You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keperawatan Jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya


meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada
fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu,
keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal (4) disebutkan


setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan
yang optimal. Definisi sehat menurut kesehatan dunia World Health
Organization (WHO) adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik,
mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakitatau kecacatan.

Manusia akan beradaptasi terhadap keseimbangan melalui mekanisme


penanganan yang dipelajari pada masa lampau. Apabila manusia berhasil
beradaptasi dengan masa lampau, berarti ia telah mempelajari aktivitas
mekanisme penanganan yang adekuat untuk beradaptasi terhadap kesulitan
yang lebih kompleks dimasa mendatang dan bisa menyebabkan terjadinya
keadaan yang mernpunyai pengaruh buruk terhadap kesehatan jiwa atau
gangguan jiwa.

Seiring dengan peradaban manusia masalah-masalah kehidupan


semakin komplek pula, masalah tersebut bias berasal dari manusia sendiri
maupun dari faktor luar. Manusia itu sendiri dapat mengalami perubahan
bahkan gangguan pada fisik maupun mental akibat kemunculan masalah
tersebut

Gangguan jiwa merupakan salah satu masalah kesehatan utama


diberbagai Negara maju, modern dan industri. Menurut penelitian WHO,
prevalensi gangguan jiwa adalah 100 jiwa/1000 penduduk. Data statistik yang
dikemukakan oleh WHO (1990) menyebutkan bahwa setiap saat 2 – 3 % dari

1
penduduk di dunia berada dalam keadaan membutuhkan pertolongan serta
pengobatan untuk suatu ganguan jiwa.

World Health Organitation (WHO ) (2009 ) memperkirakan sebanyak


450 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar
10% orang dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk
diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu selama
hidupnya. gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% ditahun 2030. Gangguan jiwa
ditemukan disemua negara, pada perempuan dan laki-laki, pada semua tahap
kehidupan, orang miskin maupun kaya baik pedesaan maupun perkotaan
mulai dari yang ringan sampai berat.

B. Tujuan
a. Mengetahui konsep dan perkembangan sehat jiwa pada orang dewasa
b. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan sehat jiwa
c. Mengetahui mengenai definisi gangguan jiwa
d. Mengetahui asuhan keperawatan sehat jiwa pada orang dewasa

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEHAT

JIWA PADA USIA DEWASA

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran


yang dapat diukur secara kuantitatif.Indicator pertumbuhan meliputi tinggi
badan, berat badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola
pertumbuhan fisiologis sama untuk semua orang. Akan tetapi, laju
pertumbuhan bervariasi pada tahap pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda.

Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas fungsi dan


kemajuan keterampilan. Perkembangan adalah kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki individu untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Perkembangan merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan.

Seseorang setelah usai melalui tahap pertumbuhan dan


perkembangan pada masa remaja, akan berlanjut pada perkembangan masa
jiwa. Saat remaja adalah masa dimana seorang individu sedang mencari
dimana jati dirinya. Masa dimana seorang individu mulai dihadapkan
dengan berbagai permasalahan-permasalahan yang ada di dalam
masyarakat. Pergaulan yang baik akan membawa seorang remaja pada
perkembangan yang baik pula, sebaliknya pergaulan yang tidak baik akan
membawa seorang pada perkembangan yang tidak baik pula. Setelah
seorang remaja menemukan jati diri yang sesungguhnya dalam
perkembangan yang selanjutnya akan lebih mudah dalam membentuk
kematangan jiwanya. Orang dewasa adalah pribadi yang matang dan
independen, mereka telah mengalami beberapa tahapan proses psikologis
yang berbeda dari psikologis anak-anak. Mereka telah memiliki standar
sendiri, memiliki pengalaman dan butuh penghargaan. Schaie & Willis
(1991) menyatakan bahwa “tidaklah mudah untuk mendefiniskan bahwa

3
seseorang sudah menjadi dewasa, karena tidak ada kondisi yang sama
persis yang dapat diterapkan pada semua orang”. Hurlock (1990)
mendefinisikan “dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan
pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat
bersama orang dewasa lainnya”.
Berikut ini tiga tingkatan masa dewasa menurut Elizabeth B.
Hurlock:
1. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young adult)

