Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan darah tinggi, atau yang sering disebut dengan
hipertensi,merupakan salah satu faktor risiko penyakit kardiovaskuler
dengan prevalensidan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-
negara maju dan di daerah perkotaan di negara berkembang, seperti halnya
di Indonesia. Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar
di Indonesia. Betapa tidak,hipertensi merupakan kondisi yang sering
ditemukan pada pelayanan kesehatan primer. Hal itu merupakan masalah
kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar 25,8%, sesuai
dengan Riskesdas 2013. Di samping itu pengontrolan hipertensi belum
adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia (Infodatin,
2016).Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang
menjadi masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya
yang tinggi dan terus meningkat. Hipertensi dikenal juga sebagai silent
killer atau pembunuh terselubung yang tidak menimbulkan gejala atau
asimptomatik seperti penyakit lain. Hipertensi didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang (JNC VIII, 2013).
Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya ≥140/90
mmHg. Menurut JNC VIII, tekanan darah pada orang dewasa dengan usia
diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila
tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99
mmHg. Penderita diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila
tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100
mmHg (JNC VIII, 2013). Pada hipertensi banyak faktor yang berperan
meliputi faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan faktor risiko yang
dapat dikendalikan. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan meliputi
ketruruna, usia, jenis kelamin, dan ras. Faktor risiko yang dapat
dikendalikan, yaitu stres, olahraga, makanan (kebiasaan makan garam),
kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan, dan alkohol (Pajario, 2002).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 klasifikasi,
yaitu hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi
sekunder yang telah diketahui penyebabnya. Di seluruh dunia, sekitar 972
juta orang atau 26,4% dari seluruh manusia di bumi mengidap hipertensi.
Angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025.
Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639
sisanya berada di negara sedang berkembang, temasuk Indonesia (WHO,
2015). Angka kejadian hipertensi di Jawa Tengah pada tahun 2013, untuk
umur ≥18 tahun yang pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan atau sedang
minum obat hipertensi sebesar 9,5%. Berdasarkan hasil pengukuran,
hipertensi di Jawa Tengah pada umur ≥18 tahun sebesar 26,4%. Hipertensi
menjadi 10 besar kasus penyakit terbanyak di Puskesmas I Kemranjen
yaitu sebesar 1.619 kasus pada tahun 2016. Desa Petarangan merupakan
desa paling banyak kejadian hipertensi yakni sebanyak 85 orang.
A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas tentang faktor risiko
hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap
kejadian hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja
Puskesmas 1 Kemranjen, Banyumas.
b. Menentukan alternatif pemecahan masalah untuk kasus
hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
c. Memberikan informasi mengenai faktor risiko hipertensi
sebagai upaya promotif dan preventif terhadap komplikasi
hipertensi di Desa Petarangan wilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
B. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah ilmu dan pengetahuan di bidang kesehatan dalam
mencegah penyakit hipertensi, terutama faktor risiko yang
dapat menimbulkan terjadinya penyakit hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit
hipertensi, faktor risiko dan cara untuk mencegah penyakit
tersebut sehingga diharapkan dapat mengontrol tekanan
darah dan mengurangi komplikasi hipertensi.
b. Manfaat bagi puskesmas
Membantu enam program dasar pelayanan kesehatan
puskesmas berkaitan dengan promosi kesehatan terutama
masalah hipertensi sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan menentukan kebijakan yang harus diambil
untuk menyelesaikan masalah.
c. Manfaat bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai
masalah kesehatan diwilayah kerja Puskesmas 1
Kemranjen, Banyumas.
II. ANALISIS SITUASI
600
2.500
500
2.000
SD/MI
400
300
SLTA/ MA
1.000
200
AK/ DIPLO MA
500
100
UNIVERSITAS
- 0
B. Sarana Kesehatan
Puskesmas I Kemranjen memiliki 1 puskesmas Induk, untuk mendukung
pelayanan kesehatan di Puskesmas, terutama untuk menjangkau sasaran
wilayah selatan, terdapat Puskesmas Pembantu Sibalung. Dan terdapat Pos
Kesehatan Desa (PKD) di semua desa wilayah Puskesmas I Kemrajen.
