Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Rumah sakit menghormati hak pasien dan dalam beberapa situasi hak istimewa
keluarga pasien, untuk menentukan informasi dan edukasi apa saja yang berhubungan
dengan pelayanan yang boleh disampaikan kepada keluarga atau pihak lain.
Profesional kesehatan seharusnya mempunyai kemampuan yang cukup untuk
berkomunikasi dengan keluarga pasien. Hal tersebut dapat meminimalkan terjadinya
miskomunikasi akibat dari mispersepsi yang berdampak terhadap pelayanan rumah
sakit. Dampak tersebut tidak hanya dari segi material tapi juga citra pelayanan rumah
sakit semakin menurun.
1
BAB II
PENGERTIAN
A. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dalam mana seseorang atau beberapa
orang, kelompok, organisasi dan masyarakat menciptakan dan menggunakan
informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. (WIKIPEDIA - Ruben
Brent D dan Lea P Stewart. (2006). Communication and Human Behavior. United
States: Allyn and Bacon)
B. Komponen Komunikasi
Komponen Komunikasi terdiri dari
4. Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari
pihak lain
5. Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi
pesan yang disampaikannya.
Pada saat melakukan proses umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal
berikut (konsil kedokteran Indonesia, hal 42):
1. Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka), menjelaskan,
klarifikasi, paraphrase, intonasi.
2. Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
3. Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di balik
yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan kata/kalimatnya, gerak
tubuh).
4. Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa tubuh) agar
tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan keliru mengartikan
gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap komunikator.
2
BAB III
PROSES KOMUNIKASI
3
Akses informasi ini dapat di peroleh melalui Website, resepsionis, informasi,
brosur, admission dll.
2. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi):
Edukasi tentang obat. (Lihat Pedoman Pelayanan Farmasi)
Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien)
Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat Pedoman
Pelayanan, Pedoman Fisioterapi)
Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat Pedoman Pelayanan,
Pedoman Gizi, Pedoman Fisioterapi, Pedoman Farmasi).
Edukasi tentang Gizi. (Lihat Pedoman Gizi).
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui Panitia Promosi Kesehatan RS,
Keperawatan, Farmasi, Fisioterapi, Gizi dll.
C. Komunikasi Efektif
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003).
D. Unsur-Unsur Komunikasi Efektif
1. Berhadapan
2. Mempertahankan kontak mata
3. Membungkuk ke arah klien
4. Mempertahankan sikap terbuka
5. Tetap rela
E. Proses Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif adalah: tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah dipahami
oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan (kesalahpahaman)
Prosesnya adalah:
1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan secara
lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan.
2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan.
3. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan (Repeat
Back)
4. Pemberi pesan mengecek kembali isi pesan (Check Back )
5. Pemberi pesan menerangkan/mengajarkan kembali dengan jelas maksud
pesan (Teach Back).
4
Kode Alfabet International:
Sumber: Wikipedia
5
F. Komunikasi Sebagai Edukasi
Pada tahap asesmen pasien, sebelum melakukan edukasi, petugas menilai
dulu kebutuhan edukasi pasien & keluarga berdasarkan (data ini didapatkan dari
RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi.
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Setelah tahap asesmen, proses komunikasi dapat dilakukan sesuai dengan yang
ditemukan pada kondisi pasien :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya seang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan
tuna wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada
pasien dan keluarga sekandung (istri, anak, ayah, ibu, atau saudara
sekandung) dan menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien
(pasien marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah
memberikan materi edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet.
Apabila pasien tidak mengerti materi edukasi, pasien bisa menghubungi
medical information.
Proses verifikasi terhadap pemahaman pasien atas edukasi yang diberikan dapat
dilakukan sbb :
1. Apabila pada tahap memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien baik dan
senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah menanyakan kembali edukasi
yang telah diberikan.
2. Apabila pada tahap memberikan edukasi dan informasi, pasiennya mengalami
hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya dengan
pertanyaan yang sama.
3. Apabila pada tahap memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan
kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang
diberikan dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang
langsung ke kamar pasien setelah pasien tenang.
Dengan diberikannya informasi dan edukasi pasien, diharapkan komunikasi yang
disampaikan dapat dimengerti dan diterapkan oleh pasien. Dengan pasien mengikuti
semua arahan dari rumah sakit, diharapkan mempercepat proses penyembuhan
pasien.
6
Setiap petugas dalam memberikan informasi dan edukasi pasien, wajib untuk
mengisi formulir edukasi dan informasi, dan ditandatangani kedua belah pihak antara
dokter dan pasien atau keluarga pasien. Hal ini dilakukan sebagai bukti bahwa pasien
dan keluarga pasien sudah diberikan edukasi dan informasi yang benar.
G. KOMUNIKASI MELALUI TELEPON ANTARA PEMBERI LAYANAN
Dalam memberikan komunikasi antara pemberi layananan di RSUD Prof. Dr.
H. Aloei Saboe dapat menggunakan SBAR. SBAR merupakan kerangka acuan
dalam pelaporan kondisi pasien yang memerlukan perhatian dan tindakan segera:
1. SITUATION : yaitu kondisi terkini yang terjadi pada pasien.
7
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI