You are on page 1of 17

DEMOKRASI DAN BUDAYA POLITIK

INDONESIA
Oleh Adi Suryadi Culla

Abstrak Pengantar
Demokratis tidaknya suatu negara Untuk melihat tingkat kehidupan
dapat dilihat dari budaya politiknya. demokratis suatu negara, tergantung pada
Sebab, budaya politik merupakan faktor budaya politiknya. Budaya politik
yang sangat berpengaruh terhadap sistem merupakan variabel determinan atau
politik di negara tersebut. Budaya politik berpengaruh terhadap sistem politik.
itu sendiri berkembang di dalam Adakah masyarakat Indonesia memiliki
kehidupan masyarakat dan dipengaruhi potensi budaya politik yang kondusig bagi
oleh kompleksitas nilai yang dalam berkembangnya sistem demokrasi?
masyarakat tersebut. Jika budaya Pertanyaan ini kiranya menarik untuk
politiknya mendukung berkembangnya dikaji kembali sehubungan dengan
demokrasi, atau yang disebut civic culture, berkembangnya tuntutan demokratisasi
maka niscayanya sistem politiknya juga yang kini sedang marak sejak keruntuhan
demokratis. Dalam kasus Indonesia, pasca rezim Orde Baru di Indonesia.
Orde Baru, perubahan politik yang terjadi Indonesia adalah sebauh wilayah
cenderung lebih bersifat legalistik dengan karateristik budaya masyarakatnya
ketimbang substantif. Sistem politik yang yang unik dan kompleks. Dilihat dari segi
berhasil dibangun baru sampai pada asal-usulnya, masyarakat Indonesia
betntuk demokrasi semu (pseudo merupakan produk sejarah dari
demokrasi); pada dasaranta tataran pencampuran berbagai macam ras, yang
perbubahan isntitusional yang sudah membangun kehidupan bersama dan
berlangsung tersebut belum ditunjang pula bersebaran, dari banyak pulau/kepulauan,
oleh terjadinya perubahan pada tataran dengan identitas religus yang dipengaruhi
budaya politik. oleh terutama empat corak agama besar
(Hindu, Budha, Islam, dan Kristen), dan
terdiri dari ratusan jumlah etnik dengan
bahasa yang berlainan, dan sebagainya.

89
Dengan ciri masyakaratnya yang lebih dalam akar nilai-nilai demokrasi
bersifat plural itu, maka dapat dilihat berdasarakan budaya politik yang
sebagai pengaruh yang ada terhadap berkembang dalam setiap masyarakat
pembentukan budaya masyarakatnya. daearah. Ada alasan sederhana mengapa
Misalnya, aspek sejarah, geografi, hal ini mungkin tidak terlalu menarik
pluralitas agama, etnik, ras, dan bahasa. minat para sarjana dan peneliti.
Maka, tidaklah mengherankan jika Penyebabnya terutama adalah karena
gambaran masyarakat di setiap daerah pun terlanjurnya muncul persepsi umum
memiliki karateristik budaya yang bahawa dalam budaya politik lokal yang
beragam. tumbuh dan berkembang dalam
Tidak perlu disebtukan di sini masyarakat Indonesia tidak terdapat nilai-
berbagai macam studi yang telah nilai demokrasi; apalagi jika masalah ini
dilakukan para ahli maupun lembaga dipahami menurut berbagai rujukan
tertentu yang mengungkapkan gambaran konsep politik moderen.
mengenai corak budaya masyarakat Tetapi, pertanyaan: apakah benar
Indonesia yang beraneka ragam. Mulai dalam budaya politk lokal di Indonesia
dari masyarakat yang terdapat di Jawa, tidak terdapat nilai-nilai demokratis?
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Pertanyaan ini membuat kita perlu
Nusa Tenggara Timur dan Barat, dan Irian membuat pendifinisian atau
Jaya (Papua). Yang jelas, di masing- konseptualisasi mengenai apa
masing daerah pulau/kepuluan tersebut, sesungguhnya yang kita maksudkan jika
hidup beragam kelompoke etnik dengan berbicara tentang demokrasi.
karateristik budayanya sendiri. Gambaran Yang pasti demokrasi bukanlah
sifat multi-culture, tersebut dengan segala sebuah konsep yang abstrak atau normatif
kompleksitas faktor sosio-historis yang belaka, tetapi sekaligus merupakan
mempengaruhinya, tentu harus cerimanan perilaku yang melekat pada diri
dipertiimbangkan dalam memahami manusia sebagai warga masyarakat.
budaya asli masyarakat Indonesia.1 Demokrasi merupakan suatu konsep ideal
Sayangnya, dari berbagai studi yang ketiak diwujudkan dalam kehidupan
yang ada, perhatian masih jarang bernegara memerlukan ukuran-ukuran
dilakukan secara spesifik untuk mengkaji tertentu, dalam kaitannya dengan relaitas
1 politik yang dirujuk. Kriteria-kriteria
Uraian menarik mengenai pluralitas budaya
masyarakat Indonesia,; lihat antara lain tersebut menjadi ukuran nasional,
Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan
Indonesia (Jakarta: Djambatann, 1981). termasuk dari segi budaya, untuk menilai