C. Pembiayaan Kesehatan
Sumber daya pembiayaan Puskesmas berasal dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN). Untuk tahun 2016 dana yang bersumber dari APBD sebanyak
Rp. 2.540.049.494,00 dan yang bersumber dari APBN sebesar
Rp. 297.780.000,00 sebagai dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
D. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Program pelayanan kesehatan yang dilakukan Puskesmas sebagai
pelayanan kesehatan dasar harus dilakukan secara cepat, tepat, dan diharapkan
sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi dan sesuai dengan
target yang telah ditetapkan. Tujuan dari program ini adalah
untukmeningkatkan pemerataan dan mutu upaya kesehatan yang berhasil serta
terjangkau oleh segenap anggota masyarakat.
Upaya Kesehatan yang dilakukan di Puskesmas 1 Kemranjen diantaranya
adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 10 Besar Penyakit pada IRJ Puskesmas 1 Kemranjen tahun 2016
\
B. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah yang dilakukan di Puskesmas 1
Kemranjen dengan menggunakan metode Hanlon, dimana prioritas
masalah didasarkan pada empat kriteria yaitu:
Komponen A : besarnya masalah
1. Besarnya masalah didasarkan pada ukuran besarnya populasi yang
mengalami masalah tersebut.
2. Bisa diartikan sebagai angka kejadian penyakit.
3. Angka kejadian terbesar diberikan skor lebih besar.
Komponen B : keseriusan masalah
1. Urgensi : apakah masalah tersebut menuntut penyelesaian segera dan
menjadi perhatian publik.
2. Keparahan (severity): memberikan mortalitas atau fatalitas yang
tinggi.
3. Ekonomi (cost): besarnya dampak ekonomi kepada masyarakat.
Masing-masing aspek di berikan nilai skor. Aspek paling penting
diberikan aspek yang paling tinggi kemudian di rata- rata.
Komponen C : ketersediaan solusi
1. Ketersediaan solusi yang efektif menyelesaikan masalah.
2. Semakin tersedia solusi efektif diberikan skor yang semakin tinggi.
Komponen D : kriteria PEARL
1. P : Propiety : kesesuaian program dengan masalah
2. E : Economic : apakah secara ekonomi bermanfaat
3. A : Acceptability : apakah bisa diterima masyarakat
4. R : Resources : adakah sumber daya untuk menyelesaikan masalah
5. L: Legality : tidak bertentangan dengan aturan hukum yang ada
Berupa jawaban ya dan tidak, ya diberikan skor 1, tidak diberikan skor 0
Perincian penentuan prioritas masalah menggunakan metode Hanlon
Kuantitatif dari masing – masing kriteria adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari banyaknya
penderita:
Tabel 3.1 Nilai Kriteria A metode Hanlon Kuantitatif
Besarnya masalah dari data sekunder Puskesmas 1
Kemranjen
Masalah Kesehatan <1000 1000- 1501- >2000 Nilai
(1) 1500 2000 (4)
(2) (3)
ISPA X 4
Dispepsia X 4
Dermatitis X 3
Hipertensi X 3
Nyeri kepala X 2
Diare dan X 2
Gastroentritis
Arthritis X 1
Diabetes Mellitus X 1
TB Paru X 1
Pneumonia balita X 1
2. Kriteria B
Kegawatan : (paling cepat mengakibatkan kematiaan)
Skor : 1 = Tidak gawat
2 = Kurang gawat
3 = Cukup gawat
4 = Gawat
5 = Sangat gawat
Urgensi: (harus segera ditangani, apabila tidak menyebabkan kematian)
Skor : 1 = Tidak urgen
2 = Kurang urgen
3 = Cukup urgen
4 = Urgen
5 = Sangat urgen
Biaya: (biaya penanggulangan)
Skor : 1 = Sangat murah
2 = Murah
3 = Cukup mahal
4 = Mahal
5 = Sangat mahal
Tabel 3.2 Nilai Kriteria B metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan Keparahan Urgensi Biaya Nilai
ISPA 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1
Dermatitis 2 1 1 1,3
Hipertensi 2 2 4 2,7
Nyeri kepala 1 1 1 1
Diare dan Gastroentritis 2 2 1 1,7
Arthritis 1 1 1 1
Diabetes Mellitus 2 2 3 2,3
TB Paru 2 2 4 2,7
Pneumonia balita 2 2 3 2,3
3. Kriteria C
Kriteria C menunjukkan apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia mampu
menyelesaikan masalah, makin sulit dalam penanggulangan, skor yang diberikan makin kecil.
