You are on page 1of 34

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan
hipertensi,merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler
dengan prevalensidan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-
negara maju dan di daerah perkotaan di negara berkembang, seperti halnya
di Indonesia. Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar
di Indonesia. Betapa tidak,hipertensi merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Hal itu merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai
dengan Riskesdas 2013. Di samping itu pengontrolan hipertensi belum
adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia (Infodatin,
2016).Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya
yang tinggi dan terus meningkat. Hipertensi dikenal juga sebagai silent
killer atau pembunuh terselubung yang tidak menimbulkan gejala atau
asimptomatik seperti penyakit lain. Hipertensi didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang (JNC VIII, 2013).
Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya ≥140/90
mmHg. Menurut JNC VIII, tekanan darah pada orang dewasa dengan usia
diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila
tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99
mmHg. Penderita diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila
tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100
mmHg (JNC VIII, 2013). Pada hipertensi banyak faktor yang berperan
meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang
dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan meliputi
ketruruna, usia, jenis kelamin, dan ras. Faktor risiko yang dapat
dikendalikan, yaitu stres, olahraga, makanan (kebiasaan makan garam),
kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan, dan alkohol (Pajario, 2002).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 klasifikasi,
yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
sekunder yang telah diketahui penyebabnya. Di seluruh dunia, sekitar 972
juta orang atau 26,4% dari seluruh manusia di bumi mengidap hipertensi.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.
Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639
sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (WHO,
2015). Angka kejadian hipertensi di Jawa Tengah pada tahun 2013, untuk
umur ≥18 tahun yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan atau sedang
minum obat hipertensi sebesar 9,5%. Berdasarkan hasil pengukuran,
hipertensi di Jawa Tengah pada umur ≥18 tahun sebesar 26,4%. Hipertensi
menjadi 10 besar kasus penyakit terbanyak di Puskesmas I Kemranjen
yaitu sebesar 1.619 kasus pada tahun 2016. Desa Petarangan merupakan
desa paling banyak kejadian hipertensi yakni sebanyak 85 orang.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas tentang faktor risiko
hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap
kejadian hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja
Puskesmas 1 Kemranjen, Banyumas.
b. Menentukan alternatif pemecahan masalah untuk kasus
hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko hipertensi
sebagai upaya promotif dan preventif terhadap komplikasi
hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
B. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu dan pengetahuan di bidang kesehatan dalam
mencegah penyakit hipertensi, terutama faktor risiko yang
dapat menimbulkan terjadinya penyakit hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit
hipertensi, faktor risiko dan cara untuk mencegah penyakit
tersebut sehingga diharapkan dapat mengontrol tekanan
darah dan mengurangi komplikasi hipertensi.
b. Manfaat bagi puskesmas
Membantu enam program dasar pelayanan kesehatan
puskesmas berkaitan dengan promosi kesehatan terutama
masalah hipertensi sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan menentukan kebijakan yang harus diambil
untuk menyelesaikan masalah.
c. Manfaat bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai
masalah kesehatan diwilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum Wilayah Puskesmas I Kemranjen


1. Keadaan Geografis
Wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen merupakan salah
satu bagian dari wilayah Kecamatan Kemranjen, Kabupaten
Banyumas, Propinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah total
 3.571.293 Ha. Wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen terdiri
dari 8 desa binaan: Desa Sibalung (+452.223Ha);
Desa Kecila (+417.517Ha); Desa Kedungpring (+272.672Ha);
Desa Sibrama (+278.421Ha); Desa Karangjati
(+172.324Ha); Desa Petarangan (+603.601Ha); Desa
Karanggintung (+480.725Ha); Desa Karangsalam (+ 893.800Ha).
Desa terluas di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
adalah Desa Karangsalam. Desa terkecil adalah Desa Karangjati.
Desa yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Desa
Kecila sebesar 1477 per km 2. Topografi desa yang masuk dalam
wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen sekitar 40 % merupakan
daerah dataran tinggi/pegunungan.

Gambar 2.1 Peta Kecamatan


Kemranjen (Sumber: Profil
Puskesmas I Kemranjen 2016)
Batas Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kemranjen meliputi :
 Utara : Kec. Somagede Kab. Banyumas.
 Selatan : Kec. Nusawunggu Kab. Cilacap
 Barat :Kec. Kemranjen Kab. Banyumas ( Wilayah kerja Puskesmas
2 Kemranjen )
 Timur : Kec. Sumpiuh Kab. Banyumas
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan penduduk
Berdasarkan data Kecamatan dalam Angka Tahun 2016
didapatkan hasil registrasi penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen terdiri dari 36.352 yang terdiri dari 18.051 jiwa laki-laki
(49.65%) dan 18.301 jiwa Perempuan (50.34%) tergabung dalam
10.460 Rumah Tangga atau Kepala Keluarga. Jumlah penduduk
terbesar adalah Desa Kecila, sebanyak 6.131 jiwa dan desa yang
terendah adalah desa Karangjati sebanyak 1.795 jiwa.
b. Kepadatan penduduk
Penduduk di wilayah kerja Puskemas 1 Kemranjen untuk
tahun 2016 belum menyebar dan merata. Pada umumnya penduduk
banyak menumpuk di daerah perkotaan dan didataran rendah. Rata-rata
kepadatan penduduk di Kecamatan Kemranjen sebesar 988 jiwa setiap
km2 . Desa terpadat adalah desa Kecila dengan tingkat kepadatan
sebesar 1.477 per km2 , sedangkan kepadatan terendah pada desa
Karangsalam sebesar 623 setiap km2 dikarenakan desa terluas serta
daerahnya pegunungan.
c. Tingkat Pendidikan
Dari data Kemranjen dalam angka tahun 2016 menunjukkan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan usia 10 tahun keatas menurut
pendidikan yang tidak atau belum pernah sekolah sebesar 3.617
(10,62%), tidak belum tamat SD sebesar 9.712 (28,49%) tamat SD/MI
sebesar 13.315 (39,06 %) tamat SLTP/MTs/sederajat sebesar 4.433
(13%), tamat SMU/ 9 MA/SMK sebesar 2.562 (7,51%),tamat Akademi/
Diploma sebesar 258 (7,57%) dan tamat Universitas sebesar 187 (5,49
%).
3.000 700

