Professional Documents
Culture Documents
LAMPIRAN
Undangan FGD (A1-A4)
Notulen FGD (B1-B8)
Daftar Peseta FGD (C1-C7)
HANDOUT FGD
Sambutan Bapak Deputi V,
Kemenko Ekon
Paparan KLH
Paparan Bappenas
Paparan Sekber Kartamantul
Paparan DKP Surabaya
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian
PENDAHULUAN 1
Proses pengolahan akhir sampah di Indonesia masih terkendala banyak hal.
Diantaranya ketersediaan lahan, sistem pengolahannya, jumlah timbulan sampah. Banyak
kasus penumpukan sampah yang terjadi di berbagai daerah karena kasus penutupan lahan.
Sistem pengolahan sampah yang dianut sebahagian besar TPA di daerah adalah sistem
pembuangan terbuka. Sistem yang mencemari lingkungan ini diwajibkan ditutup oleh UU
18 tahun 2008 pasal 44 ayat 2.
Sistem pengolahan akhir sampah yang
dianjurkan untuk dipakai adalah sistem lahan urug
terkontrol atau sistem lahan urug saniter. Pendanaan
untuk pembuatan sistem ini besar dan tidak cukup
hanya dari dana APBD. Kerjasama Pemerintah dan
Swasta merupakan salah satu solusi yang dapat
diambil Pemerintah Daerah. Adanya KPS ini juga
dapat memisahkan peran Regulator dan Operator. TPA Open Dumping
Kondisi umum permasalahan persampahan yang ada saat ini di Indonesia antara
lain :
Hampir semua Daerah di Indonesia masih menggunakan sistem Open Dumping
sebagai pengelolaan akhir sampahnya;
Longsor TPA Leuwi Gajah berakibat darurat sampah Bandung;
Penumpukan sampah di beberapa daerah lain akibat keterbatasan lahan TPA;
Sampai saat ini Pemda belum bisa menerbitkan Perda pengelolaan sampah
dikarenakan RPP turunan dari UU 18 tahun 2008 belum dikeluarkan.
Untuk menjamin terselenggaranya perbaikan di bidang pengelolaan persampahan,
pada tahun 2008 pemerintah telah menerbitkan Undang Undang persampahan. Namun,
sejak disahkannya UU no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan, PP turunan
dari UU tersebut belum dikeluarkan. Padahal, Pemerintah Daerah perlu mengeluarkan
Perda yang sinkron dengan PP tersebut.
Dari 11 RPP yang disebutkan dalam UU 18/2008 dan direncanakan akan
diterbitkan sebai pendukung UU Persampahan ini, diringkas menjadi 3 RPP saja, yaitu :
RPP tentang Pengurangan Sampah, RPP tentang Penanganan Sampah dan RPP tentang
Pengelolaan Sampah Spesifik.
LATAR BELAKANG 2
Mengacu pada UU no 18 tentang Pengelolaan Persampahan, pasal 44 ayat 2,
yang berbunyi:
1
“Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang
menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung
sejak berlakunya Undang-Undang ini”.
Dari pasal tersebut berarti daerah-daerah yang selama ini masih menggunakan
sistem open dumping/ pembuangan terbuka harus merehabilitasi sistem pengelolaan
persampahannnya yang lebih berwawasan lingkungan sebelum tahun 2013. Tidak semua
daerah mampu melaksanakan pasal tersebut, karena masih terkendala faktor anggaran,
SDM, keterbatasan lahan dan penguasaan teknologi.
Sistem berwawasan lingkungan yang dapat digunakan adalah sistem sanitary
landfill dan control landfill. System control landfill dapat dipakai pada kota kecil dan
sedang, tetapi sifatnya juga sementara, sebelum siap diganti dengan system sanitary
landfill.
Sistem sanitary landfill merupakan
sarana pengurugan sampah ke lingkungan
yang disiapkan dan dioperasikan secara
sistematis. Ada proses penyebaran dan
pemadatan sampah pada area pengurugan
dan penutupan sampah setiap hari.
