Professional Documents
Culture Documents
J
DENGAN POST OP SECTIO CAESAREA
DI RUANG PERAWATAN NIFAS
RSUD SYEKH YUSUF GOWA
TAHUN 2012
A. IDENTITAS
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat
dan karunia–Nya serta rahmat yang tiada henti – hentinya dilimpahkan kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) walau hanya dalam untaian kata
sederhana yang merupakan salah satu persyaratan penting dalam menyelesaikan pendidikan
program DIII Keperawatan Akper Putra Pertiwi Gowa.
Ucapan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah jadi petunjuk jalan terang
bagi seluruh umat manusia dan tidak ada manusia yang mampu menjadi petunjuk selain
beliau.
Penyusunan karya tulis ini bermaksud untuk menguraikan secara singkat
mengenai ASUHAN KEPERAWATAN PERSALINAN PATOLOGIS DENGAN POST
SECTIO CAESAREA PADA NY. J DI RUANG PERAWATAN RSUD SYEKH
YUSUF GOWA, pada tanggal 12 - 14 April 2012.
Walaupun dalam penyusunan karya tulis ini penulis banyak menemukan kesulitan,
namun berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka karya tulis ilmiah ini dapat
diselesaikan.
Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis senantiasa menghantarkan ucapan
terima kasih yang tidak terhingga kepada :
1. Bapak H. Abd. Haris Machmud, S. Kp., M. Kes. selaku ketua yayasan Akper Putra
Pertiwi Gowa yang telah banyak memberi nasehat, petunjuk dan bimbingan serta
dorongan selama penulis mengikuti pendidikan di Akademi Keperawatan Putra Pertiwi
Gowa.
2. Bapak Muh. Isnaini, S. Kep., Ns. sebagai direktur Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah
banyak memberi motivasi dan arahan kepada penulis selama dalam pendidikan maupun
dalam penyelesaian karya tulis ilmiah.
3. Ireni Siampa, S. Kep., Ns sebagai pudir 1 Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah banyak
memberi motivasi dan arahan kepada penulis selama dalam pendidikan maupun dalam
penyelesaian karya tulis ilmiah.
4. Bapak Muh. Isnaini, S.Kep, Ns dan Syaharuddin, S.Kep selaku pembimbing dan penguji
institusi yang telah banyak meluangkan waktunya, betul – betul telaten dengan penuh
rasa tanggung jawab membimbing, memberi saran, masukan dan begitu banyak kritik
yang amat membantu dalam menyelesaikan studi kasus.
5. Bapak dan Ibu dosen beserta Staf kampus Akper Putra Pertiwi Gowa yang telah
memberikan pengetahuan bimbingan serta petunjuk kepada penulis selama mengikuti
pendidikan.
6. Ibu Nurhana S.Kep.Ns.MARS, Martha Iskandar S.Kep.Ns.MARS, serta Ibu A.Muliana
Sultani S.kep,Ns, terima kasih atas segala bimbingan, arahan serta dorongan kepada
penulis selama mengikuti pendidikan
7. Semua CI lahan di RSUD Syekh Yusuf Gowa yang telah memberikan bimbingan serta
petunjuk selama penulis mengikuti praktek.
8. Pihak RSUD Syekh Yusuf Gowa yang telah memberi izin dan kesempatan kepada
penulis, serta waktu dan tempat untuk memperoleh data dalam melaksanakan asuhan
keperawatan.
9. Kedua Orang Tua ayahanda dan ibunda yang tercinta yang dengan penuh kesabaran dan
kasih sayang telah mengasuh, mendidik, memberikan dorongan baik moril maupun
materil dan semangat serta doa yang tulus agar penulis dapat menjadi lebih baik sehingga
dapat mengikuti pendidikan sampai penyusunan Karya Tulis ini.
10. Semua keluarga tercinta yang senantiasa memberikan do’a dan restunya serta dorongan
baik secara moril maupun materil selama penulis mengikuti pendidikan sampai selesai.
11. Terkhusus buat ketiga kakakku tercinta yang senantiasa memberikan doa dan restunya
serta dorongan baik secara moril maupun materil selama penulis mengikuti pendidikan
sampai selesai.
12. Klien Ny. J beserta keluarga yang telah memberi informasi selama penulis
melaksanakan asuhan keperawatan.
13. Terspesial dan tercinta untuk seseorang (Azwar) yang telah mendampingi saya dan
senantiasa memberikan motivasi serta dorongan baik secara moril maupun materil
sehingga dapat menyelesaikan pendidikan dan penyusunan KTI ini.
14. Buat teman – teman seperjuangan dari Parepare yang selalu memberi semangat dan
motivasinya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ini.
15. Rekan – rekan mahasiswa dan mahasiswi Akper Putra Pertiwi Gowa angkatan V yang
telah membantu baik secara material maupun moril kepada penulis sehingga KTI ini
dapat terselesaikan sesuai waktu yang telah ditentukan.
Tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang tak luput dari kesalahan dan
kekhilafan. Tidak dapat dipungkiri bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu penulis mengharap saran dan kritikan yang bersifat membangun.
Semoga KTI ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan tenaga perawat, khususnya
dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan Post Op Sectio Caesarea. Akhir
kata semoga karya tulis ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan
sikap dan motivasi bagi tenaga keperawatan.
Penulis,
Elvira Ningsi Kiding
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesejahteraan suatu bangsa salah satu indikatornya adalah angka kematian
maternal dan angka kematian neonatal. Disamping itu kejadian kematian juga dapat
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan pelayanan kesehatan dan
program pembangunan kesehatan lainnya. Angka kematian pada umumnya dapat
dihitung dengan melakukan berbagai survei dan penelitian.
Seorang bayi dalam kandungan membutuhkan waktu sembilan bulan untuk
pertumbuhan dan hanya dibutuhkan beberapa jam untuk melahirkannya ke dunia. Namun
begitu, beberapa jam inilah yang paling memenuhi pikiran para ibu hamil (Murkoff,
2006).
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus. Banyak faktor yang menyebabkan diambilnya tindakan
sectio caesaria yaitu faktor ibu, faktor janin, factor jalan lahir, berdasarkan partograf,
partus kasep dan kegagalan. Angka sectio caesarea terus meningkat dari insidensi 3–4%
15 tahun yang lampau sampai insidensi 10–15% sekarang ini. Angka terakhir mungkin
bisa diterima dan benar. Bukan saja pembedahan menjadi lebih aman bagi ibu, tetapi juga
anak ataupun keduanya juga menjadi lebih aman. Disamping itu, perhatian terhadap
kualitas kehidupan dan pengembangan intelektual pada bayi telah memperluas
indikasi post sectio caesaria (Oxorn, 2010)
Tingkat kesakitan menurun setelah diperkenalkanya jahitan rahim, tetapi tingkat
kematian akibat infeksi tetap tinggi. Dalam ”Journal of the American Medical
Associstion” menyataka bahwa wanita yang menjalani ”bedah cesar”banyak yang
meninggal akibat ”shock” atau perdarahan karena menjahit rahim memiliki resiko infeksi
(Kaufmann, 2009).
Sectio caesarea ini diperlukan jika persalinan per vaginam tidak mungkin
dilakukan, dengan keadaan abnormalitas pada bayi, ibu yang memiliki kelainan plasenta,
perdarahan hebat dan mencegah kematian janin (Liu, 2008).
Di Negara Inggris ditemukan bahwa 45 % ibu yang pernah menjalani ”operasi
cesar” melahirkan secara alamiah dengan aman dalam kehamilan selanjutnya, dan hasil
yang sama dicapai di Australia dan Malaysia (Lewellyn, 2009).
Menurut Who Health Organization (WHO) wanita yang meninggal akibat
komplikasi kehamilan dan persalinan dengan 529.000 kematian permenitnya dan
presentase operasi sectio caesarea lebih dari 10-15% pertahunnya. Who Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa rata-rata bedah sectio caesarea ada di
antara 10% dan 15% dari seluruh kelahiran di negara-negara berkembang.
(http://dc372.4shared.com/doc/x-jweDfl/preview.html)
Angka kematian ibu di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Jumlahnya mencapai 228 dari 100.000 kelahiran hidup, Ditinjau dari HDI, Indonesia
menduduki ranking 109 dari 174 negara jauh tertinggal dari Negara-negara ASEAN
lainnya. Ranking ini relatif tak beranjak, bahkan cenderung lebih buruk. Sementara itu,
AKI dan AKA Indonesia juga menduduki urutan yang tak dapat dibanggakan.Data
menunjukkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) yaitu 461 per 100.000
kelahiran hidup, dan juga Angka Kematian Balita (AKB) yaitu 42 per 1.000 kelahiran
hidup.
AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan masa kehamilan,
persalinan, dan nifas. Menurut World Health Organization (WHO), 81% AKI akibat
komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum
Berdasarkan Profil Kesehatan Sulawesi Selatan tahun 2009, jumlah kematian ibu
maternal tahun 2006 sebanyak 133 orang atau 101,56 per 100.000 kelahiran hidup
sedangkan pada tahun 2007 sebanyak 143 kematian atau 92,89 per 100.000 kelahiran
hidup. Untuk tahun 2008, jumlah kematian ibu maternal mengalami penurunan menjadi
121 orang atau 85,17 per 100.000 kelahiran hidup.
