You are on page 1of 15

ANALGESIK

A. Tujuan
Setelah menyelesaikan eksperimen ini mahasiswa:
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek
analgesic suatu obat.
2. Memahami dasar-dasar perbedaan dalam daya analgesic berbagai
analgetika.
3. Mampu memberikan pandangan yang kritis mengenai kesesuaian
khasiat yang dianjurkan untuk sediaan-sediaan farmasi analgetika.

B. Dasar Teori
Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk
mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari 2 proses, yakni penerimaan
rangsangan sakit dibagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan
individu terhadap perangsang ini.
Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama
dengan mempertinggi ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan
narkotik menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh rangsangan
sakit.
(Anief,2000)
Reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit,
otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat
melalui 2 jaras, yaitu jaras sakit cepat dengan neuro transmiternya
glutamat dan jaras sakit lambat dengan neuro transmiternya substan P.

(Ganong,2003)
Analgetik pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif
untuk menghilangkan sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri
lainnya. Misalnya nyeri pasca bedah dan pasca bersalin, dismenore (nyeri
haid) dan lain-lainnya sampai pada nyeri hebat yang sulit dikendalikan.
Hampir semua analgetik memiliki efek antipiretik dan efek antiinflamasi.
(Katzung,1998)
Obat penghalang nyeri (analgetik) mempengaruhi proses pertama
dengan mempertinggi ambang kesadaran akan rasa sakit, sedangkan
narkotik menekan reaksi-reaksi psikis yang diakibatkan oleh rangsangan
sakit.
(Anief, 2000)
Terdapat perbedaan mencolok antara analgetik dengan anestetika
umum yaitu meskipun sama-sama berfungsi sebagai zat-zat yang
mempengaruhi atau menghalau rasa nyeri namun analgetik bekerja tanpa
menghilangkan kesadaran. Nyeri sendiri terjadi akibat rangsangan
mekanis, kimiawi atau fisis yang memicu pelepasan mediator nyeri.
Intensitas rangsangan terendah saat seseorang merasakan nyeri dinamakan
ambang nyeri.
(Tjay dan Rahardja, 2007)

Tinjauan Pustaka Bahan:

1. Paracetamol
Asetaminofen (parasetamol) merupakan metabolit fanasetin dengan efek
antipiretik. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino-benzen.
Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek
iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian
juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam-basa. Parasetamol
diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertiggi
dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-
3 jam.
(Farmakologi dan Terapi edisi V, 2007)
2. Asam Mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagi analgesik, sebagai anti-inflamasi, asam
mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Asam mefenamat terikat
sangat kuat pada protein plasma. Dengan demikian, interaksi terhadap obat
antikoagulan harus diperhatikan.
(Farmakologi dan Terapi edisi V, 2007)
Asam mefenamat memiliki daya anti radang sedang, kira-kira 50% dari
khasiat fenilbutazon. Plasma t½nya 2-4 jam.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
3. Ibuprofen
Ibuprofen adalah NSAID yang paling banyak digunakan, berkat efek
sampingnya yang relatif ringan dan status OTC-nya di kebanyakan negara.
Daya analgetis dan anti-radangnya cukup baik. Resorpsinya dari usus cepat
dan baik (k.l. 80%). Resorpsi retal lebih lambat. PP-nya 90-99%, plasma
t½nya k.l. 2 jam. Ekskresi berlangsung terutama sebagai metabolit dan
konyugatnya.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
4. Na Diklofenak
Na Diklofenak termasuk NSAID yang terkuat daya anti-radangnya dengan
efek samping yang kurang kuat dibandingkan dengan obat lainnya. Obat
ini sering digunakan untuk segala macam nyeri, juga pada migren dan
encok. Resorpsinya dari usus cepat dan lengkap, tetapi BA-nya rata-rata
55% akibat FPE besar. Efek analgetisnya dimulai setelah 1 jam, secara
rektal dan intramuskular lebih cepat, masing-masing setelah 30 dan 15
menit. PP-nya diatas 90%, plasma t½nya k.l. 1 jam. Ekskresi melalui
kemih berlangsung untuk 60% sebagai metabolit untuk 20% dengan
empedu dan tinja.
(Tjay dan Rahardja, 2007)
5. Metil Prednisolon
Prednisolon merupakan golongan obat kortikosteroid. Golongan ini
berdaya anti-radang kuat dengan efek agak kuat dan obat ini juga memiliki
efek mineral kortikoid ringan atau retensi garam dan air. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa prednisolon 7,5 mg per-hari selama 6 bulan
mengurangi nyeri. Dosis lazim dibatasi sampai oral 5-10 mg prednisolon
sehari.
(Tjay dan Rahardja, 2007)

C. Alat dan Bahan


Alat :
1. Spuit injeksi (0,1-1 ml)
2. Jarum oral (ujung tumpul)
3. Bekker glass
4. Stopwatch
5. Penangas air
6. Holder tikus
7. Neraca Ohauss

Bahan :

1. Larutan CMC Na 0.5%


2. Bahan obat : Ibuprofen, Na diklofenak, Asam Mefenamat,
Metilprednisolon, Parasetamol.

D. Skema Kerja

Sebelum pemberian obat dicatat dengan menggunakan stopwatch waktu yang


diperlukan tikus untuk menjentikkan ekornya keluar dari penangas air. Tiap
rangkaian pengamatan dilakukan tiga kali, selang dua menit. Pengamatan pertama
diabaikan, hasil dari dua pengamatan terakhir diratakan dan dicatat sebagai respon
normal masing-masing tikus terhadap stimulus nyeri. Jika perlu, stimulus
disesuaikan untuk mencapai respon normal terhadap stimulus nyeri, sekitar tiga
sampai lima detik.
Dibagi menjadi 6 kelompok, masing-masing mendapatkan 4 ekor hewan uji dan 1
ekor hewan uji sebagai kontrol.

Kelompok I (Kontrol Negative)

Kelompok II (Paracetamol): 3 hewan uji diberikan suspensi Parasetamol dosis 500


mg/50 kg BB manusia

Kelompok III (Asam Mefenamat): 3 hewan uji diberikan suspensi Asam


Mefenamat dosis 500mg/50 kg BB manusia

Kelompok IV (Ibu Profen): 3 hewan uji diberikan suspensi Ibu Profen dosis
200mg/50 kg BB manusia

Kelompok V (Na diklofenak); 3 hewan uji diberikan suspensi Na diklofenak dosis


50mg/50 kg BB manusia

Kelompok VI (Metil Prednison); 3 hewan uji diberikan suspensi Metil Prednison


dosis 8mg/50 kg BB manusia

Diamkan 10 menit, kemudian nilai respon masig-masing tikus terhadap stimulus


nyeri seperti pada no (1). Jika tikus tidak menjentikkan ekornya keluar air panas
dalam waktu 10 detik setelah pemberian stimulus nyeri, maka dapat dianggap bahwa
ia tidak menyadari stimulus nyeri tersebut. Jangan biarkan ekornya melampaui waktu
ini dalam air panas.

Diulangi penilaian respon tikus selang 20 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit dan
seterusnya sampai efek analgesic hilang.
Hasil pengamatan ditulis dalam bentuk tabel dan digambarkan kurva yang
merefleksikan pengaruh obat-obat yang diberikan terhadap respon tikus untuk
stimulus nyeri.

E. Data Pengamatan

WAKTU SEBELUM SESUDAH


KELOMPOK TIKUS
PEMBERIAN 1 2 3 X 10' 20' 30' 60' 90'
1 13.03 2 1 1 1 - - - - -
I
2 13.06 10 1 5 3 2 3 4 5 7
KONTROL (-)
3 13.08 2 2 2 2 1 2 2 2 2
CMC NA 0,5 %
Rerata 2 2 3 3 4 5
1 13.28 6 4 1 2,5 5 2 1 7 6
II 2 13.27 5 7 2 4,5 1 2 3 2 7
(PARASETAMOL) 3 13.30 8 2 1 1,5 2 7 7 5 10
Rerata 3 3 4 4 5 8
1 13.30 10 5 5 5 3 8 5 5 5
III
2 13.50 3 6 10 8 7 9 10 10 3
(ASAM
3 13.40 3 4 7 5,5 6 4 2 2 2
MEFENAMAT)
Rerata 6 5 7 6 6 3
1 13.19 3 4 2 3 2 4 5 4 3
IV 2 13.20 3 5 3 4 2 3 3 4 4
(IBU PROFEN) 3 13.25 3 5 2 3,5 2 3 3 4 5
Rerata 4 2 3 4 4 4
1 13.08 10 2 5 5,5 2 10 8 10 10
V
2 13.21 4 3 3 3,3 3 3 5 3 3
(Na
3 13.18 3 6 3 4 1 1 1 4 2
DIKLOFENAK)
Rerata 4 2 5 5 6 5
1 12.59 2 3 4 3,5 2 1 2 7 3
VI
2 13.05 10 8 10 9 5 3 3 7 7
(METIL
3 13.09 10 3 2 2,5 2 1 2 3 3
PREDNISOLON)
Rerata 5 3 2 2 6 4

