tahu di Jalan Sukaresmi No 2 Dago. Pada percobaan ini sampel limbah tahu
dikelompokkan ke dalam tiga jenis sampel yaitu S1, S2, dan S3. S1
merupakan limbah tahu segar, S2 merupakan limbah tahu dari hasil proses
koagulasi dan flokulasi, dan S3 adalah limbah tahu hasil proses koagulasi,
flokulasi, dan filtrasi. Tujuan dari pengelompokkan ini adalah untuk
membandingkan kualitas air limbah industri tahu berdasakan proses
pengolahan yang telah dilakukan. Selanjutnya dari kualitas limbah tahu ini
akan dibandingkan dengan baku mutu efluen air limbah untuk mengetahui
seberapa efektif proses yang telah dilakukan demi mencapai baku mutu
yang telah ditetapkan.
Untuk sampel S1 langsung dapat diukur parameter yang akan diuji
seperti BOD, COD, TSS, pH, dan NH3. Untuk sampel S2 berasal dari
sampel S1 yang melalui proses koagulasi dan flokulasi. Untuk penyiapan
sampel ini dibutuhkan 3 liter air, di mana sampel air akan diencerkan 3 kali
sehingga sampel air bervolume 1 liter dan sisanya 2 liter dari air akuades.
Pada sampel air diukur kekeruhan terlebih dahulu menggunakan
turbidimeter. Disiapkan 6 buah gelas ukur masing masing bervolume 500
ml. Dilakukan uji jartest dengan penambahan PAC dengan dosis yang
bervariasi untuk menentukan dosis optimum. Dilakukan pengadukan cepat
dengan kecepatan pengadukan 100 rpm selama 1 menit dan pengadukan
lambat dengan kecepatan pengadukan 60 rpm selama 15 menit. Kemudian
pada sampel air yang telah dibubuhkan PAC diambil dan diukur kekeruhan
menggunakan turbidimeter. Dosis optimum ditandai dengan penurunan
kekeruhan yang paling signifikan. Diperoleh dosis optimum yaitu 2,25 ml
PAC. Untuk sampel S3, yaitu hasil sampel S2 yang dilakukan filtrasi
dengan menggunakan media antrasit. Sampel S1, S2, dan S3 selanjutnya
dapat dilakukan pengujian parameter kualitas air seperti BOD, COD, TSS,
pH, dan NH3.
Untuk percobaan pengukuran BOD dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut. Disiapkan air pengencer yang berasal dari air keran sebanyak 20
liter di dalam wadah yang besar. Kemudian air pengencer diaerasi selama 1
jam untuk membuat oksigen terlarut (DO) dalam air menjadi jenuh.
Alasannya karena DO dalam air biasanya terbatas, dikhawatirkan jumlah
DO tidak mencukupi dan mewakili pengukuran BOD. Apalagi untuk limbah
industri tahu yang mempunyai kadar senyawa organik yang tinggi sehingga
bakteri membutuhkan banyak oksigen terlarut untuk menguraikan senyawa
tersebut. Pada air pengencer ditambahkan seeding berupa bakteri sebanyak
20 ml yang berasal dari Situ Jatinangor agar dapat menentukan nilai BOD
pada limbah tahu. Buffer fosfat ditambahkan sebanyak 20 ml untuk menjaga
pH air tetap stabil sehingga bakteri dapat hidup di dalam air tersebut.
Ditambahkan FeCl3 dan MgSO4 sebanyak 20 ml sebagai nutrisi dalam unsur
Fe dan S untuk bakteri agar bakteri dapat tumbuh dengan baik dan
melakukan proses oksidasi materi organik dengan baik pula. CaCl2
ditambahkan sebanyak 20 ml untuk menjaga tekanan osmotik cairan agar
sama dengan tekanan osmotik bakteri agar sel bakteri tidak rusak dan dapat
bertahan pada kondisi sampel air.
