Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa 5% dari populasi usia sekolah sampai
tingkat tertentu dipengaruhi oleh ADHD, yaitu sekitar 1 % sangat hiperaktif. Sekitar 30-40%
dari semua anak-anak yang diacu untuk mendapatkan bantuan professional karena masalah
perilaku, datang dengan keluhan yang berkaitan dengan ADHD (Baihaqi dan Sugiarmin,
2006). Di beberapa negara lain, penderita ADHD jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan
di Indonesia. Literatur mencatat, jumlah anak hiperaktif di beberapa negara 1:1 juta.
Sedangkan di Amerika Serikat jumlah anak hiperaktif 1:50. Jumlah ini cukup fantastis karena
bila dihitung dari 300 anak yang ada, 15 di antaranya menderita hiperaktif. Untuk Indonesia
sendiri belum diketahui jumlah pastinya. Namun, anak hiperaktif cenderung meningkat.
Dewasa ini, anak ADHD semakin banyak. Sekarang prevalensi anak ADHD di Indonesia
meningkat menjadi sekitar 5% yang berarti 1 dari 20 anak menderita ADHD. Peningkatan ini
disebabkan oleh berbagai faktor seperti genetik ataupun pengaruh lingkungan yang lain,
seperti pengaruh alkohol pada kehamilan, kekurangan omega 3, alergi terhadap suatu
makanan, dll (Verajanti, 2008)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada anak dengan
Attention Deficit Hiperativity Disorder (ADHD)
2. Tujuan Khusus
PEMBAHASAN
Skenario
Budi berusia 5 tahun saat ini bersekolah di disebuah TK kelas 0 besar. Saat belajar disekolah
guru mengeluhkan Budi sulit untuk diarahkan melakukan aktivitas disekolah. Misalnya saat
melakukan kegiatan mewarnai, Budi tidak pernah menyelesaikan gambar yang dia buat. Selain
itu Budi juga sering mengganggu teman temannya yang sedang mewarnai dengan cara
mencoret coret gambar mereka. Saat dilarang oleh guru Budi langsung mengamuk sambil
berteriak teriak. Orang tua akhirnya membawa Budi ke klinik tumbuh kembang. Berdasarkan
pengkajian Budi menunjukkan gejala inatensi, hiperaktifitas dan impulsive. Orang tua bertanya
bagaimana cara mengatasi masalah Budi tersebut?
Step I: Terminologi
1. Inatensi: kurangnya pemusatan perhatian, anak sulit memberikan perhatian yang utuh
terhadap suatu hal, konsentrasi terhadap suatu hal tersebut sulit untuk dipertahankan
sehingga anak mudah sekali beralih perhatian dari suatu hal ke hal yang lain.
2. Hiperaktivitas: salah satu aspek dari Gangguan Pemusatan Perhatian; perilaku yang
ditandai oleh tingginya tingkat aktivitas dan kurangnya istirahat.
3. Implusif: individu yang terlibat dan melibatkan diri dalam bentuk reaksi perilaku
yangdilakukan tanpa berpikir (tanpa merefleksi secara cukup) sehingga orang itu tidak
mampu menahan untuk merespon balik; perilaku manusia yang tiba-tiba berubah, tiba-
tiba di luar rencana, atau sebuah sikap yang tidak didukung alasan yang kuat
4. Klinik tumbuh kembang: klinik multidisiplin yang bertujuan memantau dan menangani
masalah pertumbuhan dan perkembangan anak sejak lahir.
1. Karena adanya tahap penyimpangan yang terjadi pada Budi, kemungkinan karena
adanya faktor genetik, adanya gangguan dan kelainan pada kehamilan Ibu, dan kondisi
kelahiran seperti BBLSR dan prematuritas.
2. Anak mampu melakaukan beberapa kegiatan motorik halus dan kasar seperti
memegang gunting, mematuhi permainan, mengikat tali sepatumenyebutkan namanya
sendiri, sudah bisa diberi penertian dan mematuhi arahan, perkembangan psikososial
berupa inisiatif dan rasa bersalah serta sudah mampu BAB dan BAK pada tempatnya.
3. Karena kurangnya pemusatan perhatian sehingga mudah beralih ke hal yang lain.
4. Ciri-ciri perkembangan anak yang menyimpang merupakan ketidakmampuan dalam
melakukan tugas perkembangan sesuai usianya. Jika Budi (5 tahun) mengalami
perkembangan yang menyimpang maka Budi tidak mampu melakukan beberapa tugas
perkembangan yang telah disebutkan pada jawaban soal nomor dua.