TIDAK/ BELUM PERNAH SEKOLAH

600
2.500

TIDAK/ BELUM TAMAT SD

500

2.000
SD/MI

400

1.500 SLTP/ MTs

300

SLTA/ MA
1.000
200

AK/ DIPLO MA
500
100

UNIVERSITAS

- 0

Gambar 2.2 Penduduk Usia 10 tahun ke atas Menurut Pendidikan


tertinggi yang di Tamatkan Tahun 2016 (Sumber: Profil
Puskesmas I Kemranjen 2016)
Dilihat dari gambar 2.2 menunjukan bahwa tingkat pendidikan
di Kecamatan Kemranjen tergolong masih rendah. Rendahnya tingkat
pendidikan disebabkan karena sosial ekonomi masyarakat yang rendah.
d. Mata Pencaharian Penduduk
Dari data Kecamatan Kemranjen dalam Angka tahun 2016
mata pencaharian penduduk di wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
terdiri dari : petani (31,54%); buruh tani (23,96%); nelayan (0,04%);
pengusaha (1,66%); buruh industri (3,39%); buruh bangunan (4,67%);
(6,63%); PNS / TNI / POLRI (2,76%); jasa angkutan (1,16%);
pensiunan (1,26%); lain – lain (22,84%). Mata pencaharian penduduk
masih didominasi oleh kaum petani dan kaum buruh petani sebesar 57,5
% atau setengah dari mata pencaharian yang ada.
3. Petugas Kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mecapai
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan
dalam wilayah Puskesmas I Kemranjen adalah sebagai berikut :
a. Tenaga Medis
Tenaga medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam
wilayah Puskesmas I Kemranjen ada 4 (empat) orang, yaitu tiga dokter
dokter umum dan satu dokter gigi yang bekerja di Puskesmas I
Kemranjen, sedangkan dokter spesialis belum ada. Menurut standar
Peratran Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan
perkotaan rawat inap minimal memiliki 2 dokter dan 1 dokter gigi
sehingga Puskesmas I Kemranjen sudah memenuhi standar ketenagaan
puskesmas.
b. Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi pada Puskesmas I Kemranjen sebanyak 1 (satu)
orang. Menurut standar Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun
2014 puskesmas kawasan perkotaan rawat inap minimal 1 tenaga
kefarmasian sehingga Puskesmas I Kemranjen sudah memenuhi
standar ketenagaan puskesmas.
c. Tenaga Bidan
Tenaga kebidanan di Puskesmas I Kemranjen jumlahnya 15 orang.
Menurut standar Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014, puskesmas
kawasan perkotaan rawat inap minimal memiliki 7 bidan sehingga
Puskesmas I Kemranjen sudah memenuhi standar ketenagaan
puskesmas.
d. Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas I Kemranjen
jumlahnya ada 14 orang. Standar Peraturan Menteri Kesehatan No. 75
tahun 75 tahun 2014, puskesmas kawasan perkotaan rawat inap
minimal memiliki 8 perawat sehingga Puskesmas I Kemranjen sudah
memenuhi standar ketenagaan puskesmas.
e. Tenaga Gizi
Tenaga gizi di Puskesmas I Kemranjen jumlahnya 1 orang.
Standar Peraturan MenteriKesehatan No. 75 tahun 2014, puskesmas
kawasan perkotaan rawat inap minimal memiliki 2 tenaga gizi
sehingga Puskesmas I Kemranjen belum memenuhi standar ketenagaan
puskesmas.
f. Tenaga Kesehatan Lingkungan
Tenaga kesehatan lingkungan ada 1 (satu) orang. Standar Peraturan
Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2014, puskesmas kawasan perkotaan
rawat inap minimal memiliki1 tenaga kesehatan lingkungan sehingga
Puskesmas I Kemranjen sudah memenuhi standar ketenagaan
puskesmas.
Tabel 2.1 Ratio Jumlah Tenaga Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk
di Puskesmas I Kemranjen, tahun 2016.

No Jenis Tenaga PNS PTT Kontrak Jumlah


1 Dokter Umum 1 0 2 3
2 Dokter Spesialis 0 0 0 0
3 Dokter Gigi 1 0 0 1
4 Farmasi 1 0 0 1
5 Bidan 9 5 1 15
6 Perawat 10 0 4 14
7 Ahli Gizi 1 0 0 1
8 Kesehatan 1 0 0 1
Lingkungan
9 Kesehatan 1 0 1 2
lainnya
10 Tenaga Strategis 5 0 1 6
Lain
11 Penjaga 0 0 4 4
malam (CS)