Skor : 1 = Sangat sulit di tanggulangi
2 = Sulit ditanggulangi
3 = Cukup bisa ditanggulangi
4 = Mudah ditanggulangi
5 = Sangat mudah ditanggulangi
Tabel 3.3 Nilai Kriteria C metode Hanlon Kuantitatif
Masalah Kesehatan Kriteria C
ISPA 2
Dispepsia 2
Dermatitis 2
Hipertensi 3
Nyeri kepala 3
Diare dan Gastroentritis 3
Arthritis 3
Diabetes Mellitus 4
TB Paru 4
Pneumonia 2
ISPA 1 1 1 1 1 1
Dispepsia 1 1 1 1 1 1
Dermatitis 1 1 1 1 1 1
Hipertensi 1 1 1 1 1 1
Nyeri kepala 1 1 1 1 1 1
Arthritis 1 1 1 1 1 1
Diabetes Mellitus 1 1 1 1 1 1
TB Paru 1 1 1 1 1 1
Pneumonia 1 1 1 1 1 1
5. Penetapan nilai
Setelah kriteria kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut :
Nilai Prioritas Dasar (NPD) = (A + B) C
Nilai Prioritas Total (NPT) = (A + B) C x D
Tabel 3.5 Nilai Prioritas Dasar (NPD) dan Nilai Prioritas Total (NPT)
Masalah Kesehatan A B C NPD D NPT Prioritas
ISPA 4 1 2 10 1 10 4
Dispepsia 4 1 2 10 1 10 5
Dermatitis 3 1,3 2 8,6 1 8,6 6
Nyeri kepala 2 1 2 6 1 6 9
C. Faktor Risiko
Black and Hawks (2005) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor
resiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi. Faktor resiko ini diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat
dimodifikasi.
1. Tidak dapat dimodifikasi
a. Riwayat keluarga dengan hipertensi
Hipertensi adalah penyakit poligenik dan multifaktorial.
Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, beberapa gennya
akan berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan, yang akan
meningkatkan tekanan darah. Menurut Nurkhalida riwayat
keluarga dekat yang mempunyai riwayat hipertensi akan
meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat
(Nurkhalida,2003). Duprez (2008) melaporkan bahwa seseorang
yang normal dengan riwayat hipertensi pada keluarga terjadi
penurunan aktivitas saraf parasimpatis yang signifikan. perubahan
saraf otonom ini diturunkan melalui genetik yang berperan dalam
kejadian hipertensi.
b. Jenis kelamin
Sampai usia 55 tahun pria beresiko lebih tinggi terkena
hipertensi dibandingkan wanita. Seorang pria dewasa akan
mempunyai peluang lebih besar yakni satu di antara 5 untuk
mengidap hipertensi (Yogiantoro, 2007).
2. Dapat dimodifikasi
a. Nutrisi
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam
patogenesis hipertensi. Asupan garam kurang dari tiga gram setiap
hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan
jika asupan garam antara 5-15 gram per hari menyebabkan
prevalensi hipertensi meningkat 15-20%. WHO menganjurkan
pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama
dengan 2400 mg Natrium). Konsumsi garam memiliki efek
langsung terhadap tekanan darah. Terdapat bukti bahwa mereka
yang memiliki kecenderungan menderita hipertensi secara
keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk
mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun, mereka
mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun
tubuh mereka cenderung menimbun apa yang mereka makan.
Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam
jumlah normal dapat membantu tubuh mempertahankan
keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah.
Natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi),
sehingga meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus
bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah menjadi
tinggi (Chobanian, 2009).
