You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Praktikum Mineralogi dilaksanakan untuk melengkapi silabus dan
mengimplementasikan teori dengan praktek, yang diberikan pada acara perkuliahan
Mineralogi di lingkungan Teknik Geologi Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS).
Selain itu kegiatan praktikum ini merupakan sarana meningkatkan standar kompentensi dari
mahasiswa untuk menyelaraskan antara teori dan praktek.

I.2 Maksud dan Tujuan


Maksudnya agar mahasiswa dapat mempraktekan teori yang dipelajari dalam
perkuliahan dan dapat melihat langsung cara kerjannya.
Tujuannya setelah melaksanakan kegiatan praktikum mineralogi ini mahasiswa
memiliki keahlian :
1. Dapat menentukan sistem Kristal dari beberapa macam bentuk Kristal berdasarkan panjang,
posisi dan jumlah sumbuh Kristal yang ada pada setiap bentuk Kristal.
2. Menggambarkan semua bentuk Kristal atas dasar parameter dan parameter rasio, jumlah dan
posisi symbol Kristal dan bidang Kristal yang dimiliki oleh setiap bentuk Kristal.
3. Dapat mengetahui cara pendeskripsian atau pemerian secara fisik dari mineral.
4. Dapat mengetahui sifat-sifat fisik dari berbagai mineral.

BAB II
METODELOGI PENGAMATAN
II.1 ALOKASI WAKTU
Bertempat di laboratorium Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS), dan
waktu pelaksanaan :
1. Hari pelaksanaan Selasa, 17 desember 2013 – Senin, 23 desember 2013.
2. Waktu 16:00 WIB sampai selesai.
II.2 ALAT DAN BAHAN
Peralatan dan bahan yang digunakan selama kegiatan praktikum Mineralogi
berlangsung adalah :
1. Alat tulis
2. Pensil warna
3. Sepidol warna
4. Pengaris
5. Busur drajat
6. Kuku manusia
7. Larutan HCL
8. Peraga Kristal
9. Peraga mineral

BAB III
DASAR TEORI
III.1 KRISTALOGRAFI
III.1.1 Pengertian (definisi) Kristal
Kristal berasal dari bahasa Yunani yaitu krustallos yang berarti es atau sesuatu yang
menyerupai es. Kristal merupakan zat padat yang homogen terdiri atas atom-atom yang
tersusun teratur dan berulang (dalam pola tiga dimensi).
Zat padat terbentuk dari Kristal yang mempunyai jarak antara atom satu dan antara lainnya
tertentu sehingga akan membentuk bangun geometri tertentu pula. Bentuk-bentuk geometri
inilah yang merupakan dasar bentuk Kristal suatu zat. Bentuk geometri terkecil dari krsital
disebut sel satuan.
Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung
pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses
terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi. Meski proses pendinginan sering
menghasilkan bahan kristalin, dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk
non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga
atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi kisinya. Suatu bahan non-kristalin biasa disebut
bahan amorf atau seperti gelas. Walaupun terkadang bahan seperti ini juga disebut sebagai
padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara padatan dan gelas. Proses pembentukan
gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan
ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai cairan, bukan padatan. Topik ini
kontroversial, silakan lihat gelas untuk pembahasan lebih lanjut.
Meskipun istilah "kristal" memiliki makna yang sudah ditentukan dalam ilmu
material dan fisika zat padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat
yang menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata. Berbagai bentuk
kristal tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada jenis
ikatan molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan juga keadaan
terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan garam dapur adalah contoh-contoh kristal
Bahan padatan, biasannya anisotop mengandung pengertian : tidak termasuk
didalamnya cair dan gas, tidak dapat diurai menjadi senyawa lain yang lebih sederhana pleh
proses fisika.
a. Jumlah bidang dari suatu bentuk Kristal tetap
b. Macam bentuk dari bidang Kristal tetap
c. Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari Kristal tetap
Kristal juga digunakan dalam istilah yang lebih luas yang mengidentifikasikan
perkembangan yang sempurna :
- Euhedral yaitu zat padat kristalin dengan bentuk yang sempurna
- Subhedral yaitu zat padat kristalin dengan bentuk kurang sempurna
- Anhedral yaitu zat padat kristalin dengan bentuk tidak teratur
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat geometri dari kristal
terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur dalam (internal) dan
sifat-sifat fisis lainnya.
 Sifat Geometri, memberikan pengertian letak, panjang dan jumlah sumbu kristal yang menyusun
suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta bentuk luar yang membatasinya.
 Perkembangan dan pertumbuhan kenampakkan luar, bahwa disamping mempelajari bentuk-
bentuk dasar yaitu suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara satu
bentuk kristal dengan bentuk kristal lainnya yang masih dalam satu sistem kristalografi, ataupun
dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk kemudian.
 Struktur dalam, membicarakan susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga menghitung
parameter dan parameter rasio.
 Sifat fisis kristal, sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar kecilnya kristal
tidak mempengaruhi, yang penting bentuk dibatasi oleh bidang-bidang kristal: sehingga akan
dikenal 2 zat yaitu kristalin dan non kristalin.
III.1.2 Sistem Kristalografi
a. Sumbu dan Sudut Kristalografi
sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat Kristal. Kristal
mempunyai bentuk 3 (tiga) dimensi, yang panjang, lebar dan tebal atau tinggi. sudut
kristalografi adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan sumbu – sumbu kristalografi pada
titik potong (pusat kristal)
 Sudut α adalah sudut yang dibentuk antara sumbu b dan c
 Sudut β adalah sudut yang dibentuk antara sumbu a dan c
 Sudut ɤ adalah sudut yang dibentuk antara sumbu a dan b

Gambar III.1 Sudut – sudut kristalografi

b. Sistem Kristal
Sistem kristalografi di bagi menjadi 7 sistem Kristal berdasarkan pada :
 Perbandingan panjang sumbu – sumbu kristalografinya
 Letak atau sumbu kristalografinya
 Nilai sumbu c atau sumbu vertical

1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan
yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem
ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar III.2 Sistem Isometrik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai
3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :

 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena,
halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)

2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya
lebih panjang.

Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b


≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua
sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

Gambar III.3 Sistem Tetragonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ
= 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.

Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:

 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga
sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama
lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih
panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ;
γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk
sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar III.4 Sistem Hexagonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6
(nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+=
40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 7:

 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)

4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal
Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem
Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.

Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =


d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal
ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚
terhadap sumbu γ.

Gambar III.5 Sistem Trigonal


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ
= 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap
sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:

 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmalinedan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)

5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
berbeda.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio


(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang
sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ =
90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).

Gambar III.6 Sistem Orthorhombik


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu
bˉ.

Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:

 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)

6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi
sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang
yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.

Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda
satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada
ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar III.7 Sistem Monoklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚
terhadap sumbu bˉ.

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:

 Sfenoid
 Doma
 Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite, malachite,
colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)

7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling
tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.

Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti,
pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.

Gambar III.8 Sistem Triklin


Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap
sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.

Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:

 Pedial
 Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite,
kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

III.1.3 Unsur Simetri Kristal


Dari Beberapa sistem kristal dapat dibagi lebih lanjut menjadi kelas-kelas kristal yang
jumlahnya 32 klas,Tapi untuk Sementara kita Mempelajari 7 Sistem Kristal yang utama.
Penentuan klasikasi kristal tergantung dari banyaknya unsur-unsur simetri yang terkandung di
dalamnya.Unsur-unsur simetri tersebut meliputi:
1. bidang simetri
2. sumbu simetri
3. pusat simetri