Sumber : data sekunder Puskesmas I Kemranjen tahun 2016

B. Sarana Kesehatan
Puskesmas I Kemranjen memiliki 1 puskesmas Induk, untuk mendukung
pelayanan kesehatan di Puskesmas, terutama untuk menjangkau sasaran
wilayah selatan, terdapat Puskesmas Pembantu Sibalung. Dan terdapat Pos
Kesehatan Desa (PKD) di semua desa wilayah Puskesmas I Kemrajen.
C. Pembiayaan Kesehatan
Sumber daya pembiayaan Puskesmas berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN). Untuk tahun 2016 dana yang bersumber dari APBD sebanyak
Rp. 2.540.049.494,00 dan yang bersumber dari APBN sebesar
Rp. 297.780.000,00 sebagai dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
D. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Program pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas sebagai
pelayanan kesehatan dasar harus dilakukan secara cepat, tepat, dan diharapkan
sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi dan sesuai dengan
target yang telah ditetapkan. Tujuan dari program ini adalah
untukmeningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil serta
terjangkau oleh segenap anggota masyarakat.
Upaya Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas 1 Kemranjen diantaranya
adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan Kesehatan Dasar


Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang
sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.
Dengan pemberian pelayanan kesehatan dasar secara lebih cepat, tepat dan
lebih baik, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan sudah dapat
diatasi. Berbagai pelayan kesehatan dasar yang dilaksanakan oleh fasilitas
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan kesehatan ibu dan anak
Jumlah Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas 1 Kemranjen
pada tahun 2016 sebanyak 579 ibu hamil, adapun ibu hamil yang
mendapat pelayanan K-4 adalah sebesar 552 atau 94,4 % ibu hamil.
Dibandingkan tahun 2015 ibu hamil sebanyak 574 dan yang
mendapatkan pelayanan K-4 sejumlah 547 atau 95,3 %. Disini terjadi
penuruanan sebesar 0,9 persen. Upaya – upaya telah dilakukan oleh
Puskemas 1 Kemranjen yang dibantu bidan-bidan di Desa, namun hal itu
menunjukan bahwa kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pemeriksaan kesehatan pada waktu hamil belum maksimal dalam
memberikan motivasi kepada ibu hamil. Standar Pelayanan Minimal
untuk cakupan kunjungan K-4 sebesar 95%. Dengan demikian
Puskesmas 1 Kemranjen belum memenuhi standar pelayanan yang
diharapkan.
Cakupan ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani pada
tahun 2016 mencapai 121,76%, termasuk di atas standar, karena standar
minimal cakupan ibu hamil dengan komplikasi yang ditangani sebesar
80%.
b. Persalianan oleh tenaga kerja (NaKes)
Jumlah sasaran ibu yang hamil tahun 2016 sebanyak 531 orang.
Jumlah Ibu hamil tahun 2016 yang persalinannya ditolong Nakes adalah
544 atau sebesar 102,45% persen. Standar Pelayanan Minimal untuk
pertolongan persalinan oleh nakes tahun 2016 sebesar 90 %. Dengan
demikian cakupan persalinan Nakes di wilayah Puskesmas 1 Kemranjen
tahun 2016 telah memenuhi standar pelayanan minimal.
c. Bayi dan bayi BBLR
Jumlah bayi lahir tahun 2016 sebanyak 561 bayi dan yang
memiliki Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebanyak 54 bayi atau
sebesar 9.6 persen dari bayi yang lahir. Bayi BBLR yang ditangani
sebanyak 54 atau 100 % ditangani. Penanganan kasus BBLR berdasarkan
standart Dinas Kesehatan Kabupaten sudah memenuhi target yang
diharapkan.
d. Pelayanan keluarga berencana
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) tahun 2016 berdasarkan
sumber Badan Kependudukan Catatan Sipil dan Keluarga Berencana
Kecamatan Kemranjen sebesar 6097. Jumlah PUS tertinggi di Desa
Kecila sebesar 1029 PUS atau sebesar 16.87 % dari jumlah PUS yang
ada. Standar pelayanan minimal peserta KB aktif yaitu sebesar 70%.
Peserta KB Aktif tahun 2016 sebesar 4725 atau 77.5% dari jumlah
pasangan usia subur yang ada dalam wilayah Kerja Puskesmas 1
Kemranjen. Dengan demikian cakupan pelayanan keluarga berencana
sudah memenuhi target.
e. Pelayanan imunisasi
Jumlah desa dalam wilayah kerja Puskesmas 1 Kemranjen
sebanyak 8 desa. Desa dikategorikan sebagai desa Universal Child
Immunization (UCI) jika seluruh balitanya telah mendapatkan vaksin
DPT 3, Polio 4, dan Campak. Desa Universal Child Immunization (UCI)
sebanyak 8 atau memenuhi Standard Pelayanan Minimal (SPM) sebesar
100 %. Dengan Demikian Puskesmas 1 Kemranjen pada tahun 2016 telah
memenuhi target SPM tersebut.
f. Cakupan pelayanan nifas
Cakupan ibu nifas yang mendapat pelayanan kesehatan nifas
tahun 2016 adalah 562 atau 104,1% dengan target pelayanan nifas
sebanyak 540. Standard Pelayanan Minimal telah terpenuhi sebesar 90%.
g. Cakupan pelayanan anak balita
Persentase anak balita yang mendapat pelayanan kesehatan
(minimal 8 kali) di Puskesmas 1 Kemranjen beserta jaringannnya
mendapatkan pelayanan sebesar 99,6%. Standar Pelayanan Minimal
Tahun 2016 sebesar 95 %, hal ini sudah mencapai target yang
diharapkan.
h. Cakupan balita ditimbang
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi)
selama tahun 2016 adalah sebagai berikut :
1) Jumlah seluruh balita (S) = 2608 anak
2) Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2608 anak
3) Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2323 anak
4) Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1555 anak
5) KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 15 anak
Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program
penimbangan (K/S) mencapai 100 % . Tingkat partisipasi masyarakat
(D/S) = 89,07%. Efek penyuluhan (N/D) = 66,93 %. Tingkat partisipasi
masyarakat dan efek penyuluhan bila dibandingkan dengan SPM masih
dibawah standard. Hal ini disebabkan karena antara lain : anak setelah
mencapai usia 3 > tahun sudah enggan ditimbang dan usianya sudah
masuk sekolah Taman Kanak-kanak (TK). Upaya yang ditempuh antara
lain meningkatkan penyuluhan fungsi Kelompok Kerja (Pokja) Posyandu
Desa untuk mendapatkan peran serta masyarakat.
i. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan
Kasus gizi buruk selama tahun 2016 terdapat 15 kasus da
semuanya sudah ditindaklanjuti dengan prosedur yang ada.
j. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh
tenaga kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2016 sebesar
100%. Hal ini sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal tahun 2016
sebesar 100 persen.
2. Pelayanan Pengobatan / Perawatan
Jumlah kunjungan rawat jalan yang ada di Puskesmas 1 Kemranjen
sebesar 25750 di tahun 2015 Cakupan kunjungan pasien sebesar 72.96
persen dari jumlah penduduk dari kunjungan pasien baru dan pasien lama.
Jumlah kunjungan pasien rawat inap sebanyak 633 pasien atau sebesar 1.7
% dari jumlah penduduk. Penyakit tertinggi di Puskesmas 1 Kemranjen
adalah penyakit Infeksi Akut pada saluran Pernapasan bagian atas sebanyak
5773 penderita pada tahun 2015 dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 2.2 Sepuluh Penyakit Terbanyak Tahun 2016
NO NAMA PENYAKIT JUMLAH
1 ISPA 6.136
2 Dispepsia 2.512
3 Demam yang tidak diketahui sebabnya 2.149
4 Dermatitis 1.706
5 Myalgia 1.348
6 Hipertensi 1.619
7 Nyeri kepala 1.378
8 Diare dan Gastroenteritis 1.315
9 Artritis 778
10 Diabetes Mellitus 772
Sumber: Profil Puskesmas I Kemranjen 2016