90
apakah suatu masyarakat tertentu memiliki pengetahuan; (8) adanya pengakuan dan
budaya politik yang demokratis atau tidak. penghormatan terhadap kebebasan.2
Sedangkan William Ebenstein
Memahami Kriteria Demokrasi menyebutkan sekitar delapan ciri utama
Banyak sekali pengertian tentang yang dapat dijadikan acuan untuk
demokrasi yang telah dirumuskan oleh memhami dan mengukur demokratis atau
para ilmuwan dan teoritis. Dari sejumlah tidaknya kehidupan politik sebuah
pengertian tersebut, meskipun terdapat masyarakat, yaitu: (1) emperisme rasional;
perbedaan nuansa konseptual, terutama (2) penekanan pada individu; (3) negara
jika dilihat dari identifikasi kriteria sebagai alat; (4) kesukarelaan
normatif yang dirumuskan oleh masing- (voluntarism); (5) hukum diatas hukum;
masing teoritis, pada dasarnya terdapat (6) penenkanan pada cara; (7)
persamaan-persamaan penting yang musyawaram mufakat sebagai dasar dalam
menunjukkan universalitas konsep hubungan antar manusia; dan (8) azas
demokrasi berdasarkan krteria-kriteria persamaan semua manusia.3 Kesemua ciri
yang menjadi cerminan perwujudan ini diletakkan dalam konteks pengharagaan
konsep tersebut. setiap orang dalam mengekspresikan diri
Herry B. Mayo, misalnya, mencatat dan kepentingannya.
setidaknya delaapan ciri utama yang harus Akan halnya Carter dan Hertz
diperhatikan untuk menilai apakah sebuah mengonseptualisasi tujuh ciri demokrasi,
masyarakat bersifat demokratis atau tidak, yaitu: (1) pembatasan terhadap tindakan
yaitu: (1) adanya penyelesaian perselisihan pemerintah dengan menjamin terjadinya
dengan damai dan suka rela; (2) adanya pergantian pemimpin secara berkala, tertib,
jaminan bagi terjadinya perubahan secara damai, melalui alat-alat perwakilan rakyat
damai dalam suatu masyarakat yang yang efektif; (2) mengharagai sikap
sedang berubah; (3) adanya pergantian toleransi terhadap perbedaan pendapat
penguasa yang berlangsung secara yang berlawanan; (3) menjamin persamaan
tearatur; (4) adanya pembatasan atas di depan hukum yang diwujudkan dengan
pemakain kekerasan (pakasaan) secara sikap tunduk kepada rule of law tanpa
minimum; (5) adanya pengakuan dan 2
Henry B. Mayo, An Introduction to Democratic
penghormatan atas keanekaragaman; (6) Theory (New York: Oxford University, 1965). Hal.
218-241; juga dalam Miriam Budiardjo (ed.),
adanya jaminan penegakan keadilan; (7) Masalah Kenegaraan (Jakarta: Gramedia, 1982),
adanya upaya memajukan ilmu hal. 160-196.
3
William Ebenstein, Today Ism (Englewood Cliffs,
NJ: Prentice Hall, 1967), hal. 142-151.

91
membedakan kedudukan politik;(4) terliputnya masyarkat dalam kaitannnya
adanya kebebasan berpartisipasi dan dengan hukum.5
berposisi bagi partai politik, organisasi Selanjutnya, Andrews dan
kemasyarakatan, masyarakat dan Chapman mengemukakan enam ciri
perorangan, termasuk bagi pers dan media demokrasi, yaitu: (1) hak suara yang luas;
massa; (5) adanya penghormatan terhadap (2) pemilihan umum yang bebas dan
hak rakyat untuk meberikan pendapatnya terbuka; (3) kebebasan berbicara dan
betapapun tampak masalah dan tidak berkumpul; (4) pengharagaan aats rule of
populer; (6) penghargaan terhadap hak-hak law; (5) pemerintah yang bergantung pada
minoritas dan perorangan; (7) pengunaan parlemen; dan (6) badan pengadilan yang
cara persuasif dan diskursif ketimbang bebas.6
koersif dan repersif.4 Sedangkan Ulf Sundhauessen
Adapun Robert A. Dahl menyebutkan tuga syarat demokrasi untuk
mengajukan lima kriteria demokratis, suatu sistem politik, yaitu: (1) jaminan atas
yakni: (1) persamaan hak pilih dalam hak seluruh warga negara untuk dipilih dan
menentukan keputusan kolektif yang memilih dalam pemilu yang dilaksanakan
mengikat; (2) partisipasi efektif, yaitu secara berkala dan bebas; (2) semua warga
kesempatan yang sama bagi semua warga negara menimkmati kebebasan berbicara,
negara dalam proses pembuatan keputusan berorganiasasi, memperoleh informasi, dan
secara kolektif; (3) pemebebaran beragama; (3) dijaminanya hak yang sama
kebenaran, yaitu adanya peluang yang di depan hukum.7
sama bagi setiap orang untuk memberikan Sementara Amin Rais mengajukan
penilaian terhadap jalannya proses politik setidaknya sepuluh kriteria sebagai
dan pemerintahan; (4) kontrol terakhir berikut: (1) partisipasi dalam pembuatan
terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan keputusan; (2) persamaan di depan hukum;
eksklusif bagi masyakarakat untuk (3) distribusi penpatan secara adil; (4)
menentukan agenda mana yang harus dan kesempatan pendidikan yang sama; (5)
tidak harus diputuskan melalui
5
Robert A. Dahl, Dilema Demokrasi Pluralis Antara
pemerintahan; (5) pencakapan, yaitu
Otonomi dan Kontrol (Jakarta: Rajawali Press,
1985), hal. 10-11.
6
George R. Andrews dan Herrick Chapman (eds.),
The Social Construction of Democracy (London:
Macmillan, 1995), hal.4.
4 7
Gwendolen M. Carter dan John H. Herz, “Peranan Ulf Sundhaussen “Demokrasi dan Kelas
Pemerintah dalam Masyrakat Masa kini”, dalam Menengah: Refleksi Mengenai Pembangunan
Miriam Budiardjo (ed.), Masalah kenegaraan, ibid, Politik,” dalam Prisma, No.2, Tahun XXI, 1992,
hal 86-87. hal.64.

