You are on page 1of 4

G.

KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi
pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan diagnosa,
menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan
penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan
mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan
orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada
orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan orang tua.43
Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan
belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada
orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan
berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis
gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke
rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi
meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun
mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai
rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

B. ETIOLOGI
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja
dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

E. Patofiologi

Apendisitis umumnya disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, benda asing, fekalit, striktur lantaran fibrosis akibat adanya peradangan sebelumnya, atau
adanya neoplasma. Obstruksi tersebut mengakibatkan mukus yg diproduksi mukosa mengalami sebuah
bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai sebuah keterbatasan sehingga menyebabkan adanya penekanan tekanan intralumen.
Tekanan yg meningkat tersebut dapat menghambat aliran limfe yg mengakibatkan adanya edema,
diapedesis bakteri, & ulserasi mukosa. Disaat inilah terjadi apendisitis akut fokal yg ditandai dengan
adanya nyeri epigastrium.
Apabila sekresi mukus terus berlanjut, maka tekanan dapat terus meningkat. Hal tersebut dapat
menyebabkan adanya obstruksi vena, edema bertambah, & bakteri dapat menembus dinding.
Peradangan yg timbul meluas & mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan adanya rasa
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Apabila selanjutnya aliran arteri terganggu dapat terjadi infark dinding apendiks yg diikuti dengan
adanya gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Apabila dinding yg telah rapuh itu
pecah, maka dapat terjadi apendisitis perforasi.
Apabila seluruh proses di atas berjalan dengan lambat, omentum & usus yg berdekatan akan bergerak
ke arah apendiks sehingga timbul suatu massa lokal yg biasa disebut infiltrat apendikularis. Peradangan
apendiks tersebut akan menjadi abses / menghilang. Pada anak-anak, lantaran omentum lebih pendek &
apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut didukung dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang atau lemah dan memudahkan terjadinya perforasi. Namun pada orang tua
perforasi sangat mudah terjadi lantaran telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
G. Terapi Farmakologi Bagi Pasien Apendisitis
Terapi farmakologi bagi pasien penderita apendisitis dapat dilakukan melalui hal, yaitu :
1. Penggunaan antibiotik
Jenis antibiotika yang digunakan pasien apendisitis akut adalah sefalosporin generasi III
(sefotaksim dan seftriakson), sefalosporin generasi IV (sefpirom), metronidazol, aminoglikosida
(gentamisin), penisilin (ampisilin), dan karbapenem (meropenem). Pada saat KRS antibiotika
yang paling banyak digunakan adalah siprofloksasin.
2. Analgetika
Jenis analgetika yang digunakan adalah ketorolak trometamin, metamizol Na, dan tramadol HCl.
Dosis obat yang digunakan semuanya sesuai dengan pustaka dengan rute pemberian intravena
dan per oral pada saat KRS
3. Terapi Cairan
Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah pengobatan
pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis dengan perforasi. Cairan
yang secara massive ke rongga peritonium harus diganti segera dengan cairan intravena, jika
terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua atau kesehatan yang buruk harus dipasang
pengukur tekanan vena central. Balance cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer
laktat harus di infus secara cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan
darah serta pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan
atau dengan perdarahan secara bersamaan.
4. Antiulser, misalnya senyawa xanthone. Anda bisa membuat ramuannya sendiri atau membeli
produk yang sudah jadi dipasaran seperti Jus Manggis Xamthone Plus
5. Antiemetika
Efektivitas obat pada kasus apendsitis akut ditunjukkan dengan penurunan leukosit, LED, dan
intensitas nyeri serta tidak didapatkan infeksi luka operasi (ILO). Problem obat pada kasus
apendisitis akut hanya ditemukan pada satu pasien yaitu reaksi alergi (hipersensitifitas) terhadap
sefotaksim.
6. Pembedahan Operasi Apendisitis
Apendisitis akut diobati dengan pembedahan, yaitu dengan mengangkat apendiks. Pembedahan
dapat dilakukan dengan cara konvensional yaitu irisan kecil di bagian perut kanan bawah, atau
dengan menggunakan laparoskopi, yang membutuhkan tiga atau empat irisan kecil. Pada
pembedahan, apendiks hampir selalu diangkat, bahkan jika dijumpai ternyata apendiks dalam
keadaan normal. Hal ini dilakukan agar nyeri perut kanan bawah di masa akan datang tidak lagi
ditujukan pada apendisitis. Pemulihan setelah operasi apendiktomi konvensional biasanya
berlangsung beberapa minggu. Pasien biasanya diberikan obat pereda nyeri dan diminta untuk
membatasi aktifitas fisik. Sedangkan pemulihan setelah apendiktomi dengan laparoskopi
biasanya berlangsung lebih cepat, tetapi membatasi aktifitas berat tetapi diperlukan, yaitu kurang
lebih 4 sampai 6 minggu setelah pembedahan.

Tata Laksana Farmakologi


1. Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendiktomi dan merupakan satu-
satunya pilihan yang terbaik.
2. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Insidensi apendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.
3. Antibiotik spektrum luas

Komplikasi
a. Perforasi appendix
b. Peritonitis umum
c. Sepsis

You might also like