Professional Documents
Culture Documents
Penilaian AMDAL
2009
Bahan Ajar Pelatihan
Penilaian AMDAL
Disclaimer
Bahan ajar ini merupakan bahan referensi lepas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Pelatihan
Penilaian AMDAL. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap
mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku.
KATA PENGANTAR
Bahan ajar ini dimaksudkan sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses pembelajaran untuk
Pelatihan Penilaian AMDAL yang diadakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup bekerja sama
dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup untuk membantu Pemerintah Daerah memenuhi persyaratan
lisensi bagi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/
Kota.
Bahan ajar ini disusun atas kerjasama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan
Hidup dengan Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan
Hidup.
Bahan ajar ini disusun secara singkat dan sederhana agar mudah dipahami oleh peserta diklat, yaitu para
penilai AMDAL, yang umumnya memiliki kemampuan beragam. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh
pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku.
Bahan ajar ini masih perlu disempurnakan, karena itu saran dan kritik membangun untuk penyempurnaannya
sangat diharapkan.
Maret, 2009
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2. Deskripsi Singkat 1
1.3. Manfaat Modul Bagi Peserta 1
1.4. Tujuan Pembelajaran 1
1.4.1. Kompetensi Dasar 1
1.4.2. Indikator Keberhasilan 2
1.5. Materi Pokok 2
BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN FAUNA DAN FLORA DARAT 7
BAB VI PENUTUP 13
6.1. Rangkuman 13
6.2. Evaluasi 13
DAFTAR PUSTAKA 15
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Tingkat Endemik Fauna Menyusui dan Burung di Indonesia 4
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Analisis viabilitas populasi fauna model oleh Lacy dan Kreeger (1992) 7
Gambar 2
Bagan alir dampak kegiatan pembangunan fisik pada komponen biotik 8
vi
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Mata Ajaran Dampak pada Fauna dan Flora Darat merupakan bagian integral dari Kurikulum Pelatihan
Penilaian AMDAL. Pengetahuan tentang Dampak pada Fauna dan Flora Darat ini merupakan penerapan
ilmu biologi melalui upaya mencocokkan antara teori di kelas, pengalaman peserta di tempat tugas masing-
masing dan kenyataan yang diamati dalam implentasinya di lapangan.
Melalui pengetahuan Dampak pada Fauna dan Flora Darat peserta akan dapat melihat sejauh mana teori
ilmu pengetahuan yang diperoleh di kelas dapat diterapkan dalam pelaksanaan tugas-tugas penilaian
dokumen AMDAL. Dengan demikian peserta akan menjadi peka terhadap lingkungan dan memiliki
ketajaman serta kemampuan melakukan identifikasi, analisis dan mampu menemukan pokok masalah dan
kemudian menetapkan solusi perbaikannya atau penyempurnaan dokumen.
Adapun kompetensi yang dipersyaratkan bagi pejabat penilai dokumen AMDAL yaitu antara lain memiliki
wawasan luas tentang arti penting keberadaan fauna dan flora darat di wilayah kerjanya, memiliki
kemampuan untuk menemukan kelemahan, kedangkalan dan kekurangan kajian tentang dampak
fauna dan flora darat dalam dokumen AMDAL yang dinilai serta mampu memberikan solusi dan saran
penyempurnaannya.
Peserta yang merupakan calon evaluator dokumen AMDAL senantiasa dituntut untuk memiliki kemampuan
yang profesional, jujur, beretika dan bertanggungjawab dalam memberikan penilaian terhadap dokumen
AMDAL khususnya komponen flora dan fauna, sehingga fauna dan flora darat di wilayah kerja suatu rencana
pembangunan yang tertuang dalam dokumen AMDAL dapat terhindar dari bahaya kepunahan. Hal ini
sangat ditentukan oleh tingkat intelegensia, pengetahuan, kemampuan kerjasama serta pemahaman
terhadap tugas dan fungsi unit organisasinya. Oleh karena itu hasil penilaian dokumen AMDAL tidak hanya 1
dapat dipertanggungjawabkan bagi generasi saat ini namun juga bagi generasi yang akan datang, karena
kepunahan suatu fauna dan flora darat di wilayah kerjanya akan menjadi bagian dari tanggungjawabnya
sebagai penilai dokumen AMDAL.