1. Bidang simetri
Bidang Simetri adalah bidang datar yang dibuat melalui pusat kristal dan membelah
kristal menjadi 2 bagian sama besar, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari
bagian belahan yang lain.
Bidang simetri dinotasikan dengan P (Plane) atau m (mirror).
Bidang simetri dikelompokan menjadi 2:
1. Bidang Simetri Utama
Bidang Simetri Utama ialah merupakan bidang yang dibuat melalui 2 buah sumbu
simetri utama kristal dan membagi bagian yang sama besar.
Bidang simetri utama ini ada 2 yaitu:
- Bidang simetri utama horisontal dinotasikan dengan h (Bidang ABCD)
- Bidang simetri utama vertikal dinotasikan v (bidang KLMN dan OPQR).
2. Bidang Simetri Tambahan (Intermediet/Diagonal)
Bidang Simetri Diagonal merupakan bidang simetri yang dibuat hanya melalui satu
sumbu simetri utama kristal. Bidang ini sering disebut dengan diagonal saja dengan notasi
(d).
Gambar disamping memperlihatkan kedudukan 2 buah bidang simetri
tambahan/diagonal pada bentuk kristal Hexahedron (kubus).
Catatan:
Dalam menghitung jumlah bidang simetri, dihitung dahulu bidang simetri utama, baru
dihitung bidang simetri tambahan

2. Sumbu simetri
Sumbu simetri adalah garis lurus yang dibuat melalu pusat kristal, dimana apabila
kristal tersebut diputar sebesar 3600 dengan garis tersebut sebagai poros putarannya,maka
pada kedudukan tertentu, kristal tersebut akan menunjukkan kenampakan-kenampakan
seperti semula.
Ada 4 jenis Sumbu Simetri yaitu:
1.Sumbu Simetri Gyre
2.Sumbu Simetri Gyre Polair
3.Sumbu Cermin Putar
4.Sumbu Inversi Putar

3. Pusat simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat membuat garis
bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat kristal dan akan menjumpai
titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama terhadap pusat
kristal pada garis bayangan tersebut. Atau dengan kata lain, kristal mempunyai pusat simetri
bila tiap bidang muka kristal tersebut mempunyai pasangan dengan kriteria bahwa bidang
yang berpasangan tersebut berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang yang satu merupakan
hasil inversi melalui pusat kristal dari bidang pasangannya.

III.1.4 Simbol kristalografi


a. Herman-Mauguin
Dalam pembagian Sistem kristal, ada 2 simbolisasi yang sering digunakan. Yaitu
Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut adalah simbolisasi yang dikenal
secara umum (simbol Internasional).
Simbol Herman-Mauguin adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang
simetri dalam suatu kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal
tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal
tersebut.
Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-masing kristal.
Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap Sistem Kristal.
1. Sistem Isometrik
- Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4, atau 4.
- Bagian 2 : Menerangkan Sumbu tambahan pada arah 111, apakah bernilai 3 atau 3.
- Bagian 3 : Menerangkan sumbu tambahan bernilai 2 atau tidak bernilai yang memiliki arah
110 atau arah lainnya yang terletak tepat diantara dua buah sumbu utama.
2. Sistem Tetragonal
- Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin mungkin bernilai 4 atau 4.
- Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.
- Bagian 3 : Menerangkan nilai sumbu tambahan yang terletak tepat diantara dua sumbu
utama lateral.
3. Sistem Hexagonal dan Trigonal
- Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 6 atau 3.
- Bagian 2 : Menerangkan nilai sumbu utama horizontal.
- Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang terletak tepat diantara dua
sumbu utama horizontal, berarah 1010.
4. Sistem Orthorhombik
Terdiri atas tiga bagian, yaitu dengan menerangkan nilai sumbu-sumbu utama dimulai
dari sumbu a, b, dan kemudian c.
5. Sistem Monoklin
Pada sistem ini hanya terdiri dari satu bagian, yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.
6. Sistem Triklin
Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan keterdapatan
pusat simetri kristal.
Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang simetri yang
tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka penulisan nilai sumbu diikuti
dengan huruf “m” (bidang simetri) dibawahnya. Kecuali untuk sumbu yang bernilai satu
ditulis dengan “m” saja.
Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin dalam pendeskripsian
kristal :
- 6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang simetri yang tegak lurus.
- - 6 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang tegak lurus
terhadapnya.
- - m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya terdapat bidang simetri
yang tegak lurus.

