You are on page 1of 21

PRESENTASI KASUS

Tinea Korporis

Moderator:
dr. Rita Maria, Sp.KK

Disusun Oleh
Maria Natalia MFL.
11.2015.040

Tanggal presentasi
13 Februari 2017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


RSPAD GATOT SOEBROTO JAKARTA
Periode : 6 Februari 2017 – 11 Maret 2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Telah Dipresentasikan dan Disetujui Laporan Kasus dengan Judul:

Tinea Korporis

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian

Program Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

Disusun oleh:

Maria Natalia MFL.

11.2015.040

Jakarta, 13 Februari 2017

Mengetahui:

Moderator

dr. Rita Maria, Sp.KK

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan Kasus berjudul
“Tinea Korporis” sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik bagian Penyakit Kulit
dan Kelamin di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto pada periode 6 Februari
2017 – 11 Maret 2017. Selain itu saya ucapkan terima kasih kepada dr. Rita Maria, Sp.KK
selaku konsulen yang telah membimbing dalam penyusunan Laporan Kasus ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari sempurna maka dari itu
penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam pembuatan Laporan Kasus ini. Penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki kekurangan dari
Laporan Kasus ini di kemudian hari.
Akhir kata semoga Laporan Kasus ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Atas
perhatian yang diberikan, penulis mengucapkan terima kasih.

Jakarta, 13 Januari 2017

Penulis

3
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. SH
Umur : 51 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Alamat : Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada hari Selasa, 7 Februari 2017.

Keluhan Utama : Timbul bercak kemerahan di lipat ketiak kanan dan kiri.

Keluhan Tambahan : Tidak ada

Riwayat Perjalanan Penyakit :


Pasien dikonsultasikan dari bagian Neurologi dengan keluhan bercak kemerahan di
kedua lipat ketiak kanan dan kiri. Sejak 3 hari yang lalu pasien mengeluhkan adanya bercak
merah dilipat ketiak kanan dan kiri. Rasa gatal, panas dan nyeri disangkal oleh pasien. Pasien
kemudian mengoleskan minyak kayu putih, namun bercak kemerahan tidak berkurang malah
menjadi semakin kemerahan dan semakin melebar. Pasien sudah dirawat di RS selama 7 hari
karena mengalami Stroke. Selama di RS pasien tidak mandi, hanya di lap dengan kain yang
dibasahkan dan hanya dikasur saja. Sebelum dirawat di RS pasien memiliki kebiasaan mandi
tidak teratur dan menjemur handuk dan pakaian didekat pohon dan tanaman.

4
Riwayat Penyakit Dahulu :
-

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada

III. STATUS GENERALIS


Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Status gizi : Gizi Lebih
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 80 kg
IMT : 31,25 kg/m2 (Obesitas II)
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : Tidak diperiksa
Frekuensi Nadi : 80kali/menit
Frekuensi Napas : 20kali/menit
Suhu Tubuh : afebris
Kepala : Normocephali
Mata : Sklera ikterik (-/-), Konjungtiva anemis (-/-)
Hidung :Sekret hidung,telinga (-), Septum deviasi (-).
Tenggorokan :Tonsil T1-T1 tenang, Faring tidak hiperemis.
Leher : Tidak ada pembesaran Kelenjar Getah Bening dan Tiroid
Thorax
Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki (-), wheezing (-)
Jantung :Bunyi jantung I dan II regular +/+ , murmur (-), gallop (-)
Abdomen : tidak diperiksakan
Hepar : tidak diperiksakan
Limpa : tidak diperiksakan
Ekstremitas : Akral hangat, Tidak ada edema dan sianosis

5
IV. STATUS DERMATOLOGIKUS
Pada region aksila kanan terdapat lesi berupa bercak eritematosa berbatas tegas berukuran
panjang ± 23cm dan lebar ±12cm, dengan skuama halus yang tidak tersebar merata di
tepi lesi. Tengah lesi tampak lebih basah dibandingkan tepi lesi.

a. Regio Aksila Kanan


Pada region aksila kiri terdapat lesi berupa bercak eritematosa berbatas tegas berukuran
panjang ± 13cm dan lebar ±10cm, dengan skuama halus yang tidak tersebar merata di
tepi lesi. Tengah lesi tampak lebih basah dibandingkan tepi lesi.

b. Regio Aksila Kiri

6
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
KOH 20% diambil dari lesi pada regio aksila kiri. Dilakukan kerokan bagian tepi kelainan
yang terlihat lebih aktif sampai dengan sedikit di luar kelainan. Tampak hifa panjang dan
bercabang.

