Professional Documents
Culture Documents
Definisi
Vitiligo adalah penyakit akibat proses depigmentasi pada kulit, disebabkan faktor
genetic dan non genetic yang berinteraksi dengan kehilangan atau ketahanan
fungsi melanosit dan pada kenyataannya merupakan peristiwa autoimun.
Keterangan lainnya mencakup kejadian kerusakan adesi melanosit, neurogenik,
biokimiawi, autotoksitas.1
Epidemiologi
1
sirkulasi limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap MelanA/Mart-1
(antigen melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan
tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vitiligo. Sel T CD8+ yang
teraktivasi telah didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo. Hal yang
menarik yaitu sel T reseptor spesifik terhadap melanosit yang ditemukan
pada pasien melanoma dan vitiligo memiliki struktur yang hampir sama.
Penelitian yang mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi
imunisasi, seperti misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai
pencegahan dan eradikasi kanker.1
Hipotesis Biokimia
Stres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang
penting terhadap terjadinya vitiligo. Beberapa penelitian memastikan
beberapa teori stres oksidatif yang mungkin, hal ini menunjukkan bahwa
akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan berdampak pada
kerusakan sel melanosit itu sendiri. Meningkatnya level nitrit oksida
ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien
vitiligo, sehingga diduga nitrit oksida dapat mendorong pada autodestruksi
melanosit.1
Teori Neural
Vitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom yang
mengarahkan pada hipotesis neural tentang adanya pelepasan mediator
kimiawi tertentu dari ujung saraf sehingga menyebabkan menurunnya
produksi melanin.1
Manifestasi Klinis
2
kecepatan yang tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi pada lokasi tubuh
manapun, termasuk membran mukosa. Akan tetapi, lesi inisial paling sering
terjadi pada tangan, lengan bawah, kaki, dan wajah. Jika vitiligo terjadi pada
wajah, seringkali distribusinya pada perioral dan periokular.1
Klasifikasi Vitiligo
Vitiligo Fokal
Biasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada
satu area, paling banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun
leher dan batang tubuh juga sering terkena.2
Vitiligo Segmental
Makula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-
dermatom. Jenis ini cenderung memiliki pada usia muda, dan tak seperti
jenis lain, jenis ini tidak berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit
autoimun lainnya. Jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Perubahan
pada neural peptida turut dipengaruhi pada patogenesis jenis ini. Lebih
dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki patch pada rambut
yang memutih yang dikenal sebagai poliosis.2
3
Gambar 3. Vitiligo Segmental: (A) distribusi quasi dermatom pada wajah dan leher (B)
Poliosis pada alis dan bulu mata.2
Vitiligo Akrofasial
Depigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium.2
Vitiligo Generalisata
Juga disebut vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering
dijumpai. Patch depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi
yang simetris.2
Gambar 5.
Vitiligo Generalisata
(A)pada dewasa
(B) pada anak2
Vitiligo Universal
4
Makula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh,
sering berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel.2
Vitiligo Mukosal
Vitiligo yang hanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.2
Diagnosa
5
PENATALAKSANAAN
Ada banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo.
Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh
pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua
terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita.