92
pengakuan dan penghargaan terhadap perlakuan hukum yang adil tanpa
empat macam kebebasan: kebebasan membedakan asal-usul maupun
mengeluarkan pendapat, kebebasan media latar belakang sosial;
massa, kebebasan berkumpul, dan 4) Adanya pemilihan pemimpin
kebebasan beragama; (6) ketersediaan dan lembaga sosial dan pemerintahan
keterbukaan infromasi; (7) mengindahkan yang dilakukan secara berkala.
fatsoen (tatakrama); (8) kebebasan 5) Adanya hak yang dimiliki oleh
individu; (9) semangat kerjasama; dan (10) setiap warga negara untuk dipilih
hak untuk protes.8 dan memilih dalam pelaksanaan
Demikianlah, berdasarkan pemilu yang dilaksanakan secara
beberapa pendapat yang dikemukakan di berkala.
aats, tampak bertapa variasinya ciri-ciri 6) Adanya partisipasi masyakarakat
demokrasi yang dapat dikemukakan. dalam pengambilan keputusan
Namun demikian, dari sejumlah pendapat yang mengikat secara kolektif.
tersebut, terdapat beberapa kriteria 7) Adanya hak masyarakat untuk
demokrasi yang menjadi titik persamaan menyampaikan protes dan atau
dari keseluruhan pendapat tersebut, menjadi oposisi berhadapan dengan
sebagai berikut: penguasa;
1) Penghargaan terhadap inividu. Di 8) Adanya penghargaan terhadap cara
sini demokrasi merupakan sebuah persuasif ketimbang kekerasan
padangan yang lebih menonjolkan dalam menciptakan perubahan;
aspek individu ketimbang 9) Adanya penghargaan terhadap
konektivitas; terhadap hak-hak minoritas dalam
2) Kebebasan dalam empat hal, yaitu kehidupan politik
berpendapat; berkumpul atau 10) Pentignya cara musyawarah-
mengadakan rapat; kebebasan mufakat dilakukan dalam
memperoleh informasi; dan penyelesaian setiap perkara dalam
kebebasan beragama; masyarakat.
3) Adanya persamaan kedudukan bagi
setiap warga negara di depan Keseluruhan kriterian yang
hukum tanpa kecuali. Setiap warga dikemukakan di atas kiranya dapat
negara berhak mendapatkan dijadikan basis konseptual untuk menilai

8
ada tidaknya demokrasi yang berkembang
Amin Rais, “Pengantar” dalam Demokrasi dan
Proses Politik (Jakarta: LP3ES, 1986), hal. Vxi-xxv. di masyarakat Indonesia. Kriteria-kriteria

93
tersebut mungkin sebagian ada yang sudah masyarakat sebagai warga negara terhadap
terwujud, sementara sebagain lainnya kehidupan politik yang sedang dialami.
sudah nampak meskipun dengan Karena itu, perubahan politik dalam
perwujudan yang masih minimal. Namun, konteks demokratisasi tersebut pada
tentu saja usaha untuk mewujudkan dasarnya merupakan sebuah usaha yang
sebagai dasar kriteria demokrasi tersebut legitimate untuk dilakukan oleh masyrakat
tergantung pada demokratisasi yang itu sendiri dalam menciptkan keadaan
mewarnai perkembangan politik Indonesia yang lebih sesuai dengan tuntuan budaya
sendiri. politik yang demokratis.
Demokratisasi tidak akan bisa
Budaya Politik dan Demokratisasi berjalan bila tidak ditunjang oleh adanya
Demokrasi berhubungan erat budaya politik yang sesuai dengan prinsip-
dengan demokratisasi. Demokratisasi prinsip demokrasi. Dalam berhadapan
adalah sebuah proses politik yang dengan tuntutan perubahan, di dalam suatu
dijalankan oleh pemerintah bersama masyarakat tertentu kemungkinan terdapat
masyarakat untuk menciptakan kehidupan dua sikap yang secara ekstrim
politik yang demokratis. Dalam konteks bertentangan secara budaya, yaitu bersifat
itu, berlangsungnya demokratisasi penting “mendukung” (positif) di satu sisi, dan
untuk dilihat dengan mengacu kepada dua kemungkinan pula bersifat “menentang”
hal utama yang menjadi dasar demokrasi. (negatif) di sisi lain. Karena itu,
Pertama, adanya seperangkat ketentuan demokratisasi sebagai sebuah prsoses
normatif (kriteria nilai-nilai) yang harsu perubahan dalam menciptakan kehidupan
terpenuhi di dalam masyarakat. Kedua, politik yang demokratis secara logis akan
adanya suatu struktur politik yang dihadapkan pula dengan dua kutub sikap
berkembang dalam masyarakat ekstrim, yaitu apakah dalam budaya politik
bersangkutan yang memenuhi ketentuan masyarakat bersangkutan terdapat nilai-
normatif tersebut. nilai yang “pro” ataukah “anti” demokrasi.
Demokratisasi pada hakikatnya Budaya politik, menurut Almond
merupakan suatu proses perubahan politik dan Verba, merupakan sikap individu
(political change) dari keadaan yang terhadap sistem dan komponen-
dianggap lebih kurang demokratis. Alasan komponenya, dan juga sikap inividu
bagi adanya perubahan politik itu sendiri terhadap peranan yang dimainkan dalam
adalah disebabkan oleh ketidakpuasan
psikologis yang telah dialami bersama oleh