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan
peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya hipertensi.
Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko aterosklerosis
yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Tetapi, apabila
konsumsinya berlebihan akan meningkatkan terjadinya plak dalam
pembuluh darah, yang lebih lanjut akan menimbulkan terjadinya
hipertensi.
Patofisiologi metabolisme lemak sehingga menyebabkan hipertensi
adalah dimulai ketika lipoprotein sebagai alat angkut lipida
bersikulasi dalam tubuh dan dibawa ke sel-sel otot, lemak dan sel-
sel lain. Begitu juga pada trigliserida dalam aliran darah dipecah
menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim lipoprotein
lipase yang berada pada sel-sel endotel kapiler.
Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan
menumpuk pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak.
P lak akan bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot
dan kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis.
Pembuluh darah koroner yang menderita aterosklerosis selain
menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga
tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang
nantinya akan memicu terjadinya hipertensi (Vilareal, 2008).
b. Stress
Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa
(rasa tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa
bersalah) dapat merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga
tekanan darah akan meningkat. Jika stres berlangsung cukup lama,
tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul
kelainan organis atau perubahan patologis. Menurut Slamet
Suyono stress juga memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini
diduga melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan
darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap
(Suryono,2001). Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk
sementara waktu dan bila stres sudah hilang tekanan darah bisa
normal kembali. Peristiwa yang mendadak yang menyebabkan
stres dapat meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress
berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat
dipastikan (Nurkhalida,2003).
c. Obesitas
Obesitas sangat erat kaitannya dengan pola makan yang
tidak seimbang. Di mana seseorang lebih banyak mengkonsumsi
lemak dan protein tanpa memperhatikan serat. Kelebihan berat
badan meningkatkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular
karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak
darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke
jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan
lebih besar pada dinding arteri (Khomsan, 2003). Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung.
Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal
relative sebesar 10 % mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7
mmHg. Oleh karena itu, penurunan berat badan dengan membatasi
kalori bagi orang-orang yang obes bisa dijadikan langkah positif
untuk mencegah terjadinya hipertensi. Jika anda menurunkan 1 kg
berat badan, maka anda telah berhasil mengurangi tekanan arteri
sebesar 1,5 mmHg (Suparto, 2010).
d. Rokok
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab
meningkatnya tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Zat
nikotin yang terdapat dalam rokok dapat meningkatkan pelepasan
epinefrin yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan
dinding arteri. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah
amat kecil di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah dan
mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi
sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).
Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang
lebih tinggi. Zat lain dalam rokok adalah Karbon monoksida (Co)
yang juga mengakibatkan jantung akan bekerja lebih berat untuk
memberi cukup oksigen ke sel-sel tubuh (Mannan, 2012).
e. Aktivitas Fisik
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga teratur dapat menurunkan tekanan
darah. Kurangnya melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga
bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Meskipun
tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga,
namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan
memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak
melakukan olahraga (Yogiantoro, 2007).
D. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertensi di bagi menjadi 2, yaitu :
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi tanpa adanya kelainan dasar patologis
yang jelas (idiopatik). Prevalensi terjadinya hipertensi primer mencapai 90% -
95% dari kasus yang ada. Penyebab hipertensi primer meliputi faktor genetik
dan lingkungan. Belum ada teori yang jelas mengenai patogenesis hipertensi
primer. Namun, faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer. Faktor genetik dapat mempengaruhi kepekaan terhadap
natrium, stres, reaktivitas pembuluh darah terhadap vasokonstriktor, resistensi
insulin, dan lain-lain. Sedangkan faktor lingkungan meliputi diet, kebiasaan
merokok, emosi, dan obesitas (Nafrialdi, 2009; Guyton & Hall, 2014).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten yang disebabkan oleh
penyakit lain. Sekitar 10% kasus hipertensi merupakan hipertensi sekunder
dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah. Beberapa penyebab hipertensi sekunder antara lain penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronemia,
koarktasio aorta, dan hipertensi kehamilan. Sebagian besar, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronik atau penyakit renovaskular adalah penyebab
yang paling sering (Guyton & Hall, 2014).