a) Mengetahui tentang keanekaragaman fauna dan flora di wilayah kerjanya dan atau mampu
mengumpulkan data dan informasi tentang keanekaragaman fauna dan flora di wilayah kerjanya
serta mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi terkait dengan keberadaannya.
b) Mengidentifikasi dan menganalisis kelemahan, kekurangan dan kedangkalan kajian tentang dampak
fauna dan flora dalam dokumen AMDAL yang dinilai.
c) Mampu memberikan alternatif pemecahan, saran perbaikan dan penyempurnaan kajian tentang
dampak pada fauna dan flora dalam dokumen AMDAL yang dinilai.
Secara lebih spesifik kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta di akhir mempelajari modul ini adalah
mampu menjelaskan:
a) Pengertian fauna dan flora, gambaran umum tentang keanekaragaman fauna dan flora di Indonesia,
dan arti penting keberadaannya.
b) Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fauna dan flora darat.
c) Dampak pembangunan terhadap fauna dan flora darat.
d) Prinsip-prinsip penangannya terhadap dampak fauna dan flora darat.
2
BAB II.
PENGERTIAN FAUNA
DAN FLORA DARAT
2.1. PENGERTIAN
Dalam pembicaraan tentang lingkungan, berkaitan dengan aspek biologi, sering dijumpai berbagai istilah
seperti keanekaragaman hayati, tumbuhan, tanaman, vegetasi, flora, fauna, hewan dan satwa liar dan lain-
lain
Keanekaragaman hayati adalah istilah ”payung” untuk derajat keanekaragaman alam, yang mencakup
baik jumlah maupun frekuensi ekosistem dan spesies maupun gen yang ada di dalam wilayah tertentu.
Keanekaragaman hayati terbagi dalam tiga tingkatan pengertian yang berbeda: keanekaragaman genetik,
keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem.
Keanekaragaman jenis adalah variabilitas jenis-jenis makhluk hidup yang menempati suatu wilayah
tertentu. Penyebaran vertikal (allokronis) dan penyebaran horisontal (sinkronis) jenis flora dan fauna di
dunia tidak merata. Secara vertikal, seperti yang telah dibuktikan dengan penemuan fosil-fosil, Indonesia
ternyata juga menyimpan berbagai makhluk hidup seperti terbukti betapa kaya jenis-jenis fauna yang
telah punah secara alami yang ditemukan fosilnya di Sangiran. Secara horisontal kita menyaksikan bahwa
Indonesia termasuk salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang terkaya
di dunia dan juga memiliki keunikan jenis tersendiri. Tingkat endemisitas flora dan fauna Indonesia relatif
sangat tinggi. Hal itu dikarenakan Indonesia terletak di wilayah tropis, letaknya diantara dua benua yaitu
Asia dan Australia, dan memiliki ribuan pulau besar dan kecil, serta memiliki garis pantai yang sangat
panjang.
Fauna darat adalah daftar jenis hewan yang hidup di daratan suatu tempat atau wilayah tertentu tanpa
memperhatikan berapa jumlah individu untuk masing-masing jenis.Hewan adalah mahkluk hidup yang
tercakup dalam Kingdom Animalia yang anggotanya antara lain kelompok serangga, reptil, burung dan
3
mamal.
Flora darat adalah daftar jenis tumbuhan yang hidup di daratan suatu tempat atau wilayah tertentu tanpa
memperhatikan berapa jumlah individu untuk masing-masing jenis.Tumbuhan adalah mahkluk hidup
yang tercakup dalam Kingdom Plantae yang anggotanya antara lain kelompok lumut, paku-pakuan dan
tumbuhan berbiji.