Data yang diperoleh dari Medical Record (Rekam Medis) di Rumah Sakit Umum
Daerah Syekh Yusuf Gowa pada tahun 2011 diperoleh jumlah kasus persalinan dengan
post op SC sebanyak 89 kasus (3,28%) dari 2738 jumlah persalinan. (Medical Record
RSUD Syekh Yusuf Gowa)
Menurut Harni Koesno Angka Kematian Ibu (AKI), mencapai jumlah
307/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB), mencapai jumlah
35/100.000 kelahiran hidup. Data IBI menyebutkan penyebab AKI, diantaranya,
perdarahan sebanyak 30% dari total kasus kematian, eklamsi 25%, infeksi 12%, abortus
5%, partus lama 5%, emboli 3%, komplikasi masa nifas 8%, dan penyebab-penyebab
lainnya 12% (Mustika, 2007).
Menteri kesehatan mengatakan guna menurunkan (AKI) menjadi 226/100.000
kelahiran hidup pada tahun 2009 Departemen Kesehatan telah menyiapkan 4 strategi
pokok. Pergerakan dan pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan, mendekatkan
akses keluarga miskin yang rentan terhadap layanan kesehatan berkualitas, meningkatkan
surveilans dan meningkatkan pembedayaan kesehatan
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik meneliti tentang “Asuhan
Keperawatan Pada Klien Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang
Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan pada karya tulis ilmiah ini adalah terdiri dari tujuan
umum dan tujuan khusus
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memperoleh
gambaran umum tentang pelaksanaan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian hingga
pendokumentasian pada klien Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan
Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk :
a. Memperoleh pengalaman nyata dalam pengkajian, analisa data yang terjadiPada
Klien Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas RSUD
Syekh Yusuf Gowa”.
b. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan diagnosa keperawatan yang
terjadi pada Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan Nifas
RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
c. Memperoleh pengalaman nyata dalam menetapkan perencanaan keperawatan
yang terjadi pada Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan
Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
d. Memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan rencana tindakan
keperawatan yang terjadi pada Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di
Ruang Perawatan Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
e. Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi asuhan keperawatan
yang terjadi pada Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan
Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
f. Memperoleh pengalaman nyata dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan
yang terjadi pada Ny. ”J” dengan Post Op Sectio Caesarea Di Ruang Perawatan
Nifas RSUD Syekh Yusuf Gowa”.
C. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan pada karya tulis ilmiah ini adalah untuk :
1. Institusi Pendidikan
a. Dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi institusi dalam meningkatkan
mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
b. Sebagai bahan bacaan di perpustakaan.
c. Sebagai sumber informasi bagi peneliti selanjutnya.
2. Rumah Sakit
a. Dapat memberikan masukan bagi rumah sakit untuk mengambil langkah –
langkah kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
terutama yang berhubungan dengan asuhan keperawatan post op Sectio Caesarea
b. Dapat menjadi masukan bagi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan khususnya bagi klien post op Sectio Caesarea.
3. Klien dan Keluarga
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman klien dan keluarganya mengenai Sectio
Caesarea , perawatan dan pengobatan post op SC.
4. Tenaga Keperawatan
Sebagai acuan dan referensi perawat dalam asuhan keperawatan dan menambah
pengalaman kerja serta pengetahuan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan di masa
mendatang.
5. Penulis
a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam memberi asuhan
keperawatan serta mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama di bangku kuliah.
b. Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program diploma III
keperawatan pada Akademi Keperawatan Putra Pertiwi Gowa.
6. Sistematika Penulisan
Pada bagian ini diuraikan sistematika penulisan laporan hasil penelitian
penerapan asuhan keperawatan yang terdiri dari Bab I sampai Bab V. Setiap Bab
dilaksanakan dengan singkat dan bentuk penyajian yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode dan teknik penulisan serta sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Mencakup konsep dasar medik yang berisi pengertian atau definisi, indikasi,
tipe – tipe sectio caesarea, patofisiologi, komplikasi, prognosis,
pemeriksaan diagnostik, perawatan post operasi sectio caesarea dan
penatalaksanaan.
Konsep dasar keperawatan yang berisi pengkajian, penyimpangan KDM,
diagnosa, intervensi, implementasi.
Bab III : Tinjauan Kasus
Merupakan laporan kasus yang berisi pengkajian, pengumpulan data,
klasifikasi data dan analisa data, prioritas masalah diagnosa keperawatan,
perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, evaluasi keperawatan dan
catatan perkembangan.
Bab IV : Pembahasan
Dalam bab ini membahas tentang kesenjangan antara teori dan kasus yang
ada dibahas secara sistematik mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
Bab V : Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan tentang hasil penelitian terhadap kasus yang
diangkat serta saran-saran yang merupakan alternatif pencapaian tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Indikasi
Indikasi sectio caesarea bisa indikasi absolute atau relative. Setiap keadaan yang
membuat kelahiran lewat jalan lahir tidak mungkin terlaksana merupakan indikasi absolute
untuk sectio abdominal. Diantaranya adalah kesempitan panggul yang sangat berat dan
neoplasma yang menyumbat jalan lahir. Pada indikasi relative, kelahiran lewat vagina bisa
terlaksana tetapi keadaan adalah sedemikian rupa sehingga kelahiran lewat sectio caesarea
akan lebih aman bagi ibu, anak ataupun keduanya.
a. Indikasi ibu
1) Panggul sempit dan dystocia mekanis
a) Disproporsi fetopelvik
Disproporsi fetopelvik mencakup panggul sempit (contracted
pelvis), fetus yang tumbuhnya terlampau besar, atau adanya ketidak-
imbangan relative antara ukuran bayi dan ukuran pelvis. Yang ikut
menimbulkan masalah disproporsi adalah bentuk pelvis, presentasi fetus
serta kemampuannya untuk moulage dan masuk panggul, kemampuan
berdilatasi pada cervix, dan keefektifan kontraksi uterus
b) Malposisi dan malpresentasi
Abnormalitas ini dapat menyebabkan perlunya sectio caesarea
pada bayi yang dalam posisi normal dapat dilahirkan pervaginam. Bagian
terbesar dari peningkatan insidensi sectio caesarea dalam kelompok ini
berkaitan dengan presentasi bokong. Barangkali sepertiga dari presentasi
bokong harus dilahirkan lewat abdomen. Bukan saja akibat langsung
kelahiran vaginal terhadap janin lebih buruk pada presentasi bokong
disbanding pada presentasi kepala, tetapi juga terbukti adanya pengaruh
jangka panjang sekalipun kelahiran tersebut tanpa abnormalitas. Ada
perkiraan bahwa persalinan kaki dan bokong bayi premature yang viable
paling baik dilakukan melalui sectio caesarea
c) Disfungsi uterus
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan,
inertia, cincin konstriksi dan ketidakmampuan dilatasi cervix. Partus
menjadi lama dan kemajuannya mungkin terhenti sama sekali. Keadaan
ini sering disertai disproporsi dan malpresentasi.
d) Distosia jaringan lunak
Distosia jaringan lunak (soft tissue dystocia) dapat menghalangi
atau mempersulit kelahiran yang normal. Ini mencakup keadaan seperti
cicatrix pada saluran genitalia, kekakuan cervix akibat cedera atau
pembedahan, dan atresia atau stenosis vagina. Kelahiran vaginal yang
dipaksa akan mengakibatkan laserasi yang luas dan perdarahan
e) Neoplasma
Neoplasma yang menyumbat pelvis menyebabkan persalinan
normal tidak mungkin terlaksana. Kanker invasive cervix yang
didiagnosis pada trimester ketiga kehamilan dapat diatasi dengan sectio
caesarea yang dilanjutkan dengan terapi radiasi, pembedahan radikal
ataupun keduanya
f) Persalinan yang tidak dapat maju
Dalam kelompok ini termasuk keadaan – keadaan seperti
disproporsi cephalopelvik, kontraksi uterus yang tidak efektif, pelvis yang
jelek, bayi yang besar dan defleksi kepala bayi. Sering diagnosis tepat
tidak dapat dibuat dan pada setiap kasus merupakan diagnosis akademik.
Keputusan ke arah sectio caesarea dibuat berdasarkan kegagalan
persalinan untuk mencapai dilatasi cervix dan atau turunnya fetus, tanpa
mempertimbangkan etiologinya.