Masa dewasa awal adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif masa
ini adalah suatu masa yang penuh dengan masalah dan ketegangan emosional,
priode isolasi sosial, priode komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-
nilai, kreativitas dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Kisaran
umurnya antara 21 tahun sampai 40 tahun. Masa ini mungkin adalah masa tersulit
dalam tingkat perkembangan kedewasaan, karena sebelumnya adalah masa remaja
yang biasanya kehidupan kita selalu bergantung pada orang terdekat kita dalam
hal ini adalah orang tua atau wali kita. Sedangkan pada masa dewasa awal kita
dituntut untuk berusaha sendiri untuk menentukan jalan mara yang akan di lewati
untuk memperoleh kebahagiaan di dunia dan kehidupan setelahnya. Kita harus
bisa beradaptasi dari kehidupan remaja menuju ke kehidupan dewasa.Menurut
Teori Erikson, Tahap Dewasa Awal yaitu mereka di dalam lingkungan umur 20
an ke 30 an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan memikul tanggungjawab
yang lebihberat. Pada tahap ini juga hubungan intim mulai berlaku dan
berkembang . Perkembangan pada masa dewasa awal yaitu penyesuaian terhadap
perubahan fisik,Perubahan Kognitif , Penyesuaian peran seksual, . Penyesuaian
perubahan minat, Penyesuaian perubahan perkawinan ,danPenyesuaian pekerjaan.
2. Masa dewasa madya (middle adulthood)

Masa dewasa madya ini berlangsung dari umur empat puluh sampai enam puluh
tahun. Ada beberapa ciri-ciri yang menyangkut pribadi dan sosial antara lain:
masa dewasa madya merupakan masa transisi, dimana pria dan wanita
meninggalkan ciri-ciri jasmani dan prilaku masa dewasanya dan memasuki suatu
priode dalam kehidupan dengan ciri-ciri jasmani dan prilaku yang baru. Perhatian
terhadap agama lebih besar dibandingkan dengan masa sebelumnya, dan kadang-

4
kadang minat dan perhatiannya terhadap agama ini dilandasi kebutuhan pribadi
dan sosial. Karena pada saat itu mereka merasa mereka butuh benar-benar butuh
akan adanya pemuasan rohani yang diwujudkan dalam kesungguhannya terhadap
agama dan perhatian yang lebih terhadap agama.Menurut Lavinson, Masa Dewasa
Madya berusia 40-50 tahun. Masa Dewasa Madyaadalah masa peralihan dari masa
dewasa awal. Pada usia 40 tahun tercapailah puncak masadewasa. Setelah itu
mulailah peralihan ke masa madya (tengah baya antara usia 40-45
tahun).Beberapa perkembangan pada masa dewasa madyaPenyesuaian terhadap
perubahan fisik, Perubahan Kognitif,Penyesuaian peran seksual, Penyesuaian
perubahan minat, dan . Penyesuaian perubahan perkawinan.
3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult)
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.
Masa ini adalah masa akhir dimana tidak ada lagi perkembangan,
melainkan ada beberapa perubahan yang malah cenderung menurun. Masa
ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai mati, yang ditandai
dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin
menurun. Adapun ciri-ciri yang berkaitan dengan penyesuaian pribadi dan
sosialnya adalah sebagai berikut: perubahan yang menyangkut
kemampuan motorik, perubahan kekuatan fisik, perubahan dalam fungsi
psikologis, perubahan dalam system syaraf, perubahan penampilan.
Tindakan, pikiran dan perilaku para lansia biasanya cenderung seperti
anak kecil.

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Papalia, Old, dan Feldman
(1998) “masa usia menikah adalah usia dewasa awal yaitu antara 20 hingga 40
tahun”. Hal ini dapat diartikan sebagaimana fungsi perkembangan dewasa awal
untuk memasuki dunia pernikahan dan dan membina bahtera rumah tangga. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Huvigurst (dalam Hurlock, 1990)
“yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi karakteristik masa
dewasa awal adalah mulai memilih pasangan hidup dan mulai bekerja”. Kedua
pendapat tersebut menyebutkan bahwa di masa dewasa awal orang-orang mulai
untuk berkehidupan madiri, tidak bergantung, mulai untuk berkomitmen dan
kemudian membangun suatu rumah tangga, mempunyai anak mulai membangun