Repigmentasi
1. kortikosteroid topikal, sebagai awal pengobatan diberikan secara
intermiten (4 minggu pemakaian, 2 minggu tidak) kortikosteroidid
topikal kelas I cukup praktis, sederhana, dan aman untuk pemberian
pada makula tunggal atau multipel. Jika dalam 2 bulan tidak ada
respon, mungkin saja terapi tidak berjalan efektif. Perlu dilakukan
pemantauan tanda-tanda awal atrofi akibat penggunaan
kortikostreoid.1
2. Inhibitor Kalsineurin.Tacrolimus dan pimecrolimus efektif untuk
repigmentasi vitiligo tetapi hanya didaerah yang terpapar sinar
matahari. Obat ini dilaporkan paling efektif bila dikombinasikan
dengan UVB atau terapi laser excimer. Terdapat juga hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa pimecrolimus1% topical sama efektifnya
dengan klobetasol propionate dalam memulihkan kulit akibat vitiligo.1
3. Topikal fotokemoterapi. menggunakan topikal8-methoxypsoralen
(8-MOP) dan UVA. Prosedur ini diindikasikan untuk makula
berukuran kecil dan hanya dilakukan oleh dokter yang
berpengalaman. Hampir sama dengan psoralen oral, mungkin
diperlukan ≥15 kali terapi untuk inisiasi respon dan ≥ 100 kali terapi
untuk menyelesaikannya.1
4. Fotokemoterapi sistemik. PUVA oral lebih praktis digunakan
untuk vitiligo yang luas. PUVA oral dapat dilakukan bersamaan
menggunakan sinar matahari (di musim panas atau di daerah yang
sepanjang tahun disinari oleh matahari) dan 5-methoxypsoralen (5-
MOP) (tersediadi Eropa) atau sinar UVA buatan dengan 5-MOP atau
8-MOP. Adanya respon baik dari terapi dengan PUVA ini ditandai oleh
munculnya folikuler kecil yang berpigmen diatas lesi vitiligo. Foto
6
kemoterapi PUVA oral dengan 8-MOP atau5-MOP keefektifannya
mencapai 85% untuk>70% pasien dengan vitiligo dikepala, leher,
lengan atas, kaki, dan di badan.1
5. UVB Narrow-band. Efektivitas terapi ini hampir sama dengan
PUVA, namun tidak memerlukan psoralen. UVB adalah terapi pilihan
untuk anak<6 tahun.
6. Laser Excimer (308nm). Terapi ini cukup efektif. Namun, sama
seperti pada PUVA, proses repigmentasi tergolong lambat. Terapi jenis
ini sangat efektif untuk vitiligo yang terdapat di wajah.2
Minigrafting
Teknik pembedahan dengan metode Minigrafting (Autolog Thin
Thierschgrafting, Suction Blister grafts,autologous minipunch grafts,
transplantation of cultured autologous melanocytes) cukup efektif untuk
mengatasi vitiligo dengan makula segmental yang stabil dan sulit diatasi.2
Depigmentasi
Tujuan dari depigmentasi adalah "kesatuan" warna kulit pada pasien
dengan vitiligo yang luas atau pasien dengan terapi PUVA yang gagal,
yang tidak dapat menggunakan PUVA, atau pasien yang menolak pilihan
terapi PUVA.2
7
Bleaching yaitu pemutihan kulit normal dengan krim monobenzyl
ether dari hydroquinone (MEH) 20% ini bersifat permanen, artinya proses
bleaching (pemutihan) ini tidak reversible. Tingkat keberhasilan terapi ini
>90%. Tahap Akhir warna depigmentasi dengan MEH adalah chalkwhite
(kapur putih), seperti pada macula vitiligo. Monobenzon tersedia dalam
bentuk cream 20%, dioleskan 2 kali sehari selama 2 sampai 3 bulan pada
daerah kulit yang masih berpigmen. Terapi biasanya dianggap selesai
setelah 10 bulan pemberian.2
Gambar 8. Terapi vitiligo repigmentasi pada wanita usia 20 tahun yang diterapi dengan
photochemotherapy (PUVA). Terdapat vitiligo dengan makula hipopigmentasi pada fase-fase awal
8
Gambar 9. Algoritma penatalaksanaan vitiligo. NB-UVB = narrowband ultraviolet B;
PUVA = psoralen and ultraviolet A light; PUVASOL = psoralen, ultraviolet and solar light. 2
Prognosis
9
Hiperhidrosis
Definisi
Etiologi Patogenesis
Kelenjar sekretori manusia terdiri dari apokrin dan ekrin. Kelenjar ekrin tersebar
hampir diseluruh permukaan tubuh dan berhubungan dengan proses termoregulasi
dengan menghasilkan keringat sedangkan kelenjar apokrin menyebabkan bau khas
feromon. Kelenjar ini menghasilkan sejumlah kecil cairan berminyak yang tidak
berbau saat mencapai permukaan kulit. Bau khas dihasilkan akibat penguraian
oleh bakteri terhadap cairan berminyak.3