Di antara kedua wilayah zoogeografi tersebut, terdapat pertemuan dari fauna-fauna Oriental dan Australia.
Zona peralihan ini disebut zona Wallacea, yang terdiri dari P. Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.
Di Sulawesi dan Maluku sebelah barat dijumpai anoa, babi rusa, maleo dan monyet hutan Sulawesi.Di
Nusa Tenggara sebelah timur terdapat komodo dan berbagai jenis parkit.Secara keseluruhan, daratan di
Kepulauan Indonesia memiliki paling sedikit 40 ribu jenis fauna.Fauna menyusui saja lebih dari 500 jenis.
Selain keanekaragaman jenis, fauna di Indonesia juga memiliki tingkat endemik yang cukup tinggi (Tabel
1)
Tabel 1: Tingkat Endemik Fauna Menyusui dan Burung di Indonesia.
Catatan : Data fauna menyusui hanya didasarkan kelompok tertentu (Primata, Ungulata dan Carnivora) da
data untuk burung didasarkan pada 31 marga paserin.
Kekayaan flora di Malesia bukan semata-mata dihasilkan oleh proses evolusi di kawasan ini, melainkan
juga sebagian merupakan produk pencampuran dua unsur flora yang mempunyai asal berbeda, yaitu
unsur Gondwana dan Laurasia.Unsur Gondwana banyak terdapat di hutan kerangas dan hutan monsun.Di
Kepulauan Nusa Tenggara, unsur ini semakin ke barat jumlahnya semakin berkurang. Eucalyptus misalnya,
merupakan marga asli Australia.Hanya beberapa jenis Eucalyptus terdapat di Irian, Nusa Tenggara, Sulawesi
dan Filipina. Flora hutan hujan Gondwana di Malesia, sebagian besar terdiri atas unsur-unsur Laurasia.Ada
kemungkinan hutan pegunungan bawah mengandung Araucaria dan Nothofagus di Irian, merupakan
relik vegetasi Gondwana.
Flora Malesia sangat kaya, ditaksir terdiri atas 25.000 jenis tumbuhan berbunga (fanerogam), yang sebagian
besar di antaranya terdapat di Indonesia. Jumlah ini sama dengan 10% flora dunia. Sekitar 40% marga
di Malesia adalah endemik dan persentase untuk jenis lebih besar lagi.Suku terbesar adalah Orchidaceae
yang diperkirakan mempunyai 3.000-4.000 jenis.Di antara tumbuhan berkayu, Dipterocarpaceae adalah
salah satu suku besar dengan jumlah jenis 386, yang penyebarannya sebagian besar mengelompok di
Malesia Barat. Marga-marga lain di antaranya adalah Eugenia (Myrtaceae), yang memiliki sekitar 500 jenis
dan Rhododendron 287 jenis.
Kekayaan flora yang besar di kawasan Malesia umumnya, dan Indonesia khususnya, antara lain diakibatkan
dari struktur vegetasinya yang kompleks. Pohon-pohon tinggi sebagai kerangka, menciptakan lingkungan
yang memungkinkan berbagai jenis tumbuhan lain, dari lumut sampai pohon kecil, tumbuh di bawahnya.
Di kawasan Malesia, terdapat pula simpul-simpul demarkasi yang lebih kecil. Satu simpul yang penting
terletak di antara P. Sumatra dan P. Jawa, dengan jumlah 200 marga, sebagian besar di antaranya terdapat di
Sumatra. Simpul lain terdapat di antara Kalimantan dan Sulawesi, dengan Selat Makassar sebagai pemisah.