KURVA RATA-RATA RESPON JENTIKAN TIKUS TERHADAP ANALGETIK

Kontrol - Parasetamol Asam Mefenamat

9
Ibu Profen Na Diklofenak Metil Prednisolon

8 8

7 7

6 6 6

5 5 5 5 5 5

4 4 4 4 4

3 3 3 3 3

2 2 2 2

0
10' 20' 30' 60' 90'

F. Perhitungan
Bobot 3 tikus percobaan
No. Berat Tara Berat tara + tikus Berat Tikus
1. 83,80 g 271,9 g 188,1 g

2. 83,80 g 216,4 g 132,6 g

3. 83,80 g 239,4 g 155,6 g


Dosis Na diklofenak 50 mg
70𝑘𝑔
Konversi ke manusia 70 kg = 50𝑘𝑔x 50 mg = 70 mg

Konversi ke tikus 200 g = 70 mg x 0,018 = 1,26 mg/200 g BB tikus


188,1 𝑔
Dosis tikus terbesar 188,1 g = x 1,26 mg = 1,18503 mg/188,1 g BB
200 𝑔

tikus
1,18503 𝑚𝑔
C Stok = 1 = 0,4740 mg/ml
𝑥 5 𝑚𝑙
2

188,1 𝑔
Dosis tikus 1 (188,1 g ) = x 1,26 mg = 1,18503 mg
200 𝑔
1,18503 𝑚𝑔
VP = 0,4740 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 2,5000 ml
132,6 𝑔
Dosis tikus 2 ( 132,6 g ) = x 1,26 mg = 0,8353 mg
200 𝑔
0,8353 𝑚𝑔
VP = 0,4740 𝑚𝑔/𝑚𝑙 =1,7622 ml
155,6 𝑔
Dosis tikus 3 ( 155,6 g ) = x 1,26 mg = 0,9802 mg
200 𝑔
0,9802 𝑚𝑔
VP = 0,4740 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 2,0679 ml

Penimbangan tablet
1. Berat kertas + tab Na diklofenak = 0,7187 g
Berat kertas + sisa = 0,4985 g
Berat tab Na diklofenak = 0,2202 g

2. Berat kertas + tab Na diklofenak = 0,7195 g


Berat kertas + sisa = 0,4986 g
Berat tab Na diklofenak = 0,2209 g

3. Berat kertas + tab Na diklofenak = 0,7186 g


Berat kertas + sisa = 0,4987 g
Berat tab Na diklofenak = 0,2199 g
Berat rata-rata tab Na diklofenak
= 0,2202 g + 0, 2209 g + 0,2199 g
3
= 220,3 mg

C Stok = 0,4740 mg/ml x 25 ml = 11,85 mg / 25 ml


11,85 𝑚𝑔
Serbuk Na diklofenak yang dibutuhkan = x 220,3 mg = 52,211
50 𝑚𝑔

mg
Rentang penimbangan serbuk Na diklofenak (±5%) = 49,6005 mg –
54,8215 mg
0,5
CMC 0,5 % = 100 x 25 ml = 0,125 g

Air untuk mengenbangkan CMC Na 0,125 g x 20 = 2,5 g ( 2,5 ml )


Berat kertas + zat = 0,5248 g
Berat kertas + sisa = 0,4736 g
Berat zat = 0,0512 g

𝑚𝑔 𝑁𝑎 𝑑𝑖𝑘𝑙𝑜𝑓𝑒𝑛𝑎𝑘
Stok sebenarnya x etiket
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑏
51,2 𝑚𝑔
= 220,3 𝑚𝑔 x 50 mg