Aroma tubuh manusia dihasilkan dari kelenjar apokrin walaupun dapat berasal
dari sumber lain. Sekresi kelenjar sebasea dan penguraian produk dari keratinisasi,
terutama pada hiperhidrosis, dapat menghasilkan bau tidak sedap. Sekresi
kelenjar ekrin biasanya tidak berbau tetapi berbagai subtansi dapat diekskresikan,
seperti bawang putih dan arsen. Karakteristik bau bisa berhubungan dengan
berbagai amino – aciduria. Keringat dapat memiliki bau khas seperti pada
penyakit gout, diabetes, scurvy, dan penyakit lain.3
Kelenjar apokrin banyak ditemukan di daerah aksila dan genital tetapi juga dapat
ditemukan di dada, telinga (kelenjar seruminous), dan area periorbital (kelenjar
Moll). Sekresi apokrin berpengaruh terhadap produksi bau melalui aktivitas
bakteri terhadap komponen yang dihasilkan. Host di daerah aksila terdiri dari
berbagai bakteri, kebanyakan berupa bakteri Gram positif. Leyden menyatakan
walaupun ada beberapa mikroorganisme yang merupakan flora normal aksila,
seperti Micrococcaceae, Aerobic diphtheroids, dan Propionibacteria, namun hanya
diphtheroids yang menghasilkan bau badan khas.3
10
Klasifikasi Hiperhidrosis
1. Hiperhidrosis sebagai suatu bagian dari kondisi yang telah ada (hiperhidrosis
sekunder). Beberapa kondisi dapat menyebabkan keringat berlebihan, sebagai
suatu yang melibatkan seluruh tubuh : Hipertiroidisme atau penyakit endokrin
yang sejenis, Terapi endokrin untuk kanker prostat, Penyakit-penyakit psikiatrik
yang berat, Obesitas, Menopause.
a. Hiperhidrosis Lokalisata
Tempat-tempat predileksi pada telapak tangan, telapak kaki, dan daerah
intertriginosa yaitu aksila, lipatan inguinal, dan daerah perineum. Kadang-kadang
bias terdapat pada dahi, pangkal hidung, dan daerah sternum. Penyebab dari
hiperhidrosis lokalisata yaitu emosional.
b. Hiperhidrosis Generalisata
Hiperhidrosis generalisata dapat terjadi oleh karena udara panas dengan
kelembaban tinggi seperti pada daerah tropis, sakit panas, atau latihan yang
berlebihan. Hal ini mungkin juga terjadi pada kelainan hormonal seperti
hipertiroidism, diabetes mellitus, kehamilan, Parkinson, kelainan saraf simpatik,
tumor metastatik yang mengenai medulla spinalis, aspirin, dan obat-obat
kolinergik seperti pilokarpin atau pisostigmin, antidepresan golongan SSRI atau
trisiklik, dan opioid.
c. Hiperhidrosis Gustatorik
Hiperhidrosis ini terjadi pada bibir, hidung, dahi, dan sternum setelah makan
makanan panas dan pedas. Hal ini bersifat fisiologi dan refleks dari kelainan ini
11
belum diketahui. Hiperhidrosis gustatorik dapat bersifat patologi seperti pada
penderita kelainan-kelainan glandula parotis atau penderita tumor.
Manifestasi Klinis
Dasar Diagnosis
a. Anamnesis
Didapatkan keluhan penderita mengeluarkan keringat yang berlebihan, yang bisa
menghambat aktivitasnya sehari-hari. Hal ini kadang dipicu oleh stress, emosi
atau olah raga, tetapi juga bisa terjadi secara spontan. Pada pasien demam juga
dapat terjadi keringat yang berlebihan.3
Untuk mengetahui penyebab dari hiperhidrosis, perlu dilakukan anamnesis yang
lebih mendalam untuk mencari penyebab yang mendasarinya seperti
hipoglikemia, hipertiroidisme (penurunan berat badan, denyut jantung yang cepat
atau tidak teratur, gelisah dan keringat yang berlebihan), tuberkulosis paru
(berkeringat di malam hari), dan malaria. 3
b. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya keringat berlebihan pada telapak
tangan, ketiak, telapak kaki. Adapun pada pemeriksaan tanda vital dapat
12
ditemukan takikardi (kasus hipertiroidisme), hipertermi (saat demam), dyspneu
jika penyebabnya tuberkulosis paru. 3
c. Pemeriksaan penunjang.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis hiperhidrosis dan menyingkirkan berbagai diagnosis banding adalah
sebagai berikut ini3:
Thermoregulatory sweat test, sebelum tes dilakukan kulit ditaburi oleh
bubuk yang dapat berubah warna jika terkena basah. Tes ini dilakukan di
ruangan dengan suhu normal dan kemudian suhu dinaikkan menjadi 38
derajat C. Pada penderita hiperhidrosis bubuk tersebut dapat berubah
menjadi warna ungu.