2) Pembedahan sebelumnya pada uterus
a) Sectio caesarea
Pada sebagian besar Negara ada kebiasaan yang dipraktekkan
akhir – akhir ini, yaitu setelah prosedur pembedahan caesarea dikerjakan,
maka semua kehamilan yang mendatang harus diakhiri dengan cara yang
sama. Bahaya rupture lewat tempat insisi sebelumnya dirasakan terlalu
besar. Akan tetapi, pada kondisi tertentu ternyata bisa dilakukan trial of
labor dengan kemungkinan persalinan lewat vagina. Kalau upaya ini
berhasil, baik morbiditas maternal maupun lamanya rawat tinggal akan
berkurang.
b) Histerotomi
Kehamilan dalam uterus akan disertai bahaya rupture uteri bila
kehamilan sebelumnya diakhiri dengan histerotomi. Resikonya sama
seperti resiko sectio caesarea klasik. Histerotomi kalau mungkin harus
dihindari dengan pertimbangan bahwa kehamilan berikutnya akan
mengharuskan sectio caesarea.
3) Pendarahan
a) Placenta previa
Sectio caesarea untuk placenta previa centralis dan lateralis telah
menurunkan mortalitas fetal dan maternal. Keputusan akhir diambil
melalui pemeriksaan vaginal dalam kamar operasi dengan menggunakan
double setup. Darah sudah tersedia dan sudah dicocokkan (cross-
matching). Team dokter bedah harus sudah siap sedia. Jika pada
pemeriksaan vaginal ditemukan placenta previa centralis atau partialis,
sectio caesarea segera dikerjakan.
b) Abruptio placentae
Abruptio placentae yang terjadi sebelum atau selama persalinan
awal dapat diatasi dengan pemecahan ketuban dan pemberian tetesan
oxytocin. Kalau perdarahannya hebat, cervix mengeras dan menutup atau
kalau ada kecurigaan apoplexia uteroplacental, maka diperlukan sectio
caesarea untuk menyelamatkan bayi, mengendalikan perdarahan,
mencegah afibrinogenemia dan untuk mengamati keadaan uterus serta
kemampuannya berkontraksi dan mengendalikan perdarahan. Pada
sebagian kasus diperlukan tindakan histeroktomi.
4) Toxemia gravidarum
Toxemia gravidarum dapat menyebabkan pengakhiran kehamilan
sebelum waktunya. Pada sebagian besar kasus, pilihan metodenya adalah
induksi persalinan. Kalau cervix belum matang dan induksi sukar terlaksana,
sebaiknya dikerjakan sectio caesarea.
5) Lain – lain
a) Primigraviditas usia lanjut
Primigraviditas usia lanjut sulit didefinisikan. Sementara umur
bervariasi dari 35 hingga 40 tahun, factor – factor lain juga sama
pentingnya. Factor – factor ini mencakup ada tidaknya segmen bawah
uterus yang baik, kelenturan atau kekakuan cervix dan jaringan lunak
jalan lahir, kemudahan menjadi hamil, jumlah abortus, presentasi anak
dan koordinasi kekuatan his. Kalau semua hal ini menguntungkan,
kelahiran per vaginam harus dipertimbangkan. Kalau factor – factor yang
merugikan terdapat, maka sectio caesarea merupakan prosedur yang lebih
aman dan lebih bijaksana.
b) Bekas jahitan pada vagina
Dikerjakan sectio caesarea efektif kalau ada kekhawatiran bahwa
kelahiran lewat vagina yang pernah dijahit akan menimbulkan cystocele,
rectocele dan prolapsus uteri
c) Anomali uteri congenital
Bukan saja uterus yang abnormal itu fungsinya jelek, tetapi juga
pada kasus anomali seperti uterus bicornuata, salah satu ujungnya dapat
merintangi jalannya bayi dari ujung yang lain. Pada keadaan seperti ini
harus dikerjakan section caesarea.
d) Riwayat obstetric yang jelek
Kalau kelahiran sebelumnya berlangsung dengan sukar dan
menimbulkan cedera luas pada cervix, vagina serta perineum, atau kalau
bayinya pernah cedera, maka dipilih sectio caesarea bagi kelahiran
berikutnya
e) Forceps yang gagal
Forceps yang gagal merupakan indikasi dilakukannya sectio
caesarea. Lebih bijaksana bila beralih ke kelahiran per abdominam
daripada menarik bayi lewat panggul dengan paksa.
b. Indikasi fetal
1) Gawat janin
Gawat janin, yang ditunjukkan dengan adanya bradycardia berat,
irregularitas denyut jantung anak atau adanya pola deselerasi yang terlambat,
kadang – kadang menyebabkan perlunya sectio caesarea darurat.
2) Cacat atau kematian janin sebelumnya
Khususnya pada ibu – ibu yang pernah melahirkan bayi yang cacat
atau mati dilakukan sectio caesarea efektif
3) Prolapsus funiculus umbilicalis
Prolapsus funiculus umbilicalis dengan cervix yang tidak berdilatasi
sebaiknya diatasi dengan sectio caesarea, asalkan bayinya berada dalam
keadaan baik.
4) Insufisiensi plasenta
Pada kasus retardasi pertumbuhan intrauterine atau kehamilan post
mature dengan pemeriksaan klinis dan berbagai test menunjukkan bahwa bayi
dalam keadaan bahaya, maka kelahiran harus dilaksanakan. Jika induksi tidak
mungkin terlaksana atau mengalami kegagalan, sectio caesarea menjadi
indikasi. Dengan meningkatnya kemampuan dokter – dokter anak untuk
menyelamatkan bayi – bayi yang kecil dan kalau memang diperlukan, sectio
caesarea dapat memberikan kesempatan hidup dan kesempatan untuk
berkembang secara normal kepada bayi – bayi ini.
5) Diabetes maternal
Fetus dari ibu diabetic cenderung lebih besar daripada bayi normal ;
keadaan ini bisa mengakibatkan kesulitan persalinan dan kelahiran. Meskipun
bayi – bayi ini berukuran besar, namun perilakunya menyerupai bayi
premature dan tidak bisa bertahan dengan baik terhadap beban persalinan
lama. Kematian selama persalinan dan pascalahir sering terjadi. Disamping
itu, sejumlah bayi meninggal dalam kandungan sebelum maturitasnya
tercapai. Karena adanya bahaya terhadap keselamatan fetus ini dan karena
proporsi timbulnya toxemia yang tinggi pada ibu hamil yang menderita
diabetes, maka kehamilan perlu diakhiri sebelum waktunya. Jika keadaannya
menguntungkan dan persalinan diperkirakan berlangsung mudah serta cepat,
maka dapat dilakukan induksi persalinan. Akan tetapi pada primigravida dan
multipara dengan cervix yang panjang dan tertutup atau dengan riwayat
obstetric yang jelek, sectio caesarea adalah metode yang dipilih.
6) Inkompatibilitas rhesus
Kalau janin mengalami cacat berat akibat antibody dari ibu Rh-negatif
yang menjadi peka dan kalau induksi serta persalinan per vaginam sukar
terlaksana, maka kehamilan dapat diakhiri dengan sectio caesarea bagi kasus
– kasus yang terpilih demi keselamatan janin
7) Postmortem caesarean
Kadang – kadang bayi masih hidup bilamana sectio caesarea segera
dikerjakan pada ibu hamil yang baru saja meninggal dunia.
8) Infeksi virus herpes pada traktus genitalis
Virus herpes menyebabkan infeksi serius yang sering fatal pada bayi
baru lahir. Kalau dalam jalan lahir terdapat virus herpes pada saat kelahiran,
maka sedikitnya 50% dari bayi – bayi yang lahir akan terinfeksi dan separuh
diantaranya akan cacat berat, bila tidak meninggal, akibat infeksi herpetic ini.
Bahaya terbesar timbul kalau infeksi primer genital terjadi 2 hingga 4 minggu
sebelum kelahiran. Transmisi lewat placenta tidak begitu penting bila
dibandingkan dengan kontak langsung selama persalinan dan kelahiran. Pada
kontak langsung, kontaminasi terjadi pada mata, kulit, kulit kepala, tali
pusat dan traktus respiratorius atas dari bayi yang dilahirkan. ( Harry Oxorn
& William R. Forte : hal 634 )
Kontra indikasi sectio caesarea pada umumnya sectio caesarea tidak
dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum diatasi, kelainan congenital
berat ( Sugeng Jitowiyono : hal 43 )
4. Patofisiologi
Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari
anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.
a. Anatomi dinding perut
Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi
oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus
pubikus dan sulkus inguinalis.
Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian
depan, bagian lateral dan bagian belakang.
1) Otot rectus abdominis
Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan
tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8.
origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus
dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis
ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk
flexi trunk, mengangkat pelvis.
2) Otot piramidalis
Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot
rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan
simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk
meregangkan linea alba.
3) Otot transversus abdominis
Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina
musculi recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12.
insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral
ligamen inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior
vagina muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut,
menegangkan dan menarik dinding perut.
4) Otot obligus eksternus abdominis
Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah
inferior thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan
insertionya pada vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah
rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
5) Otot obligus internus abdominis
Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh
otot obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior
fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale
insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial.
Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
b. Otot dasar panggul
Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma
urogenital. Diagfragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang
terdiri dari otot levator ani, otot pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan
ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma urogenetik dibentuk oleh aponeurosis otot
transverses perinea profunda dan mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-
otot tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah,
otot spincter ani eksternus diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus
dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.
c. Patologi
Pada operasi sectio caesarea transperitonial ini terjadi, perlukaan baik
pada dinding abdomen (kulit dan otot perut) dan pada dinding uterus. Faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain
adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang baik
akan berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses
penyembuhan sebagai berikut :
1) sewaktu incisi (kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan
kulit akan mati. Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam
pertama akan mengalami reaksi radang mendadak,
2) dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi
(pelipatgandaan) fibroblast mulai terjadi,
3) pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi,
4) pada hari ke 5 tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali
luka) mulai timbul, yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka,
5) pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan
epitelisasi adalah 0,5 mm per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau
terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis,
6) Pada hari ke 14-15, tensile strength hanya 1/5 maksimum,
7) tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada
seseorang dengan riwayat SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun
pertama setelah operasi
d. Fisiologi nifas
Perubahan yang terjadi selama masa nifas post sectio caesarea antara lain
:
1) Uterus, setelah plasenta dilahirkan, uterus merupakan alat yang keras karena
kontraksi dan reaksi otot-ototnya. Fundus uteri ±3 jari di bawah pusat. Ukuran
uterus mulai dua hari berikutnya, akan mengecil hingga hari kesepuluh tidak
teraba dari luar. Invulsi uterus terjadi karena masing-masing sel menjadi kecil,
yang disebabkan oleh proses antitoksis dimana zat protein dinding pecah,
diabsorbsi dan dibuang melalui air seni. Sedangkan pada endomentrium
menjadi luka dengan permukaan kasar, tidak rata kira-kira sebesar telapak
tangan. Luka ini akan mengecil hingga sembuh dengan pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka, mulai dari pinggir dan dasar
luka
2) pembuluh darah uterus yang saat hamil dan membesar akan mengecil
kembali karena tidak dipergunakan lagi
3) dinding perut melonggar dan elastisitasnya berkurang akibat peregangan
dalam waktu lama
e. Tahapan dalam masa nifas
1) Peurperium dini (immediate puerperium) : waktu 0 – 24 jam post partum.
Yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan – jalan.
2) Peurperium intermedial (early puerperium) : waktu 1 – 7 hari post partum.
Kepulihan menyeluruh alat – alat genetalia yang lamanya 6 – 8 minggu
3) Remote peurperium (later puerperium) : waktu 1 – 6 minggu post partum.
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila selama
hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu – minggu, bulanan atau tahunan. (Yetti Anggraini
: hal 3 – 4)
5. Komplikasi
Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut :
a. Pada ibu
1) Infeksi puerperal
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang –
cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri
3) Komplikasi – komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru
– paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi
4) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture
uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio
sesarea klasik.
b. Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesarea. Menurut statistik di negara – negara dengan pengawasan
antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea
berkisar antara 4 – 7 %. (Sugeng Jitowiyono : hal 44)
6. Prognosis
Dulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang
oleh karena kemajuan yang pesat dalam tehnik operasi, anestesi, penyediaan cairan dan
darah, indikasi dan antibiotika angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan
oleh tenaga – tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.
Nasib janin yang ditolong secara sectio caesaria sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara – negara dengan pengawasan antenatal
yang baik dari fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4 – 7 %.
(Sugeng Jitowiyono,dkk : hal 44)
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO) dan percocokan silang, serta tes
coombs
b. Urinalisis : menentukan kadar albumin / glukosa
c. Kultur : mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II
d. Pelvimetri : menentukan CPD
e. Amniosentesis : mengkaji maturitas paru janin
f. Ultrasonografi : melokalisasi plasenta menentukan pertumbuhan, kedudukan,
dan presentasi janin
g. Tes stres kontraksi atau tes non stres : mengkaji respon janin terhadap gerakan /
stres dari pola kontraksi uterus / pola abnormal
h. Pemantauan elektronik kontinu : memastikan status janin/aktivitas uterus (
Mitayani : hal 113 )
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan
Buat instruksi perawatan yang meliputi :
1) Perawatan pasca operasi
2) Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas
3) Jadwal pengukuran jumlah produksi urin
4) Berikan infuse dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya
penyimpangan pada pemantauan EKG dan JDL dengan diferensial
b. Penatalaksanaan Medis
1) Cairan IV sesuai indikasi
2) Anestesia; regional atau general
3) Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
4) Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
5) Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
6) Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
7) Persiapan kulit pembedahan abdomen
8) Persetujuan ditandatangani.
9) Pemasangan kateter foley
(Sugeng Jitowiyono : hal 45 – 46)
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan
transisi/peningkatan anggota keluarga, krisis situasi.
INTERVENSI RASIONAL
1) Anjurkan klien untuk 1) Jam pertama setelah
menggendong, menyentuh, kelahiran memberikan
dan memeriksa bayi, kesempatan unik untuk
tergantung pada kondisi ikatan keluarga untuk terjadi
klien dan bayi baru lahir. karna ibu dan bayi secara
emosional menerima isyarat
satu sama lain, yang
memulai kedekatan dan
proses pengenalan. Bantuan
pada interaksi pertama atau
sampai jalur intravena
dilepas mencegah klien dari
2) Berikan kesempatan untuk merasa kecewa atau tidak
ayah/pasangan untuk adekuat.
menyentuh dan 2) Membantu memudahkan
menggendong bayi dan ikatan/kedekatan diantara
bantu dalam perawatan bayi ayah dan bayi. Memberikan
sesuai kemungkinan situasi. kesempatan untuk ibu,
memvalidasi realitas situasi
dan bayi baru lahir pada
waktu dimana prosedur dan
kebutuhan fisiknya
3) Observasi dan catat interaksi mungkin membatasi
keluarga bayi, perhatikan kemampuan interaksinya.
prilaku yang dianggap 3) Kontak mata-dengan-mata,
menandakan ikatan dan penggunaan posisi wajah,
kedekatan dalam budaya berbicara pada suara nada
tertentu. tinggi, dan menggengdong
bayi dengan dekat
dihubungkan dengan
kedekatan pada budaya
amerika. Pada kontak
pertama dengan bayi, ibu
menunjukkan pola progresif
dari perilaku dengan cara
menggunakan ujung jari
pada awalnya untuk
menggali ekstremitas bayi
4) Diskusikan kebutuhan dan berlanjut pada
kemajuan dan sifat interaksi penggunaan telapak tangan
yang lazim dari ikatan. sebelum mendekap bayi
Perhatikan kenormalan dari dengan seluruh tangan dan
variasi respons dari satu lengan.
waktu ke waktu lainnya dan 4) Membantu klien/ pasangan
diantara anak yang berbeda. memahami makna dan
5) Perhatikan pentingnya proses dan
pengungkapan/prilaku yang memberikan keyakinan
menunjukkan kekecewaan
atau kurang minat/ bahwa perbedaan
kedekatan. diperkirakan.
7) Memungkinkan gas
8) Infeksi hemoroid pada
meningkatkan dari kolon
perineum. Anjurkan
desenden ke sigmoid,
penggunaan es selama
memudahkan pengeluaran.
20menit setiap 4jam,
8) Membantu regresi hemoroid dan
penggunaan kompres
varies vulva dengan
witch hazel, dan
meningkatkan vasokontriksi
peninggian pelvis pada
menurunkan ketidaknyamanan
bantal sesuai kebutuhan.
dan gatal, dan meningkatkan
9) Palpasi kandung kemih,
kembalinya fungsi usus normal.
perhatikan adanya rasa
penuh. Memudhkan
berkemih periodic setelah
9) Kembalinya fungsi kandung
pengangkatan kateter
kemih normal memerlukan 4-7
indwelling.
hari, overdistensi kandung
10) Evaluasi terhadap sakit
kemih menciptakan perasaan
kepala, khususnya setelah
dorongan dan
anesthesia subaraknoid.
ketidaknyamanan.
Hindari member obat pada
10)Kebocoran cairan serebrospinal
klien sebelum sifat dan
(CSS) melalui dura meter ke
penyebab sakit kepala di
dalam ruang ekstradural
tentukan.
menurunkan volume yang
diperlukan untuk menyokong
jaringan otak, menyebabkan
batang otak turun ke dasar
tengkorak bila klien pada posisi
11) Anjurkan tirah baring pada tegak. HKK dapat
posisi datar berbaring, menyebabkan serebral,
tingkatkan cairan, berikan memerlukan intervensi lain.
minuman berkafein, bantu 11) Menurunkan beratnya sakit
sesuai kebutuhan pada kepala dengan meningkatkan
perawatan klien dan bayi, cairan yang ada untuk produksi
dan berikan ikatn CSS dan menbatasi perpindahan
abdominal bila klien tegak, posisi dari otak. Sakit kepala
pada adanya sakit kepala berat dapat mengganggu
pasca-spinal. Beritahu kemampuan klien untuk
dokter atau ahli anestesi melakukan perawatan diri dan
sesuai indikasi. perawatan bayi. Sakit kepala
12) Infeksi jaringan payudara teruz meneruz memerlukan
dan putting; kaji terhadap terapi lebih agresif.
adanya pembesaran dan /
atau putting pecah. 12) Pada 24jam pascapartum,
payudara harus lunak dan tidak
nyeri tekan, dengan putting
bebas dari area pecah-pecah
atau adanya kemerahan.