5
apa yang ada pada dirinya dan membangun persahabatan yang erat.Akibat
perubahan Fisik yang semakin menua maka perubahan iniakan sangat
berpengaruh terhadap peran dan hubungan dirinya dengan lingkunganya. Dengan
semakin lanjut usia seseorang secara berangsur-angsur ia mulai melepaskan diri
dari kehidupansosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksisosial para lansia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitasnya sehingga hal ini secaraperlahan mengakibatkan terjadinya
kehilangan dalam berbagai hal yaitu: kehilangan peranditengah masyarakat,
hambatan kontak fisik dan berkurangnya komitmen.Menurut
Erikson,perkembangan psikososial masa dewasa akhir ditandai dengan tiga gejala
penting, yaitukeintiman, generatif, dan integritas. Menurut Erikson,
perkembangan psikososial masa dewasaakhir ditandai dengan tiga gejala penting,
yaitu keintiman, generatif, dan integritas.

Para ahli psikologi perkembangan, seperti Turner dan Helms


(1995) mengemukakan bahwa ada dua dimensi perkembangan mental,
yaitu (1) dimensi perkembangan mental kualitatif (qualitative mental
dimensions] dan (2) dimensi perkembangan mental kuantitatif
(quantitative mental dimensions}.
1. Dimensi Mental Kualitatif (Qualitative Mental Dimensions)
Untuk mengetahui sejauh mana kualitas perkembangan mental yang
dicapai seorang dewasa muda, perlu diperbandingkan dengan taraf mental
yang dicapai individu yang berada pada tahap remaja atau anak-anak.
Walaupun Piaget mengatakan bahwa remaja ataupun dewasa muda sama-
sama berada pada tahap operasi formal, yang membedakan adalah
bagaimana kemampu-an individu dalam memecahkan suatu masalah. Bagi
remaja, kadang kala masih mengalami hambatan, terutama cara me-
mahami suatu persoalan masih bersifat harfiah, artinya individu
memahami suatu permasalahan yang tersurat pada tuHsan dan belum
memahami sesuatu yang tersirat dalam masalah tersebut. Hal ini bisa

6
dipahami karena sifat-sifat karakteristik kognitif ini merupakan kelanjutan
dari tahap operasi konkret sebelumnya.
Sementara itu, menurut Turner dan Helms (1995), dewasa muda
bukan hanya mencapai taraf operasi formal, nielainkan telah memasuki
penalaran postformal (post-formal reasoning). Kemampuan ini ditandai
dengan pemikiran yang bersifat dialektikal (dialectical thought], yaitu
kemampuan untuk memahami, menganalisis dan mencari titik temu dari
ide-ide, gagasan-gagasan, teori-teori, pendapat-pendapat, dan pemikiran-
pemikir-an yang saling kontradiktif (bertentangan) sehingga individu
mampu menyintesiskan dalam pemikiran yang baru dan kreatif. Gisela
Labouvie-Vief (dalam Turner dan Helms, 1995} setuju kalau operasi
formal lebih tepat untuk remaja, sedangkan dewasa muda mampu
memahami masalah-masalan secara logis dan mampu mencari intisari dari
hal-hal yang bersifat paradoksal sehingga diperoleh pemikiran baru.
Menurut seorang ahli perkembangan kognitif, Jan Sinnot (1984,
1998, dikutip dari Papalia, Olds, dan Feldman, 2001), ada empat ciri
perkembangan kognitif masa post-formal berikut ini.
a. Shifting gears.
Yang dimaksud dengan shifting gears adalah kemampuan mengaitkan
penalaran abstrak (abstracts reasoning) dengan hal-hal yang bersifat
praktis. Artinya, individu bukan hanya mampu melahirkan pemikiran
abstrak, melain-kan juga mampu menjelaskanymenjabarkan hal-hal
abstrak (konsep ide) menjadi sesuatu yang praktis yang dapat diterap-kan
langsung. Dalam hal ini akan dikenal dengan ungkap-an seperti, “This
might work on paper but not in real life”.
b. Multiple causality, multiple solutions.
Seorang individu mampu memahami suatu masalah tidak disebabkan satu
faktor, tetapi berbagai faktor (multiple factors). Karena itu, untuk dapat
menyelesaikannya, diperlukan kemampuan berpikir untuk mencari
berbagai alternatif solusi (divergent thinking). Dengan demikian, seorang
individu tidak berpikir kaku (rigid thinking] pada satu jenis penyelesaian