E. Patofisiologi
Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf
simpatis untuk mengeluarkan NE (norepinefrin). Pelepasan NE ini sendiri akan
menyebabkan terjadinya reaksi ligand-reseptor, yang mana NE sebagai ligand
dapat melekat pada reseptor di pembuluh darah (α1), ginjal(β1), jantung(β1). Pada
pembuluh darah (α1) akan terjadi reaksi vasokonstriksi sehingga endotel2 di
pembuluh darah merapat dan menyebabkan resistensi perifer meningkat &
otomatis tekanan darah juga ikut meningkat. Hal tersebut menyebabkan
hipertensi, jika sel endotel ini terus terpapar oleh Tekanan darah yang tinggi terus
menerus maka akan menyebabkan sel endotel menjadi disfungsi, NO ( nitrit oxite)
yang bias diproduksi oleh sel endotel menjadi berkurang sehingga sel endotel
tidak dapat relaksasi dan akan terjadi terus vasokonstriksi, dan permeabelitasnya
menjadi berkurang sehingga lama kelamaan dapat menimbulkan terjadinya
arterosklerosis. Pada jantung adanya NE akan meningkatkan heart rate &
kontraksi dari jantung yang mana dapat meningkatkan cardiac output (COP), COP
ini sendiri akan menyebabkan resistensi perifer pada pembuluh darah sama halnya
pada saat kejadian NE yang berikatan dengan reseptor (α1) di pembuluh darah,
jadi hal ini juga dapat menyebabkan arterosklerosis (Thomas, 2006).
Pada reseptornya di ginjal, NE akan menyebabkan aktifasi sekresi rennin
meningkat, dan kita tahu rennin akan menstimulasi perubahan angiotensin
menjadi angiotensin I, angiotensin I akan berubah menjadi angiotensin II yang
berpengaruh vasokonstriksi pada pembuluh darah, pada Pituitari Posterior akan
merangsang pengeluaran ADH, dan ADH berperan dalam resistensi air, pada
adrenal cortex angiotensin merangsang pengeluaran aldosteron yag berperan
sebagai retensi air & Na. akibat resistensi air & Na akan meningkatkan blood
volume, yg akhirnya berpengaruh pada venous return yang meningkat dan juga
COP (Thomas, 2006).
F. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya
penyakitjantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan
penyakit ginjal. Tekanan darah yang tinggi umumnya meningkatkan risiko
terjadinya komplikasi tersebut. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi
semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20
tahun. Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab
kematian yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai
stroke dan gagal ginjal. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui
komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi yang dapat dilihat di tabel 4.2.
Tujuan utama dari terapi non farmakologis adalah untuk mencapai tekanan
darah yang normal atau kurang dari 140/90 mm Hg. Apabila perubahan gaya
hidup tidak cukup memadai untuk mendapatkan tekanan darah yang diharapkan,
maka harus dimulai dengan terapi farmakologis (Nefrialdi, 2007).
Terdapat 3 pendekatan utama dalam terapi farmakologis pada hipertensi
yakni (Thomas, 2006):
a. Menurunkan curah jantung
b. Menurunkan resistensi perifer
c. Menurunkan volume darah
↓ Aktifitas Konsumsi
fisik Stress Obesitas Riwayat
Tinggi Garam
Perokok aktif,
alkohol
↑ Simpatis
↑ Konsentrasi Na
Disfungsi
endotel
↑ Retensi air di
Tubulus Ginjal
↑ Renin ↑ Kontraktilias
↑ Venous
Angiotensinogen Angiotensin I ↑ Frekuensi Return
AC
E
Angiotensin II
↑ Cardiac ↑ Preload
Output
↓ Reaktivitas NO
Vasokontriksi
dan Vasodilator
↑ Resistensi
Perifer
↑Tekanan
Darah
Usia
Jenis Kelamin
Genetik
Merokok
Obesitas Pasien Penderita
Konsumsi Garam tinggi Hipertensi
Strees
Kurang Aktivitas Fisik
Minum-minuman berakhohol