5. Faktor-faktor yang tersebut diantaranya faktor biologis, faktor genetik, faktor prenatal.
6. Hasil pengkajian tersebut menunjukkan bahwa Budi dicurigai mengalami Attention
Deficit Hiperctivity Disorder (ADHD)
7. Edukasi yang dapat dilakukan oleh perawata adalah membawa anak ke klinik tumbuh
kembang, bantu anak untuk memusatkan perhatiannya pada hal yang disenangi untuk
membantu menstimulasinya
8. Pencegahan dapat dilakukan oleh perawat dengan mempromosikan pentingnya skrining
pemantauan tumbuh kembang anak seperti SDIDTK, KPSP, dsb pada pusat pelayanan
kesehatan terdekat secara rutin dan berkala pada orangtua . Selain itu, memberikan
edukasi tentang pentingnya perawatan selama kehamilan/ante natal care seperti nutrisi
pada ibu hamil.
I. Konsep ADHD
A. Definisi
B. Etiologi
C. Manifestasi Klinis
D. Klasifikasi
E. Pemeriksaan terkait
F. Penatalaksanaan
G. Pencegahan
H. Komplikasi
II. Asuhan Keperawatan pada Anak ADHD
A. Pengkajian
B. Diagnosa Keperawatan
C. Perencanaan Keperawatan
D. Implementasi
E. Evaluasi
I. Konsep ADHD
A. Definisi
B. Etiologi
1. Faktor Penyebab
a. Faktor Genetik
Hier (1980) telah menunjukkan adanya hubungan anatara faktor genetik
dan penyebab gangguan ini, yaitu pada anak laki-laki dengan kelebihan
Y kromosom (XYY) menunjukkan peningkatan kejadian hiperaktivitas
yang menyertai kemampuan verbal dan performance rendah. Masalah
kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan belajar juga diakibatkan
adanya cacat genetik. Pada anak perempuan dengan kromosom 45, XO
juga menunjukkan kesulitan memusatkan perhatian dan kesulitan
menulis dan menggambar ulang.
b. Faktor Neurologik dan Proses dalam Otak
Rutter berpendapat bahwa ADHD adalah gangguan fungsi otak, oleh
karena itu didapatkan defisit aktivasi yang disebabkan oleh adanya
patologi di area prefrontal dan atau sagital frontal pada otak dengan
predominasi pada korteks otak. Adanya kerusakan otak merupakan
resiko tinggi terjadinya gangguan psikiatrik termasuk ADHD.
Kerusakan otak pada janin dan neonatal paling sering disebabkan oleh
kondisi hipoksia. Keadaan hipoksia memiliki kecenderungan
menyebabkan terjadinya patologi yang merata pada korteks otak yang
menimbulkan gangguan fungsi integrasi koordinasi dan pengendalian
kortikal. Korteks frontal dianggap memiliki peran penting dalam
C. Klasifikasi
Saat ini banyak individu dengan gejala kurang perhatian (inattention) dan
hiperaktif-impulsif (hyperactivity-impulsivity) dimana pada salah satunya terdapat
gejala yang dominan. Subkategori yang sesuai untuk diagnosis saat ini harus
ditunjukkan berdasarkan gejala dominan yang sudah terjadi untuk 6 bulan terakhir.
Dalam Australian Guidelines on ADHD (2009), secara umum tipe ADHD dibagi
dalam dua kelompok besar, yaitu tipe kombinasi yang memiliki gejala kurang
perhatian dan gejala hiperaktif – impulsif, dan tipe sebagian yang dibagi lagi menjadi
subtipe sebagian inattentif dan subtipe sebagian hiperaktif – impulsif.
E. Manifestasi Klinis
1. Inatensi
1) Sering tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu hal secara detail/rinci
2) Sering membuat kesalahan karena ceroboh
2. Hiperaktivitas
Yaitu anak ADHD juga menunjukkan aktivitas yang sangat berlebihan atau
tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik aktivitas motorik maupun
verbal. Berikut merupakan perilaku anak yang menunjukkan hiperaktivitas:
F. Pemeriksaan penunjang
Selain itu juga ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa ADHD
yaitu dengan Skrining DDTK pada anak pra sekolah dengan ADHD. Tujuannya adalah
untuk mengetahui secara dini anak adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas (GPPH) pada anak umur 36 bulan ke atas.
Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila
ada keluhan dari orang tua/pengasuh anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader
kesehatan, BKB, petugas PADU, pengelola TPA, dan guru TK.Keluhan tersebutdapat
berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatian
dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale) yaitu formulir yang
terdiri dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orangtua / pengasuh anak / guru TK
dan pertanyaan yang perlu pengamatan dari pemeriksa.
a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu persatu perilaku
yang tertulis pada formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orangtua /
pengasuh anak untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
Nilai total :
3. Interpretasi :
4. Intervensi :
a. Anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke Rumah Sakit
yangmemiliki: fasilitas kesehatan jiwa/tumbuh kembang anak untuk konsultasi
lebih lanjut.
b. Bila nilai total kurang dari 13 tetapi anda ragu-ragu, jadwalkan pemeriksaan
ulang 1 bulan kemudian. Ajukan pertanyaan kepada orang-orang terdekat
dengan anak (orang tua, pengasuh, nenek, guru,dsb).
a. Metilfenidat (Ritalin)
c. Pemolin (Cylert)
Sebagian orang tua merasa khawatir bahwa obat yang diminum akan
memgakibatkan si anak menjadi lebih agresif atau nantinya akan membuat dia
ketagihan obat atau minuman beralkohol. Kekhawatiran ini tidak dapat
H. Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah ADHD. Tapi juga ada beberapa langkah yang
mungkin dapat menolong untuk mencegah penyebab ADHD dan memastikan anak-
anak anda sedapat mungkin sehat secara fisik, mental, dan emosional :
Menurut Verayanti (2008) pengaturan nutrisi bermanfaat sebagai salah satu cara
yang digunakan untuk mengendalikan gejala-gejala pada anak ADHD. Selain tidak
berbahaya, pengaturan nutrisi aman digunakan dalam jangka panjang.
Berikut adalah beberapa makanan yang yang baik dibetrikan kepada anak ADHD:
1. Karbohirat Kompleks
Nutrisi yang diberikan pada anak ADHD adalah meningkatkan jumlah
asupan karbohidrat kompleks, karena nutrisi ini akan dicerna secara
perlahan-lahan sehingga membuat perut kenyang untuk waktu yang lama.
Hal ini untuk mencegah ngemil di antara waktu makan, dan menghindarkan
dari makanan olahan dan junk food yang dapat memperburuk gejala
ADHD. Sertakan lebih banyak sayuran dan buah-buahan, seperti buah pir,
jeruk keprok, jeruk, buah kiwi, apel dan jeruk dalam diet penderita.
Karbohidrat kompleks di malam hari juga dapat membantu penderita
supaya mudah tertidur. Karbohidrat kompleks juga diperlukan anak ADHD
sebagai sumber energinya dikarenakan salah satu gejala kelainan ini adalah
aktivitas motorik anak yang berlebihan (hiperaktivitas).
2. Essential Fatty Acid (EFAs)
Merupakan salah satu lemak yang sebaiknya diberikan kepada anak.
DHA asam lemak omega 3 adalah kunci utama untuk mencegah ADHD
berkembang di dalam otak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap
anak dengan learning disorder, termasuk tingkat perhatian yang menurun
dan juga berlaku hiperaktif adalah salah satu akibat dari penurunan EFA.
Untuk meningkatkan kadar EFA, sebaiknya perbayak konsumsi ikan, biji-
bijian, dan juga kacang-kacangan yang merupakan sumber EFA yang baik.
3. Vitamin B Kompleks
Vitamin B dibutuhkan untuk meningkatkan aktifitas saraf dan sangat
baik untuk menurunkan stres, dan keduanya ini banyak sekali ditemui pada
anak-anak yang menderita ADHD. Meskipun hampir seluruh vitamin B ini
adalah baik, tapi ada dua jenis yang memiliki potensial efek. Seperti
Dilihat dari usianya, normal bagi seorang anak menjadi aktif secara
fisik namun kelebihan hormon-hormon tersebut dapat menjadikan
mereka anak aktif. Mereka belum mampu mengontrol timbunan energi
ini
2. Zat Additives
Warna biru, pink, dan kuning dekorasi cake, atau goldfish crackers
yang berwarna warni sangat disukai anak-anak karena warnanya yang
sangat mencolok. Lembaga pengujian obat dan makanan di Amerika
telah menemukan puluhan bahkan ratusan makanan yang mzengandung
zat additive atau pengawet guna meningkatkan rasa, penampilan, dan
juga aroma. Hal ini bukan berarti aman untuk kesehatan anak
khususnya yang menderita ADHD.
3. Kafein
4. Garam
Sodium yang terkandung dalam makanan asin adalah salah satu zat
yang dihindari untuk kasus anak dengan ADHD tinggi. Di banyak kasus
telah diketahui bahwa sodium dapat menyebabkan darah tinggi bagi
orang dewasa. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan membawa
pengaruh terhadap anak-anak dengan ADHD.
