You are on page 1of 21

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor penting yang menunjang suatu usaha

peternakan. Pakan yang baik adalah pakan yang dapat memenuhi kebutuhan ternak

baik secara kuantitas, maupun kualitas. Bila pakan yang diberikan kurang baik maka
produktivitas ternak itu sendiri menjadi terganggu. Kebutuhan pakan pada setiap ternak

ditentukan dari beberapa faktor seperti : berat, fase pertumbuhan atau reproduksi dan

laju pertumbuhan. Semua zat pakan dibutuhkan dalam proporsi yang seimbang satu

sama lain. Oleh karenanya, tidak ekonomis bila memberikan zat pakan dalam jumlah

yang berlebihan dibanding dengan zat pakan lainnya.

Di Indonesia, kendala yang sering dihadapi pada pakan adalah ketersediaan

bahan pakan yang tidak menentu khususnya hijauan, yaitu pada musim hujan produksi

pakan sangat melimpah dan pada musi panas produksi pakan sangat minim bahkan

sampai tidak ada. Oleh karena itu, perlu pengolahan bahan pakan agar bisa digunakan

secara efektif dan efisien. Tujuan pengolahan lainnya adalah mengisolasi zat dalam
bahan pakan, meningkatkan palatabilitas ternak, memperpanjang waktu penyimpanan,

menambah nilai gizi pakan, meningkatkan daya cerna dan mengubah ukuran dan betuk.

Pengolahan bahan pakan yang dapat dilakukan salah satunya yaitu dengan cara

kimiawi. Namun untuk melakukan pengolahan bahan pakan secara kimiawi tersebut,

kita harus mengetahui terlebih dahulu mengenai perubahan-perubahan yang terjadi

pada bahan pakan yang telah dicampurkan dengan pereaksi kimia. Untuk itu
2

diadakanlah praktikum ini, agar dapat mengetahui perubahan yang terjadi pada bahan

pakan dengam penambahan asam ataupun basa.

1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana perubahan yang terjadi pada bahan pakan dengan penambahan

asam?

2. Bagaimana perubahan yang terjadi pada bahan pakan dengan penambahan basa
kuat?

3. Bagaimana perubahan yang terjadi pada bahan pakan dengan penambahan basa

lemah?

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Bagaimana perubahan yang terjadi pada bahan pakan dengan penambahan

asam?

2. Bagaimana perubahan yang terjadi pada bahan pakan dengan penambahan basa

kuat?

3. Bagaimana perubahan yang terjadi pada bahan pakan dengan penambahan basa

lemah?
3

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengolahan Oleh H2SO4

Pengolahan kimia merupakan upaya mengubah sifat pakan melalui

penambahan bahan kimia. Pengolahan kimia dapat dilakukan dengan penambahan

alkali, dan penambahan asam. Pengolahan bahan pakan secara kimiawi dengan
menambahkan beberapa bahan kimiawi agar dinding sel tanaman yang semula

berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan mikroba yang

hidup didalam rumen untuk mencernanya (Harahap,1987).

Perlakuan asam menyebabkan pH < 5,0 dengan menggunakan bahan kimia

asam (asam kuat, asam organik dll). Dalam istilah pakan ternak lebih dispesifikkan lagi

fungsinya bahwa penggunaan bertujuan untuk pengawet pakan (feed preservation) dan

mengontrol pH saluran pencernaan (acidifier). (Intan Nursiam, 2012).

Menurut Soltan (2008) penambahan acidifier dalam pakan juga akan

menurunkan nilai pH dalam pakan. Kontrol terhadap pH saluran pencernaan sangatlah

penting untuk menjaga keseimbangan mikroflora dan kinerja enzim saluran


pencernaan. Acidifier juga akan mempengaruhi pH lambung. Dengan adanya

penurunan pH lambung maka akan meningkatkan konversi enzim pepsinogen menjadi

pepsin yang berfungsi untuk meningkatkan laju absorpsi protein, asam amino dan

mineral. Kecernaan pakan akan meningkat seiring dengan penambahan zat asam dalam

pakan.
4

Tanaman jagung termasuk tanaman monokotil dari genus Zea yang tumbuh

dengan baik pada tanahtanah yang bertekstur latosal dengan tingkat kemiringan 5 –

8%, keasaman 5,6 – 7,5 serta suhu antara 27 – 32ºC (AZRAI dkk, 2007).

Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah

asam sulfat (H2 SO4 ), asam perklorat, dan HCl. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan

menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer(Taherzadeh dan Karimi,

2007). Penggunaan asam pekat pada proses hidrolisis selulosa dilakukan pada
temperatur yang lebih rendah daripada asam encer. Konsentrasi asam yang digunakan

adalah 10–30%.Temperatur reaksi adalah 1000C dan membutuhkan waktu reaksi

antara 2–6 jam. Temperatur yang lebih rendah meminimalisasi degradasi gula.

Keuntungan dari penggunaan asam pekat ini adalah konversi gula yang dihasilkan

tinggi, yaitu bisa mencapai konversi 90% (Badger, 2002).

2.2 Perlakuan dengan Basa Kuat

1. Singkong

Singkong atau ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu

sumber karbohidrat. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar

air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5% dan
kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan, namun

sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Litbang, 2011) .

2. Saponifikasi

Saponifikasi (hidrolisa basa) adalah hidrolisis dengan sifat reaksi yang

ireversibel. Hasil penyabunan adalah garam, logam alkali (garam natrium) dari asam-

asam lemak (Fesscnden & Fessenden, 1986). Semakin kecil pembentukan asam lemak
5

bebas, maka reaksi saponifikasi (pembentukan sabun) semakin sedikit, dan sebaliknya

semakin besar pembentukan metil ester. Menurut Yoeswono (2007), dalam

saponifikasi penggunaan katalis basa alkali harus seminimal mungkin, karena jumlah

sabun akan rneningkat dengan semakin bertambahnya jumlah katalis basa alkali.

Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara trigliserida dengan alkali, sedangkan

proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak bebas dengan alkali (Qisti 2009).

Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan


proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan. Yang

termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain metilgliserida, diglisrida, fosfatida,

karbohidrat, turunan karbohidrat. Reaksi penyabunan merupakan reaksi eksotermis

sehingga harus diperhatikan pada saat penambahan minyak dan alkali agar tidak terjadi

panas yang berlebihan Soda Kaustik (NaOH) merupakan bahan penting dalam

pembuatan sabun karena menjadi bahan utama dalam proses saponifikasi dimana

minyak atau lemak akan diubah menjadi sabun. Tanpa bantuan NaOH maka proses

kimia sabun tidak akan terjadi. Setelah menjadi sabun maka NaOH akan terpecah

menjadi unsur penyusunnya yang netral. Konsentrasi NaOH berpengaruh terhadap

kualitas sabun yang dibuat karena dapat mempengaruhi pH sabun, asam lemak bebas,
alkali bebas, kadar fraksi tak tersabunkan, asam lemak sabun, dan kadar air. Tinggi

rendahnya konsentrasi NaOH akan mempengaruhi kesempurnaan proses saponifikasi

pada sabun sehingga secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kualitas sabun

yang dihasilkan (Perdana & Hakim, 2008).


6

3. NaOH ( Natrium Hidroksida)

Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton dari

Na+. Natrium hidroksida mengandung unsur dari golongan alkali, yakni Natrium

(Na+). Ciri-ciri yang dimiliki golongan alkali seperti reduktor kuat dan mampu

mereduksi asam, mudah larut dalam air, merupakan penghantar arus listrik yang baik

dan panas, urutan kereaktifannya meningkat seiring dengan bertambahnya berat atom.

Pada umumnya NaOH digunakan sebagai pelarut, penggunaan NaOH sebagai pelarut
disebabkan kegunaan dan efektifitasnya seperti untuk menetralkan asam. NaOH

terbentuk dari elektrolisis larutan NaCl dan merupakan basa kuat. Natrium hidroksida

(NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida, adalah sejenis basa

akuastik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida basa Natrium Oksida dilarutkan

dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan

ke dalam air. Digunakan di berbagai macam bidang industri, kebanyakan sebagai basa

dalam proses produksi bubur kayu, kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen.

Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam laboratorium

kimia. Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk

pellet, serpihan, butiran, ataupun larutan jenuh 50%. Sifatnya lembab cair dan secara
spontan menyerap karbon dioksida dari udara bebas. Sangat larut dalam air dan akan

melepaskan panas ketika dilarutkan, selain itu NaOH juga larut dalam etanol dan

metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada

kelarutan KOH. Sifat lain yaitu NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-

polar lainnya. Larutan natrium hidroksida akan meninggalkan noda kuning pada kain

dan kertas.
7

2.3 Pembuatan Sabun melalui Reaksi Lemak dengan Basa Lemah

Reaksi penyabunan merupakan reaksi hidrolisis lemak/minyak dengan

menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan

garam asam lemak atau sabun. Untuk menghasilkan sabun yang keras digunakan

NaOH, sedangkan untuk menghasilkan sabun yang lunak atau sabun cair digunakan

KOH. Perbedaan antara sabun keras dan lunak jika dilihat dari kelarutannya dalam air

yaitu sabun keras bersifat kurang larut dalam air jika dibandingkan dengan sabun lunak.
Reaksi penyabunan disebut juga reaksi saponifikasi. Reaksi saponifikasi suatu lemak

adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan alkali yang

menghasilkan sabun dan gliserol (Gebelin, 2005).