Dari Kalimantan terdapat 297 marga, sedangkan dari Sulawesi nihil.Garis pemisah ini menandai batas
timur unsur-unsur Asia dalam flora Malesia.Di sebelah barat garis ini, Kalimantan, Sumatra, Semenanjung
Malaya dan Filipina membentuk daerah Malesia Barat.Di Malesia Barat ini terdapat 150 marga yang
endemik. Malesia Timur berpusat di Irian. Meskipun dekat sekali dengan Australia, 30% dari floranya
tersebar luas, 16% Asia dan 4% asli Malesia (seperempat dari semua ini atau 124 marga adalah endemik
lokal), dan 11% Australia serta Pasifik. Hanya 40 marga yang bersama-sama terdapat di Irian dan Australia,
banyak di antaranya adalah marga-marga yang terdapat di savana.Meskipun secara geologis sukar untuk
diterangkan, tampaknya di masa lampau terdapat hubungan antara Malesia Timur dan Malesia Barat, dan
bukan dengan Australia.Hubungan ini kemudian terputus, melihat banyaknya unsur-unsur endemik dalam
flora Irian.Dalam hal ini Irian merupakan persilangan fitogeografi, dengan sifat-sifat yang luar biasa dalam
setiap suku tumbuhan.Dibandingkan dengan Irian, jumlah flora endemik di Sulawesi dan Maluku relatif
sangat kecil. P. Jawa dan Nusa Tenggara membentuk daerah Malesia Selatan dengan karakteristik floranya
yang relatif miskin.Di P. Jawa, terdapat 2.370 marga. Hampir tidak ada marga di Malesia yang tidak terdapat
di P. Jawa.Dari 2.370 marga di P. Jawa, 63 tersebar luas, 316 marga tersebar luas di kawasan Malesia lain,
18 marga juga terdapat Australia dan 4 marga merupakan flora endemik lokal di P. Jawa. Ciri lain marga
yang ada di P. Jawa adalah jenis-jenis yang teradaptasi pada lingkungan daerah kering, yang tidak dijumpai
di Kalimantan dan Sumatra. Keanekaragaman jenis di Jawa Barat lebih besar daripada di Jawa Tengah
maupun Jawa Timur. Di Nusa Tenggara tercatat 747 marga, dua marga di antaranya endemik. Ada
kecenderungan unsur-unsur flora Asia berkurang dari arah barat ke timur, sedangkan jumlah unsur-unsur
Australia menurun dari timur ke barat. Garis Wallace yang melalui Selat Lombok, tidak berfungsi sebagai
garis pemisah antara flora bagian barat dan timur. Di Nusa Tenggara hanya terdapat 59 jenis (12%) yang
endemik.Jumlah paling besar terdapat di P. Lombok yang mempunyai puncak tertinggi, dan di P. Timor
yang mempunyai permukaan terluas. Jadi setiap pulau di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis flora
yang berbeda-beda.
Pemanfaatan langsung yang bersifat produktif misalnya adalah rotan dan kayu.Dalam hal ekspor, di antara
semua komoditi non kayu rotan memegang peranan penting dan nilai ekspor rotan cenderung meningkat.
Selain rotan banyak juga jenis-jenis non kayu yang bermanfaat dan bernilai niaga, tetapi nilainya sering
tidak diperhitungkan dan biasanya terkalahkan oleh kayu.Berbagai macam senyawa kimia dapat diekstrak
dari tumbuhan hutan.Dewasa ini banyak di antaranya telah diproduksi secara komersial.Oleh karena itu,
hutan mempunyai potensi sebagai sumber utama bahan mentah untuk industri biokimia dan farmasi.
Banyak senyawa kimia yang telah dimanfaatkan atau mempunyai potensi sebagai insektisida, bahan
pewarna, minyak atsiri, narkotika, dan obat-obatan dihasilkan dari tumbuhan hutan.