94
sistem politik.9 Singkatnya, budaya politik itu dengan sturktur politiknya, maka
tidak lain daripada orientasi psilogis semakin matang pula budaya politik yang
terhadap obyek sosial, dalam hal ini sistem ada di dalam masyarakatnya.
10
politik. Positif atau negatif sikap Budaya politik yang matang
seseorang terhadap sistem politik yang termanifestasi melalui orientasi pandangan
berkembang menuju kondisi demokratis, dan sikap individu terhadap sistem
adalah tergantung pada corak orientasi politiknya. Budaya politik yang
budaya politik yang dimilikinya. demokratis akan mendukung terciptanya
Budaya politikb suatu masyarakat sistem politik yang demokratis. Di sini
dengan sendirinya bekembang dipengaruhi yang dimaksud dengan budaya politik
oleh kompleksitas nilai yang ada dalam yang dmokratis, menurut Almond dan
masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, Verba, adalah suatu kumpulan sistem
kehidupan masyarakat dipenuhi oleh keyakinan, sikap,norma, persepsi dan
interaksi antar orientasi dan antar-nilai sejenisnya, yang mendorong terwujudnya
yang memungkinkan timbulnya kontak- partisipasi.13 Budaya politik yang
kontak di antara budaya politik suatu demokratis merupakan budaya politik yang
kelompok atau golongan, yang mungkin partisipatif, yang diistilahkan oleh Almond
lebih cepat disebut “sub-budaya politik”, dan Verba sebagai civic culture. Karena
yang pada dasarnya merupakan proses itu, hubungan antar budaya politik denan
dimana terjadi pengembangan budaya demokrasi (demokratisasi) dalam konteks
11
bangsa dalam proses itu. civic culture tidak dapat dipisahkan.
Berfungsinya budaya politik Adanya gambaran perwujudan sifat
dengan baik sebagai budaya bangsa yang demokratis atau tidak dari budaya politik
matang, menurut Alomond dan Verba, yang berkembang di dalam suatu
pada prinsipnya ditentukan oleh tingkat masyarakat, dengan demikian tidak hanya
keserasian antar kebudayaan bangsa itu dapat dilihat dari interaksi antar individu
12
dengan struktur politiknya. Dengan dengan sistem politiknya, tetapi juga
demikian, semakin serasi budaya bangsa interkasi antar individu dalam konteks
kelompok atau golongan dengan kelompok
9
Gabriel A. Almond dan Sidney Verba, Budaya dan golongan sosial lainnya. Dengan kata
Politik: Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima
negara (Jakarta Bumi Aksara, 1990), hal.13. lain, bahwa budaya politik dapat dilihat
10
Affan Gafar, Politik Indonesia: Transisi Menuju
manifestasinya dalam hubungan antara
Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999),
hal.99.
11
Nazruddin Sjamsuddin, ibid.
12 13
Almond dan Verba, loc.cit Almond dan Verba, hal.178.

95
masyarakat dengan struktur politiknya, dan yang berkembang dalam masyarakat
dalam hubungan antar kelompok dan bersangkutan.
golongan dalam masyarakat itu.
Jadi, disamping orientasi terhadap Konteks Indonesia
sistem atau struktur politik, menurut Berbicara tentang budaya politik
Almond dan Powell, terdapat lagi aspek yang demoktratis dalam konteks
lain dari budaya politik yang berkaitan masyarakat Indonesia, dengan demikian
dengan pandangn dan sikap invidu dalam kiranya jelas gambarannya bahwa masalah
masyarakat sebagai sesama warga negara. yang harus diperhatiakn amat terkait
Sikap atau pandangan ini berkaitan dengan dengan persoalan latar belakang “sub-
“rasa percaya” (trust) dan “permusuhan” budaya etnik dan daerah” yang
(hostility) yang terdapat antar warga berkembang yang bersifat majemuk.16
negara yang satu dengan warga negara Dengan keanekaragaman latar berlakang
lainnya atau antar golongan yang satu itu, maka kondisinya sudah pasti
dengan golongan lainnya dengan membawa pengaruh terhadap budaya
14
masyarakat. politik bangsa Indonesia sendiri.
Perasaan-perasaan atau perilaku Kemungkinan dalam interaksi antar
individual tersebut merupakan budaya sub-budaya politik yang majemuk itu
politik mungkin terlihat pada pandangan adalah terjadinya jarak tidak hanya antar
dan sikap seseorang terhadap budaya politik budaya daearh dan etnik
pengelompokan yang ada disekitarnya yanga ada satu dengan lainnya, tetapi juga
dalam bentuk kualitas politik yang sering antar budaya politik pada tingkat nasional
kita temukan yaitu konflik dan dengan budaya politik tingkat daerah.
kerjasama.15 Kemampuan untuk Apabila pada tingkat nasional yang tampak
menciptakan keseimbangan antara konflik lebih menonjol didominasi oleh pandangan
dan konsensus secara beradab, melalui dan sikap antar sub-sub budaya politik
prosedur yang tersedia, karena itu, juga yang saling berinteraksi, maka di tingkat
dapat menjadi dasar penilaian dalam daerah yang mungkin berkembang adalah
melihat potensi budaya politik demokratis

14
Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.,
Comprative Politics (Boston dan Toronto: Little and
16
Brown Company, 1978), edisi kedua, hal. 37-39. Uraian mengenai beberapa budaya politik
15
Lihat Nazaruddin Syamsuddin, “Aspek-aspek derang dengan berbagai karateristik yang bereda-
Budaya Politik Indonesia”, dalam Alfian dan beda di setiap daerah, lihat Kuntjaraningrat,
Nazaruddin Sjamsuddin (ed.), Profil Budaya Politik Manusia dan Kebudayaan Indonesia (Jakarta:
Indonesia (Jakarat: Gramedia, 1991), hal.23. Jambatan, 1993).