Penutupan sel sampah dengan tanah
penutup juga dilakukan setiap hari. Pada
sistem sanitary landfill terdapat saluran
untuk lindi dari sampah yang terhubung ke
Sanitary Landfill
pengolahan air limbah, sehingga tidak
mencemari air tanah. Selain itu terdapat pembuang gas yaitu gas metan, sehingga gas
tersebut tidak menumpuk dan menimbulkan bahaya terjadinya ledakan. Perencanaan
sistem sanitary landfill ini memang membutuhkan anggaran yang besar.
Pembiayaan persampahan selama ini dibebankan pada anggaran daerah yang
alokasinya relatif masih kecil. Selain itu, keterbatasan lahan juga masih menjadi kendala
utama dalam pengelolaan akhir sampah. Untuk mengatasi hal tersebut dapat diwujudkan
kerjasama antar pemerintah daerah sesuai dengan UU 18 Tahun 2008 pasal 26 dan 27 .
Untuk menerapkan teknologi pengolahan sampah yang produktif dan ramah
lingkungan, Kerjasama Pemerintah dan swasta (KPS) juga dapat dijadikan solusi dalam
pengelolaan sampah mengingat adanya minat swasta untuk berinvestasi dalam
pengelolaan sampah. Adanya kerjasama ini dapat mengatasi permasalahan anggaran
pemerintah yang terbatas dan juga pemisahan peran stakeholders antara pembuat kebijakan
dan operasional. KPS dalam pengelolaan sampah di daerah dapat diwujudkan sesuai
dengan Perpres No. 13 tahun 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden
No. 67 tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan
infrastruktur.
SASARAN 4
Sasaran dari kegiatan FGD ini adalah terwujudnya pemahaman tentang kerjasama
antar daerah dan kerjasama pemerintah swasta dalam pengelolaan persampahan bagi
seluruh stakeholder yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah dalam hal ini
1
dinas terkait, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi.
PELAKSANAAN FGD 5
Menunjuk pada surat undangan nomor : UND-93/D.V.M.EKON/08/2010
mengenai kegiatan FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan
Persampahan di Daerah dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 19 Agustus 2010 di Hotel
1
Menara Peninsula, Jakarta. Acara ini dihadiri kurang lebih 90 orang peserta yang berasal
dari berbagai instansi dan lembaga terkait dengan pengelolaan persampahan antara lain :
Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian PU, Bappenas, Dinas Kebersihan Kota,
BPLHD, LSM, dan Akademisi.
FGD dipimpin oleh Bapak Eddy Satriya dan dibagi ke dalam dua sesi, tiap sesi
diisi oleh pemaparan dari dua orang narasumber dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.
Sesi pertama diisi oleh narasumber dari Kemen LH yaitu Bapak Tri Bangun Laksana yang
memaparkan tentang perkembangan kebijakan persampahan dan skema pembiayaan
persampahan dalam kebijakan, narasumber selanjutnya adalah Saudara Aldi dari
Direktorat Perumahan dan Pemukiman Bappenas yang memaparkan tentang skema
pembiayaan melalui kerjasama pemerintah dan swasta.
Sesi kedua diisi oleh narasumber dari Sekber Kartamantul yaitu Bapak Gendut
Sudarto yang memaparkan kerjasama daerah dalam pengelolaan persampahan dan
narasumber kedua adalah Bapak Aditya Wasita dari DKP Surabaya yang memaparkan
tentang pengelolaan sampah terpadu dan upaya pelaksanaan KPS di Surabaya.
Eddy Satriya Tri Bangun Laksana Aldy Markadianto Aditya Wasita Gendut Sudarto
HASIL-HASIL DISKUSI 6
Regulasi :
PP turunan dari UU 18/2008 saat ini belum ada, sehingga belum ada payung
hukum untuk permasalahan sampah padahal tumpukan sampah yang terjadi di
berbagai daerah masuk dalam skala besar. Saat ini, status 2 RPP dari 3 RPP
Pengelolaan Sampah yang akan diterbitkan sudah dalam proses harmonisasi di
Kemenhukham.