3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular


a. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio
Kasus polio di Puskesmas 1 Kemranjen tidak
diketemukan/kosong.
b. Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru
Data yang diolah tahun 2016 kasus TB Paru (Klinis dan Positif)
sebanyak 23 kasus, sedangkan yang sembuh 17 orang (73,91%), masih
dalam pengobatan 5 orang, dan drop out 1 orang. Standar Pelayanan
Minimal untuk kesembuhan penderita TBC BTA positif adalah >85%.
Angka kesembuhan pasien pada akhir tahun 2016 masih di bawah target,
yaitu 73,91%. Angka ini belum tercapai karena ada 5 pasien yang masih
dalam masa pengobatan. Sedangkan dibandingkan target penemuan
kasus yaitu 39 kasus, penemuan kasus TB Paru baru mencapai 59,25%.
c. Penemuan dan Penanganan Penderita Pneumonia pada Balita
Kasus pneumonia balita di Puskesmas 1 Kemranjen sebanyak
85 kasus dari target penemuan 217 kasus, atau tercapai 39,12%. Standart
Pelayanan Minimal untuk balita dengan pneumonia yang ditangani 100
%sudah tercapai tetapi dalam hal penemuan kasus belum mencapai
target. Jumlah perkiraan penderita pneumonia yaitu 10 % X jumlah balita
(2.172)= 217 kasus. Kondisi tersebut dapat diatasi melalui pertemuan
pemantapan program dan pelatihan MTBS (Managemen Terpadu Balita
Sakit) untuk dokter, perawat dan bidan.
d. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV / AIDS
Kasus HIV /AIDS di Puskesmas 1 Kemranjen tidak
diketemukan / kosong, namun Puskesmas 1 Kemranjen selalu
mengupayakan pencegahan dengan pendekatan kepada masyarakat
dengan bimbingan atau penyuluhan secara berkelanjutan untuk
mencegah terjadinya kasus dan penularan di wilayah Puskesmas 1
Kemranjen.
e. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD.
Kasus penyakit DBD tahun 2016 tidak diketemukan. Upaya
Puskesmas untuk pemberantasan demam berdarah terdiri dari 3 hal yaitu
(a). Peningkatan surveilance penyakit dan vektor, (b). Diagnosis dini dan
pengobatan dini jika ada kasus (c). Peningkatan upaya pemberantasan
vektor penularan DBD. Dalam rangka pemberantasan penyakit DBD
Puskesmas 1 Kemranjen beserta lintas sektor telah melaksanakan
langkah-langkah konkrit antara lain: abatisasi selektif, penggerakan PSN
dan penyuluhan kesehatan yang dilaksanakan di setiap desa.
f. Pengendalian Penyakit Malaria
Saat ini tidak ditemukan kasus malaria. Namun Puskesmas
harus tetap mewaspadai kemungkinan munculnya kembali penyakit
tersebut dengan cara penyuluhan tentang pentingnya surveilan migrasi.
g. Penyelenggaraan Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB
Kejadian Luar Biasa (KLB) di tahun 2016 tidak ada.
4. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
a. Pelayanan Kesehatan Lingkungan.
Pada tahun 2016 dari 9.430 rumah yang diperiksa sebanyak
1.913 rumah, yang memenuhi syarat kesehatan sebanyak 1.199 atau
62,7% dari jumlah rumah yang diperiksa. Cakupan rumah sehat ini tidak
dapat menggambarkan kondisi rumah sehat seluruh wilayah binaan
kami, mengingat hasil cakupan hanya berdasarkan pada jumlah rumah
yang diperiksa (tidak seluruh rumah diperiksa).
b. Pelayanan Higiene Sanitasi Tempat Tempat Umum dan Pengolahan
Makanan.
Pada tahun 2016 jumlah tempat-tempat umum (TTU) yang
diperiksa kesehatannya sebanyak 30 tempat dari 30 tempat yang ada
(100%). Tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan
sebanyak 27 buah (90 %) dari jumlah yang diperiksa.
Salah satu tempat pengolahan makanan yaitu rumah makan.
Pada tahun 2016 rumah makan yang sudah memenuhi syarat untuk
higiene dan sanitasi sebesar 60%. Syarat tersebut selanjutnya diproses
untuk mendapatkan sertifikat laik higiene. Rumah makan yang terdapat
di wilayah kerja Puskesmas I Kemranjen sebanyak 5 buah, dan baru 3
yang memenuhi syarat higiene dan sanitasi untuk mendapatkan sertifikat
baik higine.
5. Perbaikan Gizi Masyarakat
Berdasarkan data yang ada penimbangan balita (F/III/Gizi) selama
tahun 2016 adalah sebagai berikut :
 Jumlah seluruh balita (S) = 2608 anak
 Jumlah balita yang terdaftar dan punya KMS (K) = 2608 anak
 Jumlah Balita yang ditimbang (D) = 2323 anak
 Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 1555 anak
 KEP Total (Gizi kurang + Gizi buruk) = 15 anak
Berdasarkan data diatas, maka jangkauan program penimbangan
(K/S) mencapai 100% . Tingkat partisipasi masyarakat (D/S) = 89,07%.
Efek penyuluhan (N/D) = 61,69 %.
III. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN DAN PRIORITAS MASALAH

