You are on page 1of 38

RESUME MATA KULIAH PATOFISIOLOGI

1. MEKANISME ADAPTASI SEL

1. Mekanisme Adaptasi Sel


Mekanisme adaptasi sel :
1. Organisasi sel
Yaitu unit kehidupan, kesatuan lahiriah yang terkecil menunjukkan bermacam-macam
fenomena yang berhubungan dengan hidup.
Karakteristik mahkluk hidup :
a.Bereproduksi
b.Tumbuh
c.Melakukan metabolisme
d.Beradaptasi terhadap perubahan internal dan eksternal.
Aktifitas sel : sesuai dengan proses kehidupan, meliputi :
a.Ingesti – mengekskresikan sisa metabolisme
b.Asimilasi – bernafas – bergerak
c.Mencerna – mensintesis – berespon, dll
A.Struktur Sel
Sel mengandung struktur fisik yang terorganisasi yang dinamakan organel. Sel terdiri dari
dua bagian utama : inti dan sitoplasma yang keduanya dipisahkan oleh membrane inti.
Sitoplasma dipisahkan dengan cairan sekitarnya oleh membrane sel. Berbagai zat yang
membentuk sel secara keseluruhan disebut protoplasma.
1.Membrane Sel, merupakan struktur elastis yang sangat tipis, penyaring selektif zat – zat
tertentu.
2.Membrane Inti, merupakan dua membrane yang saling mengelilingi. Pada kedua
membrane yang bersatu merupakan larut dapat bergerak antara cairan inti dan
sitoplasma.
3.Retikulum endoplasma, tdd
 RE granular yang pd permukaannya melekat ribosom yg terutama mengandung
RNA yg berfungsi dalam mensintesa protein.
 RE agranular, tidak ada ribosom. Berfungsi untuk sintesa lipid dan enzimatik sel.
4.Komplek golgi
Berhubungan dgn RE berfungsi memproses senyawa yg ditransfer RE kemudian
disekresikan.
5.Sitoplasma, yaitu suatu medium cair banyak mengandung struktur organel sel
6. Mitokondria, adalah organel yg disediakan untuk produksi energi dalam sel. Di sini
dioksidasi berbagai zat makanan.
katabolisme / pernafasan sel.
7. Lisosom, adalagh bungkusan enzim pencernaan yg terikat membrane. Dan merupakan
organ pencernaan sel.
8. Sentriol, merupakan struktur silindris kecil yg berperan penting pada pembelahan sel.
9. Inti, adalah pusat pengawasan atau pengaturan sel. Mengandung DNA yg disebut gen.
10.Nukleoli, merupakan struktur protein sederhana mengandung RNA. Jumlah dapat satu
atau lebih.
B.System Fungsional Sel.
1.Penelanan dan pencernaan oleh sel.
Zat-zat dapat melewati membrane dengan cara :
a. difusi
b. transfor aktif melalui membrane
c. endositosis , yaitu mekanisme membrane menelan cairan ekstra sel dan isinya. Tdd :
fagositosis dan pinositosis.
penelanan partekil besar oleh sel seperti bakteri, partikel – partikel degeneratif
jaringan. Fagositosis menelan sedikit cairan ekstra sel dan senyawa yang larut dalam
bentuk vesikel kecil. Pinositosis
2.Ekstrasi energi dari zat gizi. (fungsi mitokondria)
Oksigen menghasilkan energi yang dioksidasi dan zat gizi masuk dalam sel digunakan
untuk membentuk ATP.1ATP menghasilkan 8000 kalori.
2. Modalisasi cedera sel
Sel selalu terpajan terhadap kondisi yang selalu berubah dan potensial terhadap
rangsangan yang merusak sel akan bereaksi :
a.Beradaptasi,
b.Jejas / cidera reversible
c.Kematian
Sebab-sebab Jejas, Kematian dan Adaptasi sel :
1. Hipoksia, akibat dari :
a.Hilangnya perbekalan darah karena gangguan aliran darah serta
b.Gangguan kardiorespirasi
c.Hilangnya kemampuan darah mengangkut oksigen. :anemia dan keracunan. Respon sel
terhadap hipoksia tergantung pada tingkat keparahan hipoksia: sel-sel dapat
menyesuaikan, terkena jejas, kematian.
2. Bahan Kimia (obat – obatan )
Bahan kimia menyebabkan perubahan pada beberapa sel : permeabilitas selaput,
homeostatis osmosa, keutuhan enzim kofaktor. Racun menyebabkan kerusakan hebat
pada sel dan kematian individu.
3. Agen Fisik
Dapat merusak sel. Traumamekanik, yang menyebabkan pergeseran organisasi intra sel.
a.Suhu rendah.
Gangguan suplai darah ( vasokontriksi ) suhu rendah membakar jaringan – suhu tinggi.
b.Perubahan mendadak tekanan atsmofir, menyebabkan gangguan perbekalan darah
untuk sel – sel individu. Tingginya gas – gas atsmofir terlarut dalam yang di bawah
tekanan atsmofir darah. Jika mendadak kembali ke tekanan normal zat- zat akan terjebak
keluar dari larutan secara cepat dan membentuk gelembung – gelembung jenis hipoksia.
Menyumbat aliran darah dalam sirkulasi mikro.
c.Tenaga radiasi, jejas akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang ada di dalam sel atau
karena ionisasi sel yang menghasilkan radikal “ panas “ yang secara sekunder bereaksi
dengan komponen intra sel.
d.Tenaga listrik, jika melewati tubuh akan menyebabkan : aritmi jantung luka bakar.
Serta gangguan jalur konduksi saraf.
4. Agen Mikrobiologi : Bakteri, virus, mikoplasma, klamidia, jamur dan protozoa.
Merusak sel – sel penjamu.Mengeluarkan eksotosin, bakteri merangsang respon
peradangan.Atau mengeluarkan endotoksin, reaksi immunologi yang merusak sel.
Timbul reaksi hipersensitivitas terhadap gen.
Contoh penyakit : infeksi stafilokokus atau sterptococus, gonore, sifilis, kolera, dll. Virus
mewariskan DNA, virus menyatu dengan DNA sel, setelah berada dalam sel virus akan
mengambil alih fungsi sel. RNA virus gen – gen pada sel baru akan mengontrol fungsi
sel.
Contoh penyakit : ensefalitis, campak jerman, rubella, poliomyelitis, hepatitis, dll
5.Mekanisme Imun, reaksi imun sering di kenal sebagai penyebeb kerusakan dan
penyakit pada sel. Antigen penyulut pada eksogen maupun endogen. Antigen endogen (
missal, antigen sel ) menyebabkan penyakit Autoimun.
6.Gangguan Genetik
Mutasi, dapat menyebabkan : mengurangi suatu enzim, kelangsungan hidup sel tidak
sesuai, atau tanpa dampak yang diketahui.
7. Ketidakseimbangan Nutrisi
a. Defisiensi protein – kalori
b. Avitaminosis
c. Aterosklerosis, obesitas – kelebihan kalori
8. Penuaan
ADAPTASI SEl
Bentuk reaksi jaringan organ / system tubuh terhadap jejas :
1.Retrogresif, jika terjadi proses kemunduran ( degenerasi / kembali kearah yang kurang
kompleks )
2.Progresif, berkelanjutan berjalan terus kearah yang lebih buruk untuk penyakit.
3.Adaptasi ( penyesuaian ) :
a.Atropi, yaitu pengecilan ukuran sel bagian tubuh yang pernah berkembang sempurna
dengan ukuran normal
b.Hipertropi, yaitu peningkatan ukuran sel dan perubahan ini meningkatkan ukuran alat
tubuh menjadi lebih besar dari pada ukuran normal.
c.Hiperplasia, yaitu dapat disebabkan oleh adanya stimulasi atau keadaan kekurangan
secret atau produksi sel terkait.
d.Metaplasia, ialah bentuk adaptasi terjadinya perubahan sel matur jenis tertentu menjadi
sel matur jenis lain.
e.Displasia, keadaan yang timbul pada sel dalam proses metaplasia berkepanjangan tanpa
mereda dapat mengalami polarisasi pertumbuhan sel reserve
f.Degenerasi, yaitu keadaan terjadinya perubahan biokimia intraseluler yang disertai
perubahan marfologik, akhibat jejas nin fatal pada sel.
g.Infiltrasi.
3. Sel yang diserang
Pengaruh stimulus yang menyebabkan cidera sel pada sel :
1. Kerusakan biokimia, terjadi perubahan kimia dari salah satu reaksi metabolisme atau
lebih di dalam sel.
2. Kelainan fungsi, ( missal kegagalan kontraksi, sekresi sel atau lainnya ) cidera kelainan
fungsi. Tetapi tidak semua, kerusakan biokimia pada sel. Jika sel banyak cidera, memiliki
cadangan yang cukup sel tidak akan mengalami gangguan fungsi yang berarti.
3. Perubahan morfologi sel. Yang menyertai kelainan biokimia dan kelainan fungsi.
Tetapi saat ini masih ditemukan sel secara fungsional terganggu namun secara morfologi
tidak memberikan petunjuk adanya kerusakan
4. Pengurangan massa atau penyusutan
Pengurangan ukuran sel jaringan atau organ disebut atropi.Lebih kecil dari normal.
4. Perubahan morfologi pada sel yang cedera sub letal
Perubahan pada sel cidera sub letal bersifat reversible. Yaitu jika rangsangan dihentikan,
maka sel kembali sehat.Tetapi sebaliknya jika tidak kematian sel dihentikan.
Perubahan sub letal pada sel disebut degenerasi atau perubahan degeneratif. Hal ini
cenderung melibatkan sitoplasma sel, sedangkan nucleus mempertahankan integritas sel
selama sel tidak mengalami cidera letal.
Bentuk perubahan degeneratif sel :
1. Pembentukan sel, gangguan kemampuan metabolisme pembentukan energi dam
kerusakan membrane sel influk air ke peningkatan konsentrasi Na memompa ion Na
menurun pembengkakan sel.
2. Penimbunan lipid intra sel, secara mokroskopis sitoplasma dari sel – sel yang terkena
tampak bervakuola berisi lipid.
5. Kalsifikasi patologik
Klasifikasi : proses diletakkannya (pengendapan ) kalsium dalam jaringan pembentukan
tulang.
Klasifikasi patologis merupakan proses yang sering juga menyatakan pengendapan
abnormal garam – garam kalsium, disertai sedikit besi, magnesium dan garam – garam
mineral lainnya dalam jaringan., yaitu :
1.Klasifikasi terjadi pada hiperkalsemi akhibat hipertiroid, tumor, atropi tulang,
hipervitaminosis D, dll. Tanpa di dahului kerusakan jaringan. Proses klasifikasi pada
jaringan yang telah mengalami kerusakan terlebih dahulu.
2.Klasifikasi distropi kerusakan dapat bersifat degenerasi atau nekrosis. Contoh :
lithopedion, bayi membantu pada janin yang mati dalam kandungan.
3.kalsinosis, terjadi kalsifikasi pada jaringan yang tampak normal atau yang
menunjukkan kerusakan sistemik.
4.Pembentukan tulang heterotropik, meliputi 3 proses diatas disertai pergantian proses
dari kalsifikasi menjadi pembentukan tulang, terjadi akhibat depo kalsium abnormal yang
metaplasia kearah osteoblastik dan dapat merangsang sel fibroblast membentuk tulang.
5.Kalsifikasi pada pembuluh darah arteri, terjadi pada arteiosklerosis, ini termasuk
kalsifikasi distropik.
Regenerasi dan Nekrosis Sel
Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan untuk
mengisi ruang tertentu pada jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak. Regenerasi sel
juga diartikan proses pembentukan sel untuk menggantikan sel yang mati yang diatur
mulai tingkat terkecil dalam sel tubuh kita. Setiap saat, setiap detik sel pada tubuh kita
ada yang mati dan setiap itu pula lahirlah sel yang menggantikannya atau disebut proses
regenerasi. Proses regenerasi dominant mulai usia anak – anak sampai kira – kira 30
tahun. Kemudian digantikan dengan proses degenerasi yang paling dominant. Namun
pada dasarnya regenerasi ( pembentukan ) dan degenerasi ( perusakan ) sel akan selalu
terjadi dalam tubuh kita.
Nekrosis merupakan proses kematian sel. Nekrosis melibatkan sekelompok sel,
mengalami kehilangan integritas membrane, sel yang mengalami nekrosis akan terlihat
membengkak untuk kemudian mengalami lisis. Nekrosis juga dapat terjadi kebocoran
lisosom.Sel yang mengalami nekrosis kromatinnya bergerombol dan terrjadi agregasi.
Pada nekrosis, terlihat respon peradangan yang nyata disekitar sel – sel yang mengalami
nekrosis dan sel yang mengalami nekrosis akan di makan oleh makrofag. Nekrosis terjadi
Karena trauma nonfisisologi pada nekrosis enzim – enzim yang terlibat dalam proses
apoptosis mengalami perubahan atau inaktivasi. Nekrosis tidak dapat di amati. Nekrosis
tidak disertai proses sitensis makro molekul baru, pada nekrosis frakmentasi terjadi
secara random sehingga pada agarose
setelah electrophoresis akan terlihat menyebar tidak jelas sepanjang alurnya. ( DNA
smear ).