96
“sub-budaya politik” yang lebih kuat ada, yang mencoba secara khusus untuk
dalam arti primordial.17 mendekatinya.
Studi tentang budaya politik yang Suatu budaya politik nasional yang
mengungkapkan adanya perbedaan ciri hendak dikembangkan oleh bangsa
secara primordial mengenai setiap daerah manapun didunia, termasuk Indonesia,
dan etnik tertentu di Indonesia, kiranya adalah budaya politik yang sesuai dengan
telah banyak dilakukan oleh para ahli. prinsip-prinsip demokarsi. Demokratisasi
Untuk menyebut beberapa nama peneliti sebagai suatu proses pembangunan politik
asing, dapat dicatat antara lain Donald K. menuju penciptaan civic culture atau
18 19
Emerson, Benedict Andresson, william “budaya bangsa” yang matang secara
Liddle,20 Harold Crouch21 dan berbagai demokrasi yang selama ini diharapkan
penelti lainnya yang telah menghasilkan dapat tercipta sebenarnya amat ditentukan
karya-karya terkenal mereka. Kelemahan oleh berkembangnya budaya politik derah
yang terasakan dari berbagai penelitian yang kondusif ke arah cita-cita tersebut.
yang ada adalah bahwa upaya untuk Karena itu, dalam rangka
mengungkap hubungan antar budaya menjawab permasalahan tersebut, maka
politik daerah (lokal) dengan adanya upaya untuk mengindetifikasi
demokratisasi itu sendiri dalam kerangka budaya politik daerah yang berkolerasi
sistem politik secara nasional tampaknya positif maupun negatif dengan
belum banyak, jika tidak dikatakan belum demokratisasi amat penting artinya, untuk
mengetahui dan memahami tantangan dan
17
Nazaruddin Syamsuddin, op. Cit., hal.32.
prospek keberhasilan demokratisasi yang
18
Baca Donald K. Emerson, Inodonesia’s Elite: kini sedang dijalankan di negeri ini.
Political Culture and Cultural Politics (Ithaca:
Cornell University Press, 1976). Dengan demikian, masalah yang penting
19
Bennedict R.O.G. Andersson , “Negara Lama,
Masyarakat Baru: Orde Baru Indonesi dalam dijawab adalah apakah budaya politik yang
perbandingan Perspektif Kesejarahan”, Bab III, berkembang di masyarakat itu pro atau anti
dalam buku: Kuasa Kata, Jelajah Budaya-Budaya
Politik Indonesia (Yogyakarta: Mata Bangsa, 2000); demokrasi?
lihat juga karya Andersson “Gagasan Tentang
Kekuasaan Dalam Kebudayaan Jawa “ dalam Memang, hal yang menarik untuk
Miriam Budiardjo (Peny.), Aneka Pemikiran
digarisbawahi bahwa pertanyaan mengenai
Tentang Kekuasaan dan Wibawa (Jakarta: Sinar
Harapan, 1986), Cetakan ke-2. ada atau tidaknya budaya politik
2020
R. William Liddle, Leadership and Culture in
Indonesia Politics (Sydney: Asian Srudies demokratis di Indonesia kiranya telah
Association of Australia in association wtih Allen &
banyak menjadi perdebatan selama ini.
Unwin, 1996).
21
Baca Harold Crouch, Patrimonalism and Military Berbagai pendapat yang diperoleh dari
Rule in Idnoensia, dalam Wold Politics, Vol. 31,
No.4, 1979, hal. 242-259. hasil pengamatan maupun penelitian yang

97
masih terbatas mungkin membuat berabad-abad, sejak masyrakat hidup
kesimpulan yang berbeda. Dua titik dalam sifat perkauman di zaman kerajaan-
ekstrim dapat digeneralisasi. Pendapat kerajaan, hingga kini seperti tampak masih
pertama, di satu sisi menyatakan bahwa berusaha diperthankan di dalam kehidupan
budaya politik demokratis tidak punya masyarakat Indonesia. 22
akar dalam masyarakat negeri ini. Tradisi yang hidup dalam
Sementara pendapat kedua, di sisi lain ada masyrakat pertanian tradisional ini, yang
yang menyanggahnya. Masing-masing disebut juga tradisi berembung, bahkan
dapat saja menawarkan hasil temuan studi sudah menjadi praktik yang terlembangkan
maupun pengamatan yang berbeda. dalam bentuk yang unik di berbagai daearh
Pendapat yang lebih rasional dan seperti kerapatan Nagari, Rembung Desa,
hati-hati yang berupaya menengahi kedua Musyawarah Subak, dan forum-forum
titik ekstrim tersebut mungkin lebih tepat, musyawarah masyarakat desa lainnya. 23
bahwa disamping budaya anti-demokrasi, Praktik demokrasi lainnya adalah tradisi
terdapat pula budaya atau benih-benih pepe atau penyampaian pendapat (protes)
budaya yang demokratis yang berkembang yang dilakukan rakyat terhadap penguasa
dimasyarakat Indonesia. Dengan demikian, melalui aksi diam. Tradisi ini juga telah
permasalahan pokoknya sesungguhnya melembaga dalam kehidupan masyrakat
mungkin lebih terletak pada konteks jawa tradisional masa lalu.
tingkatan budaya politik yang telah dicapai Namun demikian, berbeda dengan
dalam masyarakat Indonesia, denga pendapat yang positif yang dikemukakan
melihat setidaknya gejala dominan yang di atas, di sisi lain ada juga pendapat yang
ditemukan dan variannya dalam kasus per tampaknya cukup dominan dalam wacana
kasus, serta kriteria-kriteria normatif politik Indonesia, yang mengemukakan
demokrasi yang dijadikan acuan seperti bahwa budaya politik demokratis tidak
yang telah dipaparkan sebelumnya. dikenal dalam masyarakat Indonesia.
Salah satu basis argumen bagi Berbagai ciri budaya yang ditampilkan
contoh pendapat yang menungkapkan
22
Lihat Mattulada, “Demokrasi dalam Tradisi
bahwa di dalam budaya asli masyarakat
Masyarakat Indonesia”, dalam M. Amin Rais
Indonesia, demokrasi bukan merupakan (Pengantar), Demokrasi dan proses politik (Jakarta:
LP3ES, 1986), hal. 3-15.
“barang baru mengacu pada sistem nilai 23
Lihat Umar Kayam, “Proses Demokrasi dan
Budaya Indonesia Menhgidupkan Kultur
musyawarah-mufakat. Praktik demokrasi Masyarakat Berembung”, dalam Elza Peldi Taher
berdasarkan prinsip musyawarah-mufakat (ed.), Demokrasi Politik, Budaya dan Ekonomi:
Pengalaman Indonesia Masa Orde Baru (Jakarta:
tersebut dianggap telah berlangsung sejak Yayasan Paramadinam 1994), hal. 145-153.