A. Daftar Permasalahan Kesehatan


Kesenjangan antara realitas dengan keinginan atau target
merupakan pengertian dari masalah. Masalah dapat diidentifikasi dengan
melihat target yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi, untuk
melihat adanya masalah dapat melihat beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Adanya kesenjangan yang nyata
2. Menunjukan trend yang meningkat
3. Berdampak pada banyak orang
4. Ada konsekuensi serius
5. Dapat diselesaikan, yaitu ada intervensi yang terbukti efektif

Kegiatan Kepanitraan Ilmu Kesehatan (IKM) di wilayah kerja


Puskesmas 1 Kemranjen mengidentifikasi permasalahan yang dilihat dari
angka kesakitan penyakit dan berdasarkan target SPM kesehatan di
Kabupaten dan Kota (Permenkes No. 43 tahun 2016). Selain itu
berdasarkan 12 indikator utama sebagai penanda status kesehatan sebuah
keluarga (pasal 3), Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga
(Permenkes No. 39 Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Program Indonesia Sehat).
Tabel 3.1. Daftar penyakit berdasarkan target SPM kesehatan di
Kabupaten dan Kota (Permenkes No. 43 tahun 206) dan Permenkes No. 39
Tahun 2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat.

Tabel 3.1 10 Besar Penyakit pada IRJ Puskesmas 1 Kemranjen tahun 2016

No. Penyakit Jumlah


1 ISPA 6.136
2 Dispepsia 2.512
3 Dermatitis 1.706
4 Hipertensi 1.619
5 Nyeri kepala 1.378
6 Diare dan Gastroentritis 1.315
7 Arthritis 778
8 Diabetes Mellitus 772
9 TB Paru 39
10 Pneumonia balita 217
Jumlah 9.326

\
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas 1
Kemranjen dengan menggunakan metode Hanlon, dimana prioritas
masalah didasarkan pada empat kriteria yaitu:
Komponen A : besarnya masalah
1. Besarnya masalah didasarkan pada ukuran besarnya populasi yang
mengalami masalah tersebut.
2. Bisa diartikan sebagai angka kejadian penyakit.
3. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih besar.
Komponen B : keseriusan masalah
1. Urgensi : apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian segera dan
menjadi perhatian publik.
2. Keparahan (severity): memberikan mortalitas atau fatalitas yang
tinggi.
3. Ekonomi (cost): besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.
Masing-masing aspek di berikan nilai skor. Aspek paling penting
diberikan aspek yang paling tinggi kemudian di rata- rata.
Komponen C : ketersediaan solusi
1. Ketersediaan solusi yang efektif menyelesaikan masalah.
2. Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor yang semakin tinggi.
Komponen D : kriteria PEARL
1. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah
2. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat
3. A : Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat
4. R : Resources : adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
5. L: Legality : tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Berupa jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor 0
Perincian penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon
Kuantitatif dari masing – masing kriteria adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari banyaknya
penderita:
Tabel 3.1 Nilai Kriteria A metode Hanlon Kuantitatif
Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas 1
Kemranjen
Masalah Kesehatan <1000 1000- 1501- >2000 Nilai
(1) 1500 2000 (4)
(2) (3)
ISPA X 4
Dispepsia X 4
Dermatitis X 3
Hipertensi X 3
Nyeri kepala X 2
Diare dan X 2
Gastroentritis
Arthritis X 1
Diabetes Mellitus X 1
TB Paru X 1
Pneumonia balita X 1

2. Kriteria B
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
4 = Gawat
5 = Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)
Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
Skor : 1 = Sangat murah
2 = Murah
3 = Cukup mahal
4 = Mahal
5 = Sangat mahal
Tabel 3.2 Nilai Kriteria B metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan Keparahan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1
Dermatitis 2 1 1 1,3
Hipertensi 2 2 4 2,7
Nyeri kepala 1 1 1 1
Diare dan Gastroentritis 2 2 1 1,7
Arthritis 1 1 1 1
Diabetes Mellitus 2 2 3 2,3
TB Paru 2 2 4 2,7
Pneumonia balita 2 2 3 2,3