= 11,620 mg / 25 ml
= 0,4648 mg / ml

188,1 𝑔
Dosis tikus 1 (188,1 g ) = x 1,26 mg = 1,18503 mg
200 𝑔
1,18503 𝑚𝑔
VP = 0,4648 𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 2,54 ml ~ 2,50 ml
132,6 𝑔
Dosis tikus 2 ( 132,6 g ) = x 1,26 mg = 0,8353 mg
200 𝑔
0,8353 𝑚𝑔
VP = 0,4648 𝑚𝑔/𝑚𝑙 =1,79 ml ~ 1,8 ml
155,6 𝑔
Dosis tikus 3 ( 155,6 g ) = x 1,26 mg = 0,9802 mg
200 𝑔
0,9802 𝑚𝑔
VP = 0,4648 𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 2,10 m
G. Pembahasan

Analgetik adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk


mengurangi rasa sakit atau nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Kesadaran akan perasaan sakit terdiri dari 2 proses, yakni penerimaan
rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi emosional dan
individu terhadap perangsang ini. Obat penghalang nyeri (analgetik)
mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi ambang kesadaran
akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan reaksi-reaksi psikis
yang diakibatkan oleh rangsangan sakit.

Sebelum praktikum hewan uji dipuasakan selama 18 jam bertujuan


untuk mengosongkan saluran pencernaan sehingga tidak akan mengganggu
aktivitas obat di dalam tubuh. Penandaan pada jarak 5cm pada ekor tikus
bertujuan untuk batas perlakuan rangsangan nyeri pada hewan uji.Setelah
itu dilakukan respon tikus terhadap kerja obat dalam hewan uji, ditandai
dengan lamanya waktu sampai ekor tikus menjentik. Jika ekor tikus
menjentik maka tikus mengalami kesakitan atau rasa nyeri. Dari data yang
sudah kita dapat dari beberapa obat selanjutnya kita analisis mengenai
onset, durasi, dan t max masing-masing obat. Onset adalah waktu dari
pemberian obat sampai obat tersebut pertama kali bekerja di dalam tubuh.
Sedangkan durasi adalah waktu yang diperlukan obat mulai dari obat
berefek sampai efek hilang. Selain itu, kita juga harus mengetahui t max
atau waktu dimana kadar obat dalam plasma sampai pada puncaknya.

Pada praktikum kelompok I tikus diberi suspensi CMC Na 0,5%


sebagai kontrol negatif sebagai dasar untuk mengetahui berapa lama respon
tikus dalam menjetikkan ekornya tanpa pemberian obat analgetik.
Seharusnya data pada kelompok I lebih rendah daripada data di kelompok
perlakuan obat setelah pemberian obat. Tetapi, data yang diperoleh tikus
merasakan rangsangan nyeri yang lebih lama dibandingkan dengan
kelompok perlakuan obat. Hal tersebut bisa saja terjadi karena suhu air
kurang dari 50°C.

Pada kelompok II tikus diberikan suspensi Paracetamol dengan dosis


500mg/ 50kg BB manusia. Dari data diperoleh respon normal pada 3 detik
tikus menjentikkan ekornya. Setelah 20 menit obat sudah memberikan efek
analgetik (onset), karena tikus menjetikkan ekornya pada detik ke 4. Pada
menit selanjutnya sampai menit ke 90 obat masih memberikan efek
analgetik, ditandai dengan semakin lama tikus dapat menahan nyeri (durasi).
Dari literatur disebutkan bahwa konsentrasi Paracetamol tertinggi dalam
plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam
(Farmakologi dan Terapi edisi V, 2007). Jadi, benar bahwa setelah 90 menit
tersebut merupakan fase durasi atau waktu ½ plasma obat ini.

Pada kelompok III tikus diberikan suspensi Asam Mefenamat dengan


dosis 500mg/50 kg BB manusia. Diperoleh data respon normal pada 6 detik
tikus menjentikkan ekornya. Setelah 20 menit obat sudah memberikan efek
analgetik (onset), karena tikus menjentikkan ekornya pada detik ke 7. Pada
menit ke 90 efek analgetik pada obat telah habis sehingga tikus dapat
merasakan respon nyeri lebih cepat (durasi).