2. KELAINAN DAN INTERAKSI GENETIK

Kelainan genetik
Kelainan genetik berhubungan dengan DNA(Deoxyribonucleic Acid) dan disebabkan
oleh gen-gen dan kromosom yang tidak normal. Kelainan genetik biasanya dipicu oleh
lingkungan yang ditempati seseorang. Ketidaknormalan atau abnormalitas pada gen terjadi
sebagai akibat dari mutasi atau penambahan/ pengurangan kromosom, yang dikenal sebagai
variasi gen. Beberapa dari kelainan genetis termasuk kelainan gen tunggal yang dikenal sebagai
kelainan Mendelkian atau Monogenik. Jenis lain dari kelainan genetik adalah kelainan kompleks
yang dikenal sebagai poligenik AKA yang merupakan multi faktorial. Kelainan mitokondria dan
kelainan kromosom membentuk kelainan genetik lain. Kelainan gen tunggal mencakup anemia
sel sabit, fibrosis kista, dan sindrom marfans. Kondisi ini disebabkan oleh mutasi atau perubahan
gen.

Kelainan gen tunggal dapat terjadi karena gen abnormal dari salah satu kedua orang tua yag
kondisinya masing-masing dikenal sebagai autosomal dominan dan autosomal resesif. Kelainan
genetik multi faktorial atau poligenik AKA termasuk kondisi-kondisi seperti cacat jantung,
langit-langit mulut bercelah, bibir sumbing, atau cacat tabung saraf. Kondisi ini dapat dipicu oleh
lingkungan dan faktor akibatnya adalah perubahan beberapa gen. Abnormalitas kromosom
disebabkan oleh perubahan yang tidak normal pada kromosom. Beberapa abnornalitas
kromosom yang paling dikenal termasuk sindrom Turner (Turners syndrome) dan sindrom Down
(Downs syndrome). Mutasi mitokondria sesuai namanya terjadi di dalam mitokondria dan
menyebabkan kelainan genetik. Gen diturunkan melalui garis keluarga dan pencegahan serta
pengobatan mencakup konseling untuk memastikan bahwa hal itu tidak berulang.

Konselor genetik telah ada untuk memberikan saran kepada pasangan yang ingin mempunyuai
anak dengan risiko menurunkan kelainan genetik kepada anak mereka. Konselor akan melakukan
tes genetik pada pasangan tersebut untuk mengetahui adanya kelainan genetik yang bisa atau
tidak bisa diturunkan pada bayi yang baru lahir. Seorang ibu hamil juga akan melakukan tes ini
untuk menentukan apakah janin di dalam kandungan memiliki kelainan genetik. Sebagian
kelainan genetik yang paling umum antara lain adalah kanker, diabetes, asma, penyakit jantung.
Sangat penting bagi orang untuk mempelajari lebih jauh tentang sejarah kesehatan mereka dan
hal ini akan mempersenjatai mereka dengan pengetahuan yang mereka butuhkan tentang
kelainan genetik. Beberapa tindakan pencegahan yang harus dilakukan orang-orang termasuk
melakukan pemeriksaan rutin untuk penyakit yang sering terjadi di dalam lingkungan
keluargamereka.