7
saja. Oleh karena itu, masa ini dikenal dengan istilah, “Let’s try it your
way, if that doesn’t work, we can try my way”.
c. Pragmatism.
Orang yang berpikir postformal biasanya ber-sikap pragmatis, artinya ia
mampu menyadari dan memilih beberapa solusi yang terbaik dalam
memecahkan suatu masalah. Pemikiran praktis yang dilahirkan dalam
memecahkan suatu masalah pada tahap ini harus benar-benar mengenai
sasaran (goal oriented). Namun, dalam hal ini, individu dapat menghargai
pilihan solusi orang lain. Sebab, cara penyelesaian masalah bagi tiap orang
berbeda-beda, tergantung cara orang itu berpikir. Ungkapan yang tepat
untuk masa pragmatisme ini adalah, “If you want the most practical solu-
tion, do this. If you want the quickest solution, do that”.
d. Awareness of paradox.
Seorang yang memasuki masa postformal benar-benar menyadari bahwa
sering kali ia me-nemukan hal-hal yang bersifat paradoks (kontradiktif)
dalam mengambil suatu keputusan guna menyelesaikan suatu masalah.
Yang dimaksud paradoks (kontradiktif) adalah penyelesaian suatu masalah
akan dihadapkan suatu dilema yang saling bertentangan antara dua hal dari
masalah tersebut Bila ia mengambil suatu keputusan, keputusan tersebut
akan memberi dampak positif ataupun negatif bagi diri sendiri dan orang
lain. Hal yang positif tentunya akan memberi keuntungan diri-sendiri,
tetapi mungkin akan merugikan orang lain. Atau sebaliknya, hal yang
negatif akan merugikan diri sendiri, tetapi akan memberi keuntungan bagi
orang lain. Oleh karena itu, dibutuhkan keberanian (ketegasan) untuk
menghadapi suatu konflik, tanpa harus melanggar prinsip kebenaran
ataupun keadilan. Dalam hal ini, dikenal ungkapan, “Doing this will give
him what he wants, but it will only make kirn unhappy in the end”.

2. Dimensi Mental Kuantltatif (Quantitative Mental Dimensions)

Menurut Turner dan Helms (1995), untuk mengetahui kemampuan


mental secara kuantitatif diperlukan suatu pengukuran yang menggunakan
skala angka secara eksak atau pasti. Dalam suatu penelitian longitudinal
yang dilakukan sekitar tahun 1930 dan 1940, ditemukan bahwa taraf

8
inteligensi cenderung menurun. Latar belakang proses penurunan ini
dikarenakan perbedaan faktor pendidikan ataupun status sosial ekonomi
(status of econo-sociafy. Individu yang memiliki latar belakang pendidikan
ataupun status sosio-ekonomi rendah karena jarang memperoleh tantangan
tugas yang mengasah kemampuan kecerdasan sehingga cenderung
menurun kemampuan intelektualnya secara kuann’tauf. Sebaliknya,
individu yang memiliki taraf pendidikan ataupun status sosio-ekonomi
yang mapan, berarti ketika bekerja banyak menuntut aspek pemikiran
intelektual sehingga intelektualnya terasah. Dengan demikian, kemampuan
kecerdasannya makin baik.

B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN SEHAT JIWA

Kesehatan Jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi


oleh berbagai faktor (Johnson,1997) :
1. Otonomi dan kemandirian
2. Memaksimalkan potensi diri
3. Menoleransi ketidakpastian hidup
4. Harga diri
5. Menguasai lingkungan
6. Orientasi realitas
7. Menejemen stress
Faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang dapat
dikategorikan sebagai:
1. Faktor individual meliputi struktur biologis: memiliki
keharmonisan hidup, vitalitas, kegembiraan atau daya tahan
emosional, spiritualitas dan memiliki identitas yang
positif(Seaward, 1997).
2. Faktor interpersonal meliputi komunikasi yang efektif, membantu
orang lain, keintiman, dan mempertahankan keseimbangan antara
perbedaan dan keasaaman.

9
3. Faktor Sosial/budaya meliputi keinginan: untuk bermasyarakat,
memiliki penghasilan yang cukup, tidak menoleransi kekerasan,
dan mendukung keragaman individu.