Berbagai jenis satwa juga menjadi sumber pangan, diantaranya adalah rusasambar, kijang, babi hutan
dan berbagai burung seperti merpati hutan, puyuh dan ayam hutan. Telur burung maleo (Macrocephalon
maleo) menjadi sumber protein utama bagi masyarakat sekitar hutan Sulawesi. Telur dari berbagai jenis
megapod lainnya juga dicari oleh penduduk di Indonesia bagian timur. Madu, sarang burung walet
Collocalia fuciphaga dan C. maxima merupakan komoditas yang cukup mahal harganya. Masih banyak
satwa lain di hutan yang dijadikan sumber pangan, obat-obatan dan komoditi dapat dijual. Selain itu
hutan juga mengandung berbagai sumberdaya hayati lain yang dimanfaatkan penduduk sebagai sumber
makan.
Oleh karena kesejahteraan hidup manusia sangat dipengaruhi baik langsung maupun tidak langsung
oleh eksistensi flora dan fauna, maka eksistensi flora dan fauna harus selalu diperhitungkan dalam setiap
kegiatan pembangunan.
6
BAB III.
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERUBAHAN
FAUNA DAN FLORA DARAT
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fauna dan flora darat meliputi factor-faktor alamiah dan
faktor-faktor yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Lacy & Kreeger (1992) menyatakan bahwa
faktor-faktor alamiah yang mempengaruhi populasi fauna adalah sejarah alam, variasi lingkungan,
kualitas habitat, bencana alam, variasi demografi, penyakit dan tekanan inbreeding. Faktor-faktor
alamiah tersebut juga menyebabkan perubahan populasi flora seperti kejadian bencana alam, variasi
lingkungan, penyakit dan tekanan inbreeding. Kegiatan manusia secara langsung dan tidak langsung
juga akan menyebabkan faktor-faktor alamiah tersebut berubah dan akhirnya juga mempengaruhi
kehidupan fauna dan flora darat.Kegiatan manusia dapat menyebabkan perubahan variasi lingkungan,
mempengaruhi kualitas habitat, menyebabkan timbulnya penyakit dan pengambilan individu fauna
dan flora langsung menyebabkan penyusutan populasi dan akhirnya akan meningkatkan tekanan
inbreeding.
Faktor Alamiah
Sejarah Alam
Gambar 1. Analisis viabilitas populasi fauna model oleh Lacy & Kreeger ( 1992 )
BAB IV.
DAMPAK PADA FAUNA
DAN FLORA DARAT
Secara umum dampak primer pada komponen biotik terutama disebabkan karena aktifitas kegiatan fisik
pada tahap konstruksi yang berkaitan dengan kegiatan pembersihan lahan, penempatan suatu lahan,
dan pembangunan sarana dan prasarana. Sedangkan dampak sekunder (atau dampak orde lebih tinggi
lagi) disebabkan oleh aktifitas fisik pada tahap konstruksi dan operasional yang menyebabkan perubahan
kualitas lingkungan tanah, air, dan udara. Kaitan antara suatu rencana kegiatan pembangunan dan
perubahan lingkungan biotik dapat diringkas seperti Gambar 2.
Kegiatan Pembangunan
Kerusakan pada
Kepindahan/ke- Akumulasi
biota dan habi- Kematian/ Akibat sublethal/
matian/hilang- Kontaminan
tatnya (pakan, Kepindahan gangguan
nya biota dalam tubuh
sarang, dsb)
Perubahan:
Populasi
Produktifitas
Komposisi komunitas
Keseimbangan Ekosistem
Gambar 2. Bagan alir dampak kegiatan pembangunan fisik pada komponen biotik
Berdasarkan alur pikir tersebut maka dampak kegiatan pembangunan yang direncanakan pada komponen
biotik dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Dampak orde tinggi ini juga dapat terjadi pada tahap operasional. Misalnya kegiatan operasional kilang
minyak dapat menyebabkan pencemaran udara, pencemaran tanah, dan pencemaran air sehingga
merubah kualitas udara, tanah dan air yang pada gilirannya akan berdampak negatif pada kehidupan
biota di dalamnya. Dibawah ini diperkenalkan beberapa contoh perjalanan dari zat pencemar sebagai hasil
9
samping dari kegiatan pembangunan dan pengaruhnya pada biota darat.