Pembesaran payudara, nyeri
tekan puting, atau adanya
pecah-pecah pada puting dapat
terjadi 2-3 hari pacapartum dan
memerlukam intervensi segera
untuk memudahkan kontinuitas
menyusui dan mencegah
komplikasi lebih serius.
(Tabel 2.2)
c. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri,
transmisi/kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
INTERVENSI RASIONAL
1) Dorong keberadaan / 1) Memberikan dukungan emosional ;
partisipasi dari dapat mendorong pengungkapan
pasangan masalah
2) Kelahiran sesaria mungkin
2) Tentukan tingkat dipandang sebagai suatu kegagalan
ansietas klien dan dalam hidup oleh klien/pasangan
sumber dari masalah. dan hal tersebut dapat memiliki
Mendorong klien / dampak negative dalam proses
pasangan untuk ikatan / menjadi orang tua
mengungkapkan
kebutuhan dan harapan
yang tidak terpenuhi.
Memberikan informasi
sehubungan dengan
normalnya perasaan
tersebut 3) Membantu memfasilitasi adaptasi
3) Bantu klien / pasangan yang positif terhadap peran baru ;
dalam mengurangi perasaan ansietas
mengidentifikasi
mekanisme koping
yang lazim dan
perkembangan strategi
koping baru jika 4) Khayalan yang disebabkan oleh
dibutuhkan. kurangnya informasi atau
4) Berikan informasi yang kesalahpahamanan dapat
akurat tentang keadaan meningkatkan tingkat ansietas
klien/bayi 5) Mengurangi ansietas yang mungkin
berhubungan dengan penanganan
5) Mulai kontak antara bayi, takut terhadap sesuatu yang
klien/pasangan dengan tidak diketahui, dan/atau
bayi segera mungkin. menganggap hal yang buruk
Jika bayi dibawa ke berkenanaan dengan keadaan bayi
neonatal intensive care
unit (NICU), bentuk
jalur komunikasi
antara staf perawatan
dank lien / pasangan.
Foto bayi dan biarkan
untuk dikunjungi bila
kondisi fisik klien
mengizinkan
(Tabel 2.3)
d. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa
kehidupan.
INTERVENSI RASIONAL
1) Tentukan respons emosional 1) Kelahiran sesaria yang tidak
klien / pasangan terhadap direncanakan dapat berefek
kelahiran sesaria negative terhadap harga diri
klien, membuat klien merasa
tidak adekuat dan telah gagal
2) Tinjau ulang partisipasi klien / sebagai wanita
pasangan dan peran dalam 2) Respons berduka dapat
pengalaman kelahiran. berkurang bila ibu dan ayah
mampu saling berbagi akan
pengalaman kelahiran. Dapat
membantu menghindari rasa
3) Tekankan kemiripan antara bersalah/mempersalahkan
kelahiran sesaria dan vagina. 3) Klien dapat mengubah
Sampaikan sikap positif persepsinya tentang
terhadap kelahiran sesaria, dan pengalaman kelahiran sesarea
atur perawatan pascapartum sebagaimana persepsinya
sedekat mungkin pada tentang kesehatannya atau
perawatan yang diberikan pada penyakitnya berdasarkan pada
klien setelah kelahiran vagina sikap professional
4) Rujuk klien/pasangan untuk
konseling professional bila
reaksi maladaptif 4) Klien yang tidak mampu
mengatasi rasa berduka atau
perasaan negative
memerlukan bantuan
professional lebih lanjut
(Tabel 2.4)
e. Resiko tinggi terhadap Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau
regulasi (mis., hipotensi ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek
anestesia, tromboemboli, profil darah abnormal (anemia/kehilangan darah
berlebihan, sensitivitas terhadap rubella, inkompatibilitas Rh), trauma jaringan
INTERVENSI RASIONAL
1) Tinjau ulang catatan prenatal 1) Adanya factor – factor resiko
dan intrapartal terhadap factor seperti kelelahan miometrial,
– factor yang distensi uterus berlebihan,
mempredisposisikan klien stimulasi oksitosin lama, atau
pada komplikasi. Catat kadar tromboflebitis prenatal
Hb dan kehilangan darah memungkinkan klien lebih
operatif rentan terhadap komplikasi
pascaoperasi
2) Tekanan darah yang tinggi
2) Pantau TTV. Catat kulit dingin, dapat menandakan terjadinya
basah ; nadi lemah dan halus ; atau berlanjutnya hipertensi.
perubahan perilaku ; Hipotensi dan takikardia dapat
pelambatan pengisian kapiler menunjukkan dehidrasi dan
atau sianosis. hipovolemia tetapi mungkin
tidak terjadi sampai volume
darah sirkulasi telah menurun
sampai 35 – 50 %, dimana
tanda vasokonstriksi mungkin
terlihat. Pireksia dapat
menandakan infeksi
3) Luka bedah dengan drain dapat
membasahi balutan namun
3) Inspeksi balutan terhadap rembesan biasanya tidak
perdarahan berlebihan. Catat terlihat dan dapat menunjukkan
tanggal drainase pada balutan terjadinya komplikasi
4) Aliran lokhia seharusnya tidak
banyak atau mengandung
bekuan, fundus harus tetap
4) Perhatikan karakter dan jumlah berkontraksi dengan kuat pada
aliran lokhia dan konsistensi umbilicus. Tonjolan uterus
fundus mengakibatkan peningkatan
aliran dan kehilangan darah
5) Fungsi ginjal adalah indeks
kunci dari volume darah
sirkulasi. Bila haluaran
menurun, berat jenis
5) Pantau masukan cairan dan meningkat, dan sebaliknya.
haluaran urine. Perhatikan Urine yang mengandung darah
penampilan, warna, atau bekuan menunjukkan
konsentrasi, dan berat jenis kemungkinan trauma kandung
urine kemih berkenaan dengan
intervensi pembedahan
6) Meningkatkan sirkulasi dan
aliran balik vena dari
ekstremitas bawah,
6) Anjurkan ambulasi dini dan menurunkan risiko
latihan, kecuali pada klien pembentukan thrombus, yang
yang mendapatkan anastesi berkenaan dengan stasis.
subaraknoid. Meskipun posisi rekumben
setelah anastesia subaraknoid
dikontroversikan, hal ini dapat
membantu mencegah
kebocoran CSS dan sakit
kepala
7) Bantu klien pada ambulasi 7) Hipotensi ortostatik dapat
awal. terjadi pada perubahan dari
posisi telentang ke berdiri, atau
mungkin sebagai akibat dari
vasodilatasi
8) Minta klien duduk di lantai atau 8) Membantu mempertahankan
kursi dengan kepala diantara atau meningkatkan sirkulasi
kaki, atau biarkan berbaring dan memberikan oksigen ke
pada posisi datar bila merasa otak
pusing.
(Tabel 2.5)
f. Resiko infeksi. Faktor resiko dapat meliputi trauma jaringan/kulit rusak,
penurunan Hb, prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan,
pecah ketuban lama, mainutrisi.
INTERVENSI RASIONAL
1) Anjurkan dan gunakan teknik 1) Membantu mencegah atau
mencuci tangan dengan membatasi penyebaran infeksi.
cermat dan pembuangan
pengalas kotoran, pembalut
parineal, linen terkontaminasi
dengan tepat. 2) Anemiamia, diabetes, persalinan
2) Tinjauan ulang Hb/Ht prenatal; yang lama sebelum kelahiran
perhatikan adanya kondisi sesaria meningkatkan resiko
yang mempredisposisikan infeksi dan pelambatan
klien pada infeksi penyembuhan.
pascaoperasi. 3) Klien yang berat badannya 20%
3) Kaji status nutrisi klien. di bawah berat normal, atau
Perhatikan penampilan yang anemia atau malnutrisi,
rambut, kuku jari, kulit, dan lebih rentan terhadap infeksi
sebagainya. Perhatikan berat
badan sebelum hamil dan pascapartum dan dapat
penambahan berat badan memerlukan diet khusus.
prenatal.
4) Dorong masukan cairan oral 4) Mencegah rehidrasi;
dan diet tinggi protein, memaksimalkan volume
vitamin C, dan besi. sirkulasi dan aliran urin. Protein
dan vitamin C diperlukan untuk
pembentukan kolagen; besi
5) Infeksi balutan abdominal diperlukan untuk sintesis Hb.
terhadap aksudat atau 5) Balutan streril menutupi luka
rembesan. Lepaskan balutan pada 24 jam pertama kelahiran
sesuai iridikasi. sesaria membantu melindungi
luka dari cedera atau
kontaminasi. Rembesan dapat
menandakan hematomo,
gangguan penyatuah jahitan,
atau dehisens luka, memerluka
intervensi lanjut. Pengangkatan
balutan memungkinkan insisi
6) Perhatikan catatan operasi mengengering dan
untuk penggunaan drain dan meningkatkan penyembuhan.
sifat dari insisi. Bersihkan 6) Lingkungan lembab merupakan
luka dang anti balutan bila media paling baik untuk
basah. pertumbuhan bakteri; bakteri
daopat berpindah melalui aliran
7) Infeksi insisi terhadap proses kapiler melalui balutan basah ke
penyembuhan, perhatikan luka.
kemerahan, edema, nyeri,
eksudat, atau gangguan 7) Tanda-tanda ini menunjukkan
penyatuan. infeksi luka, biasanya
8)Bantu sesuai kebutuhan disebabkan oleh streptokokus,
pengangkatan jahitan kulit stapilokokus, atau sepsis
atau klips. pseudomonas.