Mereka juga harus mengubah gaya hidup mereka dengan memastikan bahwa mereka
melakukan diet yang sehat. Olahraga teratur juga sangat disarankan karena hal itu dapat
mengurangi risiko kelainan genetik.Penting untuk menghindari penggunaan alkohol dan
tembakau yang berlebihan karena kedua hal itu dapat memperburuk keadaan dengan memicu
mutasi gen. Melakukan tes genetik dari dokter juga merupakan langkah besar untuk
mendapatkan diagnosa dan pengobatan yang benar untuk kelainan genetik.Orang yang memiliki
kelainan genetik diberikan obat-obatan khusus untuk menjamin keberhasilannya karena terdapat
kecenderungan untuk bereaksi secara berbeda terhadap resep yang berbeda. Penting untuk tidak
merahasiakan informasi kelainan genetik karena informasi tersebut bisa menolong anggota
keluarga lainnya dapat hidup dengan lebih memiliki informasi sehingga bisa mengurangi resiko
dari kondisi-kondisi ini
3. PROSES KEGANASAN

Kanker adalah kelas penyakit beragam yang sangat berbeda dalam hal penyebab dan
biologisnya.Setiap organisme, bahkan tumbuhan, bisa terkena kanker.Hampir semua kanker
yang dikenal muncul secara bertahap, saat kecacatan bertumpuk di dalam sel kanker dan sel
anak-anaknya (lihat bagian mekanisme untuk jenis cacat yang umum).
Setiap hal yang bereplikasi memiliki kemungkinan cacat (mutasi). Kecuali jika
pencegahan dan perbaikan kecatatan ditangani dengan baik, kecacatan itu akan tetap ada, dan
mungkin diwariskan ke sel anang/(daughter cell). Biasanya, tubuh melakukan penjagaan
terhadap kanker dengan berbagai metode, seperti apoptosis, molekul pembantu (beberapa
polimerase DNA), penuaan/(senescence), dan lain-lain. Namun, metode koreksi-kecatatan ini
sering kali gagal, terutama di dalam lingkungan yang membuat kecatatan lebih mungkin untuk
muncul dan menyebar.Sebagai contohnya, lingkungan tersebut mengandung bahan-bahan yang
merusak, disebut dengan bahan karsinogen, cedera berkala (fisik, panas, dan lain-lain), atau
lingkungan yang membuat sel tidak mungkin bertahan, seperti hipoksia.Karena itu, kanker
adalah penyakit progresif, dan berbagai kecacatan progresif ini perlahan berakumulasi hingga sel
mulai bertindak berkebalikan dengan fungsi seharusnya di dalam organisme. Kecacatan sel,
sebagai penyebab kanker, biasanya bisa memperkuat dirinya sendiri (self-amplifying), pada
akhirnya akan berlipat ganda secara eksponensial. Sebagai contohnya :

a. Mutasi dalam perlengkapan perbaikan-kecacatan bisa menyebabkan sel dan sel anangnya
mengakumulasikan kecacatan dengan lebih cepat.
b. Mutasi dalam perlengkapan pembuat sinyal (endokrin) bisa mengirimkan sinyal
penyebab-kecacatan kepada sel di sekitarnya.
c. Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi neoplastik, membuat sel bermigrasi dan dan
merusak sel yang lebih sehat.
d. Mutasi bisa menyebabkan sel menjadi kekal (immortal), lihat telomeres, membuat sel
rusak bisa membuat sel sehat rusak selamanya.

1. Pembentukan sel kanker


Kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan sel normal menjadi sel kanker
adalah hiperplasia, displasia, dan neoplasia.Hiperplasia adalah keadaan saat sel normal dalam
jaringan bertumbuh dalam jumlah yang berlebihan.Displasia merupakan kondisi ketika sel
berkembang tidak normal dan pada umumnya terlihat adanya perubahan pada nukleusnya.Pada
tahapan ini ukuran nukleus bervariasi, aktivitas mitosis meningkat, dan tidak ada ciri khas
sitoplasma yang berhubungan dengan diferensiasi sel pada jaringan.Neoplasia merupakan
kondisi sel pada jaringan yang sudah berproliferasi secara tidak normal dan memiliki sifat
invasif.
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan kerusakan DNA, menyebabkan
mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan
untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen
kimia maupun fisik yang disebut karsinogen.Mutasi dapat terjadi secara spontan (diperoleh)
ataupun diwariskan (mutasi germline).
Kelainan siklus sel, antara lain terjadi saat:
a. perpindahan fase G1 menuju fase S.
b. siklus sel terjadi tanpa disertai dengan aktivasi faktor transkripsi. Pencerap hormon
tiroid beta1 (TRbeta1) merupakan faktor transkripsi yang diaktivasi oleh hormonT3 dan
berfungsi sebagai supresor tumor dan gangguan gen THRB yang sering ditemukan pada
kanker.
c. siklus sel terjadi dengan kerusakan DNA yang tidak terpulihkan.
d. translokasi posisi kromosom yang sering ditemukan pada kanker sel darah putih seperti
leukimia atau limfoma, atau hilangnya sebagian DNA pada domain tertentu pada
kromosom. Pada leukimia mielogenus kronis, 95% penderita mengalami translokasi
kromosom 9 dan 22, yang disebut kromosom filadelfia.
Karsinogenesis pada manusia adalah sebuah proses berjenjang sebagai akibat paparan
karsinogen yang sering dijumpai dalam lingkungan, sepanjang hidup, baik melalui konsumsi,
maupun infeksi. Terdapat empat jenjang karsinogenesis:
a. inisiasi tumor
b. promosi tumor
c. konversi malignan
d. progresi tumor
2. Angiogenesis
Pada umumnya, sel kanker membentuk sebuah tumor, kecuali pada leukemia.Sebelum
tahun 1960, peneliti kanker berpendapat bahwa asupan nutrisi yang mencapai tumor terjadi oleh
karena adanya jaringan pembuluh darah yang telah ada, namun penelitian yang lebih baru
menunjukkan bahwa lintasan angiogenesis diperlukan bagi tumor untuk berkembang dan
menyebar. Tanpa lintasan angiogenesis, sebuah tumor hanya akan berkembang hingga memiliki
diameter sekitar 1-2 mm, dan setelah itu perkembangan tumor akan terhenti.[16] Sebaliknya,
dengan angiogenesis, sebuah tumor akan berkembang hingga melampaui ukuran diameter 2
milimeter. Oleh karena itu, sel tumor memiliki kemampuan untuk mensekresi protein yang dapat
mengaktivasi lintasan angiogenesis. Dari berbagai protein yang dapat mengaktivasi lintasan
angiogenesis seperti acidic fibroblast growth factor, angiogenin, epidermal growth factor, G-
CSF, HGF, interleukin-8, placental growth factor, platelet-derived endothelial growth factor,
scatter factor, transforming growth factor-alpha, TNF-α, dan molekul kecil seperti adenosina, 1-
butyryl glycerol, nikotinamida, prostaglandin E1 dan E2. Para ilmuwan telah mengidentifikasi
dua protein yang sangat penting bagi pertumbuhan tumor yaitu vascular endothelial growth
factor (VEGF) dan basic fibroblast growth factor (bFGF).Kedua protein ini disekresi oleh
berbagai jenis sel kanker dan beberapa jenis sel normal.
Sekresi VEGF atau bFGF akan mengikat pada pencerap sel endotelial dan
mengaktivasi sel tersebut untuk memicu lintasan metabolisme yang membentuk pembuluh darah
baru. Sel endotelial akan memproduksi sejumlah enzim MMP yang akan melakukan degradasi
terhadap jaringan matriks ekstraselular yang mengandung protein dan polisakarida, dan
berfungsi untuk sebagai jaringan ikat yang menyangga jaringan parenkima dengan mengisi ruang
di sela-sela selnya. Degradasi jaringan tersebut memungkinkan sel endotelial bermigrasi menuju
jaringan parenkima, melakukan proliferasi dan diferensiasi menjadi jaringan pembuluh darah
yang baru.
Reaksi antara asam tetraiodotiroasetat dengan integrin adalah penghambat aktivitas
hormontiroksin dan tri-iodotironina yang merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
angiogenesis dan proliferasi sel tumor.
3. Metastasis
Walaupun telah dilakukan penelitian intensif selama beberapa dekade, mekanisme
patofisiologis dari metastasis belum benar-benar diketahui dan masih menjadi kontroversi.
Namun terdapat dua model metastasis fundamental, yang mirip dengan proposal metastasis yang
diajukan oleh Stephen Paget pada tahun 1889 yang mengatakan bahwa metastasis bergantung
pada komunikasi antara sel kanker yang disebut the seed dan lingkungan mikro pada organ
tertentu yang disebut the soil.
Model yang pertama menjelaskan bahwa tumor primer pada organ akan timbul dari
sel yang sama, yang mengalami berbagai perubahan seperti heterogenitas, ketidakseimbangan
genomik, akumulasi mutasi atau penyimpangan genetik, hingga terjadi evolusi klonal meliputi
perubahan fenotipe dan perilaku sel hingga potensi untuk melakukan metastasis ke organ lain
dan membentuk tumor sekunder. Model yang kedua menjabarkan bahwa kanker yang timbul
pada organ, terjadi akibat aktivasi ruang yang diperuntukkan bagi sel punca kanker sehingga
memungkinkan metastasis dari sejumlah jaringan tubuh yang lain.

4. TAHAPAN PERKEMBANGAN MENTAL DAN PERUBAHAN KESEHATAN

Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak bayi dalam rahim ibu sampai lanjut usia
melalui beberapa tahapan berikut ini. 1) Masa fetus, yaitu sejak terbentuk zigot sampai bayi
dalam rahim ibu. 2) Masa balita yaitu sejak bayi lahir sampai anak-anak umur 5 tahun. 3) Masa
anak-anak sekitar umur 5 tahun sampai 10 tahun. 4) Masa remaja sekitar umur 10 tahun sampai
17 tahun. 5) Masa dewasa sekitar umur 17 tahun sampai 20 tahun ke atas. 6) Masa tua sekitar
umur 50 tahun ke atas.

Secara perlahan-lahan bayi akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan, misalnya


bayi mulai memiliki kemampuan mengisap, menelan, merentangkan tangan, dan memegang.
Tahap perkembangan berikutnya seperti tengkurap, duduk, berbicara, dan berjalan. Proses ini
memakan waktu berbulan-bulan sampai umur 2 tahun. Peristiwa ini terjadi disertai dengan
pertambahan tinggi badan dan berat badan, juga perubahan bentuk tubuh.Tubuh seseorang
berubah dengan cepat pada masa anak-anak dan remaja. Selanjutnya proses pertumbuhan dan
perkembangan akan terus berlangsung sampai masa remaja dan dewasa. Proses berikutnya
adalah proses penuaan. Kulit tubuh seorang anak tampak kencang dan licin, tetapi jika orang itu
sudah tua, otot-ototnya menjadi lemah dan kulitnya menjadi keriput.

Ø Perubahan Fisik Manusia pada Masa Pubertas


Setelah masa bayi, manusia akan memasuki tahapan anak-anak, remaja, dewasa, dan tua.
Anak-anak akan berkembang menjadi dewasa. Masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa
dikenal dengan masa remaja atau masa pubertas.

Ciri-ciri pubertas dapat diamati dari perubahan fisik tubuh.Untuk mengetahui perubahan
fisik yang terjadi, lakukan kegiatan berikut ini.

Tanda-tanda masa remaja pada laki-laki, antara lain bahu menjadi bidang, tumbuhnya
jakun, kumis, dan jambang serta tumbuhnya rambut di ketiak dan betis. Tanda-tanda pubertas
pada perempuan, antara lain pinggul melebar, payudara membesar, dan tumbuhnya rambut di
ketiak. Anak-anak gadis tumbuh hampir sempurna pada usia 16 atau 12 tahun meskipun dapat
terus tumbuh sedikit sampai usia 20 atau 21 tahun. Untuk anak laki-laki tumbuh hampir
sempurna pada usia 17, 12 dan 23 atau 25 tahun. Dengan adanya perubahan fisik tersebut, kamu
harus menjaga kesehatan, antara lain menjaga kebersihan organ perkembangbiakan (organ
reproduksi).

Pada usia sebelum 20 tahun tersebut, pertumbuhan tinggi badan terjadi secara alami yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi
badan tersebut antara lain adalah faktor keturunan, faktor asupan nutrisi harian, faktor aktifitas
olahraga, dan beberapa faktor penting lainnya.

· Pertumbuhan tinggi badan manusia

Umumnya, pertambahan tinggi badan manusia dimulai sejak bayi sampai dengan usia
dewasa (kurang lebih 20 tahun). Namun tentu saja ada beberapa perkecualian. Mereka yang
mengalami kelainan kretinisme (kekerdilan) tidak bisa bertambah tinggi badannya sejak usia
tertentu. Sehingga tubuhnya sangat pendek, seukuran anak usia Sekolah Dasar. Ada pula yang
menderita kelainan gigantisme (raksasa). Orang yang menderita kelainan gigantisme ini akan
terus bertambah tinggi meskipun telah berusia dewasa (lebih dari 20 tahun) oleh karena hormon
pertumbuhannya tidak berhenti sebagaimana mestinya. Sehingga orang tersebut memiliki ukuran
tubuh sangat besar bagaikan raksasa.Oleh karena itu bersyukurlah kita semua yang mendapatkan
ukuran tubuh yang relatif normal.Tidak kerdil.Tidak pula raksasa.

1. Tahap Bayi (Infancy): Sejak lahir hingga usia 18 bulan.


Periode ini disebut juga dengan tahapan sensorik oral, karena orang biasa melihat bayi
memasukkan segala sesuatu ke dalam mulutnya., dengan penekanan pada kontak visual dan
sentuhan. Jika periode ini dilalui dengan baik, bayi akan menumbuhkan perasaan perasaan
mistrust (tidak percaya) dan akan melihat bahwa dunia ini adalah tempat yang mengecewakan
dan penuh frustrasi. Di awal kehidupan ini begitu penting meletakkan dasar trust (percaya) pada
lingkungan dan melihat bahwa kehidupan ini pada dasarnya baik. Sebaliknya, bila gagal di
periode ini, individu memiliki perasaan percaya dan keyakinan bahwa tiap manusia memiliki hak
untuk hidup di muka bumi, dan hal itu hanya bisa dilakukan oleh sosok Ibu, atau siapapun yang
dianggap signifikan dalam memberikan kasih sayang secara tetap.

2. Tahap Kanak-Kanak Awal (Early Childhood): 18 Bulan hingga


3 tahun

Selama tahapan ini individu mempelajari ketrampilan untuk diri sendiri. Bukan sekedar
belajar berjalan, bicara, dan makan sendiri, melainkan juga mempelajari perkembangan motorik
yang lebih halus, termasuk latihan yang sangat dihargai: toilet training. Di masa ini, individu
berkesempatan untuk belajar tentang harga diri dan otonomi, seiring dengan berkembangnya
kemampuan mengendalikan bagian tubuh dan tumbuhnya pemahaman tentang benar dan salah.
Di sisi lain, ada kerentanan yang bisa terjadi dalam periode ini, khususnya berkenaan
dengan kegagalan dalam proses toilet training atau mempelajari skill lainnya, yang
mengakibatkan munculnya rasa malu dan ragu-ragu. Lebih jauh, individu akan kehilangan rasa
percaya dirinya.

3. Tahap Usia Bermain (Play Age): 3 hingga 5 tahun

Pada periode ini, individu biasanya memasukkan gambaran tentang orang dewasa di
sekitarnya dan secara inisiatif dibawa dalam situasi bermain. Di masa ini, muncul sebuah kata
yang sering diucapkan seorang anak ”KENAPA?”.

4. Tahap Usia Sekolah (School Age): Usia 6 – 12 tahun

Periode ini sering disebut juga dengan periode laten, karena individu sepintas hanya
menunjukkan pertumbuhan fisik tanpa perkembangan aspek mental yang berarti, berbeda dengan
fase-fase sebelumnya. Kita bisa simak, dalam periode sebelumnya pertumbuhan dan
perkembangan berbilang bulan saja untuk manusia agar bisa tumbuh dan berkembang.