Zat pencemar udara dapat berupa partikel padat seperti debu, jelaga, dan logam dan dapat berupa
gas seperti SO2, CO, NOx dsb. Zat pencemar itu dapat berasal dari proses industri, pembakaran bahan
bakar fosil, dan pembakaran hutan. Zat pencemar dapat merupakan zat yang beracun seperti Arsenik
(warangan), pestisida dsb. Zat pencemar dapat masuk ke tubuh hewan melalui sistem pernafasan, sistem
pencernakan, atau melalui sentuhan. Adapun pengaruhnya pada tubuh hewan sangat variatif mulai dari
sekedar gangguan kesehatan, gangguan perkembangan janin yang dikandungnya sampai kematian
tergantung dari jenis zat pencemar yang masuk dan konsentrasinya. Akumulasi zat pencemar pada tubuh
hewan juga bermacam-macam misalnya di jaringan ginjal, hati, otak dan lain-lain.
Logam berat Cd, tembaga, Ni, timah dan Zi adalah polutan logam berat terpenting; namun timah dan Zi
adalah dianggap paling beracun (toksik). Sumber polusi logam berat meliputi antara lain industri logam,
asap kendaraan, pembangkit listrik, kompor bahan bakar minyak, sludge, cat mengandung timah, ban
bekas (Cd), pupuk organik (yang mengandung Cu dan Zn tinggi), dan bahan kimia tertentu yang digunakan
dalam bidang pertanian seperti pupuk phosphat. Partikel logam berat yang terangkut di tanah atau di
jaringan tumbuhan semakin jauh dari sumber pencemar proporsinya akan semakin kecil. Deposisi terjadi
dalam bentuk deposit basah maupun kering.
Logam berat tidak seperti polutan gas diambil oleh tumbuhan melalui sistem perakaran. Logam berat
yang tertimbun pada permukaan daun tercuci dan masuk ke dalam tanah oleh air hujan. Keasaman
tanah dan air hujan memberikan pengaruh yang besar pada solubilitas logam berat oksida, yang
kemudian mempengaruhi kemampuan tumbuhan untuk menyerapnya.Logam berat yang telah terserap
dipindahkkan ke bagian lain dari tanaman dan terakumulasi sesuai dengan konsentrasi zat tersebut dalam
tanah. Pengukuran akumulasi dan nilai ambang batas konsentrasi toksis (memberikan efek keracunan)
sangat tergantung dari jenis tumbuhannya atau kadang-kadang varietas tanaman yang terpapar. Hasil
penelitian Bazzaz et al (1974) menunjukkan bahwa bahwa pada jagung terakumulasi timah lebih banyak
(450 ppm) dari pada kedelai (hanya 151 ppm). Akumulasi logam berat pada organ yang berbeda pada
tanaman juga sangat bervariasi pada jenis dan varietas yang berbeda. Misalnya pada kacang, Phaseolus
vulgaris, akumulasi Zn, Ni, Co dan Cr terutama berada pada cabang dan konsentrasinya lebih tinggi pada
percabangan utama daripada kedua dan seterusnya.Cd ditemukan terakumulasi pada akar dan batang,
namun kandungan lebih besar terdapat pada akar. Nampaknya terjadi hambatan morfologi dan atau
fisiologi yang menyebabkan tidak memungkinkan terjadinya akumulasi logam berat pada buah-buahan
dan biji-bijian. Walaupun demikian, hambatan itu sering tidak sempurna sehingga kandungan logam berat
dalam jumlah kecil kadang-kadang ditemukan pada biji-bijian dan buah-buahan. Hasil penelitian Pieczonka
dan Rosopulo (1985) yang mempelajari biji dari gandum (Triticum aestivum L cv ”Jubilar”) menunjukkan
bahwa kandungan logam berat tertinggi ditemukan pada embrio dan lapisan aleuron pada endospermium.