98
sebagai penguat argumen pendukung tesis pandangan di kalangan elit poilitik
negatif ini, antara lain mengacu pada mengenai sistem politik yang dianggap
budaya masyarakat Indonesia, seperti sesuai dengan budaya Indonesia. Cermin
feodalisme, klientalisme, primodalisme perbedaan ini tampak terutama dalam
(suku, agama, ras, dan pengelompokan sosok Hatta dan Seokarno. Kedua
sosial lainnya yang dianut secara pemimpin memiliki prsepsi yang berbeda
emosional), dan sebagainya. Dikatakan mengenai demokrasi. Dalam konteks
bahwa budaya anti-demokrasi ini telah kelembagaan, corak sistem demokrasi
mengakar sejak dulu dan masih bertahan / parlementer seperti yang tampak pada
dipertahankan dalam berbagai praktik tahun 1949 hingga 1950-an merupakan
kehidupan masyarakat hingga ini. reprentasi cita-cita Bung Hatta, sedangkan
Gejala bertahannya budaya anti- Demokrasi Terpimpin seperti dipraktikkan
demokrasi tersebut dapat dilihat terutama pada tahun 1959 hingga pertengahan 1960-
dalam interaksi antara rakyat dengan an, adalah cerminan cita-cita penggasnya,
penguasa atau antara bawahan dan atasan, Seokarno.
baik pada lembaga birokrasi tradisional Kedua sistem politik (Demokrasi
maupun modern di segala level. Budaya Libera dan Demokrasi Termpinpin) yang
ini dianggap sebagai warisan masa lalu pernah dilalui dalam sejarah bangsa
yang telah berkembang sejak zaman Indonesia tersebut, oleh banyak penilian,
kejayaan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dibedakan secara krusial sebagai periode
yang kemudian dipupuk dan dilestarikan demokrasi dan otoritarisme. Dalam
oleh penguasa kolonial demi kepentingan konteks budaya politik, di satu pihak
mempertahankan penjajahan, namun periode Demokrasi Parlementer yang
berlanjut dan bahkan sengaja dilestarikan disokong oleh Bung Hatta tersebut oleh
oleh penguasa birokrasi pemerintah di Soekarno dipandang sebagai cerminan
Indonesia hingga sekarang. praktik demokrsi berdasarkan budaya
Perbenturan pendapat antara dua Barat, sementara di sisi lain praktik
pendukung tesis pendapat di atas telah Demokrasi Terpimpin yang oleh Seokarno
muncuk sejak awal kemederdekaan negeri diklaim sesuai dengan asli Indonesia
ini di masa lalu, pada saat dimana ketika dikritik tajam oleh Bung Hatta merupakan
itu sedang diperdebatkan konsep dasar cerminan budaya feodal dan otoriter atau
bagi proses penataan sistem politik anti-demokrasi. Dari sini tampak
Indonesia pasca-klonial. Dalam proses ambivalensi pemahaman diantara kedua
perdebatan tersebut, timbul perbedaan pemipin bangsa tersebut, yang mungkin

99
dapat dianggap merepresentasikan bagaimanapun telah menciptakan
pembelahan pandangan kebanyakan elit implikasi yang amat “radikal” terhadap
Indonesia pula mengenai makna budaya kehidupan politik Indonesia. Budaya
politik yang hendak dibentuk dalam politik Indonesia kembali dipertanyakan
masyarakat Indonesia. dalam kaitannya dengan tuntutan
Perubahan dari Orde Lama (era demokrasi yang mencaut ke permukaan.
Demokrasi Terpimpin) ke Orde Baru pun Jika dilihat dari segi sejarah, konteks
pada dasarnya merpakan pergantian rezim. perubahan politik tersebut secara artifisial
Era Orde Baru tidak lain hanya merupakan mungkin untuk dinyatakan sebagai proses
lanjutan dan peyempurnaan dari model transfromasi sistem politik yang keempat
sistem politik Orde Lama. Budaya politik dalam perjalanan panjang yang telah
yang dikembangkan pun tidak jauh dilalui oleh negeri ini sejak kemerdekaan
berbeda. Ciri otoritarian malahan kian (1945), setelah pengalaman Demokrasi
menonjol. Di bawah kepemimpinan Parlementer (1949-1959), Demokrasi
Presiden Soeharto, apa yang dianggap Terpimpin (1959-1965), dan Demokrasi
sebagai warisan budaya feodal jawa Pancasila (1966-1998) yang jargonistik.
dilembagakan dalam hubungan antara Apa sebutan simbolik bagi sistem
rakyat dengan penguasa. Sistem politik politik baru yang kini sedang dalam
Orde Baru tidak hanya dianggap sebagai pencairan format kekhususannya itu, untuk
cerminan budaya feodal yang pernah berbeda atau dibedakan dengan karateristik
dipraktikkan pada zaman kekuasaan raja- sistem-sistem politik yang pernah ada
raja Jawa (Mataram) di masa lalu, namun sebelumnya? Apakah perlu untuk
bahkan lebih jauh juga dianggap memproklamirkan pula eksitensi dan
kelanjutan dai sistem birokrasi zaman identitasnya secara eksklusif dengan
klonial Belanda. Oleh rezim Soeharto, menambahkan embel-embel tertentu di
sistem politik tersebut juga diklaim belakang kata demokrasi yang hendak
sebagai sistem yang sesuai dengan budaya diwujudkannya? Tampaknya hingga
asli Indonesia yang disebutnya sebagai dewasa ini belum ada sebutan yang
Sistem Demokrasi Pancasila yang murni. disepakati bersama kalangan elit.
Namin demikian, dalam Istilah yang digunakan di sana-sini
perkembangannya, dengan runtuhnya baru sebatas sebutan formal terhadap
pemerintahan Orde Baru setelah berkuasa kabinet pemerintah, seperti Kabinet
selama lebih dari 32 tahun di bawah Reformasi Pembangunan di masa Presiden
kepemimpinan otoritarian rezim Soeharto, BJ Habibie, dan selanjutnya Kabinet