Ketrampilan baru yang dikembangkan selama periode ini mengarah pada sikap industri
(ketekunan belajar, aktivitas, produktivitas, semangat, kerajinan, dsb), serta berada di dalam
konteks sosial. Bila individu gagal menempatkan diri secara normal dalam konteks sosial, ia
akan merasakan ketidak mampuan dan rendah diri.

5. Tahap Remaja (Adolescence): Usia 12 hingga 18 tahun

Bila sebelumnya perkembangan lebih berkisar pada apa yang dilakukan untuk saya, sejak
stage perkembangan ini perkembangan tergantung pada apa yang saya kerjakan. Karena di
periode ini individu bukan lagi anak tetapi belum menjadi dewasa, hidup berubah sangat
kompleks karena individu berusaha mencari identitasnya, berjuang dalam interaksi sosial, dan
bergulat dengan persoalan-persoalan moral.
Tugas perkembangan di fase ini adalah menemukan jati diri sebagai individu yang
terpisah dari keluarga asal dan menjadi bagian dari lingkup sosial yang lebih luas.

Hal utama yang perlu dikembangkan di sini adalah filosofi kehidupan.Di masa ini,
seseorang bersifat idealis dan mengharapkan bebas konflik, yang pada kenyataannya tidak
demikian.Wajar bila di periode ada kesetiaan dan ketergantungan pada teman.

6. Tahap Dewasa Awal (Young Adulthood): Usia 18 hingga 35


Tahun

Langkah awal menjadi dewasa adalah mencari teman dan cinta.Hubungan yang saling
memberikan rasa senang dan puas, utamanya melalui perkawinan dan persahabatan.
Keberhasilan di stage ini memberikan keintiman di level yang dalam.

Kegagalan di level ini menjadikan orang mengisolasi diri, menjauh dari orang lain, dunia
terasa sempit, bahkan hingga bersikap superior kepada orang lain sebagai bentuk pertahanan ego.

Hubungan yang signifikan adalah melalui perkawinan dan persahabatan.

7. Tahap Dewasa (Middle Adulthood): Usia 35 hingga 55 atau


65 tahun

Masa ini dianggap penting karena dalam periode inilah individu cenderung penuh dengan
pekerjaan yang kreatif dan bermakna, serta berbagai permasalahan di seputar keluarga.Selain itu
adalah masa “berwenang” yang diidamkan sejak lama.

Tugas yang penting di sini adalah mengejawantahkan budaya dan meneruskan nilai
budaya pada keluarga (membentuk karakter anak) serta memantapkan lingkungan yang stabil.
Kekuatan timbul melalui perhatian orang lain, dan karya yang memberikan sumbangan pada
kebaikan masyarakat, yang disebut dengan generativitas.

Ada kehidupan yang berubah drastic, individu harus menetapkan makna dan tujuan hidup
yang baru.Bila tidak berhasil di stage ini, timbullah self-absorpsi atau stagnasi.Yang memainkan
peranan di sini adalh komunitas dan keluarga.

7. Tahap Dewasa Akhir (Late Adulthood): Usia 55 atau 65 tahun


hingga mati

Orang berusia lanjut yang bisa melihat kembali masa-masa yang telah dilaluinya dengan
bahagia, merasa tercukupi, dan merasa telah memberikan kontribusi pada kehidupan, ia akan
merasakan integritas. Kebijaksanaannya yang tumbuh menerima keluasan dunia dan menjelang
kematian sebagai kelengkapan kehidupan.

Sebaliknya, orang yang menganggap masa lalu adalah kegagalan merasakan keputus
asaan, belum bisa menerima kematian karena belum menemukan makna kehidupan. Atau bisa
jadi, ia merasa telah menemukan jati diri dan meyakini sekali bahwa dogma yang dianutnyalah
yang paling benar.

1. Aspek-Aspek pertumbuhan dan Perkembangan

1) Pertumbuhan dan Perkembangan fisik yaitu perubahan dalam ukuran tubuh, proporsi anggota
badan, tampang, dan perubahan dalam fungsi-fungsi dari sistem tubuh seperti perkembangan
otak, persepsi dan gerak (motorik), serta kesehatan.
2) Pertumbuhan dan Perkembangan kognitif yaitu perubahan yang bervariasi dalam proses berpikir
dalam kecerdasan termasuk didalamnya rentang perhatian, daya ingat, kemampuan belajar,
pemecahan masalah, imajinasi, kreativitas, dan keunikan dalam menyatakan sesuatu dengan
mengunakan bahasa.
3) Pertumbuhan yang seimbang dengan Perkembangan sosial–emosional yaitu perkembangan
berkomunikasi secara emosional, memahami diri sendiri, kemampuan untuk memahami perasaan
orang lain, pengetahuan tentang orang lain, keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain,
menjalin persahabatan, dan pengertian tentang moral.

2. Periode pertumbuhan dan Perkembangan

Ketika anak mencapai pertumbuhan serta perkembangan pada periode tertentu maka akan
dipereroleh kemampuan dan pengalaman sosial-emosional yang baru. Periode pra-lahir : sejak
masa konsepsi sampai lahir. Pada periode ini terjadi perubahan yang paling cepat.Periode masa
bayi dan kanak-kanak: Sejak lahir sampai usia 2 tahun. Pada periode ini terjadi perubahan badan
dan pertumbuhan otak yang dramatis, mendukung terjadinya saling berhubungan antara
kemampuan gerak, persepsi, kapasitas kecerdasan, bahasa dan terjadi untuk pertama kali
berinteraksi secara akrab dengan orang lain. Masa bayi dihabiskan pada tahun pertama
sedangkan masa kanak-anak dihabiskan pada tahun kedua.

Periode awal masa anak : dari usia 2 tahun sampai 6 tahun. Pada periode ini ukuran badan
menjadi lebih tinggi, keterampilan motorik menjadi lebih luwes, mulai dapat mengontrol diri
sendiri dan dapat memenuhi menjadi lebih luas.Pada masa ini anak mulai bermain dengan
membentuk kelompok teman sebaya.Periode masa anak-anak : dari usia 6 sampai 11 tahun. Pada
masa ini anak belajar tentang dunianya lebih luas dan mulai dapat menguasai tanggung jawab,
mulai memahami aturan, mulai menguasai proes berpikir logis, mulai menguasai keterampilan
baca tulis, dan lebih maju dalam memahami diri sendiri, dan pertemanan.Periode masa remaja :
dari usia 11-20 tahun. Periode ini adalah jembatan antara masa anak-anak dengan masa
dewasa.Terjadi kematangan seksual, berpikir menjadi lebih abstrak dan idealistik.
5. PROSES PERUBAHAN KESEIMBANGAN CAIRAN, ELEKTROLIT DAN ASAM
BASA

Komposisi Cairan Tubuh

Cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase
cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu
tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan
anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia.

Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada
di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES
dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat
badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain
kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan
transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan
perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan
ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya
paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma.

Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang
memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial,
sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal,
terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan
konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau
ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali.

Perpindahan Substansi Antar Kompartmen

Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat
yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat
tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika
tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut.
Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya
tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya.

Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif
membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi.

Difusi

Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung
menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga
konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick’s
law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah:

1. Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi.


2. Peningkatan permeabilitas.
3. Peningkatan luas permukaan difusi.
4. Berat molekul substansi.
5. Jarak yang ditempuh untuk difusi.

Osmosis

Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah
dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena
tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang
terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu
membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi
zat terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut
lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis.

Filtrasi
Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh
membran.Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah.
Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran
dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik.

Transport aktif

Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari
daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan
seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa
Na-K.

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini
dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut.

1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.

Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.

 Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk
mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan
antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya
pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water
turnover dibagi dalam: 1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan
lingkungan luar; dan 2. Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai
kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal.
 Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan
garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya.
Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam
yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang
mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan.
Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk
mempertahankan keseimbangan garam.

ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara:

1. mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
2. mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal

Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan
darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus
distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume
plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi
natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan
volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi
urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.

2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.

Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan.
semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi
solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi
(konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan
di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik
cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam
menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan
kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan
aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.

pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:

 Perubahan osmolaritas di nefron

Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada
akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di
dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300
mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di
bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan
cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.

Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis
air.Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi
hipoosmotik.Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada
ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di
keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).

 Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)

peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di


hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis
vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan
berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus
koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus
koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta.
Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik
atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan.

selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan
ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk
membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.

Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit

Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan


oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus,
osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan
dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan
adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi
natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone
atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air.

perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan,
diet, stres, dan penyakit.

Keseimbangan Asam-Basa

Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh.
pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan
asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas
metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh
dari 3 sumber, yaitu:

1. pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan
bikarbonat.
2. katabolisme zat organik
3. disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak
terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan
ion H.

Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:

1. perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat,
sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. mempengaruhi konsentrasi ion K

bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti
nilai semula dengan cara:

1. mengaktifkan sistem dapar kimia


2. mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan
3. mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Ada 4 sistem dapar:

1. Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan
yang disebabkan oleh non-bikarbonat
2. Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel
3. Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam
karbonat
4. Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan dapar
kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan
oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat
rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya
sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi
ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan
bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia.

Ketidakseimbangan Asam-Basa

Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:

1. Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan


H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H.
2. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat
hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun.
3. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare
akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal
akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat.
4. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam
non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena
kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H
akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga
kadar bikarbonat plasma meningkat.

untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan


ginjal sangat penting.

6.PROSES INFEKSI

Infeksi adalah

1. Masuknya kuman penyakit kedalam tubuh hingga menimbulkan gejala – gejala penyakit
2. invasi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan tubuh, terutama yang
menyebabkancedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intraseluler,
atau respon antigen – antibodi.
 Mikroba patogen agar dapat menimbulkan penyakit infeksi harus bertemu dengan pejamu
yang rentan, melalui dan menyelesaikan tahap-tahap sebagai berikut.

Tahap I
Mikroba patogen bergerak menuju tempat yang menguntungkan (pejamu/penderita)
melalui mekanisme penyebaran (mode of transmission).Semua mekanisme penyebaran
mikroba patogen tersebut dapat terjadi di rumah sakit, dengan ilustrasi sebagai berikut.

1. Penularan langsung Melalui droplet nuclei yang berasal dari


petugas,keluarga/pengunjung, dan penderita lainnya. Kemungkinan lain melalui darah
saat transfusi darah.

2. Penularan tidak langsung


Seperti yang telah diuraikan , penularan tidak langsung dapat terjadi sebagai berikut.

a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui benda-benda mati


(fotnite) seperti peralatan medis (instrument), bahan-bahan/material medis, atau peralatan
makan/minum untuk penderita.
Perhatikan pada berbagai tindakan invasif seperti pemasangan kateter, vena punctie,
tindakan pembedahan (bedah minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan
medis obstetri/ginekologi, dan lain-lain.

b) Vector-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen dengan perantara vektor


seperti lalat. Luka terbuka (open wound), jaringan nekrotis, luka bakar, dan gangren
adalah kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat.

c) Food-borne, yaitu penyebaran/penularan mikroba patogen melalui makanan dan


minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya
sehingga menimbulkan gejala dan keluhan gastrointestinal, baik ringan maupun berat.

d) Water-borne, kemungkinan terjadinya penularan/penyebaran penyakit infeksi melalui


air kecil sekali, mengingat tersedianya air bersih di rumah sakit sudah melalui uji baku
mutu.
e,) Air-borne, peluang terjadinya infeksi silang melalui media perantara ini cukup tinggi
karena ruangan/bangsal yang relatif tertutup, secara teknis kurang baik ventilasi dan
pencahayaannya. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk dengan jumlah penderita yang
cukup banyak.

Dari semua kemungkinan penyebaran/penularan penyakit infeksi yang telah diuraikan di


atas, maka penyebab kasus infeksi nosokomial yang sering dilaporkan adalah tindakan
invasif melalui penggunaan berbagai instrumen medis (vehicle-borne).

Tahap II
Upaya berikutnya dari mikroba patogen adalah melakukan invasi ke jaringan/organ
pejamu (penderita) dengan cara mencari akses masuk untuk masing-masing penyakit
(port d’entree) seperti adanya kerusakan/lesi kulit atau mukosa dari rongga hidung,
rongga mulut, orificium urethrae, dan lain-lain.

1. Mikroba patogen masuk ke jaringan/organ melalui lesi kulit. Hal ini dapat terjadi
sewaktu melakukan insisi bedah atau jarum suntik. Mikroba patogen yang dimaksud
antara lain virus Hepatitis B (VHB).

2. Mikroba patogen masuk melalui kerusakan/lesi mukosa saluran urogenital karena


tindakan invasif, seperti:
a) tindakan kateterisasi, sistoskopi;
b) pemeriksaan dan tindakan ginekologi (curretage);
c) pertolongan persalinan per-vaginam patologis, baik dengan bantuan instrumen medis,
maupun tanpa bantuan instrumen medis.

3. Dengan cara inhalasi, mikroba patogen masuk melalui rongga hidung menuju saluran
napas. Partikel in feksiosa yang menular berada di udara dalam bentuk aerosol.Penularan
langsung dapat terjadi melalui percikan ludah (droplet nuclei) apabila terdapat individu
yang mengalami infeksi saluran napas melakukan ekshalasi paksa seperti batuk atau
bersin.Dari penularan tidak langsung juga dapat terjadi apabila udara dalam ruangan
terkontaminasi. Lama kontak terpapar (time of exposure) antara sumber penularan dan
penderita akan meningkatkan risiko penularan. Contoh: virus Influenza dan Al.
tuberculosis.

4. Dengan cara ingesti, yaitu melalui mulut masuk ke dalam saluran cerna. Terjadi pada
saat makan dan minum dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Contoh:
Salmonella, Shigella, Vibrio, dan sebagainya.

c. Tahap III
Setelah memperoleh akses masuk, mikroba patogen segera melakukan invasi dan mencari
jaringan yang sesuai (cocok). Selanjutnya melakukan multiplikasi/berkembang
biakdisertai dengan tindakan destruktif terhadap jaringan, walaupun ada upaya
perlawanan dad pejamu. Sehingga terjadilah reaksi infeksi yang mengakibatkan
perubahan morfologis dan gangguan fisiologis/ fungsi jaringan.

Reaksi infeksi yang terjadi pada pejamu disebabkan oleh adanya sifat-sifat spesifik
mikroba patogen.

a. Infeksivitas
kemampuan mikroba patogen untuk berinvasi yang merupakan langkah awal melakukan
serangan ke pejamu melalui akses masuk yang tepat dan selanjutnya mencari jaringan
yang cocok untuk melakukan multiplikasi.

b. Virulensi
Langkah mikroba patogen berikutnya adalah melakukan tindakan destruktif terhadap
jaringan dengan menggunakan enzim perusaknya. Besar-kecilnya kerusakan jaringan
atau cepat lambatnya kerusakan jaringan ditentukan oleh potensi virulensi mikroba
patogen.

c. Antigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif, mikroba patogen juga memiliki kemampuan
merangsang timbulnya mekanisme pertahanan tubuh pejamu melalui terbentuknya
antibodi. Terbentuknya antibodi ini akan sangat berpengaruh terhadap reaksi infeksi
selanjutnya.
d. Toksigenitas
Selain memiliki kemampuan destruktif melalui enzim perusaknya, beberapa jenis
mikroba patogen dapat menghasilkan toksin yang sangat berpengaruh terhadap
perjalanan penyakit.

e. Patogenitas
Sifat-sifat infeksivitas, virulensi, serta toksigenitas mikroba patogen pada satu sisi, dan
sifat antigenitas mikroba patogen pada sisi yang lain, menghasilkan gabungan sifat yang
disebut patogenitas. Jadi sifat patogenitas mikroba patogen dapat dinilai sebagai “deralat
keganasan” mikroba patogen atau respons pejamu terhadap masuknya kuman ke tubuh
pejamu.

Reaksi infeksi adalah proses yang terjadi pada pejamu sebagai akibat dari mikroba
patogen mengimplementasikan ciri-ciri kehidupannya terhadap pejamu. Kerusakan
jaringan maupun gangguan fungsi jaringan akan menimbulkan manifestasi klinis, yaitu
manifestasi klinis yang bersifat sistemik dan manifestasi klinis yang bersifat khusus
(organik).