VI. RESUME
Ny. SH, Wanita 51 tahun dengan keluhan bercak kemerahan dilipat ketiak kanan dan
kiri sejak 3 hari yang lalu. Rasa gatal, nyeri dan panas disangkal. Pasien mengoleskan
minyak kayu putih dan bercak tidak mengalami perbaikan. Pasien dirawat di RS karena
stroke dan tidak mandi sejak 7 hari yang lalu hanya di lap dan hanya dikasur saja. Pasien
memiliki kebiasaan mandi tidak teratur dan menjemur handuk dan pakaian didekat pohon
dan tanaman.
Pada status generalis didapatkan dengan IMT 31,25 kg/m2 dan termasuk kategori obesitas
II. Pada status Dermatologis didapatkan lesi pada aksila kanan berupa bercak eritematosa
berbatas tegas berukuran panjang ± 23cm dan lebar ±12cm, dengan skuama halus yang
tidak tersebar merata di tepi lesi. Tengah lesi tampak lebih basah dibandingkan tepi lesi.
Pada region aksila kiri terdapat lesi berupa bercak eritematosa berbatas tegas berukuran
panjang ± 13cm dan lebar ±10cm, dengan skuama halus yang tidak tersebar merata di tepi
lesi. Tengah lesi tampak lebih basah dibandingkan tepi lesi. Pada pemeriksaan kerokan
kulit dengan KOH 20% ditemukan gambaran hifa panjang dan bercabang.

7
VII. DIAGNOSIS KERJA
1. Tinea Korporis

VIII. DIAGNOSIS BANDING


-

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN


1. Kultur pada Agar Dekstrosa Sabouraud

X. PENATALAKSANAAN
1. Nonmedikamentosa
a. Tinea Korporis
i. Meminta pasien menjaga kebersihan tubuh.
ii. Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan memakai pakaian
yang menyerap keringa dan meminta keluarga pasien membantu
mengganti ganti posisi tangan pasien.
iii. Meminta pasien untuk tidak mengoleskan minyak kayu putih lagi ke
bercak kemerahannya
iv. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit nya ini menular
sehingga sebaiknya tidak menggunakan pakaian ataupun handuk
secara bersamaan.

2. Medikamentosa
a. Topika : Krim Mikonazol Nitrat 2% 2 kali sehari

XI. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINEA KORPORIS

1. PENDAHULUAN
Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi
inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut) seperti
muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Manifestasinya akibat infiltrasi dan
proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup.
Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea
korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis.1
Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja yang
berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan juga dapat
terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau tidak langsung
melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai kamr mandi, tempat
tidur hotel dan lain-lain.. Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi
dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas
hospes dan spesies dari jamur.1

2. SINONIM1,2
Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa.

3. DEFINISI
Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan
dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan
tungkai.2

4. EPIDEMIOLOGI
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan iklim
yang panas dan lembab, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum
diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran
merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan

9
infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.Prevalensi
tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum
canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis.2

5. ETIOPATOGENESIS
Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur ini
mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kleas Fungi imperfecti,
yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.
Ketiga genus ini mempunyai sifat keratofilik.3

Microsporum Trichophyton

Epidermophyton

6. KLASIFIKASI1-3
Berdasarkan lokasi lesinya, dermatofitosis dibagi menjadi:
1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.
2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.
3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan
kadang-kadang sampai perut bagian bawah.
4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.

10
6. Tinea korporis, dermatofitosispada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea di
atas.
Selain 6 bentuk tinea diatas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus
yang dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis, yaitu:
 Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan
disebabkan Trichophyton concentricum
 Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh Trichophyton
schoenleini yang secara klinis berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor)
 Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan
 Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti dermaotfitosis
dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topikal kuat.
Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit kemanusia dapat melalui
3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal. Karena dermatofit tidak memiliki
virulensi secara khusus dan khas hanya menginvasi bagian luar stratum korneum dari
kulit. Pemakaian bahan yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat
sehingga mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui
kontak langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti
pakaian, alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau
cabang-cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim
keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak
keratinosit.3,4

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:


1. Perlekatan ke keratinosit
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan
keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal lain,
sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak yang diproduksi oleh
kelenjar sebasea bersifat fungistatik.

2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel


Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum korneum
pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu

11
oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi
untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan.
Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika jamur mencapai lapisan
terdalam epidermis.