Penatalaksanaan
Pengobatan sistemik maupun topikal hanya bersifat sementara. Tetapi kelainan ini
dapat sembuh spontan dalam beberapa tahun. Pada hiperhidrosis sekunder,
kondisi yang mendasarinya harus diobati lebih dulu. Penatalaksanaan pada
hiperhidrosis :
• Anti respiran
Selalu direkomendasikan sebagai penilaian terapi yang pertama. Agen yang paling
efektif adalah alluminium chlorida (20-25%) dalam alkohol 70-90%, diberikan
pada malam hari 2-3 kali/hari. Secara umum, pengobatan ini cukup pada kasus-
13
kasus dengan hiperhidrosis yang ringan sampai yang berat tetapi harus diulang
secara teratur. Untuk hiperhidrosis aksila konsentrasi yang digunakan alumunium
klorida 10-35%. Untuk mengurangi iritasi sebaiknya memulai dengan konsentrasi
yang lebih rendah. Untuk hiperhidrosis Palmaris konsentrasi alumunium klorida
yang diberikan dapat mencapai >50%.3
• Iontoforesis
Dapat dicoba bila anti respiran tidak membawa kepada hasil yang
menguntungkan. Metode ini terdiri dari penggunaan arus listrik intensitas rendah
(15-18 mA), dihasilkan oleh generator DC, tapak tangan dan/atau tapak kaki
dicelupkan ke dalam suatu larutan elektrolit. Prosedur ini harus diulang secara
teratur, dimulai dengan 20 sesi beberapa kali/minggu, berangsur-angsur
diperpanjang interval antara pengobatan menjadi 1-2 minggu. Hasilnya
bervariasi : beberapa pasien, yang menderita hiperhidrosis ringan atau berat,
senang dengan metode ini, beberapa ada yang menganggap ini terlalu tidak efisien
serta mahal, sulit untuk digunakan pada axilla dan tidak mungkin digunakan pada
hiperhidrosis difus pada wajah atau badan/paha4. Hal ini diduga untuk memblokir
sementara kelenjar keringat. Pengobatan berlangsung sekitar 15 sampai 30 menit
sehari sekali dalam satu minggu. 3
• Obat-obatan
14
• Pembedahan
Simpathectomy
Prinsip simpatektomi adalah untuk memutus jalur syaraf dan nodus (ganglia) yang
mengirim sinyal ke kelenjar keringat. Secara mendasar, ini dapat diterima untuk
semua lokasi tubuh, tetapi hanya nodus syaraf dapat merespon kelenjar keringat
tapak tangan dan wajah dapat diterima tanpa membutuhkan prosedur pembedahan
mayor. Hari ini, pilihan terapi untuk hiperhidrosis telapak tangan dan wajah dari
yang cukup sampai yang parah (tetapi juga axilla, khususnya jika dikombinasikan
dengan keringat telapak tangan), dibuat dari suatu prosedur pembedahan yang
dikenal sebagai simpatektomi thorax dengan endoskopi.3
Komplikasi
• Infeksi jamur kuku. Orang yang berkeringat rentan terhadap berbagai jenis
infeksi jamur. Itu karena jamur berkembang dalam lingkungan lembab, seperti
sepatu. Itulah sebabnya lebih mungkin mendapatkan infeksi di kuku kaki daripada
di kuku tangan. Infeksi kuku dimulai dengan gejala bintik putih atau kuning di
bawah ujung kuku.
15
Prognosis
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Jacoeb TN. Vitiligo. In: Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi. (eds.). Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh Cetakan Keempat. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017. Hal. 352-8.
2. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitilogo. In: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K. (eds.). Fitzpatrick’s Dermatology In
General Medicine. 8th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.792-803.
3. Fealey RD dan Hebert AA. Disorders of the Eccrine Sweat Glands
and Sweating. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,
Wolff K. (eds.). Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8th ed. New
York: McGraw-Hill; 2012. p.936-42.
17