K. Komplikasi
1. Diagnosis sekunder : gangguan konduksi, depresi dan penyakit ansietas.
2. Pencapaian akademik kurang, gagal di sekolah, sulit membaca dan
mengerjakan aritmatika (sering kali akibat abnormalitas konsentrasi).
3. Hubungan dengan teman sebaya buruk (sering kali akibat perilaku agresif dan
kata-kata yang diungkapkan).
4. Sering kesulitan di kelas, yang dapat menyebabkan kegagalan akademik dan
dihakimi oleh anak-anak lain dan orang dewasa,
5. Cenderung sering mengalami kecelakaan dan cedera dari berbagai jenis
daripada anak-anak yang tidak memiliki ADHD,
6. Cenderung rendah diri,
7. Lebih mungkin untuk mengalami kesulitan berinteraksi dengan dan diterima
oleh rekan-rekan sebaya dan orang dewasa,
8. Berisiko tinggi melakukan penyalahgunaan alkohol dan narkoba dan perilaku
nakal lainnya
(Betz, Cecily L.2002).
National Jewish Health (2008) mengatakan bahwa setiap keluarga dengan atau
tanpa anak yang berkebutuhan khusus seperti ADHD selalu memiliki masalah yang
biasanya muncul dalam keluarga. Masalah itu antara lain: persaingan antar saudara
kandung, perhatian terhadap anak-anak, proses menjadi orangtua dan tekanan dalam
pernikahan, kemampuan untuk mengatasi periode penting dalam perkembangan anak,
dan keluarga dituntut untuk mempertahankan kehidupan sosialnya. Ketika anak
menderita ADHD, tugas dan tanggung jawab yang secara normal dihadapi keluarga
akan bertambah dan kemungkinan akan menyulitkan anggota keluarga untuk
menghadapinya dengan normal.
Banyak stressor yang mempengaruhi peningkatan risiko stress dan depresi pada
keluarga dengan anak ADHD. Adanya perasaan bingung karena ketidakpastian kondisi
sakit dan hasil pengobatan, konflik sehari-hari, isolasi sosial, aturan-aturan yang
membatasi, dan tekanan financial adalah stressor yang selalu dijumpai (King dkk,
2001). Hal ini akan menambah beban psikologis pada anak dan keluarga, menurunkan
kemampuan keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anak, dan berdampak
dalam mencari dan pemanfaatan pelayanan medis secara berlebihan (Farmer, 2004).
Selain itu keluarga juga sering mengalami masalah dalam memberikan perawatan dan
menyediakan kesehatan mental, pendidikan dan kebutuhan sosial (King dkk, 2001).
Kelima tahap tersebut diatas tidak harus terjadi secara berurutan. Bisa saja ada satu
atau lebih yang terlompati atau kembali muncul jika ada hal-hal yang mengingatkan
Keluarga yang memiliki anak dengan ADHD merasa malu dan tertekan oleh stigma
dari lingkungannya. Stigma menurut Jones (1984 dalam Fitryasari, 2009) merupakan
sebuah penilaian masyarakat terhadap perilaku atau karakter yang tidak sewajarnya.
Munculnya stigma masyarakat yang ditampilkan dengan perilaku masyarakat yang
menghindari interaksi keluarga dengan anak ADHD, itu dikarenakan oleh masalah
dimana anak dengan ADHD tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagai anggota
masyarakat sebagaimana mestinya.
Masyarakat sering keliru memahami anak dengan ADHD. ADHD bukan gangguan
jiwa. Perilaku yang ditampilkan anak ADHD yang tidak lazim dikarenakan mengalami
kesulitan dalam menilai situasi akibat hambatan dalam perkembangan kognitif dan
memiliki hambatan dalam perilaku adaptif. Bagi anak ADHD itu sendiri keberadaan
dalam masyarakat tidak jarang menimbulkan ejekan, hinaan dari orang-orang disekitar
yang akan mengakibatkan timbulnya rasa sedih, tidak aman, minder dan frustasi.
Secara umum, pengkajian dapat dilakukan tanpa melihat usia anak sebagaimana
berikut.
1. Identitas Klien
ADHD terjadi pada anak usia 3 tahun, anak laki – laki cenderung
memiliki kemungkinan4x lebih besar dari perempuan untuk menderita
ADHD.