Manifestasi klinis sistemik berupa gejala (symptom) seperti domain, merasa lemah dan
terasa tidak enak (malaise), nafsu makan menurun, mual, pusing, dan sebagainya.
Sedangkan manifestasi klinis khusus akan memberikan gambaran klinik sesuai dengan
organ yang terserang. Contoh:

• Bila organ paru terserang, maka akan muncul gambaran klinik seperti batuk,sesak
napas,nyeri dada, gclisah, dan sebagainya.

Mikroba patogen yang telah bersarang pada jaringan/organ yang sakit akan terus
berkembang biak, sehingga kerusakan dan gangguan fungsi organ semakin meluas.
Demikian seterusnya, di mana pada suatu kesempatan, mikroba patogen ketuar dari tubuh
pejamu (penderita) dan mencari pejamu baru dengan cara menumpang produk proses
metabolisme tubuh atau produk proses penyakit dari pejamu yang sakit.
7.PROSES PERADANGAN

Devinisi Radang

Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan
alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan yang
mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah satu
dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor
kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel
yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan
sekitar dari penyebaran infeksi.

Menurut Kamus Kedokteran Dorland:

Radang ialah respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan,
yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen pencedera maupun
jaringan yang cedera itu.

Proses Terjadinya Radang

Proses terjadinya peradangan yakni pada setiap luka pada jaringan akan timbul reaksi inflamasi
atau reaksi vaskuler. Mula-mula terjadi dilatasi lokal dari arteriole dan kapiler sehingga plasma
akan merembes keluar. Selanjutnya cairan edema akan terkumpul di daerah sekitar luka,
kemudian fibrin akan membentuk semacam jala, struktur ini akan menutupi saluran limfe
sehingga penyebaran mikroorganisme dapat dibatasi. Dalam proses inflamasi juga terjadi
phagositosis, mula-mula phagosit membungkus mikroorganisme, kemudian dimulailah digesti
dalam sel. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pH menjadi asam. Selanjutnya akan keluar
protease selluler yang akan menyebabkan lysis leukosit. Setelah itu makrofag mononuclear besar
akan tiba di lokasi infeksi untuk membungkus sisa-sisa leukosit. Dan akhirnya terjadilah
pencairan (resolusi) hasil proses inflamasi lokal. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang
tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.Perbedaan
antara Eksudat dan Transudat yaitu, Eksudat adalah cairan radang ekstravaskular dengan berat
jenis tinggi (diatas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg % serta sel-sel darah putih
yang melakukan emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat permeabilitas vascular (yang
memungkinkan protein plasma dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan
hidrostatik intravascular sebagai akibat aliran lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa
rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya.

Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau.Tanda-tanda


radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi,
sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama.Tanda-tanda radang ini masih digunakan
hingga saat ini. Tanda-tanda inflamasi (peradangan) adalah

1. Rubor (kemerahan): terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam mikrosomal lokal
pada tempat peradangan.
2. Kalor (panas): dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat
peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.
3. Dolor (Nyeri): dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan
tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif
lainnya.
4. Tumor (pembengkakan): pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial.
5. Functio laesa (perubahan fungsi): adalah terganggunya fungsi organ tubuh

8. PROSES IMUNITAS

Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh
terhadap pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta sel
tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan
melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai parasit, serta menghancurkan zat-zat asing
lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat
berfungsi normal. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar
dapat menginfeksi organisme.
Untuk selamat dari tantangan ini, beberapa mekanisme telah berevolusi yang menetralkan
patogen.Bahkan organisme uniselular seperti bakteri dimusnahkan oleh sistem enzim yang
melindungi terhadap infeksivirus.Mekanisme imun lainnya yang berevolusi pada eukariota kuno
dan tetap pada keturunan modern, seperti tanaman, ikan, reptil dan serangga. Mekanisme
tersebut termasuk peptida antimikrobial yang disebut defensin, fagositosis, dan sistem
komplemen.[1] Mekanisme yang lebih kompleks berkembang secara relatif baru-baru ini, dengan
adanya evolusi vertebrata. Imunitas vertebrata seperti manusia berisi banyak jenis protein, sel,
organ tubuh dan jaringan yang berinteraksi pada jaringan yang rumit dan dinamis.Sebagai bagian
dari respon imun yang lebih kompleks ini, sistem vertebrata mengadaptasi untuk mengenali
patogen khusus secara lebih efektif. Proses adaptasi membuat memori imunologis dan membuat
perlindungan yang lebih efektif selama pertemuan dengan patogen berikutnya. Proses imunitas
perolehan adalah dasar dari vaksinasi.

Jika sistem imun melemah, kemampuannya untuk melindungi tubuh juga berkurang, membuat
patogen, termasuk virus yang menyebabkan penyakit.Penyakit defisiensi imun muncul ketika
sistem imun kurang aktif daripada biasanya, menyebabkan munculnya infeksi. Defisiensi imun
merupakan penyebab dari penyakit genetik, seperti severe combined immunodeficiency, atau
dipicu oleh obat atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan
oleh retrovirusHIV.

Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti
jaringan tersebut merupakan benda asing.Penyakit autoimun termasuk rheumatoid arthritis,
diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus.Peran penting imunologi tersebut pada kesehatan
dan penyakit adalah bagian dari penelitian.

9. PROSES DEGENERATIF

Degenerasi merupakan suatu perubahan keadaan secara fisika dan kimia dalam sel, jaringan atau
organ yang bersifat menurunkan efisiensinya.

Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat cedera ringan.
Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti mitokondria dan sitoplasma akan
mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan ini sifatnya reversible artinya bisa diperbaiki
apabila penyebabnya segera dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka
kerusakan menjadi ireversibel, dan sel akan mati.

Kelainan sel pada cedera ringan yang bersifat reversible inilah yang dinamakan kelainan
degenerasi. Degenerasi ini akan menimbulkan tertimbunnya berbagai macam bahan di dalam
maupun di luar sel.

Degenerasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pembengkakan sel dan perubahan
perlemakan.Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat mengatur keseimbangan ion dan cairan
yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai
vakuola-vakuola lemak di dalam sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan
toksik.Perubahan perlemakan dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolism lemak seperti
sel hepatosit dan sel miokard. (Sudiono dkk, 2003)

Apabila sebuah stimulus menyebabkan cedera sel, maka perubahan yang pertama kali
terjadi adalah terjadinya kerusakan biokimiawi yang mengganggu proses metabolisme. Sel bisa
tetap normal atau menunjukkan kelainan fungsi yang diikuti dengan perubahan morfologis.

Cedera subletal
Terjadi bila sebuah stimulus menyebabkan sel cedera dan menunjukkan perubahan
morfologis tetapi sel tidak mati. Perubahan subletal ini bersifat reversibel dimana bila
stimulusnya dihentikan maka sel akan kembali pulih seperti sebelumnya. Cedera subletal ini
disebut juga proses degeneratif.Perubahan degeneratif lebih sering mengenai sitoplasma,
sedangkan nukleus tetap dapat mempertahankan integritasnya.Bentuk perubahan degeneratif
yang paling sering terjadi adalah akumulasi cairan di dalam sel akibat gangguan mekanisme
pengaturan cairan.Biasanya disebabkan karena berkurangnya energi yang digunakan pompa
natrium untuk mengeluarkan natrium dari intrasel. Sitoplasma akan terlihat keruh dan kasar
(degenerasi bengkak keruh). Dapat juga terjadi degenerasi lebih berat yaitu degenerasi lemak
atau infiltrasi lemak dimana terjadi penumpukan lemak intrasel sehingga inti terdesak ke pinggir.
Jaringan akan bengkak dan bertambah berat dan terlihat kekuning-kuningan. Misalnya,
perlemakan hati (fatty liver) pada keadaan malnutrisi dan alkoholik.

Cedera Letal
Bila stimulus yang menyebabkan sel cedera cukup berat dan berlangsung lama serta
melebihi kemampuan sel untuk beradaptasi maka akan menyebabkan kerusakan sel yang bersifat
ireversibel (cedera sel) yang berlanjut kepada kematian sel.