Pada embrio ditemukan terutama Zn dan Cd, dan pada lapisan aleuron kandungan Cu lebih dominan.
Secara umum, logam berat mengurangi pertumbuhan tanaman dan panen oleh penghambatan sebagian
besar proses-proses fisiologi seperti metabolisme, fotosintesa dan transpirasi.Tanaman akan mengalami
chlorotik pada logam berat dengan konsentrasi tinggi dan terus menerus menerimanya yang pada akhirnya
menyebabkan kematiannya.
1). Metabolisme
Logam berat mempengaruhi proses metabolisme karena aktivitas beberapa enzim terpengaruh
oleh ion logam toksis yang masuk dalam sel. Namun pengaruhnya pada metabolisme berbeda antar
10 logam berat yang berbeda dan di organ tumbuhan yang berbeda.Misalnya pada tanaman kacang,
Phaseolus vulgaris, Zn memberikan efek aktivitas enzim hanya pada daun, Cu memberikan pengaruh
pada akar, sementara Cd memberikan efek yang sama pada daun dan akar.Oleh karena proses
metabolismenya terganggu maka akan memberikan perubahan fisik pada tumbuhan.Misalnya
tanaman yang terpapar oleh polutan logam berat akan mengandung selulose dan tepung yang
lebih sedikit.
2). Fotosintesis
Proses fotosintesa pada tanaman sangat terpengaruh oleh logam berat.Karena logam berat dapat
mempengaruhi bentuk dan volume chloroplast. Besarnya penghambatan tergantung dari jenis
tanaman dan juga tergantung pada jenis logam berat dan konsentrasinya. Pepohonan yang ada
di kanan kiri jalan pada perkotaan menyerap jumlah timah (Pb) yang tinggi dan menyebabkan
kandungan chlorophyl relatif jauh lebih rendah daripada pepohonan kontrol yang ditumbuhkan
pada tempat yang tidak tercemar.Pada pohon birch yang tumbuh di tepi jalan raya kandungan
carotenoid pada dedaunannya 53% lebih rendah, dan kandungan Pb-nya sembilan kali lipat
dibandingkan dengan tanaman jenis yang sama yang ditanam 40 meter jauhnya dari jalan raya.
11
BAB V.
PRINSIP-PRINSIP PENANGANAN
DAMPAK TERHADAP FAUNA DAN
FLORA DARAT
Strategi pengelolaan fauna dan flora darat adalah keseimbangan antara pemanfaatkan, konservasi dan
studi tentang keanekaragaman hayati. Dalam kajian AMDAL aspek konservasi lebih menonjol daripada
aspek yang lain.Secara umum konservasi fauna dan flora darat adalah secara ex situ dan in situ. Menurut
UURI No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi
Perserikatan Bangsa-bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati), konservasi secara in situ lebih diutamakan.
Konservasi secara in situ menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya dapat dilakukan di kawasan konsevasi seperti kawasan suaka alam, cagar
alam, suaka margasatwa, cagar biosfer, kawasan plestarian alam, taman nasional, taman hutan raya, dan
taman wisata alam.Karena keterbatasan lahan, dalam pelaksanaan konservasi fauna dan flora di suatu
rencana kegiatan tidak berarti mengabaikan kepentingan masyarakat, karena keberadaan fauna dan flora
memberikan manfaat kepada masyarakat baik secara langsung dan tidak langsung baik untuk masa kini
maupun masa yang akan datang.Prinsip-prinsip penanganan dampak terhadap fauna dan flora darat
antara lain:
4. Memperkuat kawasan yang dilindungi dan memperbesar peranannya dalam pelestarian fauna dan
flora darat.
BAB VI.
PENUTUP
6.1. RANGKUMAN
1. Pengertian fauna, hewan, satwa liar, flora, tumbuhan, tanaman, vegetasi dan keanekaragaman hayati
sering kurang difahami oleh masyarakat.