b. Schoenflish
Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol pada unsur-
unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidang-bidang simetri. Simbolisasi
Schoenflish akan menerangkan unsur-unsur tersebut dengan menggunakan huruf-huruf dan
angka yang masing-masing akan berbeda pada setiap kristal.
Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbeda-beda pada
masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang berbeda hanya pada sistem Isometrik.
Sedangkan system-sistem yang lainnya sama cara penentuan simbolnya.
1. Sistem Isometrik
Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2 bagian, yaitu :
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau 4.
- Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O (Octaheder)
- Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T (Tetraheder)

 Bagian 2 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri.


- Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal. Maka diberi notasi huruf h.
- Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical. Maka diberi notasi huruf h.
- Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka diberi notasi huruf v.
- Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal. Maka diberi notasi huruf d.
2. Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan
Triklin
Pada sistem-sistem ini, simbolisasi Schoenflish yang dilakukan terdiri dari 3 bagian, yaitu :
 Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu tambahan, ada 2 kemungkinan :
- Kalau bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D (Diedrish)
- Kalau tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf C (Cyklich)

 Bagian 2 : Menerangkan nilai dari sumbu c. penulisan dilakukan denganmenuliskan nilai


angka nilai sumbu c tersebut didepan huruf D atau C (dari bagian 1) dan ditulis agak
kebawah.

 Bagian 3 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri. Penulisan dilakukan dengan


menuliskan huruf yang sesuai sejajar dengan huruf dari bagian 1.
- Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan diagonal. Maka dinotasikan dengan
huruf h.
- Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical.Maka dinotasikan dengan huruf h.
- Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal. Maka dinotasikan dengan huruf v.
- Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja. Maka dinotasikan dengan huruf d.
Tabel III.1 Simbolisasi Schoenflish
No Kelas Simetri Notasi (Simbolisasi)
1 Hexotahedral Oh
2 Ditetragonal Bipyramidal D4h
3 Hexagonal Pyramidal D6h
4 Trigonal Pyramidal C3v
5 Rhombik Pyramidal C2v
6 Rhombik Dipyramidal C2h
7 Rhombik Disphenoidal C2
8 Domatic Cv
9 Pinacoidal C
c. Indeks
10 Pedial C
Miller-
Weiss
Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting, karena indeks
ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur kristalografi. Indeks Miller
dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya perpotongan sumbu-sumbu utama oleh
bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal. Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan
dengan menentukan salah satu bidang atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau
bidang tersebut memotong sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.
Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang harus
dilakukan selanjutnya adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri.
Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang dilalui
oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang tersebut
memotong sumbu-sumbu kristal.
Pada dasarnya, indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda. Karena apa yang
dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau bidang dengan
sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai indeks. Bila pada Miller
nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya dijadikan penyebut, dengan dengan nilai
pembilang sama dengan satu. Maka pada Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi
pembilang dengan nilai penyebut sama dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan
untuk mendapat nilai indeks tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu
(nilai perpotongan sumbu sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium Kristalografi dan
Mineralogi jurusan Teknik Geologi, ITM, disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut
digantikan dengan atau disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini
juga disebut sebagai ancer bentuk. Hal ini adalah karena indeks ini juga akan mencerminkan
bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada kristal terhadap sumbu-sumbu
utama kristalnya.

III.2 MINERALOGI FISIK


II.2.1 Pengertian Mineral
Mineralogi adalah suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang mineral, baik
dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, diantaranya mempelajari tentang sifat
- sifat fisik, cara terjadinya, cara terbentuknya, sifat - sifat kimia, dan juga kegunaannya.
Mineralogi terdiri dari kata mineral dan logos. Logos yang berarti ilmu apabila digabungkan
dengan mineral maka arti Mineralogi adalah Ilmu tentang Mineral.

Definisi mineral menurut beberapa ahli:


1. L.G. Berry dan B. Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam terbentuk secara
anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom-atom
yang tersusun secara teratur.