Dilakukan pengenceran pada sampel air limbah sebanyak 3 set
pengenceran yaitu P/3, P/5, dan P/7 dimana P merupakan nilai COD yang
telah diukur. Kemudian disiapkan botol BOD untuk masing-masing set
pengenceran, blanko, serta sampel S1, S2, dan S3 sehingga totalnya
membutuhkan 20 botol. 1 botol untuk blanko DO 0 hari, 1 botol untuk
blanko DO 5 hari, 9 botol untuk pengukuran DO 0 hari, 9 botol lainnya
untuk pengukuran DO 5 hari. Karena ketersediaan botol terbatas maka
digunakan 10 botol BOD secara bergantian untuk 0 hari dan 5 hari. Sampel
air limbah dimasukkan ke dalam botol secara penuh dan ditutup agar tidak
ada gelembung udara yang masuk. Kemudian diukur volume botol.
Untuk pengukuran DO 0 hari, pada botol BOD yang berisi sampel air
limbah tahu ditambahkan 1 ml MnSO4 agar oksigen dalam air limbah
mengoksidasi Mn2+ dalam suasana basa membentuk endapan MnO2. Alkali
iodida juga ditambahkan sebagai katalisator karena senyawa organik
umumnya sulit untuk bereaksi dan membuat sampel air dalam suasana basa.
Kemudian didiamkan selama 15 menit agar membentuk endapan yang
sempurna. Apabila endapan berwarna coklat berarti dalam sampel air
limbah mengandung oksigen, apabila tidak akan berwarna putih. Warna
coklat pada endapan terbentuk karena beberapa Mn2+ dalam sampel
teroksidasi menjadi Mn4+ dalam bentuk endapan MnO2. Apabila berwarna
putih maka yang terbentuk adalah endapan Mn(OH)2.
Sebagian isi botol dituangkan ke botol erlenmeyer untuk memisahkan
antara endapan dan air sampel, botol erlenmeyer berisi sampel air dan botol
BOD berisi sisa endapan. Pada botol erlenmeyer ditambahkan H2SO4 pekat
20 tetes dan amilum 20 tetes. Penambahan H2SO4 bertujuan untuk
melarutkan endapan dan membebaskan iodium dalam suasana asam
sehingga warna sampel akan berwarna kuning pekat. Penambahan amilum
sebagai indikator adanya oksigen terlarut dan perubahan warna yang terjadi
adalah warna biru gelap. Dilakukan titrasi dengan menambahkan natrium
tiosulfat atau Na2S2O3 untuk mengukur besarnya iodium yang dibebaskan
pada sampel air. Jumlah volume titrasi menyatakan banyaknya iodium yang
bebas sekaligus menyatakan sebagai banyaknya oksigen terlarut dalam
sampel air. Warna sampel yang akan terjadi adalah warna bening. Pada
botol BOD, setelah penambahan H2SO4 langsung dilakukan titrasi terlebih
dahulu sehingga warna yang terbentuk adalah warna kuning jerami. Hal ini
dimaksudkan karena apabila ditambahkan amilum terlebih dahulu maka
akan terbentuk iod amyl yang memiliki ikatan yang kuat karena adanya
endapan sehingga nantinya sulit untuk dilakukan titrasi.
Secara umum reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Mn2+ + 2OH-  Mn(OH)2 (presipitat putih)
Mn(OH)2 + ½ O2  MnO2 + H2O (presipitat coklat)
MnO2 + 2I- + 4H+  Mn2+ + I2 + H2O
I2 +S2O3  S4O6 + 2I-
Dari total volume titrasi tersebut dapat diketahui nilai DO 0 hari pada
sampel air. Begitu pula untuk pengukuran DO 5 hari. Dengan demikian
nantinya dapat diketahui nilai BOD pada sampel air. Hasil pengukuran
dapat dilihat pada Tabel 1 diatas.