Jenis-Jenis Degenerasi
Berbagai jenis degenerasi sel yang sering dijumpai antara lain :
1. Degenerasi Albuminosa
Pembengkakan sel adalah manifestasi awal sel terhadap semua jejas sel. Perubahan
morfolofi yang terjadi sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Bila pembengkakan sel sudah
mengenai seluruh sel dalam organ, jaringan akan tampak pucat, terjadi peningkatan turgor, dan
berat organ.
Gambaran mikroskopis menunjukkan sel membengkak menyebabkan desakan pada
kapiler-kapiler organ. Bila penimbunan air dalam sel berlanjut karena jejas sel semakin berat,
akan timbul vakuola-vakuola kecil dan nampak cerah dalam sitoplasma. Vakuola yang terjadi
disebabkan oleh pembengkakan reticulum endoplasmik.
Awalnya terjadi akibat terkumpulnya butir-butir protein di dalam sitoplasma, sehingga sel
menjadi bengkak dan sitoplasma menjadi keruh (cloudy swelling: bengkak keruh). Contohnya
adalah pada penderita pielonefritis atau pada beberapa jam setelah orang meninggal. Banyak
ditemukan pada tubulus ginjal. (Halim, 2010)
2. Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan penimbunan intraselular
yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin.Merupakan suatu cedera sel yang menyebabkan
sel itu tampak bengkak.Hal itu dikarenakan meningkatnya akumulasi air dalam sitoplasma.
Sel yang mengalami degenerasi hidropik secara mikroskopis tampak sebagai berikut :
1. Sel tampak membesar atau bengkak karena akumulasi air dalam sitoplasmanya.
2. Sitoplasma tampak pucat.
3. Inti tetap berada di tengah.
4. Pada organ hati, akan tampak lumen sinusoid itu menyempit.
5. Pada organ ginjal, akan tampak lumen tubulus ginjal menyempit.
6. Pada keadaan ekstrim sitoplasma sel akan tampak jernih dan ukuran sel makin membesar
(Balloning Degeneration) sering ditemukan pada sel epidermal yang terinfeksi epitheliotropic
virus, seperti pada pox virus.
Sedangkan secara makroskopis, sel akan tampak normal sampai bengkak, bidang sayatan
tampak cembung, dan lisis dari sel epidermal.

Degenerasi Hidropik sering dijumpai pada sel endothel, alveoli, sel epitel tubulus renalis,
hepatosit, sel-sel neuron dan glia otak.Dari kesekian sel itu, yang paling rentan adalah sel-sel otot
jantung dan sel sel pada otak. Etiologinya sama dengan pembengkakan sel hanya intensitas
rangsangan patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik lebih lama.

Secara miokroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi lebih besar dan
lebih berat daripada normal dsan juga nampak lebih pucat.Nampak juga vakuola-vakuola kecil
sampai besar dalam sitoplasma.

Degenerasi ini menunjukkan adanya edema intraseluler, yaitu adanya peningkatan


kandungan air pada rongga-rongga sel selain peningkatan kandungan air pada mitokondria dan
reticulum endoplasma.Pada mola hedatidosa telihat banyak sekali.gross (gerombolan) mole yang
berisi cairan. Mekanisme yang mendasari terjadinya generasi ini yaitu kekurangan oksigen,
karena adanya toksik, dan karena pengaruh osmotik.

3. Degenerasi Lemak
Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change) menggambarkan adanya
penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim.Perubahan perlemakan sering terjadi di
hepar karena hepar merupakan organ utama dalam metabolisme lemak selain organ jantung, otot
dan ginjal.
Etiologi dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus,
obesitas, dan anoksia. Jika terjadi gangguan dalam proses metabolisme lemak, akan timbul
penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan perlemakan tergantung dari
banyaknya timbunan lemak.Jika tidak terlalu banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan
gangguan fungsi sel, tetapi jika timbunan lemak berlebihan, terjadi perubahan perlemakan yang
menyebabkan nekrosis.
4. Degenerasi Hyalin (Perubahan Hyalin)
Istilah hyaline digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan bukan sebagai
tanda adanya jejas sel. Umumnya perubahan hyalin merupakan perubahan dalam sel atau rongga
ekstraseluler yang memberikan gambaran homogeni, cerah dan berwarna merah muda dengan
pewarnaan Hematoksilin Eosin.Keadaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak
menunjukkan suatu bentuk penimbunan yang spesifik.Contoh : degenerasi hialin pada otot (
penyakit Boutvuur)
5. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami
nekrosis.Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus abdominis dan diafragma.
6. Degenerasi Mukoid (Degenerasi Miksomatosa)
Degenerasi Mukoid mukus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir
dengan komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel epitel
serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu.
Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel gaster yang
memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan mendesak inti ke tepi
sehingga sel menyerupai cincin dinamakan Signet Ring Cell. Musin di jaringan ikat, dahulu
dinamakan degenerasi miksomatosa.Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah
interselular dan memisahkan sel-sel Stelata (Stellate Cell/ Star Cell). (Sudiono dkk, 2003)

Penyebab Degenerasi
Jejas sel merupakan keadaan dimana sel beradaptasi secara berlebih atau sebaliknya, sel
tidak memungkinkan untuk beradaptasi secara normal. Di bawah ini merupakan penyebab-
penyebab dari jejas sel :
1. Kekurangan oksigen
2. Kekurangan nutrisi/malnutrisi
3. Infeksi sel
4. Respons imun yang abnormal/reaksi imunologi
5. Faktor fisik (suhu, temperature, radiasi, trauma, dan gejala kelistrikan) dan kimia (bahan-
bahan kimia beracun)
6. Defect (cacat / kegagalan) genetic
7. Penuaan
Berdasarkan tingkat kerusakannya, jejas sel dibedakan menjadi dua kategori utama, yaitu
jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas irreversible (kematian sel).Contoh degenerasi sel ialah
mola hidatidosa termasuk jejas sel yang reversible yaitu apabila penyebabnya dihilangkan organ
atau jaringan bisa berfungsi normal.Sel dapat cedera akibat berbagai stressor.Cedera terjadi
apabila stresor tersebut melebihi kapasitas adaptif sel.

Penyakit Degeneratif

Penyakit degeneratif adalah penyakit yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau


penghacuran terhadap jaringan atau organ tubuh. Proses dari kerusakan ini dapat disebabkan oleh
penggunaan seiring dengan usia maupun karena gaya hidup yang tidak sehat. Beberapa contoh
penyakit degeneratif yang sering dapat ditemui.
1. Kencing manis atau diabetes mellitus (DM) tipe 2
Kencing manis atau diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai dengan tingginya
kadar glukosa atau gula dalam darah yang disebabkan oleh tubuh tidak dapat menggunakan
glukosa atau gula dalam darah sebagai sumber energy

2. Osteoartritis (OA)
OA merupakan penyakit degeneratif yang menyebabkan kerusakan jaringan tulang rawan
pada sendi yang ditandai dengan perubahan pada tulang. Faktor resiko terjadinya penyakit ini
adalah genetik, perempuan, riwayat benturan pada sendi, usia dan obesitas.

3. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit degeneratif pada tulang yang ditandai dengan rendahnya
massa tulang dan penipisan jaringan tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan tulang menjadi
rapuh dan mudah patah.

4. Penyakit jantung koroner (PJK)


Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh adanya sumbatan
pada pembuluh darah koroner.Pembuluh darah koroner adalah pembuluh darah yang
memperdarahi jantung.

10. PROSES TERJADINYA SHOCK


Mekanisme terjadinya shock, terjadi dalam 3 tahap:
1. Tahap nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan
darah.Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-angiotensin,
pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum.Efek akhirnya adalah
takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal. Pembuluh darah jantung dan otak
kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut sehingga akan mempertahankan diameter
pembuluh darah, aliran darah dan pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ
vitalnya.
2. Tahap progresif
Jika penyebab shock yang mendasar tidak diperbaiki, shock secara tidak terduga akan berlanjut
ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi aerobic intrasel
digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat yang
berlebihan.Asidosis laktat metabolic yang diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan
menumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul dalam
mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi
sel endotel juga berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC. Dengan
hipoksia jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami kegagalan.
Secara klinis penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran urine menurun.
3. Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible.Jejas sel
yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin memperberat
keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh
sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak berfungsi
akibat nekrosis tubular akut dan meskipun dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang

You might also like