3. Kriteria C
Kriteria C menunjukkan apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia mampu
menyelesaikan masalah, makin sulit dalam penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Tabel 3.3 Nilai Kriteria C metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan Kriteria C
ISPA 2
Dispepsia 2
Dermatitis 2
Hipertensi 3
Nyeri kepala 3
Diare dan Gastroentritis 3
Arthritis 3
Diabetes Mellitus 4
TB Paru 4
Pneumonia 2

4. Kriteria D (Faktor PEARL)


Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat
tidaknya suatu program dilaksanakan. Faktor – faktor tersebut adalah:
Propriety : kesesuaian (1/0)
Economic : ekonomi murah (1/0)
Acceptability : dapat diterima (1/0)
Resources availability : tersedianya sumber daya (1/0)
Legality : legalitas terjamin (1/0)
Tabel 3.4 Nilai Kriteria D metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan P E A R L Hasil Perkalian

ISPA 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1

Dermatitis 1 1 1 1 1 1

Hipertensi 1 1 1 1 1 1

Nyeri kepala 1 1 1 1 1 1

Diare dan Gastroentritis 1 1 1 1 1 1

Arthritis 1 1 1 1 1 1

Diabetes Mellitus 1 1 1 1 1 1

TB Paru 1 1 1 1 1 1

Pneumonia 1 1 1 1 1 1

5. Penetapan nilai
Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C
Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D

Tabel 3.5 Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT)
Masalah Kesehatan A B C NPD D NPT Prioritas

ISPA 4 1 2 10 1 10 4

Dispepsia 4 1 2 10 1 10 5
Dermatitis 3 1,3 2 8,6 1 8,6 6

Hipertensi 3 2,7 3 17,1 1 17,1 1

Nyeri kepala 2 1 2 6 1 6 9

Diare dan 2 1,7 2 7,4 1 7,4 7


Gastroentritis
Arthritis 1 1 2 4 1 4 10

Diabetes Mellitus 1 2,3 4 13,2 1 13,2 3

TB Paru 1 2,7 4 14,8 1 14,8 2

Pneumonia 1 2,3 2 6,6 1 6,6 8

Berdasarkan hasil pemilihan prioritas masalah dengan menggunakan metode


Hanlon Kuantitatif didapatkan permasalahan Hipertensi dan TB Paru menempati
prioritas masalah 1 dan 2.
\
IV. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg, diastolik lebih dari 90 mmHg, diukur pada kesempatan yang berbeda dan
spesifik terhadap umur tertentu (Gray et al, 2002). Hipertensi esensial adalah
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (etiologi dan patogenesisnya tidak
diketahui). Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa menurut The Seventh
Report of The Joint National Committee on Preventation, Detection Evaluation
and Treatment of High Blood Presure (JNC-7) adalah kelompok normal,
prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan hipertensi derajat 2 (Yogiantoro, 2009).
B. Klasifikasi
a. Hipertensi Primer (esensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer). Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer.
Menurut data, bila ditemukan gambaran bentuk disregulasi tekanan darah
yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya
hipertensi essensial. Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang
mempengaruhi keseimbangan natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya
mutasi-mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric
oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen (Fagan, Hess,
2008).
b. Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder daripenyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau
penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yangpaling sering.
Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat
menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan
menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam
penanganan hipertensi sekunder (Fagan,Hess, 2008).
Tabel 4.1 Klasifikasi Hipertensi untuk Dewasa (Di atas 18 tahun)