Dalam literatur, disebutkan bahwa t ½ plasmanya 2-4 jam (Tjay dan


Rahardja, 2007). T ½ plasma berarti waktu yang dibutuhkan untuk setengah
dari obat tereliminasi. Jadi, t ½ plasma mencangkup durasi. Dari praktikum,
setelah 20 menit pemberian obat, tikus dapat menahan rangsangan nyeri
selama 7 detik yang mana lebih tinggi dari respon normal yaitu 6 detik. Jadi,
dalam waktu 20 menit obat tersebut sudah bekerja di dalam tubuh hewan uji.

Pada kelompok IV tikus diberikan suspensi Ibuprofen dengan dosis


200mg/50 kg BB manusia. Diperoleh data respon normal pada 4 detik tikus
menjetikkan ekornya. Setelah 30-90 menit obat tidak memberikan efek
analgetik karena tikus tidak dapat menahan respon nyeri.Dari literatur,
absorpsi Ibuprofen cepat melalui lambung dan kadar maksimum dalam
plasma dicapai setelah 1-2jam (Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran,2007;240). Jadi pada data yang didapatkan setelah 1
jam pemberian obat, tikus hanya dapat memberikan nilai respon analgetik
tinggi pada 4 detik saja. Ini berarti sama dengan respon normal yaitu 4 detik.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada 90 menit tersebut obat ibuprofen
belum berefek pada tikus, sehingga membutuhkan waktu yang lebih untuk
memberikan nilai onset.

Pada kelompok V tikus diberikan suspensi Na diklofenak dengan


dosis 50mg/50kg BB manusia. Diperoleh data respon normal pada 4 detik
tikus menjentikkan ekornya. Setelah 20 menit obat memberikan efek
analgetiknya (onset), karena tikus menjentikkan ekornya pada detik ke 5.
Efek analgetik memberikan respon maksimal pada menit ke 60, tetapi pada
menit ke 90 efek analgeik sudah mulai menurun.

Di literatur disebutkan bahwa waktu paruh singkat yakni 1-3jam


(Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran,2007;240).
Waktu paruh sendiri diartikan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk separuh
konsentrasi obat untuk dieliminasi. Jadi, dalam waktu paruh tersebut sudah
berlangsung durasi. Dari data yang diperoleh, obat memasuki fase durasi
pada 90 menit setelah pemberian.

Pada kelompok VI tikus diberikan suspensi Methyl Prednisolon


dengan dosis 8mg/50 kg BB manusia. Diperoleh data respon normal pada 5
detik tikus menjentikkan ekornya. Belum memberikan efek sampai menit ke
30. Efek baru dihasilkan pada menit ke 60 dan efek menurun pada menit ke
90. Dapat disimpulkan bahwa onset dari methyl prednisolon yaitu pada
menit ke 60 dan juga menghasilkan efek analgetik maksimal pada menit
tersebut.
H. Kesimpulan

1. Analgesik adalah obat / senyawa yang digunakan untuk mengurangi


rasa sakit dan nyeri.
2. Analgesik terbagi menjadi dua golongan yaitu analgetik non narkotik
( analgetika perifer) tidak mempengaruhi syaraf pusat dan analgetik
narkotik yang dapat mempengaruhi susunan syaraf.
3. Dari percobaan di atas, dapat diketahui bahwa obat yang paling efektif
dalam menghambat rasa nyeri adalah Paracetamol dengan dosis
500mg/50kgBB manusia dan yang kurang efektif dalam menghambat
rasa nyeri yaitu Ibuprofen 200 mg/50kgBB manusia.
I. Daftar Pustaka

Anief, M. 2000. PrinsipUmum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press
Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi Dan Terapi
Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ganong, W. F. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (20 ed.). Jakarta:
EGC
Katzung,G.B.1998. FarmakologiDasardanKlinik Edisi keenam. Jakarta:
EGC
Katzung, Bertram G.2010.Farmakologi Dasar & Klinik Edisi 10. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tjay, T.H dan K. Rahardja. 2007. Obat-obatPenting. Jakarta: PT
Gramedia
Semarang, 23 Maret 2018
Pembimbing Praktikan

A.A.Hesti W.S.,M.Si.Med.,Apt Umi Rohmatun N


Venty Olivia,.A.Md.

Wicak Narulita

Yulinda Ayu A

Nadia Nur Aini

You might also like