2. D.G.A Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972


Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen mempunyai
komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yang anorganik.

3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977


Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia
tertentu atau dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan bukan
hasil suatu kehidupan.
Tetapi dari ketiga definisi tersebut mereka masih memberikan anomali atau suatu
pengecualian beberapa zat atau bahan yang disebut mineral, walaupun tidak termasuk
didalam suatu definisi. Sehingga sebenarnya dapat dibuat suatu definisi baru atau definisi
kompilasi. Dimana definisi kompilasi tidak menghilangkan suatu ketentuan umum bahwa
mineral itu mempunyai sifat sebagai: bahan alam, mempunyai sifat fisis dan kimia tetap dan
berupa unsur tunggal atau senyawa.

Definisi mineral kompilasi:


mineral adalah suatu bahan alam yang mempunyai sifat-sifat fisis dan kimia tetap
dapat berupa unsur tunggal atau persenyawaan kimia yang tetap, pada umumnya anorganik,
homogen, dapat berupa padat, cair dan gas .
Mineral adalah zat-zat hablur yang ada dalam kerak bumi serta bersifat homogen,
fisik maupun kimiawi. Mineral itu merupakan persenyewaan anorganik asli, serta mempunyai
susunan kimia yang tetap. Yang dimaksud dengan persenyawaan kimia asli adalah bahwa
mineral itu harus terbentuk dalam alam, karena banyak zat-zat yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan mineral, dapat dibuat didalam laboratorium. Sebuah zat yang banyak
sekali terdapat dalam bumi adalah SiO2 dan dalam ilmu mineralogi, mineral itu disebut
kuarsa. Sebaliknya zat inipun dapat dibuat secara kimia akan tetapi dalam hal ini tidak
disebut mineral melainkan zat Silisium dioksida .
Kalsit, adalah sebuah mineral yang biasanya terdapat dalam batuan gamping dan
merupakan mineral pembentuk batuan yang penting. Zat yang dibuat dalam laboratorium dan
mempunyai sifat- sifat yang sama dengan mineral kalsit adalah CaCO3. Demikian pula
halnya dengan garam-garam yang terdapat sebagai lapisan-lapisan dalam batuan. Garam
dapur dalam ilmu mineralogi disebut halit sedangkan dalam laboratorium garam dapur
disebut dengan natrium-khlorida. Mineral-mineral mempunyai struktur atom yang tetap dan
berada dalam hubungan yang harmoni dengan bentuk luarnya. Mineral-mineral inilah yang
merupakan bagian-bagian pada batuan-batuan dengan kata lain batuan adalah asosiasi
mineral-mineral.