Untuk percobaan pengukuran TSS, sampel air limbah tahu dilakukan
penyaringan dengan menggunakan kertas saring yang telah dibilas dengan
air dan dipanaskan pada suhu 105°C untuk membebaskan zat-zat yang
menempel pada permukaan kertas saring. Berat kertas saring ditimbang
terlebih dahulu. Kemudian diambil sampel air sebanyak 100 ml dan
dilewatkan pada kertas saring menggunakan pompa suction untuk
mempercepat proses penyaringan. Kertas saring yang berisi endapan
tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 105°C di oven selama satu jam
untuk menguapkan air pada kertas saring sehingga cepat kering. Kertas
saring didinginkan pada desikator selama 30 menit untuk menguapkan
panas akibat dari pemanasan pada oven. Setelah didinginkan kemudian
berat kertas saring ditimbang. Selisih dari berat kertas saring tersebut dapat
ditentukan nilai TSS. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1 diatas.
Untuk pengukuran pH pada sampel air, cukup dicelupkan elektrode pH
meter ke dalam sampel air. Elektrode pada pH meter dibilas terlebih dahulu
untuk memastikan tidak ada zat-zat yang menempel padanya dan
mempengaruhi hasil pengukuran. Selanjutnya pada display alat akan
menunjukkan nilai pH. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1 diatas.
Untuk pengukuran COD pada sampel air, diambil sampel air berjumlah
2,5 ml. Kemudian pada sampel air ditambahkan 1,5 ml COD digest dalam
konsentrasi tinggi dan ditambahkan 3,5 ml asam COD (H2SO4 pekat).
Tujuan penambahan COD digest adalah untuk mengoksidasi senyawa
organik dalam sampel air dalam suasana asam. Penambahan asam COD
bertujuan untuk mencegah adanya gangguan nitrit dalam air yang akan
teroksidasi menjadi nitrat dengan cara melarutkan nitrit. Kemudian sampel
air dipanaskan selama 2 jam pada suhu 150°C. Tujuan pemanasan pada
suhu 150°C supaya kalium dikromat akan bekerja secara efektif untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik pada sampel air dalam suhu yang tinggi.
Sampel air dipanaskan selama 2 jam agar senyawa organik habis teroksidasi
oleh kalium dikromat dalam larutan COD digest. Setelah dipanaskan
kemudian didinginkan selama 30 menit untuk menghilangkan uap panas.
Kemudian pada sampel air diukur absorbansinya menggunakan
spektrofotometri. Persamaan yang digunakan untuk mengukur COD yaitu
y= 0,0013x+0,0001 dimana x merupakan nilai COD yang akan dicari dan y
merupakan nilai absorbansi. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1
diatas.
Untuk pengukuran amoniak pada sampel air, diambil sampel air
bervolume 25 ml ke dalam tabung ukur. Disiapkan pula botol erlenmeyer
yang telah ditambahkan asam borat sebanyak 25 ml, 1 tetes metil merah,
dan 1 tetes metil biru. Proses destruksi dan destilasi dilakukan dengan
menggunakan alat bernama vapodest. Tujuan destruksi yaitu untuk
memecahkan senyawa nitrogen menjadi senyawa anorganik. Proses
destruksi dilakukan dalam suasana panas dan asam. Tujuan penambahan
asam borat adalah untuk membuat suasana menjadi asam dalam proses
destruksi dan menangkap gas amonia yang mudah menguap dalam suasana
basa pada proses destilasi. Untuk membuat suasana menjadi basa
ditambahkan NaOH. Pada alat vapodest telah dilengkapi dengan tabung
untuk NaOH dan diinjeksikan secara otomatis. Penambahan indikator metil
merah dan metil biru sebagai indikator untuk menandakan selesainya proses
titrasi yang akan dilakukan. Proses destilasi dilakukan selama 4 menit.
Tujuan destilasi adalah untuk mengubah senyawa anorganik menjadi gas
amonia yang mudah menguap. Kemudian pada erlenmeyer tersebut dititrasi
dengan H2SO4 0,0215 N untuk mengukur gas amonia yang ditangkap yang
ditandai dengan perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna hijau
menjadi ungu. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Tabel 1 diatas.
Selanjutnya kualitas air limbah ini akan dibandingkan dengan baku mutu
yaitu SK Gubernur Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Di Jawa Barat.