100
Persatuan Nasional di era Presiden KH. politik. Karena itu, maka tuntutan untuk
Abdurrahman Wahid; dan Kabinet Gotong melakukan reformasi terhadap sistem
Royongi di era Presiden Megawati politik dan kenegaraan tersebut pada
Soekarnoputri; dan Kabinet Indonesia dasarnya merupakan kehendak umum atau
Bersatu di era Presiden Susilo Bambang harapan umum dimana masyarakat
Yudhyono (SBY). berkepentingan atas terciptanya kehidupan
Menandai gambaran perbuhan politik yang lebih baik dari pada di masa
politik tersebut, sebagaimana lazimnya lalu, yaitu suatu sistem yang benar-benar
tindakan yang dilakukan oleh sebuah terbuka dan demokratis.
rezim penguasa yang baru, terjadi Inisiatif perubahan itu tentu saja
retrukturisasi kelembagaan politik dan tidak berarti harus ditafsirkan sepihak
revisi produk hukum. Misalnya, dalam hal semata adalah sepenuhnya dipicu oleh
revisi produk hokum, antara lain lahir dari tuntutan masyarakat. Bagaimanapun,
UU Partai Politik, UU Pemilu; UU tentang adanya keinginan pemerintah yang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan berkuasa juga menentukan setidaknya pada
DPD; UU tentang Pemerintah Daerah dan tingkat responsibilitas dan rasionalisasi
Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah; dan dimana tuntutan rakyat itu dengan segera
sebagainya. Di samping itu, dalam konteks ditangkap dan diterjemahkan kedalam
pembaharuan kelembagaan terbentuk pula berbagai kebijakan umum (public policy)
lembaga-lembaga baru seperi Komite yang reformatif. Dengan demikian, maka
Ombudsman, Komisi Pemeberantasan hubungan positif antara masyarakat dan
Korupsi (KPK), dan berbagai insitusi pemerintah merupakan hubungan yang
lainnya. simbiotik idelaistis-mutualistik, sehingga
Terjadinya perubahan sistem perubahan itu mungkin terjadi secara
politik tersebut pada dasarnya merupakn asipiratif.
respons pemerintah pasca Orde Baru Namun demikian, ada sebuah
(pemerintah era Reformasi) terhadap persoalan yang mungkin amat menarik
tuntutan dan asipirasi demokrasi. Kita untuk kembali dipertanyakan dalam proses
ketahui bahwa gejolak masyarakat yang reformasi itu, yakni apakah dengan
terutama dipicu oleh gerakan kaum perubahan sistem politik sebagai realisasi
terdidik (khususnya mahasiswa) sebagai tuntutan dan harapan demokratisasi
lapisan kelas menengah (middle class), tersebut telah diikuti atau diiring pula
telah menimbulkan dampak perubahan dengan adanya perubahan budaya politik
siginifikan terhadap format sistem format (?). Bagaimanapun, hubungan antara

101
perubahan formal yang terjadi pada level stanza quo¸termasuk dalam hal proses
prosedural (kelembagaan) politik ini dalam pengendalian kekuatan sosial dan politik.
kaitannya dengan perubahan substantif Persoalan serius yang kemudian
pada level budaya politik adalah amat tampak terus diabaikan oleh rezim Orde
siginifikan dipertanyakan; mengingat Baru hingga keruntuhannya, dan juga oleh
proses demokratisasi bukan semata rezim pemerintah sebelumnya, baik di
merupakan perubahan sistem masa Demokrasi Parlementer maupun
kelembagaan, tetapi juga perubahan pada Orde Lama, adalah faktor budaya politik
tataran nilai-nilai politik. (political culture) yang justru amat sangat
Pemerintah Orde Baru di bawah rezim siginifikan dalam proses pelembagaan
Soeharto di masa lalu, terlepas dari politik tersebut. Sistem politik yang
kelemahannya sebagai suatu sistem politik berhasil dibangun tidak ditunjang
yang otoritarian, harus diakui telah berhasil
pemberdayaan budaya politik yang
menciptakan sistem politik yang kokoh.
demokratis yang seharusnya pada saat
Sedemikian “berhasil” sistem politik menurut
yang sama didorong perkembangannya
perspektif kepentingan rezim yang berkuasa
secara akomodatif. Dalam kenyataanya,
ketika itu, sehingga proses pelembagaan
politik (political institutionalization) yang
justru perilkau rezim yang berkuasa malah

diciptakan mampu membuahkan tingkat cenderung tetap mengembangkan dan


stabilitas yang amat maksimal bagi orientasi mempertahankan pola budaya politik yang
program pembangunan yang dijalankan. anti-demokratis, hingga akhirnya terjatuh
Meminjam istilah Hutington, rezim sebagai akibat ambisi kekuasaanya itu
Orde Baru Sepanjang era kekuasannya sendiri.
yang panjang ketika itu berhasil Kini, dalam era reformasi, setelah
menciptakan sautu tertib politik (political keruntuhan rezim Orde Baru, barulah
order) yang amat dibutuhkan melalui mungkin kita tersadar kembali akan
pelembagaan partisipasi politik dengan kenyataan sejarah untuk kesekian kalinya
tujuan untuk menciptakan kestabilan terhadap semua kegagalan dalam memberi
politik pembangunan.24 Keberhasilan itu perhatian bagi pembangunan budaya
bahkan lebih jauh telah menjadi politik yang demokratis. Rezim Orde Baru
penyangga (buffer) terhadap rezim dalam telah menjadi korban perilaku kekuasaan
upayanya untuk tetap mempertahankan dan sistem politiknya sendiri. Biarlah
pengalaman itu, dan juga pengalaman-
24
Lihat pemikiran Samuel P. Hutington, Political pengalaman beberapa pemerintahan yang
Order in Changing Societies (New Haven: Yale
University Press, 1969). pernah ada sebelumnya, menjadi pelajaran