III.2.2 Sifat Fisik Mineral


Semua mineral mempunyai susunan kimiawi tertentu dan penyusun atom-atom yang
beraturan, maka setiap jenis mineral mempunyai sifat-sifat fisik/kimia tersendiri. Dengan
mengenal sifat-sifat tersebut maka setiap jenis mineral dapat dikenal, sekaligus kita
mengetahui susunan kimiawinya dalam batas-batas tertentu (Graha,1987)
Sifat-sifat fisik yang dimaksudkan adalah:
1. Kilap (luster)
2. Warna (colour)
3. Kekerasan (hardness)
4. Cerat (streak)
5. Belahan (cleavage)
6. Pecahan (fracture)
7. Bentuk (form)
8. Berat Jenis (specific gravity)
9. Sifat Dalam
10. Kemagnetan
11. Kelistrikan
12. Daya Lebur Mineral
13. Kilap
Merupakan kenampakan atau cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral saat
terkena cahaya (Sapiie, 2006)
1. Kilap ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi jenis:
 Kilap Logam (metallic luster): bila mineral tersebut mempunyai kilap atau kilapan seperti
logam. Contoh mineral yang mempunyai kilap logam:
Gelena
Pirit
Magnetit
Kalkopirit
Grafit
Hematit
 Kilap Bukan Logam (non metallic luster), terbagi atas:
Kilap Intan (adamantin luster), cemerlang seperti intan.
Kilap kaca (viteorus luster), misalnya pada kuarsa dan kalsit.
Kilap Sutera (silky luster), kilat yang menyeruai sutera pada umumnya terdapat pada mineral
yang mempunyai struktur serat, misalnya pada asbes, alkanolit, dan gips.
Kilap Damar (resinous luster), memberi kesan seperti damar misalnya pada spharelit.
Kilap mutiara (pearly luster), kilat seperti lemak atau sabun, misalnya pada serpentin,opal
dan nepelin.
Kilap tanah, kilat suram seperti tanah lempung misalnya pada kaolin, bouxit dan limonit.
Kilap mineral sangat penting untuk diketahui, karena sifat fisiknya ini dapat dipakai dalam
menentukan mineral secara megaskopis. Untuk itu perlu dibiasakan membedakan kilap
mineral satu dengan yang lainnya, walaupun kadang-kadang akan dijumpai kesulitan karena
batas kilap yang satu dengan yang lainnya tidak begitu tegas (Danisworo 1994).
2. Warna
Warna mineral merupakan kenampakan langsung yang dapat dilihat, akan tetapi tidak
dapat diandalkan dalam pemerian mineral karena suatu mineral dapat berwarna lebih dari
satu warna, tergantung keanekaragaman komposisi kimia dan pengotoran padanya. Sebagai
contoh, kuarsa dapat berwarna putih susu, ungu, coklat kehitaman atau tidak berwarna.
Walau demikian ada beberapa mineral yang mempunyai warna khas, seperti:
 Putih : Kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O), Gypsum (CaSO4.H2O), Milky Kwartz
(Kuarsa Susu) (SiO2)
 Kuning : Belerang (S)
 Emas : Pirit (FeS2), Kalkopirit (CuFeS2), Ema (Au)
 Hijau : Klorit ((Mg.Fe)5 Al(AlSiO3O10) (OH)), Malasit (Cu CO3Cu(OH)2)
 Biru : Azurit (2CuCO3Cu(OH)2), Beril (Be3Al2 (Si6O18))
 Merah : Jasper, Hematit (Fe2O3)
 Coklat : Garnet, Limonite (Fe2O3)
 Abu-abu : Galena (PbS)
 Hitam : Biotit (K2(MgFe)2(OH)2(AlSi3O10)), Grafit (C), Augit
3. Kekerasan
Adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan. Kekerasan nisbi suatu mineral
dapat membandingkan suatu mineral terentu yang dipakai sebagai kekerasan yang standard.
Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil akan mempunyai bekas dan badan
mineral tersebut. Standar kekerasan yang biasa dipakai adalah skala kekerasan yang dibuat
oleh Friedrich Mohs dari Jeman dan dikenal sebagai skala Mohs. Skala Mohs mempunyai 10
skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral terlunak sampai skala 10 untuk mineral terkeras .
Tabel III.2 Kekerasan Skala Mohs
Skala Kekerasan Mineral Rumus Kimia
1 Talc H2Mg3 (SiO3)4
2 Gypsum CaSO4. 2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3 (PO4)2
6 Orthoklase K Al Si3 O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C

Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas maka di bawah ini diberikan kekerasan dari
alat penguji standar :
Tabel III.3 Alat Penguji Derajat Kekerasan Skala Mohs
Alat Penguji Derajat Kekerasan Mohs

Kuku manusia 2,5


Kawat Tembaga 3
Paku 5,5
Pecahan Kaca 5,5 – 6
Pisau Baja 5,5 – 6
Kikir Baja 6,5 – 7
Kuarsa 7