2. Keluhan utama
Keluarga mengatakan anaknya tidak bisa diam, kaki atau tangannya
bergerak terus
3. Riwayat penyakit sekarang
Orang tua atau pengasuh melihat tanda – tanda awal dari ADHD :
a. Anak tidak bisa duduk tenang
b. Anak selalu bergerak tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
c. Perubahan suasan hati yang yang mendadak/impulsive
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Tanyakan kepada keluarga apakah anak sebelumnya pernah mengalami
cedera otak.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada faktor genetik yang diduga
sebagai penyebab dari gangguan hiperaktivitas pada anak.
6. Riwayat psiko,sosio, dan spiritual
Anak mengalami hambatan dalam bermain dengan teman dan
membinahubungan dengan teman sebaya nya karena hiperaktivitas dan
impulsivitas
Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa
keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak yang mengalami ADHD antara lain:
C. Perencanaan Keperawatan
1. Diagnosa 1: Ketidakefektifan koping individu berhubungan dengan dukungan
sosial yang tidak adekuat.
a. Tujuan:
Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang
sesuai dengan umur dan dapat diterima sosial
b.Kriteria hasil:
1) Anak mampu penundaan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa
terpaksa untuk menipulasi orang lain.
2) Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat
diterima secara sosial
3) Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping
alternatif yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup
dari yang ia rencanakan untuk menggunakannya sebagai respons
terhadap rasa frustasi
c. Intervensi:
D. Implementasi Keperawatan
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
hiperaktif antara lain:
1. Anak dapat mengembangkan hubungan dengan orang lain atau anak lain
2. Anak tidak akan melukai diri sendiri atau orang lain.
3. Anak mampu mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang
sesuai dengan umur dan dapat diterima sosial.
4. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jam
setiap malam.
5. Anak tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan.
PENUTUP
Kesimpulan
Belum ada kepastian faktor apa yang menyebabkan seorang anak dapat menderita
ADHD, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik, neurologik dan proses
dalam otak, neurotransmitter, lingkungan, psikososial merupakan faktor penyebab dari
gangguan ini.
Pada umumnya terdapat beberapa tes penunjang dalam menentukan bahwa anak
menderita ADHD atau tidak, namun yang sering dilakukan dan merupakan tugas perawat
adalah melakukan pengkajian dengan mengguanakan formulir deteksi dini Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas/GPPH (Abbreviated Conners Ratting Scale).
Saran
Setelah mengetahui banyak hal mengenai ADHD yang telah dipaparkan dia tas, sudah
sepantasnya sebagai mahasiswa calon tenaga kesehatan mengaplikasikan ilmu tersebut untuk
melakukan asuhan keperawatan pada anak berkebutuhan khusus seperti anak ADHD.
Bukanlah hal yang mudah untuk melakukan asuhan keperawatan pada anak ADHD mengingat
mereka kurang konsentrasi dan memiliki perilaku maladaptif. Maka dari itu diperlukan
pengetahuan yang lebih luas dan ketrampilan yang mendukung agar dapat melakukan asuhan
keperawatan dengan baik.
Ann Isaacs, 2005. Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri. Edisi 3. Jakarta : EGC
Aherson P., Chen W., Craddock B., Taylor E., 2007. Adult attention-deficit hyperactivity
disorder: recognition and treatment in general adult. British Journal of Psychiatry, 190: 4-5.
Australian Guidelines on ADHD
http://www.nhmrc.gov.au/_files_nhmrc/publications/attachments/ch54_draft_guid elines.pdf,
Betz, Cecily L dan Sowden Linda. A.2002.Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3.
Jakarta: EGC
Biederman, J., Milberger, S., Reed, D., et.al. 1995. Family-Environment Risk Factor for
Attention Deficit Hyperactivity Disorder: A Test of Rutter’s Indicator of Adversity. Arch Gen
Psychiatry, 52, 6: 464-70
Ginanjar, Ari. 2009. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ:
Emotional Spiritual Quotient, Jakarta: ARGA Publishing
Martin, G. (2008) Terapi untuk anak ADHD. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Paternotte, Arga., Buitelaar, Jan. (2010). ADHD Attention Deficit Hiperactivity Disorder
(Gangguan Pemusatan Perhatian Dan Hiperaktifitas). Jakarta : Prenada
Martin, Grand L, PH.D. 1998. Terapi Untuk Anak ADHD. Jakarta: PT. BhuanaIlmu
Populer
Siswati, Novita. 2010. Pengaruh Social Stories Terhadap Keterampilan Sosial Anak
Dengan Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (Adhd) Studi Eksperimental Desain Kasus
Tunggal Di Sekolah Alam Ar-Ridho Semarang.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/2955/2641.