Pengelolaan :
Pembiayaan :
Selain itu, proses kerjasama Pemda dengan pihak swasta yang berlarut-larut
memperlihatkan regulasi di bidang kerjasama di bidang persamapahan perlu dikaji ulang.
Hal-hal mengenai nilai tipping fee atau bidang yang dapat dikerjasamakan perlu dibahas
secara detail lagi.
Perlu juga diatur tentang lembaga yang berwenang terhadap pengelolaan sampah,
baik di pemerintah pusat hingga di lingkungan permukiman. Kewenangan pemerintah
dalam penanganan masalah sampah saat ini masih rancu. Pemerintah mengambil posisi
regulator sekaligus operator sampah, padahal jika operator sampah melanggar dalam
mengelolanya, harus ditegur sesuai dengan regulasinya.
Pengelolaan
Untuk memecahkan masalah sampah harus melihat pola penanganan yang ada saat
ini. Dengan demikian pada titik mana dari mata rantai pembuangan sampah tersebut
dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sehingga sampah yang masuk ke TPA
pada akhirnya hanya berupa sampah yang benar-benar tidak dapat diolah kembali.
Pembiayaan
Alternatif lain yang bisa diambil adalah dengan membangun TPA regional yang
melayani beberapa wilayah sekaligus. Dengan TPA Regional ini keseluruhan biaya dapat
dibagi kepada daerah yang bekerjasama dengan proporsi sesuai kesepakatan seperti yang
dilakukan oleh Pemerintah Yogyakarta-Sleman-Bantul melalui Sekretariat Bersama
Kartamantul yang mengelola TPA Piyungan sebagai TPA Regional. Dalam menjamin
keberhasilan dari kerjasama antar daerah ini diperlukan pula pengawasan dari tingkat yang
lebih tinggi yaitu Pemerintah Provinsi yang dapat mengupayakan kebijakan yang
menyeluruh serta kerjasama dengan instansi yang lebih tinggi.
Pengupayaan KPS telah dilakukan oleh beberapa daerah namun masih terkendala
dalam beberapa prosedur perijinan yang terkait dengan peraturan-peraturan yang
diterbitkan mengenai prosedur kerjasama pemerintah daerah dalam pelaksanaan
proogram pembangunan. Sebagai solusinya pemerintah pusat melalui kementerian terkait
diharapkan dapat merumuskan suatu prosedur penyusunan KPS yang kemudian bisa
diterbitkan dan bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun KPS agar
semua tahap perijinan dapat dilalui dengan baik.
a. Kota Gorontalo;
b. Kota Balikpapan;
c. Kota Jambi;
d. Kota Ternate.
3. Mengadakan Seminar Akhir Tahun pada Minggu I Bulan Desember 2010 untuk
mensosialisasikan draft Kebijakan Pengelolaan dan Pembiayaan Persampahan di
Daerah sebagai hasil dari Focus Group Discussion.
Undangan FGD |1
AGENDA
Focus Group Discussion (FGD)
Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di
Daerah
Ruang Rapat Cengkeh, Hotel Menara Peninsula
Jakarta, 19 Agustus 2010
13.30 – 13.45 WIB Pembukaan oleh Bp. Luky Eko Wuryanto, Deputi Bidang
Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
Kemenko Perekonomian
17.15 – 17.45 WIB Penutupan : Eddy Satriya, Asdep Urusan Telematika dan
Utilitas, Kemenko Perekonomian
Undangan FGD |2
DAFTAR LAMPIRAN UNDANGAN
NO. UND. 93 /D.V.M.EKON/8/2010
Tanggal 11 Agustus 2010
BAPPENAS
13. Direktur Pemukiman dan Perumahan
14. Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta
15. Kepala Subdit Persampahan dan Drainase
Dinas Kebersihan
17. Kepala Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh
18. Kepala Dinas Kebersihan Kota Medan
19. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Padang
20. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Riau
21. Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jambi
22. Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang
23. Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Bengkulu
24. Kepala Dinas Kebersihan Kota Lampung
25. Kepala Dinas Kebersihan dan Kebakaran Kota Pangkal Pinang
26. Kepala Dinas Kebersihan Kota Batam
27. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tanjung Pinang
28. Kepala Dinas Kebersihan DKI
29. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor
30. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
31. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang
32. Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi
33. Kepala PD Kebersihan Kota Bandung
Undangan FGD |3
34. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang
35. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta
36. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya
37. Kepala Dinas Kebersihan Kota Serang
38. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar
39. Kepala Dinas Kebersihan Kota Mataram
40. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Kupang
41. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak
42. Kepala Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangkaraya
43. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banjarmasin
44. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda
45. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Balikpapan
46. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Manado
47. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu
48. Kepala Dinas Pengelolaan Kebersihan Kota Makassar
49. Kepala Dinas Kebersihan Kota Kendari
50. Kepala Dinas Kebersihan Kota Gorontalo
51. Kepala Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Mamuju
52. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Ambon
53. Kepala Dinas Kebersihan Kota Ternate
54. Kepala Dinas Kebersihan Kota Manokwari
55. Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jayapura
Badan Pemerintah
56. Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam, BPPT
57. Kepala BPLHD DKI Jakarta
58. Kepala BPLHD Jawa Barat
Lain Lain
59. Enri Damanhuri, Dosen Teknik Lingkungan ITB
60. Benno Rahardian, Dosen Teknik Lingkungan ITB
61. Evi Novita, Dosen Teknik Lingkungan UI
62. Pramiati, Dosen Teknik Lingkungan TRISAKTI
63. Ellina Pandebesie, Dosen Teknik Lingkungan ITS
64. Ketua Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS)
65. Made Sudharma, Ketua BPKS Sarbagita, Denpasar
66. Office Manager Sekber Kartamantul, Yogyakarta
67. Kepala Balai Litbang Sosekkim, Yogyakarta
68. Wita P, Institutional Specialist ISSDP
69. Ketua Yayasan Dana Mitra Lingkungan, Jakarta
70. Ketua Environment Parliament Watch (EPW), Jakarta
71. Ketua Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), Bandung
72. Ketua Yayasan Bali Fokus, Denpasar
73. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)
Undangan FGD |4
Undangan FGD |5
LAMPIRAN B
NOTULEN
FOCUS GROUP DISCUSSION
KOORDINASI PELAKSANAAN DAN PEMBIAYAAN PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN DI DAERAH
Jakarta, 19 Agustus 2010 – Hotel Menara Peninsula
DISKUSI SESI I
Notulen FGD |1
Pak Guntur Sitorus – Agro Engineering
Notulen FGD |2
Tanggapan Pak Soni - KLH
Notulen FGD |3
Tanggapan Pak Eddy S – Menko Perekonomian
Tanggapan Bu Kati – PU
Kerjasama dengan swasta ada beberapa. Polanya BOT. Kalau mau kerjasama
dengan swasta apa sih yang dikerjasamakan. Kalau dalam pengelolaan sampah
pengangkutan yang paling gampang. Yang kurang biasanya kita itu menyiapkan visibilities
study. Jadi kita sendiri harus menghitung dulu, jika mau kerjasama dengan swasta dalam
hal pengangkutan, daerah mana sih yang mau kita pilih untuk diangkut. Harus tau di situ
berapa penduduknya, kemudian potensi sampahnya berapa, jalannya harus mengalir
kemana, berapa ongkos angkut, berapa orang harus bayar. Yang tinggal miskin atau kaya.
Yang susah, yang diberikan ke swasta seharusnya yang punya potensi untuk membayar.
Bagaimanapun swasta itu mau uang dan investasinya kembali. Bahkan swasta, dalam
perhitungan ada 10% keuntungan. Jadi dalam visibilities study harus diperhitungkan
dengan baik. Kalau swasta yang menyiapkan pasti dengan pandangan swasta. Bisa enak di
swasta, belum tentu enak di kita.