2. Faktor-faktor yang bersifat alamiah dan faktor-faktor yang dipicu oleh kegaiatan oleh manusia
mempengaruhi fauna dan flora darat.
3. Kegiatan land clearing, pembukaan lahan dan pematangan lahan menimbulkan dampak primer dan
ordo tinggi terhadap fauna dan flora darat, sedangkan kegiatan-kegiatan pada tahap operasional
dapat mempengaruh kualitas air, tanah dan udara yang secara tidak langsung akan berpengaruh
pada fauna dan flora darat.
4. Strategi pengelolaan keanekaragaman hayati, fauna dan flora meliputi kombinasi pemanfaatan yang
optimal, upaya konservasi yang efektif dan pengkajian ilmiah yang komprehensif.
5. Prinsip penanganan dampak rencana pembangunan terhadap fauna dan flora darat adalah berupaya
semaksimal mungkin terutama secara in situ agar keanekaragaman jenis fauna dan flora darat penting
tetap lestari.
6.2. EVALUASI
I. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan flora dan fauna di suatu tempat antara lain:
1. Bencana alam
2. Hama dan penyakit
3. Dampak kegiatan manusia
4. Perubahan kualitas lingkungan secara alami
II. Suatu kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak pada biota darat. Dibawah ini merupakan
dampak pada biota darat yang termasuk pada Dampak Orde Tinggi (Dampak Sekunder dst): 13
1. Gangguan pada organ/bagian tubuh dan atau gangguan pada proses fisiologi biota yang terkena
polutan.
2. Perubahan besarnya populasi, produktivitas dan komposisi pada komunitas biota
3. Terjadinya akumulasi zat kontaminan pada jaringan tubuh biota
4. Hilangnya vegetasi di suatu lokasi
III. ”Kumpulan individu satu jenis atau kumpulan individu jenis yang sama” adalah definisi dari:
a. Komunitas
b. Populasi
c. Species
d. Vegetasi
IV. Bila lingkungan tercemar oleh pestisida karena kegiatan pemeliharaan rumput suatu padang golf,
maka kemungkinan konsentrasi akumulasi zat kontaminan (pestisida) tertinggi terdapat pada jenis
biota darat:
a. Cacing tanah
b. Burung pemakan cacing tanah
c. Burung pemakan burung pemakan cacing tanah
d. Dekomposer (jenis biota pengurai)
V. ”Suatu jenis hewan yang dahulu penyebarannya luas namun kini tinggal tersisa pada kantong habitat
di satu lokasi yang terbatas” adalah definisi dari:
a. Jenis hewan relik
b. Jenis hewan endemik
c. Jenis hewan kosmopolitan
d. Jenis hewan migran
VI. Terangkan dengan singkat dan jelas perbedaan pengertian dari flora, vegetasi, tumbuhan dan
tanaman!
VII. Terangkan dengan singkat dan jelas perbedaan pengertian fauna, hewan
VIII.Terangkan dengan singkat dan jelas mengapa keanekaragaman jenis fauna di berbagai tempat di
Indonesia berbeda-beda!
IX. Terangkan dengan singkat dan jelas dampak pada fauna yang mungkin terjadi akibat dari kegiatan
land clearing!
X. Terangkan dengan singkat dan jelas dampak yang mungkin terjadi pada flora yang mungkin terjadi
akibat kegiatan operasional pabrik semen!
14
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 1984. Prediction in EIA: A summary report of a research project to identify methods of prediction
for use in EIA. Environmental Resources Limited. London.
Howe, C.P., G.F. Claridge, R.Hughes and Zuwendra, 1991. Manual of guidelines for Scoping EIA in Tropical
Wetlands. PHPA/AWB Sumatra Wetland Project Report No.5 Asian Wetland Bureau-Indonesia
and Directorate General for Forest Protection and Nature Conservation Department of Forestry,
Bogor.
15