4. Implementasi
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan : melaksanakan intervensi/ aktivitas yang telah ditemukan, pada
tahap ini perawat siap membantu pasien atau orang terdekat menerima stress situasi atau
prognosis, mencegah komplikasi, membantu program rehabilitas individu, memberikan
informasi tentang penyakit, prosedur, prognosis dan kebutuhan pengobatan.
5. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil yang
diinginkan dan respon pasien terhadap dan keefektifan intervensi keperawatan. Kemudian
mengganti rencana perawatan jika diperlukan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas Klien
1) Inisial klien : Ny “J”
2) Umur : 38 tahun
3) Jenis kelamin : Perempuan
4) Agama : Islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : IRT
7) Status perkawinan : Kawin
8) Suku / bangsa : Makassar/Indonesia
9) Alamat : Bonto Biraeng
10) Tanggal MRS : 11 Juli 2012
11) Tanggal pengkajian : 12 Juli 2012
12) No. RM : 28 85 35
13) Diagnose medis : Post Op sectio caesarea
b. Identitas Penanggung jawab
1) Inisial suami : Tn. A
2) Umur : 42 tahun
3) Jenis kelamin : Laki – laki
4) Agama : islam
5) Pendidikan : SD
6) Pekerjaan : Petani
7) Status perkawinan : Kawin
8) Suku / bangsa : Makassar/Indonesia
9) Alamat : Bontobiraeng
2. Riwayat Keluhan
a. Keluhan utama
Nyeri pada luka post op sectio caesarea
b. Riwayat keluhan utama
P ( Provokatif ) : Klien merasakan nyeri setelah dilakukan operasi
sectio caesarea
Q ( Qualitas ) : Nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
R ( Regional ) : Nyeri terasa di abdomen
S ( Skala ) : Sedang (skala nyeri 6 pada skala 0 – 10)
T ( Timing ) : Dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Nyeri yang
dirasakan terus – menerus
3. Genogram
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Tabel 2
No. Tahun Tipe Penolong Jenis BB Keadaan Masalah
Persalinan kelamin lahir bayi waktu kehamilan
lahir
1 – 2 kali/hari
1 kali/hari
Tidak ada
B. PENGUMPULAN DATA
Tabel 3
No. DATA
1. Klien mengeluh nyeri pada luka Post Op SC
2. Klien mengatakan takut bergerak banyak karena nyeri
3. Klien mengeluh masih sering mulas
4. Klien mengeluh sering terbangun tengah malam karena nyeri pada perutnya
5. Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
6. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
7. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan secara terus – menerus
8. KU lemah
9. Klien tampak gelisah
10. Klien tampak meringis saat mencoba untuk bangun
11. Klien masih takut bergerak
12. Klien tampak berhati –hati bila bergerak
13. Klien tampak meminimalkan gerakan
14. Skala nyeri 6 (sedang)
15. Tampak luka bekas Op SC yang masih dibalut verban
16. Klien tampak sering menguap
17. Klien tampak sering terbangun
18. Ekspresi wajah klien tampak mengantuk
19. Tanda – tanda vital :
20. TD : 130/90 mmhg
N : 90 kali/menit
S : 37,5 ºC
P : 24 kali/menit
C. DATA FOKUS
CP IA
Data Fokus
Tabel 4
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1. Klien mengeluh nyeri pada luka Post 1. KU lemah
Op SC 2. Klien tampak gelisah
2. Klien mengatakan takut bergerak 3. Klien tampak meringis saat mencoba
banyak karena nyeri untuk bangun
4. Klien masih takut bergerak
3. Klien mengeluh sering terbangun 5. Klien tampak berhati –hati bila
tengah malam karena nyeri pada bergerak
perutnya 6. Klien tampak meminimalkan gerakan
4. Klien mengatakan aktivitasnya 7. Skala nyeri 6 (sedang)
dibantu oleh keluarga 8. Tampak luka bekas Op SC yang masih
5. Klien mengatakan nyeri yang dibalut verban
dirasakan seperti disayat benda tajam 9. Klien tampak sering menguap
6. Klien mengatakan nyeri yang 10. Klien tampak sering terbangun
dirasakan secara terus – menerus 11. Ekspresi wajah klien tampak
mengantuk
12. Tanda – tanda vital :
TD : 130/90 mmhg
N : 90 kali/menit
S : 37,5 ºC
P : 24 kali/menit
D. ANALISA DATA
CP IB
Analisa Data
Tabel 5
No. DATA ETIOLOGI MASALAH
1. Data subjektif : Nyeri
Tindakan SC
a. Klien mengeluh
nyeri pada luka bekas
operasi SC Terputusnya kontinuitas
b. Klien mengatakan takut jaringan
bergerak banyak
karena nyeri Keluarnya zat – zat vasoaktif
c. Klien mengatakan nyeri (histamin, bradikinin,
yang dirasakan seperti serotonin)
disayat benda tajam
d. Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan secara
terus – menerus
Merangsang reseptor nyeri
Data objektif :
pada ujung – ujung saraf bebas
a. Klien tampak meringis
saat mencoba untuk
Nyeri dihantarkan ke dorsal
bergerak
spinal lord
b. Klien tampak
meminimalkan
Thalamus
gerakan
c. Klien tampak berhati
– hati bila bergerak
d. Skala nyeri 6 (sedang)
Cortex serebri
2.
Gangguan pola
tidur
Data subjektif : Nyeri dipersepsikan
a. Klien mengeluh sering
terbangun tengah Gangguan rasa nyaman
malam karena nyeri nyeri
pada perutnya
Data objektif :
a. Klien tampak gelisah Nyeri luka post Op SC
b. Klien tampak sering
menguap
c. Ekspresi wajah klien
tampak mengantuk
Rangsangan ke pusat jaga /
3. d. Klien tampak sering Gangguan
pepticular activating system
terbangun mobilitas fisik
(RAS)
Data subjektif :
a. Klien mengatakan Rapid eye movement
aktivitasnya dibantu menurun
oleh keluarga
b. Klien mengatakan Klien terjaga/sering terbangun
takut bergerak banyak
Data objekif :
a. KU lemah
b. Klien tampak berhati – Gangguan pola tidur
hati bila bergerak
4. Resiko infeksi
Tindakan SC
Faktor resiko :
a. Tampak luka post Op Adanya luka post Op
SC yang masih dibalut
verban
Nyeri
b. Tanda REEDA
R : kemerahan : tidak E
Klien takut bergerak banyak
: edema : tidak
karena nyeri bertambah
E : ekimosis : tidak
D : discharge serum /
pus / darah : tidak ada
A : approximate :
Gangguan mobilitas fisik
tampak bekas luka post
Op
Terputusnya kontinuitas
jaringan
Resiko infeksi
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
CP II
Diagnosa Keperawatan
Tabel 6
No. DIAGNOSA KEPERAWATAN Tanggal ditemukan Tanggal teratasi
1. Nyeri b/d terputusnya kontinuitas 12 Juli 2012 14 Juli 2012
jaringan akibat tindakan operatif
SSTP
2. Gangguan pola tidur b/d nyeri pada 12 Juli 2012 14 Juli 2012
luka post Op
3. Gangguan mobilitas fisik b/d 12 Juli 2012 14 Juli 2012
kelemahan
4. Resiko infeksi b/d rusaknya 12 Juli 2012 Belum teratasi
pertahanan primer
F. INTERVENSI KEPERAWATAN
CP III
Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut b/d terputusnya kuntinuitas jaringan akibat tindakan operatif SSTP, ditandai
dengan :
DS :
a. Klien mengeluh nyeri pada luka bekas operasi SC
b. Klien mengatakan masih sering mulas
c. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti disayat benda tajam
d. Klien mengatakan nyeri yang dirasakan secara terus – menerus
DO :
a. KU lemah
b. Klien tampak meringis saat mencoba untuk bergerak
c. Skala nyeri 6 (sedang)
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan nyeri
terkontrol, dengan kriteria hasil :
a. KU baik
b. skala nyeri 1 – 2 (ringan)
c. Ekspresi wajah rileks
INTERVENSI :
a. Observasi tingkat nyeri
R/ Mengetahui sampai tingkat mana nyeri yang dialami klien
b. Observasi TTV
R/ Melihat perkembangan KU klien dimana rangsang nyeri dapat meningkatkan
TTV
c. Atur posisi berbaring misalnya dengan posisi supine
R/ Dengan posisi ini dapat mengurangi tekanan pada area operasi sehingga rasa
nyeri berkurang
d. Ajarkan teknik relaksasi dengan menarik nafas dalam saat nyeri timbul
R/ Relaksasi dengan cara menarik nafas dalam membuat otot – otot rileks
sehingga nyeri berkurang
e. Lakukan teknik distraksi
R/ Mengalihkan perhatian ke hal yang lain sehingga tidak terlalu fokus pada nyeri
f. Kolaborasi dalam pemberian analgetik : injeksi ketorolac
R/ Membantu dalam mengurangi rasa nyeri, dengan memblokade pusat hantaran
nyeri
2. Gangguan pola tidur b/d nyeri luka post Op, ditandai dengan :
DS :
a. Klien mengatakan sering terbangun tengah malam karena nyeri pada perutnya
DO :
a. Klien tampak gelisah
b. Klien tampak sering menguap
c. Ekspresi wajah klien tampak mengantuk