Mengenai kontribusi pemda yang dimaksud Pak Guntur, itu ada program-program
CDM. Pembayaran CNN-nya ada yang melalui Bank Dunia, ADB, bilateral, dan bagi
Notulen FGD |4
hasil dengan Pemda. Bisa mendapatkan carbon credit kalau mengabsorb/menangkap gas
dengan jumlah tertentu dengan perhitungan. Dijumpai permasalahan di makasar, sewaktu
ada pertemuan bank dunia dan walikota membahas masalah CDM. Ternyata pada saat
kerjasama Pemda tidak memahami apa-apa saja kewajibannya. Swasta tidak akan dibayar
jika kewajiban tidak dipenuhi Pemda, sehingga bank dunia memberikan warning. Sampai
akhir 2012 kalau tidak dilakukan maka tidak akan dibayar. Baru, minta ke PU setelah
anggran sudah jalan semua, kita pun harus melalui RPJMN, adakah dalam RPJMN itu
yang bisa PU bantu. Kalau kerjasama CDM, mungkin perlu melibatkan Provinsi atau
Pusat. Perlu tau kewajiban Pemda apa saja, sehingga bisa tau apa yang bisa dibantu
Provinsi atau Pusat. Kewajiban itu tidak mudah juga. Mengenai bagi hasil, memang ada
pembayaran swasta ke Pemda, tapi Pemda jangan buru-buru seneng dulu, itu bukan
untung. Itu dimaksudkan untuk menutup biaya operasi, cuma harus dibayar dulu.
Satu lagi, mengenai KFE Jambi sebetulnya membantu dunia KPS. Tapi agak
khawatir, jangan-jangan Pemda yang kita bantu sudah kerjasama dengan swasta lain.
Harus ada komitmen dari daerah. Kalau mau, tandatangan dan lanjut. Jadi kalau sudah
komit diharapkan concern. Kenapa kita mau bantu karena nanti ada kewajiban-kewajiban
yang harus dikerjakan dan dipelajari bersama-sama.
Notulen FGD |5
Diskusi Sesi II
Notulen FGD |6
pengelolaan lahan setelah operasional masuk dalam pengelolaan sampah dalam
penyediaan infrastruktur apa tidak. Karena saat ini, di dalam UU 32/2009 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Persampahan,
Pemda mempunyai kewajiban untuk merawat TPA yang sudah tutup. Selain itu, Pemda
mempunyai kewajiban untuk inventaris emisi gas rumah kaca. Diperlukan klarifikasi
dalam pemanfaatan emisi Gas Rumah Kaca yaitu metan yang dihasilkan oleh sampah,
apakah dapat dimungkinkan kerjasama antara Pemda dengan swasta nasional.
Untuk masalah kompos memang tidak ada masalah, karena kompos kita gunakan
untuk lingkungan sendiri untuk taman-taman kami dan dari masyarakat banyak yang
diminta. Yang di masyarakat dipakai sendiri dan sedikit yang dijual sekitar Rp.3000-4000
di pasar. Terkit denan kiat-kiat yang berkaitan fasilitator, kami memfasilitasi, jadi ada
pertemuan tiap 2 bulan sekali kemudian membentuk fasilitator-fasilitator yang lain. Kader
di daerahnya, di dasawisma kita angkat sebagai fasilitator tapi yang sudah kita bekali
bagaimana mengelola sampah. Dari fasilitator ini akan membentuk kader2 lingkungan.
Notulen FGD |7
Dengan sistem ini akan makin banyak dari tahun ke tahun. Jadi memang kita fasilitasi dan
juga dalam apbd, untuk di kecamatan di beri anggaran sosialisasi masalah kebersihan,
yang narasumbernya dari Dinas Kebersihan atau dari masyarakat sendiri. Kita fasilitasi
untuk pertemuan. Konsistensi kita untuk membantu program tetap berjalan dan harus
ada biaya. Kalau ada pertemuan fasilitator bantu transport kemudian konsumsinya, dari
APBD. Mereka mengajukan proposal untuk pertemuan fasilitator.
Kerjasama pemerintah daerah dan swasta nasional boleh saja dilakukan karena
masih termasuk urusan pemerintah daerah bukan terkait pada urusan pemerintah pusat,
sedangkan mengenai sumber pedanaan bisa diajukan pada pusat dengan skema pinjaman
proyek atau bentuk lainnya.
Notulen FGD |8
LAMPIRAN C