4. Cerat
Cerat adalah warna mineral dalam bentuk hancuran (serbuk). Hal ini dapat dapat
diperoleh apabila mineral digoreskan pada bagian kasar suatu keping porselin atau
membubuk suatu mineral kemudian dilihat warna dari bubukan tersebut. Cerat dapat sama
dengan warna asli mineral, dapat pula berbeda. Warna cerat untuk mineral tertentu umumnya
tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah. Contohnya :
 Pirit : Berwarna keemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan
meninggalkan jejak berwarna hitam.
 Hematit : Berwarna merah namun bila digoreskan pada plat porselin akan
meninggalkan jejak berwarna merah kecoklatan.
 Augite : Ceratnya abu-abu kehijauan
 Biotite : Ceratnya tidak berwarna
 Orthoklase : Ceratnya putih
Warna serbuk, lebih khas dibandingkan dengan warna mineral secara keseluruhan, sehingga
dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi mineral (Sapiie, 2006).
5. Belahan
Balahan merupakan kecenderungan mineral untuk membelah diri pada satu atau lebih
arah tertentu. Belahan merupakan salah satu sifat fisik mineral yang mampu membelah yang
oleh sini adalah bila mineral kita pukul dan tidak hancur, tetapi terbelah-belah menjadi
bidang belahan yang licin. Tidak semua mineral mempunyai sifa ini, sehingga dapat dipakai
istilah seperti mudah terbakar dan sukar dibelah atau tidak dapa dibelah. Tenaga pengikat
atom di dalam di dalam sruktur kritsal tidak seragam ke segala arah, oleh sebab itu bila
terdapat ikatan yang lemah melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah
melalui suatu bidang, maka mineral akan cenderung membelah melalui bidang-bidang
tersebut. Karena keteraturan sifat dalam mineral, maka belahan akan nampak berjajar dan
teratur (Danisworo, 1994).
Contoh mineral yang mudah membelah adalah kalsit yang mempunyai tiga arah belahan
sedang kuarsa tidak mempunyai belahan. Berikut contoh mineralnya:
a. Belahan satu arah, contoh : muscovite.
b. Belahan dua arah, contoh : feldspar.
c. Belahan tiga arah, contoh : halit dan kalsit.
6. Pecahan
Pecahan adalah kecenderungan mineral untuk terpisah-pisah dalam arah yang tidak
teratur apabila mineral dikenai gaya. Perbedaan pecahan dengan belahan dapat dilihat dari
sifat permukaan mineral apabila memantulkan sinar. Permukaan bidang belah akan nampak
halus dan dapat memantulkan sinar seperti cermin datar, sedang bidang pecahan
memantulkan sinar ke segala arah dengan tidak teratur (Danisworo, 1994).
Pecahan mineral ada beberapa macam, yaitu:
 Concoidal : bila memperhatikan gelombang yang melengkung di permukaan
pecahan, seperti kenampakan kulit kerang atau pecahan botol.Contoh Kuarsa.
 Splintery/fibrous: Bila menunjukkan gejala seperti serat, misalnya asbestos, augit,
hipersten
 Even : Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan halus,
contoh pada kelompok mineral lempung. Contoh Limonit.
 Uneven : Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan bidang pecahan yang
kasar, contoh: magnetit, hematite, kalkopirite, garnet.
 Hackly : Bila pecahan tersebut menunjukkan permukaan kasar tidak teratur
dan
runcing-runcing. Contoh pada native elemen emas dan perak.
7. Bentuk
Mineral ada yang berbentuk kristal, mempunyai bentuk teratur yang dikendalikan
oleh system kristalnya, dan ada pula yang tidak. Mineral yang membentuk kristal disebut
mineral kristalin. Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas disebut amorf
(Danisworo, 1994).
Mineral kristalin sering mempunyai bangun yang khas, misalnya:
a. Bangun kubus : galena, pirit.
b. Bangun pimatik : piroksen, ampibole.
c. Bangun doecahedon : garnet
Mineral amorf misalnya : chert, flint.
Kristal dengan bentuk panjang dijumpai. Karena pertumbuhan kristal sering
mengalami gangguan. Kebiasaan mengkristal suatu mineral yang disesuaikan dengan kondisi