Tabel 2. Perbandingan Kualitas Limbah Tahu dengan Baku Mutu
Baku Mutu
Kualitas Air
No Parameter Satuan Gol Gol Keterangan
Limbah (S3)
I II
tidak
1 TSS mg/L 26 200 400
memenuhi

2. pH - 4,66 6-9 tidak


memenuhi
mg/L tidak
3. BOD 1197,83 50 150
BOD memenuhi
mg/L tidak
4. COD 1003,846 100 300
COD memenuhi
mg/L tidak
5. ammonia 12,04 1 5
NH3-N memenuhi
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2018
Keterangan :
Gol I : untuk peruntukan air minum
Gol II : untuk peruntukan selain air minum
Dari tabel 2 diatas, dapat diketahui bahwa dari hasil koagulasi, flokulasi,
dan filtrasi belum mampu mengolah air limbah tahu mencapai baku mutu air
limbah. Karena itu dibutuhkan sistem pengolahan lanjutan seperti
sedimentasi, absorbsi, dan pengolahan utama seperti pengolahan bologis
(aerob maupun anaerob).
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama pengukuran BOD
adalah sebagai berikut:
1. Air pengenceran yang digunakan adalah air keran. Air keran
mengandung klor yang bersifat toksik sehingga dapat membunuh
bakteri. Hal ini dapat menganggu kerja bakteri untuk menguraikan
senyawa organik sehingga hasil pengukuran menjadi tidak akurat.
2. Botol BOD di laboratorium telah dilakukan berkali-kali untuk segala
jenis air limbah dengan konsentrasi senyawa organik dari tinggi hingga
rendah. Apabila tidak dibilas dengan benar maka kandungan senyawa
organik yang diukur dapat menjadi lebih besar dari hasil kenyataan.
3. Bakteri seeding yang ditambahkan adalah 1 ml per 1 liter air
pengencer. Karena limbah yang digunakan adalah limbah tahu yang
mengandung senyawa organik tinggi, dikhawatirkan jumlah bakteri
tidak cukup untuk mengoksidasi senyawa organik sehingga hasil
pengukuran dapat menjadi berbeda dengan kenyataan.
4. Blanko untuk pengukuran BOD yang disiapkan hanya satu (minimal
tiga), sehingga koreksi terhadap perhitungan BOD dapat menjadi
berbeda dengan kenyataan.
5. Pengenceran yang dilakukan untuk mengukur BOD sangat kecil
(pengenceran tiga kali) sehingga pada waktu DO 5 hari, oksigen
terlarut menjadi kecil atau 0 mg/L menyebabkan pengukuran BOD
menjadi gagal. Hal ini terjadi karena limbah yang digunakan adalah
limbah tahu yang mengandung senyawa organik tinggi, sehingga
oksigen yang dibutuhkan semakin tinggi pula sehingga oksigen terlarut
cepat habis sebelum 5 hari dan tidak terukur.
6. Kesalahan pada saat titrasi yaitu kelebihan pada penambahan zat
titrasi, disebabkan karena kesalahan praktikan dalam melihat
perubahan warna yang terjadi. Akibatnya oksigen terlarut yang diukur
dapat menjadi tidak akurat.
7. Pengukuran BOD dalam waktu 6 hari, karena kehabisan bahan
percobaan di hari ke 5. Sebenarnya pengukuran pada hari ke 6 tidak
akan jauh berbeda dengan hari ke 5. Hanya saja tidak sesuai dengan
prosedur kerja pengukuran. Tapi perbedaan waktu 1 hari mungkin saja
terjadi perubahan oksigen terlarut pula menyebabkan pengukuran yang
terjadi tidak akurat.
8. Seharusnya sampel S2 memiliki BOD yang lebih kecil dibandingkan
dengan sampel S1. Hal ini terjadi karena pada sampel S2 terjadi
koagulasi dan flokulasi yang bertujuan untuk destabilisasi dan
mengendapkan senyawa organik dalam bentuk flok pada air. Hal ini
dapat terjadi karena pengenceran yang terlalu kecil untuk sampel S2
sehingga oksigen terlarut sangat kecil.