3. Perkembangan respon host


Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau Delayed Type Hypersensitivity(DHT) memainkan
peran yang sangat penting dalam melawan dermatifita.pada pasien yang belum pernah
terinfeksi dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan
trichopitin test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama
yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa
antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh
limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat
yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi
dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang
bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh.3,4
Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon jaringan
terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm, yang
menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian aktif akan
meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan skuama. Kondisi ini
akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan bagian pusat akan bersih.
Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan tubuh (imunitas) seluler.3,4

7. GEJALA KLINIS1,2,3,4
Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas, dan badan. Kelainan klinis
yang dapat dilihat dari tinea korporis adalah lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri
atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah
tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan
lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi dan
krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu
dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang
polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda radang

12
yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa karena
umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.Pada tinea korporis yang
menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi
pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini
disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et korporis. Kelainan kulit
yang tampak pada tinea kruris pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas yang
simetris pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun.Mula-mula
sebagai bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas, dapat meliputi skrotum, pubis,
gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah. Tepi lesi aktif (peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-
kadang dengan banyak vasikel kecil-kecil.Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat
berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat
garukan. Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul
erosi dan infeksi sekunder.3,4

8. DIAGNOSIS1-5
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal
bertambah apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi sehingga
lesi bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembab
2. Gejala klinis yang khas
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan elemen
jamur berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang bercabang) yang khas pada
infeksi dermatofita. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium Agar Dekstrosa Sabouraud.

9. PENATALAKSANAAN3-5
1. Umum

13
o Meningkatkan kebersihan badan
o Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian yang
panas dan tidak menyerap keringat
o Menghindari sumber penularan
o Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin yang
lain, leukemia, harus dikontrol.

2. Khusus
Topikal
Obat antijamur topikal yang ideal adalah obat yang aktif pada konsentrasi sangat
rendah, mempunyai formula yang beragam, efek samping minimal atau bahkan tidak
ada, dengan formula yang spesifik (misalnya untuk kuku dan mukosa) dan
mempunyai manfaat tambahan untuk kelainan yang biasa menyertai infeksi jamur
(misalnya antiinflamasi, keratolitik dan antibakteri).

Obat topikal yang diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan mekanisme


kerjanya meliputi :
1. Bahan kimia antiseptik
Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat mengeringkan,
misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk kasus tinea
kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan untuk tinea
unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis.

2. Bahan keratolitik
Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya salep
Whitefield mengandung asam salisilat 3 %, asam benzoat 6 % dalam petrolatum,
dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 %. Asam
salisilat pada konsentrasi rendah (1 2 %) berefek keratoplastik, konsentrasi tinggi (3
20 %) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan dermatosis yang hiperkeratotik
dan pada konsentrasi sangat tinggi (40 %) dipakai untuk kelainan-kelainan yang
dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisid terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3 6
% dalam salep, selain itu berkhasiat bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak dapat
dikombinasikan dengan seng oksida karena akan terbentuk garam sengsalisilat yang
tidak aktif. Asam benzoat mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Salep

14
Whitefield dapat juga berguna untuk pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea
unguium dan tinea korporis. Asam undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan
pada tinea unguium.

3. Golongan allilamin
Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen pada proses
pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki efektivitas klinis
yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Naftitin merupakan obat
antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang sintetis. Dapat menurunkan
ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel jamur. Pada konsentrasi 1 % memiliki
daya antiinflamasi. Tersedia dalam bentuk krim, gel atau solusio 1 %. Penderita tinea
korporis dewasa maupun anak-anak cukup dioleskan 4 kali sehari pada sekitar lesi
selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea kruris 4 kali sehari selama 2 4
minggu dalam bentuk krim 1 %. Tinea pedis dioleskan 4 kali sehari dalam bentuk
krim 1 % atau 2 kali sehari dalam bentuk gel 1 %. Terbinafin merupakan derivat
allilamin yang sintetis yang menghambat epoksidase skualen, sebuah enzim penting
dalam biosintesis sterol pada jamur yang menghasilkan defisiensi ergosterol,
penyebab kematian sel jamur. Penelitian menemukan bahwa obat ini efektif dan
tertoleransi dengan baik oleh anak-anak. Terbinafin dioleskan 4 kali sehari pada
penderita tinea kruris dan tinea korporis baik dewasa maupun anak-anak dalam waktu
1 4 minggu. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (>12 tahun) diberikan olesan
sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim

4. Golongan benzilamin
Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan benzilamin yang
bersifat fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan infeksi-infeksi
tinea. Butenafin bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur metabolisme
sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel jamur. Sifat
fungisidik butenafin menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan angka
kesembuhan yang tinggi dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita tinea
korporis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama
2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak (> 12
tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.

15
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 2 kali
sehari selama 1 minggu atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.