sekelilingnya mengakibatkan terjadinya bentuk-bentuk kristal yang khas, baik yang berdiri
sendiri maupun di dalam kelompok-kelompok. Kelompok tersebut disebut agregasi mineral
dan dapat dibedakan dalam struktur sebagai berikut:
Struktur granular atau struktur butiran yang terdiri dari butiran-butiran mineral yang
mempunyai dimensi sama, isometrik. Dalam hal ini berdasarkan ukuran butirnya dapat
dibedakan menjadi kriptokristalin/penerokristalin (mineral dapat dilihat dengan mata biasa).
Bila kelompok kristal berukuran butir sebesar gula pasir, disebut mempunyai sakaroidal.
Struktur kolom: terdiri dari prisma panjang-panjang dan ramping. Bila prisma tersebut
begitu memanjang, dan halus dikatakan mempunyai struktur fibrous atau struktur berserat.
Selanjutnya struktur kolom dapat dibedakan lagi menjadi: struktur jarring-jaring (retikuler),
struktur bintang (stelated) dan radier.
Struktur Lembaran atau lameler, terdiri dari lembaran-lembaran. Bila individu-
individu mineral pipih disebut struktur tabuler,contoh mika. Struktur lembaran dibedakan
menjadi struktur konsentris, foliasi.
Sturktur imitasi : kelompok mineral mempunyai kemiripan bentuk dengan benda lain.
Mineral-mineral ini dapat berdiri sendiri atau berkelompok.
Bentuk kristal mencerminkan struktur dalam sehingga dapat dipergunakan untuk
pemerian atau pengidentifikasian mineral (Sapiie, 2006).
8. Berat Jenis
Adalah perbandingan antara berat mineral dengan volume mineral. Cara yang umum
untuk menentukan berat jenis yaitu dengan menimbang mineral tersebut terlebih dahulu,
misalnya beratnya x gram. Kemudian mineral ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air,
misalnya beratnya y gram. Berat terhitung dalam keadaan di dalam air adalah berat miberal
dikurangi dengan berat air yang volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut.
9. Sifat Dalam
Adalah sifat mineral apabila kita berusaha untuk mematahkan, memotong,
menghancurkan, membengkokkan atau mengiris. Yang termasuk sifat ini adalah
 Rapuh (brittle): mudah hancur tapi bias dipotong-potong, contoh kwarsa, orthoklas,
kalsit, pirit.
 Mudah ditempa (malleable): dapat ditempa menjadi lapisan tipis, seperti emas, tembaga.
 Dapat diiris (secitile): dapat diiris dengan pisau, hasil irisan rapuh, contoh gypsum.
 Fleksible: mineral berupa lapisan tipis, dapat dibengkokkan tanpa patah dan sesudah
bengkok tidak dapat kembali seperti semula. Contoh mineral talk, selenit.
 Blastik: mineral berupa lapisan tipis dapat dibengkokkan tanpa menjadi patah dan dapat
kembali seperti semula bila kita henikan tekanannya, contoh: muskovit.
10. Kemagnitan
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Diatakan sebagai feromagnetic bila
mineral dengan mudah tertarik gaya magnet seperti magnetik, phirhotit. Mineral-mineral
yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic, dan yang tertarik lemah yaitu paramagnetic.
Untuk melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak kita gantungkan pada
seutas tali/benang sebuah magnet, dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan pada
magnet tersebut. Bila benang bergerak mendekati berarti mineral tersebut magnetik. Kuat
tidaknya bias kita lihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat dengan benang tersebut dengan
garis vertikal.
11. Kelistrikan
Adalah sifat listrik mineral dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu pengantar arus atau
londuktor dan idak menghantarkan arus disebut non konduktor. Dan ada lagi istilah
semikonduktor yaitu mineral yang bersifat sebagai konduktor dalam batas-batas tertentu.
12. Daya lebur mineral
Yaitu meleburnya mineral apabila dipanaskan, penyelidikannya dilakukan dengan
membakar bubuk mineral dalam api. Daya leburnya dinyatakan dalam derajat keleburan.

LAMPIRAN :
IV KRISTALOGRAFI :

IV MINERALOGI FISIK :

You might also like