Rentang Sehat Sakit


Jiwa

Sehat Jiwa Masalah psikososial Gangguan jiwa


Pikiran logis Pikiran kadang Waham
menyimpang
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidak mampuan
mengendalikan emosi
Prilaku sesuai Prilaku kadang tidak Ketidak teraturan
sesuai
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
memuaskan

Kriteria umum untuk mendiagnosa gangguan jiwa meliputi


Ketidak puasan dengan karakteristik, Kemampuan dan prestasi diri
hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan, tidak puas hidup di
dunia atau koping yang tidak efektif terhadap peristiwa kehidupan.

Faktor yang menyebabkan gangguan jiwa dapat dipandang dalam


tiga kategori :

1. Faktor Individual : struktur biologis , ansietas , kekhawatiran dan


ketakutan, ketidakharmonisan dalam hidup, kehilangan arti hidup.
2. Faktor Interpersonal : komunikasi yg efektif, ketergantungan yg
berlebihan atau menarik diri dari hubungan, kehilangan kontrol emosional.

10
3. Faktor Budaya dan Sosial : tidak ada penghasilan, kekerasan, tidak
memiliki tempat tinggal(tuna wisma), kemiskinan, deskriminasi seperti
pembedaan ras, golongan, usia, dan jenis kelamin.

C. ASUHAN KEPERAWATAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL /


JIWA PADA MASA DEWASA
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui masalah keperawatan yang
terjadi pada klien secepat mungkin sesuai dengan keadaan klien.
Pengkajian dapat dilakukan dengan beberapa cara yakini; wawancara,
observasi dan menuju dokumen medik.Pengkajian ini dilakukan
denagan melibatkan keluaraga sebagai orang terdekat yang
mengetahui tentang masalah kesehatan klien. Format pengkajian yang
digunakan adalah format pengkajan pada klien yang dikembangkan
sesuia dengan keberadaaan klien. Format pengkajian yang
dikembangkan minimal terdiri atas:
1) Data dasar
a. Identitas
b. Alamat
c. Usia
d. Pendidikan
e. Pekerjaan
f. Agama
g. Suku bangsa
2) Data biopsikososial spiritualkultural
3) Lingkungan
4) Status fungsional
5) Fasilitas penunjang kesehatan
6) Pemerikasaaan fisik

2. DiagnosaKeperawatan
1) Kesiapan Peningkatan Perkembangan Dewasa

11
Tujuan : Dapat Mengetahui Karakteristik Normal Perilaku
Dewasa
2) Kesiapan Meningkatkan Hubungan
3) Kesiapan meningkatkan kekuatan
4) Kesiapan Pembuatan Keputusan yang Lebih Baik

2. Intervensi
Dx 1

a. Intervensi Generalis :
i. Menjelaskan perkembangan usia dewasa yang normal dan
perkembangan yang menyimpang
ii. Menerima proses penuaan dan perubahan peran dalam
keluarga
iii. Berinteraksi dengan baik dengan pasangan dan menikmati
kebersamaan dengan keluarga
iv. Memperluas dan memperbaharui minat/kesenangan
v. Memanfaatkan kemandirian dan kemampuan/potensi diri
secara positif
b. Intervensi Spesialis : terapi stimulasi perkembangan psikososial
usia 30 – 60 tahun.

Dx 2 Kesiapan Meningkatkan Hubungan

NOC :

- Komunikasi

0utcome: setelah dilakukan tindakan komunikasi selama 1 x 30 menit di


harapkan mengenai pesan diterima

- Ketrampilan interaksi social

Outcome: setelah dilakukan tindakan ketrampilan interaksi social 1 x 30


menit diharapkan menggunakan perilaku asertif secara tepat

12
NIC:

DukunganKeluarga:

- Yakinkan keluarga bahwa pasien sedang diberikan perawatan terbaik


- Nilailahreaksiemosionalkeluargaterhadapkondisipasien
- Dukung harapan yang realitas
- Fasilitasi komunikasi akan kekhawatiran / perasaanan antara pasien
dan keluarga atau antar anggota keluarga
- Tingkatkan hubungan saling percaya dengan keluarga
- Hargai dan dukung mekanisme koping adaptif yang digunakan
keluarga

Dx 3 Kesiapan meningkatkan kekuatan (00187)