C. Faktor Risiko
Black and Hawks (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
resiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi. Faktor resiko ini diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat
dimodifikasi.
1. Tidak dapat dimodifikasi
a. Riwayat keluarga dengan hipertensi
Hipertensi adalah penyakit poligenik dan multifaktorial.
Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, beberapa gennya
akan berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan, yang akan
meningkatkan tekanan darah. Menurut Nurkhalida riwayat
keluarga dekat yang mempunyai riwayat hipertensi akan
meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat
(Nurkhalida,2003). Duprez (2008) melaporkan bahwa seseorang
yang normal dengan riwayat hipertensi pada keluarga terjadi
penurunan aktivitas saraf parasimpatis yang signifikan. perubahan
saraf otonom ini diturunkan melalui genetik yang berperan dalam
kejadian hipertensi.
b. Jenis kelamin
Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena
hipertensi dibandingkan wanita. Seorang pria dewasa akan
mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk
mengidap hipertensi (Yogiantoro, 2007).
2. Dapat dimodifikasi
a. Nutrisi
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
patogenesis hipertensi. Asupan garam kurang dari tiga gram setiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan
jika asupan garam antara 5-15 gram per hari menyebabkan
prevalensi hipertensi meningkat 15-20%. WHO menganjurkan
pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama
dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek
langsung terhadap tekanan darah. Terdapat bukti bahwa mereka
yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara
keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk
mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun, mereka
mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun
tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan.
Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam
jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah.
Natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi),
sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi
tinggi (Chobanian, 2009).
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.
Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Tetapi, apabila
konsumsinya berlebihan akan meningkatkan terjadinya plak dalam
pembuluh darah, yang lebih lanjut akan menimbulkan terjadinya
hipertensi.
Patofisiologi metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi
adalah dimulai ketika lipoprotein sebagai alat angkut lipida
bersikulasi dalam tubuh dan dibawa ke sel-sel otot, lemak dan sel-
sel lain. Begitu juga pada trigliserida dalam aliran darah dipecah
menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein
lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler.
Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan
menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak.
P lak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot
dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis.
Pembuluh darah koroner yang menderita aterosklerosis selain
menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga
tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang
nantinya akan memicu terjadinya hipertensi (Vilareal, 2008).
b. Stress
Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa
(rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa
bersalah) dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Menurut Slamet
Suyono stress juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini
diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap
(Suryono,2001). Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk
sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa
normal kembali. Peristiwa yang mendadak yang menyebabkan
stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan (Nurkhalida,2003).
c. Obesitas
Obesitas sangat erat kaitannya dengan pola makan yang
tidak seimbang. Di mana seseorang lebih banyak mengkonsumsi
lemak dan protein tanpa memperhatikan serat. Kelebihan berat
badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri (Khomsan, 2003). Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal
relative sebesar 10 % mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7
mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat badan dengan membatasi
kalori bagi orang-orang yang obes bisa dijadikan langkah positif
untuk mencegah terjadinya hipertensi. Jika anda menurunkan 1 kg
berat badan, maka anda telah berhasil mengurangi tekanan arteri
sebesar 1,5 mmHg (Suparto, 2010).
d. Rokok
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab
meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Zat
nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan pelepasan
epinefrin yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan
dinding arteri. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah
amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah dan
mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang
lebih tinggi. Zat lain dalam rokok adalah Karbon monoksida (Co)
yang juga mengakibatkan jantung akan bekerja lebih berat untuk
memberi cukup oksigen ke sel-sel tubuh (Mannan, 2012).
e. Aktivitas Fisik
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga teratur dapat menurunkan tekanan
darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga
bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Meskipun
tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga,
namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan
memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak
melakukan olahraga (Yogiantoro, 2007).
D. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi tanpa adanya kelainan dasar patologis
yang jelas (idiopatik). Prevalensi terjadinya hipertensi primer mencapai 90% -
95% dari kasus yang ada. Penyebab hipertensi primer meliputi faktor genetik
dan lingkungan. Belum ada teori yang jelas mengenai patogenesis hipertensi
primer. Namun, faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Faktor genetik dapat mempengaruhi kepekaan terhadap
natrium, stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi
insulin, dan lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan meliputi diet, kebiasaan
merokok, emosi, dan obesitas (Nafrialdi, 2009; Guyton & Hall, 2014).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten yang disebabkan oleh
penyakit lain. Sekitar 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Beberapa penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronemia,
koarktasio aorta, dan hipertensi kehamilan. Sebagian besar, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronik atau penyakit renovaskular adalah penyebab
yang paling sering (Guyton & Hall, 2014).
E. Patofisiologi
Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf
simpatis untuk mengeluarkan NE (norepinefrin). Pelepasan NE ini sendiri akan
menyebabkan terjadinya reaksi ligand-reseptor, yang mana NE sebagai ligand
dapat melekat pada reseptor di pembuluh darah (α1), ginjal(β1), jantung(β1). Pada
pembuluh darah (α1) akan terjadi reaksi vasokonstriksi sehingga endotel2 di
pembuluh darah merapat dan menyebabkan resistensi perifer meningkat &
otomatis tekanan darah juga ikut meningkat. Hal tersebut menyebabkan
hipertensi, jika sel endotel ini terus terpapar oleh Tekanan darah yang tinggi terus
menerus maka akan menyebabkan sel endotel menjadi disfungsi, NO ( nitrit oxite)
yang bias diproduksi oleh sel endotel menjadi berkurang sehingga sel endotel
tidak dapat relaksasi dan akan terjadi terus vasokonstriksi, dan permeabelitasnya
menjadi berkurang sehingga lama kelamaan dapat menimbulkan terjadinya
arterosklerosis. Pada jantung adanya NE akan meningkatkan heart rate &
kontraksi dari jantung yang mana dapat meningkatkan cardiac output (COP), COP
ini sendiri akan menyebabkan resistensi perifer pada pembuluh darah sama halnya
pada saat kejadian NE yang berikatan dengan reseptor (α1) di pembuluh darah,
jadi hal ini juga dapat menyebabkan arterosklerosis (Thomas, 2006).
Pada reseptornya di ginjal, NE akan menyebabkan aktifasi sekresi rennin
meningkat, dan kita tahu rennin akan menstimulasi perubahan angiotensin
menjadi angiotensin I, angiotensin I akan berubah menjadi angiotensin II yang
berpengaruh vasokonstriksi pada pembuluh darah, pada Pituitari Posterior akan
merangsang pengeluaran ADH, dan ADH berperan dalam resistensi air, pada
adrenal cortex angiotensin merangsang pengeluaran aldosteron yag berperan
sebagai retensi air & Na. akibat resistensi air & Na akan meningkatkan blood
volume, yg akhirnya berpengaruh pada venous return yang meningkat dan juga
COP (Thomas, 2006).
F. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakitjantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan
penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi
semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20
tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui
komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi yang dapat dilihat di tabel 4.2.

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai


mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada
otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah
proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic
Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang
lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna (Palmer, 2002).
Risiko penyakit kardiovaskuler pada pasien hipertensi ditentukan tidak
hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau belum adanya kerusakan
organ target serta faktor risiko lain seperti merokok, dislipidemia dan diabetes
melitus. Tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg pada individu berusia lebih
dari 50 tahun, merupakan faktor risiko kardiovaskular yang penting. Selain itu
dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, kenaikan setiap 20/10 mmHg
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak dua kali (Palmer, 2002).
G. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan penderita hipertensi adalah untuk mencegah morbiditas
dan mortalitas akibat komplikasi yang ditimbulkan. Penatalaksanaan hipertensi
dapat dilakukan dengan terapi non farmakologis dan terapi farmakologis
(Nefrialdi, 2007).
Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan adalah dengan merubah
gaya hidup yang berisiko menjadi tidak berisiko seperti (Thomas, 2006):
a. Tidak merokok.
b. Mengurangi makan makanan yang berlemak dan tinggi natrium.
c. Berolahraga teratur.
d. Mempertahankan asupan kalium, calsium, dan magnesium yang
memadai.
e. Penurunan berat badan.
f. Pembatasan asupan alkohol.