9. Seharusnya BOD harus diukur dalam waktu 48 jam setelah diambil
sampel. Namun yang terjadi pengukuran BOD dilakukan setelah 35
hari dari hari diambilnya sampel karena satu dan lain hal. Akibatnya
pengukuran yang dilakukan tidak akurat mengingat selama perubahan
waktu terjadi perubahan karakteristik pada sampel air. Pada sampel air
juga tidak dilakukan pengawetan untuk mempertahankan kualitas air
selama hari tersebut.
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama pengukuran COD
adalah sebagai berikut:
1. Pemanasan yang terjadi selama dua jam kurang lama, karena senyawa
organik pada limbah tahu sangat tinggi, sehingga dibutuhkan waktu
yang lama agar semua senyawa organik habis teroksidasi oleh kalium
dikromat.
2. Senyawa anorganik yang dapat teroksidasi oleh kalium dikromat dapat
terukur sebagai senyawa organik sehingga dapat menyebabkan
kesalahan dalam pengukuran.
3. Seharusnya COD harus diukur dalam waktu 28 hari setelah diambil
sampel. Namun yang terjadi pengukuran COD dilakukan setelah 35
hari dari hari diambilnya sampel karena satu dan lain hal. Akibatnya
pengukuran yang dilakukan tidak akurat mengingat selama perubahan
waktu terjadi perubahan karakteristik pada sampel air. Pada sampel air
juga tidak dilakukan pengawetan untuk mempertahankan kualitas air
selama hari tersebut.
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama pengukuran TSS
adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan pada saat penimbangan kertas saring. Akibatnya
pengukuran yang terjadi dapat berbeda dengan hasil kenyataan. Hal ini
dapat terjadi karena dua faktor yaitu:
a. Timbangan tidak tertutup sempurna. Terjadi karena keterbatasan
fungsi dari alat timbangan yang tidak bisa tertutup dengan baik
menyebabkan adanya kemungkinan partikel-partikel lain yang
masuk dari luar dan ikut tertimbang sebagai berat endapan pada
kertas saring.
b. Pada saat penimbangan kertas saring, tidak dilakukan dengan
menggunakan penjepit, tapi dengan tangan kosong. Adanya tangan
yang tidak septik yang mengandung lemak dan partikel lainnya
dapat menempel pada kertas saring dan ikut tertimbang sebagai
berat endapan pada kertas saring.
2. Pemanasan tidak dilakukan pada suhu 105°C secara terus menerus
selama satu jam karena penggunaan oven secara bersamaan (buka dan
tutup). Hal ini dapat menyebabkan kertas saring tidak kering secara
sempurna sehingga uap air yang menguap akan menguapkan pula
endapan yang tersisa pada kertas saring. Hal ini dapat menyebabkan
pengukuran yang terjadi dapat berbeda dengan hasil kenyataan.
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama pengukuran pH
adalah sebagai berikut:
1. Elektrode yang tidak dibilas dengan bersih. Apabila digunakan untuk
mengukur sampel air yang berbeda-beda maka sampel air berikutnya
yang akan diukur pH dapat terkontaminasi. Hal ini terjadi karena zat-
zat penyebab asam masih menempel pada permukaan elektrode.
Akibatnya dapat menyebabkan pengukuran yang dilakukan menjadi
tidak akurat.
2. Seharusnya pH harus diukur sesegera mungkin setelah diambil sampel.
Namun yang terjadi pengukuran pH dilakukan setelah 35 hari dari hari
diambilnya sampel karena satu dan lain hal. Akibatnya pengukuran
yang dilakukan tidak akurat mengingat selama perubahan waktu terjadi
perubahan karakteristik pada sampel air. Pada sampel air juga tidak
dilakukan pengawetan untuk mempertahankan kualitas air selama hari
tersebut.
Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi selama pengukuran
amonia adalah sebagai berikut:
1. Pada saat destruksi, pembuatan suasana asam digunakan asam borat.
Karena asam borat adalah asam lemah, dikhawatirkan suasana tersebut
kurang membuat proses destruksi yang terjadi efektif, sehingga tidak
semua nitrogen dapat dipecahkan menjadi senyawa anorganik.
Akibatnya pengukuran yang terjadi tidak akurat.
2. Seharusnya amonia harus diukur dalam waktu 28 hari setelah diambil
sampel. Namun yang terjadi pengukuran amonia dilakukan setelah 35
hari dari hari diambilnya sampel karena satu dan lain hal. Akibatnya
pengukuran yang dilakukan tidak akurat mengingat selama perubahan
waktu terjadi perubahan karakteristik pada sampel air. Pada sampel air
juga tidak dilakukan pengawetan untuk mempertahankan kualitas air
selama hari tersebut.
3. Kesalahan pada saat titrasi yaitu kelebihan pada penambahan zat
titrasi, disebabkan karena kesalahan praktikan dalam melihat
perubahan warna yang terjadi. Akibatnya amonia yang diukur dapat
menjadi tidak akurat.
F. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil praktikum ini yaitu:
1. Biochemical Oxygen Demand (BOD) pada sampel air limbah tahu
yaitu:
S1 : 3254,60 mg/L BOD
S2 : 3395,18 mg/L BOD
S3 : 1197,83 mg/L BOD
2. Chemical Oxygen Demand (COD) pada sampel air limbah tahu yaitu:
S1 : 11738,46 mg/L COD
S2 : 4085,615 mg/L COD
S3 : 1003,846 mg/L COD
3. Total Suspended Solid (TSS) pada sampel air limbah tahu yaitu:
S1 : 95mg/L
S2 : 10 mg/L
S3 : 26 mg/L
4. Derajat keasaman (pH) pada sampel air limbah tahu yaitu:
S1 : 4,77
S2 : 5,57
S3 : 4,66
5. Amonia (NH3) pada sampel air limbah tahu yaitu:
S1 : 18,06 mg/L NH3-N
S2 : 14,48 mg/L NH3-N
S3 : 12,04 mg/L NH3-N
6. Kualitas sampel air limbah tahu tidak memenuhi baku mutu efluen
limbah tahu, yaitu pada SK Gubernur Jawa Barat No 6 Tahun 1999.
G. Rekomendasi
1. Sebelum dilakukan percobaan pengukuran parameter, sebaiknya
sampel air diawetkan untuk mempertahankan kualitas air agar hasil
pengukuran menjadi akurat.
2. Pengukuran BOD, COD, TSS, dan pH dilakukan secara prosedural
mengikuti buku petunjuk praktikum laboratorium dengan penyesuaian
yang dilakukan seperlunya (misalnya karena kualitas limbah yang
mengandung zat organik tinggi, maka dilakukan pengenceran terlebih
dahulu atau penambahan zat yang lebih besar dari langkah kerja
prosedural).
H. Referensi
BPPT. 1997. Teknologi Pengolahan Limbah Tahu – Tempe Dengan
Proses Biofilter Anaerob Aerob. Laporan Kegiatan. Kelompok
Teknologi Pengolhan Air Bersih dan Limbah Cair. BPPT.
Herlambang, A. 2005. Penghilangan Bau Secara Biologi Dengan Biofilter
Sintetik. JAI. Vol.1, No, 1. Kelompok Teknologi Pengolahan Air Bersih
Dan Limbah Cair, Pusat Pengkajian Dan Penerapan Teknologi
Lingkungan, BPPT.
Irsyad dan Tri Padmi. 2010. Modul Praktikum Laboratorium Lingkungan
TL-3103. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair
Industri Tahu. Thesis. Semarang: Program Studi Ilmu Lingkungan
Universitas Diponegoro.
Sawyer Clair N, Mc Carty Perry L. and Parkin Gene F, Chemistry For
Environmental Engineering and Science, Fifth Edition, Mc Graw Hill,
Boston, 2003.
Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 6 Tahun 1999 Tentang
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri Di Jawa Barat.

You might also like