5. Golongan imidazol
Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi bekerja
fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang tinggi
dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Mekanisme kerjanya dengan
menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas membran sel.
Golongan imidazol meliputi :

a. Mikonazol
Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar sekali.
Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada fungistatika
lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap sejumlah kuman Gram
positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam vagina. Penderita tinea
kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam
bentuk krim 2 %, bedak kocok ataupun bedak. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-
anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 2 % atau
bedak kocok. Jika menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama
2-4 minggu

b. Klotrimazol
Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit daripada
mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis terhadap
kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa diberikan
sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 1 % atau solusio,
sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-
anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %,
solusio ataupun bedak kocok

c. Ketokonazol
Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral (1981).
Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi patogen.
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali

16
sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam
bentuk krim 2 %. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak
4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 %

d. Ekonazol
Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti oleh atom
H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap Aspergillus. Obat
ini efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya berhubungan dengan metabolisme
sintesis RNA dan protein, mengganggu permeabilitas dinding sel jamur sehingga
menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak
dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.
Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali
sehari dalam bentuk krim 1 %.

e. Oksikonazol
Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kematian sel jamur.
Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2
minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak
dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 % atau
bedak kocok.

f. Sulkonazol
Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen
sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam
bentuk krim 1 % atau solusio.

g. Sertakonazol
Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif melawan
Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton floccosum.

17
Diindikasikan untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik dewasa maupun
anak-anak (> 12 tahun).

h. Bifonazol
Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis jamur
dan ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman Gram positif.
Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam bentuk losio atau krim
yang dikombinasikan bersama urea 40%.

7. Golongan lainnya

a. Siklopiroks
Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat fungisid
terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadap Malassezia
furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun struktur kimianya
berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya diperkirakan sama, yaitu
terhadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga mekanisme kerjanya berdasarkan
perintah transpor dari asam-asam amino dan ion-ion melalui membran sel. Daya
kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin. Siklopiroks khusus digunakan secara
dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 10 tahun) dioleskan sebanyak
2 kali sehari dalam bentuk krim 1 %, jika tidak ada perbaikan setelah 4 minggu maka
perlu dievaluasi lagi. Hal tersebut juga berlaku pada penderita tinea kruris dan tinea
kapitis. Solusio siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi melalui semua lapisan
kuku pada kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang rendah sehingga perlu
kombinasi dengan obat antijamur oral.

b. Tolnaftat
Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat efektif
terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbiculare tetapi tidak terhadap
Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi skualen pada
membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 4 minggu dan
dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea kruris dewasa dan
anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 %, solusio

18
dan bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada pengobatan topikal untuk tinea
korporis dan tinea unguium. Contoh nama merk dagang obat tolnaftat adalah tinactin.

c. Haloprogin
Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap Epidermophyton, Pityrosporum,
Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya gatal-
gatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak
dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 % dan solusio.
Biasanya digunakan dalam waktu 2 4 minggu.
Pengobatan pada tinea unguium sangat memerlukan kombinasi dengan obat antijamur
oral terutama generasi baru seperti itrakonazol dan terbinafin, karena jika hanya
mengandalkan obat topikal saja maka daya penetrasi terhadap kuku sangat terbatas
sehingga tidak efektif. Pengobatan tinea manus pada prinsipnya sama dengan
pengobatan yang dilakukan pada tinea pedis.

Sistemik
- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25
mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan topikal tidak ada
perbaikan.
- Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat azol
yang juga fungistatik seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-4 minggu
pada pagi hari setelah makan, atauitrakonazol 100-200 mg/hari selama 2-4
minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150 mg 1x/mgg selama
2-4 minggu, terbinafin 250 mg/hari selama 1-2 minggu.
- Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti
greosulfin selama 2-3 minggu dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung
pada berat badan.
- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Dan low-potency
kortikosteroid jangka pendek hanya pada keadaan tertentu (masih dalam
penelitian).

19
10. PROGNOSIS
Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan
kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Menaldi SLSW, Kusmarinah Bramono, Wresti Indriatmi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ketujuh.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2016. h. 111-12.
2. Brown Robin Graham, Johnny Bourke, Tim Cunliffe. Dermatologi dasar. Jakarta : EGC ; 2010. h. 225-31.
3. Goodheart Herbert P. Goodheart diagnosis fotografik dan penatalaksanaan penyakit kulit. Edisi ketiga.
Jakarta : EGC; 2013.
4. Wolff Klaus, et all. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7 th ed. New York : Mc Graw Hill
Medical ; 2008. p.1814-15.
5. Siregar RS. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi kedua. Jakarta: EGC ; 2008. h. 31-34.

21

You might also like