Tujuan utama dari terapi non farmakologis adalah untuk mencapai tekanan
darah yang normal atau kurang dari 140/90 mm Hg. Apabila perubahan gaya
hidup tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan darah yang diharapkan,
maka harus dimulai dengan terapi farmakologis (Nefrialdi, 2007).
Terdapat 3 pendekatan utama dalam terapi farmakologis pada hipertensi
yakni (Thomas, 2006):
a. Menurunkan curah jantung
b. Menurunkan resistensi perifer
c. Menurunkan volume darah

Ketiga pendekatan utama diatas dapat diklasifikasikan jenis-jenis obat


berdasarkan efek terapeutiknya yaitu:
a. Obat yang menurunkan curah jantung
Obat yang digunakan untuk menurunkan curah jantung dapat
digunakan obat-obat golongan beta bloker yang berfungsi untuk
penghambat saraf adrenergik. Terdapat 4 reseptor adrenegik yang
menerima sinyal dari SSP yakni:
Tabel 4.2. Reseptor adrenergik yang menerima sinyal dari SSP

Obat-obatan beta bloker yang sering digunakan adalah


propanolol dan atenol, selain beta bloker obat yang digunakan
sebagai anti adrenergik adalah jenis alpha blocker (prazosin,
fentolamin); penghambat saraf adrenergik (reseroin, guanetidin),
penghambat reseptor alfa dan beta (labetolol); dan penghambat
ganglion simpatis (trimetafan) (Griffin, Tropol, 2004).
b. Obat yang menurunkan tahanan perifer
1) Diuretik
Obat diuretik diberikan dengan berfungsi untuk menambah
kecepatan pembentukan urin dengan meningkatkan ekskresi air,
natrium, klorida di ginjal dengan tujuan menurunkan volume
darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah akibat
berkurangnya tahanan perifer. Obat yang sering digunakan adalah
thiazide (HCT / hidroklorotiazid), loop diuretic (furosemid), dan
diuretika hemat kalium (amilorid).
2) Vasodilator
Obat-obat golongan vasodilator mempengaruhi penurunan
tekanan darah dengan cara mamacu dilatasi dari pembunuh darah
sehingga tahanan perifer menjadi berkurang.
Obat yang sering digunakan adalah hidralazin, minoxidil (
bekerja pada arteri ) dan nitroprusida ( bekerja pada arteri dan
vena ). Efek samping yang dapat ditimbulkan oleh obat golongan
ini adalah bisa menyebabkan takikardi, sakit kepala, dan pusing.
3) Antagonis kalsium/ kalsium channel blocker
Obat-obatan jenis antagonis calcium / calcium channel
blocker bekerja dalam menghambat masuknya ion Ca2+ melewati
slow channel yang terdapat dalam membran sel dan akan
meyebabkan :
- Dilatasi arteriol perifer dan koroner sehingga menyebabkan
turunnya tahanan perifer.
- Menghambat kontraksi otot jantung.
Contoh obat yang sering digunakan adalah verapamil,
ditiazem, dan nifedipin dan obat-obat jenis ini bisa
menimbulkan efek samping berupa konstipasi, mual,
hipotensi, dan edema.
4) Penghambat enzim konversi angiotensin / ACE inhibitor
Obat-obatan jenis ACE inhibitor bekerja menghambat
pembentukan angiotensin II dan angiotensin I yang dapat dilihat
dalam gambar dibawah ini. Dengan terbentuknya angiotensin I
dan II maka akan dapat mengakibatkan beberapa reaksi yang akan
meningkatkan tekanan darah. Dengan adanya ACE inhibitor maka
kerja dari pembentukan angiotensin I dan II dapat dihambat
sehingga akan menurunkan tekanan darah.
Contoh obat jenis ini adalah captopril, enalapril, lisinopril,
ramipril, dan quinapril dan dosis yang diberikan antara 1 hingga 2
kali sehari. Obat jenis ini dapat menimbulkan efek samping
berupa batuk kering, angiodema, hiperkalemia, rash, leukopeni,
dan gangguan pengecapan.
H. Kerangka Teori

Usia Lanjut > 60


tahun

↓ Aktifitas Konsumsi
fisik Stress Obesitas Riwayat
Tinggi Garam
Perokok aktif,
alkohol

↑ Simpatis
↑ Konsentrasi Na

Disfungsi
endotel
↑ Retensi air di
Tubulus Ginjal

↑ Renin ↑ Kontraktilias

↑ Venous
Angiotensinogen Angiotensin I ↑ Frekuensi Return

AC
E
Angiotensin II
↑ Cardiac ↑ Preload
Output

↓ Reaktivitas NO
Vasokontriksi
dan Vasodilator

↑ Resistensi
Perifer

↑Tekanan
Darah

Gambar 3. Kerangka Teori


I. Kerangka Konsep

Usia
Jenis Kelamin
Genetik
Merokok
Obesitas Pasien Penderita
Konsumsi Garam tinggi Hipertensi
Strees
Kurang Aktivitas Fisik
Minum-minuman berakhohol

Gambar 4. Kerangka konsep

You might also like