NOC
a) Label: Kesiapan Kekuatan yang Lebih Baik
b) Outcome : Pengaturan Psikososial: Perubahan Kehidupan (1305)
c) Indikator :
1. Menetapkan tujuan yang realistis (130501)
2. Verbalisasi optimisme mengenai saat ini (130505)
3. Verbalisasi optimisme mengenai masa depan (130506)
NIC
a) Label : Kekuatan, Kesiapan Meningkatkan
b) Intervensi : Bimbingan Antisipatif (5210)
c) Aktivitas :
1. Bantu klien mengidentifikasi kemungkinan perkembangan situasi
krisis yang akan terjadi dan efek dari krisis yang bisa berdampak
pada klien dan keluarga
2. Berikan informasi mengenai harapan-harapan yang realistis terakit
dengan perilaku pasien
3. Latih teknik yang digunakan untuk beradaptasi terhadap
perkembangan situasi krisis, dengan klien secara tepat

13
Dx 4 Kesiapan Pembuatan Keputusan yang Lebih Baik
NOC: Diharapkan setelah diberikan intervensi kepada pasien, masalah
pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil:
- Mencari informasi terpercaya tentang pengobatan
- Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi stress
- Adaptasi perubahan hidup
- Menyatakan butuh bantuan
- Melaporkan penurunan perasaan negative

NIC: Intervensi yang diberikan yaitu:

1. Peningkatan Koping
- Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan
jangka panjang yang tepat
- Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan. Jaminan
- Berikan suasana penerimaan
- Dukung sikap [pasien] terkait dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi perasaan ketidakberdayaan
- Dukung mengatasi situasi secara berangsur angsur
2. Dukungan pengambilan keputusan
- Bantu pasien untuk mengklarifikasi nilai dan harapan yang
mungkin akan membantu dalam membuat pilihan yang penting
dalam hidupnya
- Bantu pasien menjelaskan keputusan menjelaskan keputusan pada
orang lain, sesuai dengan kebutuhan
- Bantu pasien mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari
pengambilan keputusan

14
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pertumbuhan adalah perubahan fisik dan peningkatan ukuran yang dapat


diukur secara kuantitatif.Indicator pertumbuhan meliputi tinggi badan, berat
badan, ukuran tulang, dan pertumbuhan gigi. Pola pertumbuhan fisiologis
sama untuk semua orang. Perkembangan adalah peningkatan kompleksitas
fungsi dan kemajuan keterampilan.Orang dewasa adalah pribadi yang
matang dan independen, mereka telah mengalami beberapa tahapan proses
psikologis yang berbeda dari psikologis anak-anak. Mereka telah memiliki
standar sendiri, memiliki pengalaman dan butuh penghargaan.Tiga tingkatan
masa dewasa menurut Elizabeth B. Hurlock yaitu, masa dewasa awal (masa
dewasa dini/young adult, masa dewasa madya (middle adulthood), dan masa
usia lanjut (masa tua/older adult). Dua dimensi perkembangan mental, yaitu
dimensi perkembangan mental kualitatif (qualitative mental dimensions)
dan dimensi perkembangan mental kuantitatif (quantitative mental
dimensions).

Kesehatan Jiwa memiliki banyak komponen dan dipengaruhi oleh


berbagai faktor yaitu otonomi dan kemandirian, memaksimalkan potensi
diri, menoleransi ketidakpastian hidup, harga diri, menguasai lingkungan,
orientasi realitas,serta menejemen stress. Diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien dewasa yaitu kesiapan peningkatan perkembangan
dewasa dengan tujuan dapat mengetahui karakteristik normal perilaku
dewasa, kesiapan meningkatkan hubungan,Kesiapan meningkatkan
kekuatan dan Kesiapan pembuatan keputusan yang lebih baik.

1.2 Saran

Dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat


mengikutilangkah-langkah proses keperawatan dan melaksanakannya secara
sistematisdan tertulis agar tindakan berhasil dengan optimal.

15
DAFTAR PUSTAKA

Kozier,Erb.Berman Snyder.2011. Karakteristik Perkembangan Orang Dewasa.

Jakarta : EGC.

Videbeck , Sheila L.2008. Keperawatan jiwa. Jakarta : EGC.

Juntika Nurihsan. 2000. Bimbingan dan Konseling untuk Orang Dewasa.

Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Santrok, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup,

Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Abin Syamsuddin Makmun. 1998. Psikologi Kependidikan. Bandung: Rosda

Karya.

Andi Mappire. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha nasional.

16

You might also like