102
berharga bagi kita. Saatnya kini dimensi Perubahan itu cenderung lebih bersifat
budaya politik mendapatkan perhatian legalistik ketimbang substantif. Sistem
yang lebih serius. Diharapkan perjalanan politik yang berhasil dibangun baru sampai
pemerintah kita tidak lagi terperangkap pada bentuk demokrasi semu (pseudo
pada kekeliruan pembangunan politik demokrasi); pada dasaraya tataran
seperti ”seekor keledai terantuk pada batu perubahan institusional yang sudah
yang sama”. berlangsung tersebut belum ditunjang pula
Permasalahnnya yang penting oleh terjadinya perubahan pada tataran
untuk segera direspons adalah terletak budaya politik.
pada tuntutan perubahan budaya politik di Untuk itulah, maka suatu upaya
dalam masyarakat. Sebab, dari faktor pembangunan budaya politik Indonesia
tersebutlah kita akan dapat melihat yang kondusif dalam kaitannya dengan
sumbangan yang mungkin dapat diberikan demokrasi atau demokratisasi amat penting
oleh dimensi budaya politik terhadap untuk segera dievaluasi dan dikaji
demokratisasi kehidupan politik. Diakui, mendalam, sehingga dapat diketahui
dalam era reformasi saat ini, arus berbagai hambatan dan peluang yang
mayarakat sipil telah menciptakan tekanan sedang dihadapi dalam perubahan politik
yang amat kuat terhadap pemerintah yang Indonesia yang sebenarnya.
berkuasa agar benar-benar menujukkan Untuk tujuan tersebut, ada tigga
political civil untuk membangun masalah utam yang perlu dikaji, yaitu:
demokrasi, dan hal itu telah menggelinding pertama, hubungan antar budaya politik
sebagaimana terbukti dengan terjadinya dan demokratiasi menurut persepsi budaya
penataan kelembagaan yang dibutuhkan politik masyarakat lokal di negeri ini;
bagi berkembangnya demokrasi. kedua, identifikasi potensi budaya politik
Namun demikina, masalah krusial lokal antara yang pro atau anti demokrasi
yang dihadapi adalah bahwa proses (demokratisasi); dan ketiga, rumusan
konsolidasi kelembagaan demokrasi itu kerangka acuan demokrasi yang diperoleh
tidak akan ada artinya tanpa ditunjang oleh dari perspektif budaya lokal sebagai dasar
berseminya atau berkembangnya nilai-nilai bagi usaha membangun sistem demokrasi
demokrasi dalam masyarakat. Sejauh ini itu sendiri.
nampaknya perubahan politik yang terjadi Dari jawaban yang diperoleh atas
sejak keruntuhan rezim Orde Baru tak berbagai gambaran masalah budaya politik
lebih hanya merupakan perubahan pada yang berkembang dalam masyarakat
tataran prosedural (instutisional) belaka. Indonesia berdasarkan perspektif lokal

103
itulah, suatu identifiksi dan upaya universal yang telah dipaparkan
sistematis dapat dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Hal inilah yang kiranya
bersama masyarakat untuk memabangun menjadi tantangan serius yang mendesak
sistem demokrasi yang sesuai dengan untuk ditelusuri jawabannya oleh para
konteks politik Indonesia dengan mengacu akedimisi dan peneliti Indonesia dewasa
kriteria-krietria demokrasi bersifat ini.

Kepustakaan

Almond, Gabriel A., dan G. Bingham Powell, Jr. Comprative Politics: A Development
Approach (Boston: Little Brown, 1966).
dan Sydney Verba. Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara (Jakarta: Bumi Aksara, 1990).
Aflian dan Nazaruddin Sjamsuddin (eds.), Profil Budaya Politik Indonesia (Jakarta:
Gramedia 1999).
Andrews, George R. Dan Herrick Chapman, (eds). The Social Construction of Democarcy
(Londond: Macmillan, 1995).
Budiardjo, Miriam. Demokrasi di Indonesia: Demokrasi Parlementer dan Demokrasi
Pancasila (Jakarta: Gramedia, 1994).
(ed.), Masalah Kenegaraan (Jakarta: Gramedia, 1982).
Dahl, Robert A. Dilema Demokrasi Pluralis Antara Otonomi dan Kontrol (Jakarta: Rajawali
Press, 1985).
Ebenstein, william. Today Ism (Englewood Cliffs, NJ: Pretince Hall, 1967).
Emerson, Donal K. Indonesia’s Elite: Political Culture and Cultrual Politics (Ithaca: Cornell
University Press, 1976).
Feith, Herberth., dan Lancae Castles (eds). Indonesian Political Thinking 1945-1965 (Ithaca:
Cornell University Press 1970).
Gaffar, Afan. Politik Indonesia: Transisi Menjuju Demokrasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999).
Geertz, Clifford. The Social History of Indonesia Town (Cambridge Massachussets: MIT
Press, 1965).
Gould, Carl C. Demokrasi Ditinjau Kembali (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993).

104
Samuel P. Hutington. Political Order in Changing Societies (New Haven: Yale University
Press, 1969).
Kahin, George McTurman. Some Asepects of Indonesia Politics and Nationalism (New York:
Institute of Pacific Relations, Secretariat Paper, No.6, 1950).
Kartodidjo, Sartono. Modem Indonesia, tradition, and Transformation: A Socio-Historical
Persepctive (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1984).
Koentjaraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia (Jakarta: Jembatan. 1983)
Liddle, R. William. Leadership and Culture in Indonesian Politics (Sydney, Australia: Allen
and Unwin, 1996).
Mayo, Henry B. An Introduction to Democratic Theory (New York: Oxford University,
1965).
Rais, Amin. “Pengantar” dalam Demokrasi dan Proses Politik (Jakarta: LP3ES, 1986).
Robison, Richard. “Culture, Politics, and Economy in Political History of the New Order”
dalam Anderson dan Kahin, Interpreting Indonesia Politics: Thirteen Contributions to
the Debates (Ithaca: New York, 1982).

90
105

You might also like