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan kebutuhan
istirahat tidur klien terpenuhi, dengan kriteria hasil :
a. klien mengatakan tidurnya nyenyak/ pulas
b. Klien tampak tenang
c. Klien mengatakan tidurnya cukup
d. Ekspresi wajah tampak segar
INTERVENSI :
a. Beri posisi yang nyaman
R/ Posisi yang nyaman dapat meningkatkan relaksasi sehingga menstimulasi
untuk tidur
b. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman sehingga
mempermudah klien untuk tidur
c. Ajarkan teknik relaksasi
R/ Memberi rasa nyaman pada klien
d. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan / minuman tinggi protein sebelum
tidur (susu)
R/ Pencernaan protein menghasilkan triptopan yang mempunyai efek sedatif
e. HE tentang manfaat terpenuhinya kebutuhan istirahat dan tidur
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan diharapkan mampu bekerja sama dengan
perawat
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan, ditandai dengan :
DS :
a. Klien mengatakan aktivitasnya dibantu oleh keluarga
b. Klien mengatakan takut bergerak banyak
DO :
a. KU lemah
b. Klien tampak berhati – hati bila bergerak
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan klien
mampu beraktivitas seperti semula, dengan kriteria hasil :
a. KU baik
b. Klien dapat melakukan mobilisasi secara bertahap
INTERVENSI :
a. Pantau kemampuan klien dalam beraktivitas
R/ Mengetahui sampai sejauh mana kemampuan klien dalam beraktivitas
b. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya
R/ Untuk memandirikan ibu dan meminimalkan terjadinya kelemahan fisik yang
lebih lanjut
c. Bantu klien untuk mobilisasi secara bertahap
R/ Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah sehingga mempercepat penyembuhan
luka, nyeri berkurang, klien dapat bergerak atau beraktivitas tanpa adanya
keluhan nyeri
d. HE tentang pentingnya mobilisasi post SC
R/ Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya mobilisasi sehingga
memotivasi ibu untuk melakukannya
4. Resiko infeksi b/d rusaknya pertahanan primer, dengan faktor resiko :
a. Tampak luka bekas operasi yang dibalut verban
b. Tanda REEDA
R : kemerahan : tidak
E : edema : tidak
E : ekimosis : tidak
D : discharge serum/pus/ darah : tidak ada
A : approximate : tampak bekas luka post Op
TUJUAN :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan Infeksi tidak terjadi,
dengan kriteria hasil :
a. Perbaikan luka tepat waktu
b. TTV dalam batas normal
c. Tidak ditemukan adanya tanda – tanda REEDA
INTERVENSI :
a. Monitor TTV serta tanda – tanda infeksi (jumlah, warna, dan bau dari luka
operasi).
R/ Deteksi dini terhadap adanya tanda – tanda infeksi. Adanya warna yang lebih
gelap disertai bau tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
b. Merawat luka dengan teknik septik dan antiseptik
R/ Mencegah masuknya mikroorganisme melalui luka operasi
c. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi protein dan intake cairan
yang adekuat
R/ Protein berperan mengganti sel – sel yang rusak dan meningkatkan daya tahan
tubuh
d. Anjurkan klien untuk mobilisasi secara bertahap
R/ Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah sehingga mempercepat penyembuhan
luka
e. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan vulva / tubuh / area operasi,
meminimalkan infeksi nasokomial dengan menjaga kebersihan lingkungan dan
batasi pengunjung
R/ Mencegah faktor resiko penularan
f. Kolaborasi dalam penatalaksanaan pemberian antibiotik : injeksi cefotaxime
R/ Memblok invasi berkembangbiaknya mikroorganisme dengan merubah PH
jaringan sesuai dengan spektrum antibiotik yang digunakan
G. IMPLEMENTASI
CP IV
Implementasi
Tabel 8
HARI/TANGGAL DX JAM IMPLEMENTASI DAN HASIL
Jumat 1 09.00 1. Mengobservasi tingkat nyeri
13 Juli 2012 Hasil : skala nyeri 6 (sedang)
09.10 2. Mengobservasi TTV
Hasil : TD : 130/80 mmHg
N : 84 kali/menit
S : 37ºC
P : 24 kali/menit
09.25 3. Mengatur posisi klien dengan posisi supine
Hasil : klien merasa nyaman
09.40 4. Mengajarkan teknik relaksasi dengan
menarik nafas dalam saat nyeri timbul
Hasil : klien menarik nafas dalam saat nyeri
timbul dan klien merasa nyaman
09.50 5. Melakukan teknik distraksi
Hasil : klien senang diajak bercerita
10.00 6. Kolaborasi dalam penatalaksanaan
pemberian analgetik
Hasil : injeksi ketorolac 1 Amp/8 jam/iv
H. CATATAN PERKEMBANGAN
CP VII
Catatan Perkembangan
Tabel 9
HARI/TANGGAL DX JAM EVALUASI / SOAP
Jumat 1 13.15 S:
13 Juli 2012 klien mengatakan masih nyeri pada
luka operasi
klien mengatakan masih sering mulas
O:
klien tampak meringis
klien tampak lemah
skala nyeri 6 (sedang)
observasi TTV :
TD : 120/80 mmhg
N : 80 kali/menit
S : 37º C
P : 84 kali/menit
A : nyeri belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Atur posisi klien
2. Ajarkan teknik relaksasi dengan menarik
napas dalam saat nyeri timbul
3. Lakukan teknik distraksi
4. Observasi tingkat nyeri
5. Kolaborasi penatalaksanaan pemberian
analgetik
S:
Klien mengatakan aktivitasnya dibantu
oleh keluarga
Klien mengatakan masih takut bergerak
banyak
O:
Klien tampak berhati – hati bila bergerak
ADL tampak dibantu oleh keluarga
A : gangguan mobilitas fisik belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
1. Bantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya
4 14.00 2. Bantu klien untuk mobilisasi secara
bertahap
3. Pantau kemampuan klien dalam
beraktivitas
4. HE tentang pentingnya mobilisasi post SC
S:–
O : kondisi luka operasi tampak baik, tidak
terdapat tanda – tanda infeksi di sekitar luka
operasi
A : infeksi tetap menjadi resiko
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor TTV serta tanda – tanda
infeksi
2. Rawat luka dengan teknik septik
dan antiseptik
Sabtu 1 13.20 3. Anjurkan klien untuk
14 Juli 2012 mengkonsumsi makanan tinggi protein
dan intake cairan yang adekuat
4. Anjurkan klien untuk mobilisasi
secara bertahap
5. Anjurkan klien untuk menjaga
kebersihan vulva / tubuh / area operasi,
meminimalkan infeksi nasokomial dengan
menjaga kebersihan lingkungan dan batasi
pengunjung
6. Kolaborasi dalam
penatalaksanaan pemberian antibiotik
S:
Klien mengatakan nyeri berkurang saat
2 13.30 bergerak dan sama sekali tidak nyeri saat
istirahat atau duduk
O:
Ekspresi wajah nampak rileks
Skala nyeri 2 (ringan)
Observasi TTV :
TD : 120/70 mmHg
N : 90 kali/menit
3 13.45 S :36,5º C
P : 20 kali/menit
A : Nyeri teratasi
P : intervensi dihentikan
S:
Klien mengatakan tidurnya nyenyak
O:
Klien tampak tenang
Ekspresi wajah tampak segar
A : Gangguan pola tidur teratasi
4 14.00 P : intervensi dihentikan
S:
Klien mengatakan tidak mampu bergerak
banyak karena nyeri
O:
Klien sudah dapat berjalan sendiri
Ekspresi wajah nampak tenang
Pemenuhan aktivitas sehari – hari
dilakukan dengan bantuan sangat minimal
A : gangguan mobilitas fisik teratasi
P : intervensi dihentikan
S: –
O : – tidak terdapat tanda – tanda infeksi
– suhu badan 37º C
A : infeksi tetap menjadi resiko
P : lanjutkan intervensi
1. Monitor TTV serta tanda – tanda
infeksi
2. Rawat luka dengan teknik septik
dan antiseptik
3. Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi makanan tinggi protein
dan intake cairan yang adekuat
4. Anjurkan klien untuk mobilisasi
secara bertahap
5. Anjurkan klien untuk menjaga
kebersihan vulva / tubuh / area operasi,
meminimalkan infeksi nasokomial dengan
menjaga kebersihan lingkungan dan batasi
pengunjung
6. Kolaborasi dalam
penatalaksanaan pemberian antibiotik
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan membandingkan hasil tinjauan kasus pada klien yang
dirawat di RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan tinjauan kepustakaan yang ada. Pada kasus ini
diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Dalam membahas asuhan keperawatan ini, penulis menggunakan lima tahap proses
keperawatan menurut Gebbie dan Levin yaitu : Pengkajian, Diagnosa keperawatan,
Implementasi, dan evaluasi.
Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan
yang langsung diberikan kepada klien, pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan,
dengan menggunakan metodologi proses keperawatan. Dalam lingkup dan wewenang serta
tanggung jawab keperawatan kegiatan yang dilakukan adalah dalam peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan dan pemulihan.
A. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada klien post partum diruang nifas RSUD Syekh Yusuf
Gowa, jika dibandingkan dengan tinjauan kepustakaan yang ada pada BAB II tidak ada
perbedaannya karena semua langkah-langkah pengkajian dimulai
dari tahap pengkajian telah dilakukan dengan baik. Sesuai dengan teori yang ada pada
tinjauan kepustakaan langkah-langkah pengkajian dimulai dari pengumpulan data,
menganalisa, mengklasifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan. Data yang diperoleh
dari klien, keluarga, catatan medis dan tim kesehatan lainnya. Pada tahap pengkajian ini
penulis tidak menemukan kendala yang berarti dalam mengumpulkan data dan mencari
informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan untuk mendapatkan data karena berkat
dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak akhirnya data tersebut dapat
diperoleh.
Pada pengkajian berdasarkan konsep asuhan keperawatan, data yang terdapat
dalam teori adalah demam, muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil, nyeri,
hipertensi, gangguan penglihatan, edema, konstipasi. Sedangkan dalam pelaksanaan studi
kasus data yang didapatkan dalam kasus adalah nyeri akibat tindakan pembedahan, mulas
pada perut, gelisah.
Berdasarkan gambaran kasus diatas terdapat kesenjangan antara kasus dan teori
dimana pada kasus tidak didapatkan keluhan demam, muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil, nyeri, hipertensi, gangguan penglihatan, edema, konstipasi. Hal ini
disebabkan karena setiap orang berbeda dalam proses adaptasi penyakitnya, karena setiap
orang memiliki respon imun yang berbeda-beda terhadap penyakit.
B. Diagnosa Keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pesien post partum antara lain:
1. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan
anggota keluarga, krisis situasi.
2. Ketidaknyamanan : Nyeri (Akut) berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek
anastesia, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak
interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
4. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
5. Resiko Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau regulasi (mis., hipotensi
ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek anestesia, tromboemboli, profil darah
abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, sensitivitas terhadap rubella,
inkompatibilitas Rh), trauma jaringan
6. Resiko infeksi. Faktor resiko dapat meliputi trauma jaringan/kulit rusak, penurunan Hb,
prosedur invasif dan/atau peningkatan pemajanan lingkungan, pecah ketuban lama,
mainutrisi.
7. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgesik
atau anestesi, efek-efek progesterone, dehidrasi, diare prapersalinan, kurang masukan, nyeri
parineal/rektal.
8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan,
perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber.
9. Perubahan Eleminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek hormonal
(perpindahan cairan dan/atau peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anastesi.
10. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kekuatan dan
ketahanan, ketidaknyamanan fisik.
Sedangkan dalam studi kasus ini sesuai kebutuhan pasien ditegakkan 4 diagnosa
keperawatan yaitu :
1. Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan operatif SSTP
2. Gangguan pola tidur b/d nyeri pada luka post Op SC
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan
4. Resiko infeksi b/d rusaknya pertahanan primer.
Dari data di atas, terdapat 8 diagnosa pada teori yang tidak ditemukan pada kasus
yaitu:
1. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi/peningkatan
anggota keluarga, krisis situasi. Diagnose ini tidak diangkat karena klien sudah
mengetahui dan mengerti tentang perawatan bayi dan karena klien banyak belajar dari
orang tuanya.
2. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi/kontak
interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi. Diagnose ini tidak diangkat karena klien
mengatakan bahwa ansietas yang dirasakan klien sudah menurun ke tingkat yang dapat
diatasi
3. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
Diagnose ini tidak diangkat karena klien mengatakan tidak malu dengan kondisinya saat ini
4. Resiko Cedera. Faktor resiko dapat meliputi fungsi biokimia atau regulasi (mis., hipotensi
ortostatik, adanya HKK atau eklampsia), efek-efek anestesia, tromboemboli, profil darah
abnormal (anemia/kehilangan darah berlebihan, sensitivitas terhadap rubella,
inkompatibilitas Rh), trauma jaringan. Diagnose ini tidak diangkat karena pada saat
pengkajian tidak ditemukan adanya factor – factor yang dapat menimbilkan cedera.
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (diastasis rekti, kelebihan analgesik
atau anestesi, efek-efek progesterone, dehidrasi, diare prapersalinan, kurang masukan, nyeri
parineal/rektal. Diagnose ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian klien mengatakan
sudah BAB. Peristaltic usus 7 kali/menit
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan,
perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. Diagnose ini
tidak diangkat karena klien sudah mengetahui dan mengerti tentang perawatan bayi dan karena
klien sudah memiliki banyak pengalaman sebagai seorang ibu
7. Perubahan Eleminasi urine berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek
hormonal (perpindahan cairan dan/atau peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anastesi.
Diagnosis ini tidak diangkat karena pada saat pengkajian tampak terpasang kateter.
8. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anastesia, penurunan kekuatan dan
ketahanan, ketidaknyamanan fisik. Diagnose ini tidak diangkat karena tampak klien dibantu
oleh keluarga dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
Disamping itu terdapat 2 diagnosa yang ada pada kasus tetapi tidak terdapat dalam
teori yaitu :
1. Gangguan pola tidur b/d nyeri pada luka post Op. Diagnosa ini ditemukan pada kasus karena
nyeri yang dialami klien sehingga pola tidur klien terganggu.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan. Diagnosa ini ditemukan pada kasus karenakeadaan
umum klien yang lemah sehingga kebutuhan ADL klien dibantu di tempat tidur.
C. Perencanaan
Dari 4 masalah keperawatan yang muncul pada kasus, selanjutnya dibuat rencana
keperawatan sebagai tindakan pencegah masalah keperawatan yang ada, kemudian
menentukan tindakan yang tepat.
Rencana telah dilakukan sesuai dengan kondisi klien dan ternyata tidak ada
kesenjangan yang terjadi antara teori dengan kenyataan yang ada. Dimana semua rencana
yang tertera dalam teori juga direcanakan pada kasus.
D. Implementasi
Dalam melaksanakan intervensi keperawatan penulis tidak mendapat hambatan
yang berarti, semua intervensi (rencana tindakan) dapat terlaksana dengan
melibatkan klien dan keluarganya, klien bersikap lebih terbuka, kooperatif dan mudah
diajak bekerjasama, mudah menerima penjelasan dan saran serta klien berpartisipasi aktif
dalam tindakan keperawatan.
E. Evaluasi
Evaluasi pada klien post partum dilakukan secara formatif dan secara sumatif.
Evaluasi secara formatif telah dilaksanakan secara terus menerus untuk menilai setiap
langkah perkembangan kesehatan klien.
Pada evaluasi sumatif dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ada pada
perencanaan dengan hasil tidak ditemukan komplikasi yang membahayakan baik bagi ibu
maupun bayinya , dan tidak terdapat infeksi pada luka post SC serta orang tua dapat
menerima kehadiran bayinya.
Untuk masalah yang belum teratasi tindakannya diberikan pada saat akan pulang
dengan memberikan Discharge Planning (perencanaan klien pulang ) sehingga klien
mengetahui hal-hal yang harus dilakukan di rumah dan mengetahui kapan harus datang ke
rumah sakit untuk kontrol.
a. Adanya kerja sama yang baik dengan petugas ruangan dan keadaan klien dan
keluarga yang kooperatif dalam melaksanakann tindakan.
b. Adanya partisifasi dari pembimbing lahan dan institusi dalam membimbing
mahasiswa praktek dan pengambilan kasus.
c. Keluarga klien yang sangat kooperatif dalam menerima semua anjuran tim
kesehatan yang menunjang kesembuhan klien.
2. Faktor penghambat
a. Diperolehnya data yang berbeda antar anggota keluarga klien untuk perumusan
rencana tindakan.
b. Penggunaan bahasa yang kadang tidak dimengerti oleh penulis.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eny R dan Diah Wulandari. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta :
Nuha Medika
Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta : Pustaka Rihama