Prinsip dalam proses saponifikasi, yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa,

menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses pencampuran antara minyak dan

alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang mengental, yang disebut dengan

trace. Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan garam NaCl. Garam NaCl

ditambahkan untuk memisahkan antara produk sabun dan gliserol sehingga sabun akan

tergumpalkan sebagai sabun padat yang memisah dari gliserol (Gebelin, 2005).

Komposisi dan konstanta kimiawi minyak jagung asam lemak jumlah (%)
Palmitat 16:0 12,2; Palmitoleat 16:1 0,1; Stearat 18:0 2,2; Oleat 18:1 27,5; Linoleat

18:2 57,0; Linolenat 18:3 0,9; Arakhidat 20:0 0,1(White, 1992) Minyak jagung kaya

akan kalori, yaitu sekitar 250 kalori per ons.


8

III

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR

3.1 Alat, Bahan, dan Prosedur Perlakuan Asam

3.1.1 Alat dan Bahan

1. Jagung lolos saringan 18 dan 30

2. H2SO4 1 N
3. Beaker glass

4. Toples

5. pH meter

6. pH buffer

7. Termometer

3.1.2 Prosedur

1. Timbang jagung lolos saringan 18 dan 30, masing-masing 50 gram, dan

tempatkan pada toples yang berbeda.

2. Ukur H2SO4 1 N sebanyak 200 ml

3. Masukan H2SO4 ke dalam toples yang berisi jagung masing-masing 100 ml


4. Ukur suhu dan Ph setiap 1 jam 1 kali selama 3 jam berturut-turut.

5. Lakukan pengecekan suhu dan pH 24 jam kemudian.

3.2 Alat, Bahan, dan Prosedur Perlakuan Basa Lemah

3.2.1 Alat dan Bahan

1. Jagung lolos saringan 18 dan 30

2. CaCO3 0,1 N
9

3. Toples

4. Termometer

5. pH meter

6. pH buffer

7. Beaker glass

3.2.2 Prosedur Kerja

1. Masukan larutan CaCO3 0,1 N ke dalam toples masing masing 100ml.


2. Timbang jagung lolos saring masing-masing 50 gram lalu masukan ke dalam

larutan CaCO3 0,1 N

3. Ukur suhu dengan termometer.

4. Ukur pH dengan pH meter.

5. Lakukan pengecekan selama 1 jam 1 kali selama 3 jam berturut-turut, dan 24

jam kemudian.

6. Amati perubahan yang terjadi (terutama perubahan aroma).

3.3 Alat, Bahan, dan Prosedur Perlakuan Basa Kuat

3.3.1 Alat dan Bahan

1. Singkong lolos saringan 18 dan 30


2. NaOH 0,1 N

3. Beaker glass

4. Termometer

5. pH meter

6. pH buffer

7. Toples
10

3.3.2 Prosedur Kerja

1. Masukan larutan basa NaOH 0,1 N masing-masing 100 ml ke dalam toples.

2. Timbang singkong yang telah disaring masing-masing 50 gram dan masukan

ke dalam larutan NaOH 0,1.

3. Ukur suhu singkong yang telah terendam dalam larutan dengan termometer.

4. Ukur pH singkong menggunakan pH meter.

5. Cek suhu dan ph setiap 1 jam 1 kali selama 3 jam berturut-turut dan 24 jam
kemudian.

6. Amati perubahan yang terjadi.


11

IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Pengolahan dengan Asam
Lolos Saringan 18
Ph Suhu (oC)
Awal Jam Jam Jam 24 Jam Awal Jam Jam Jam 24 Jam
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
1,2 1,3 1,3 1,3 1,1 24oC 24oC 24oC 24oC 23oC

Lolos Saringan 30
Ph Suhu (oC)
Awal Jam Jam Jam 24 Jam Awal Jam Jam Jam 24 Jam
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
1,2 1,2 1,3 1,2 1,1 24oC 24oC 24oC 24oC 23oC

4.1.2 Pengolahan dengan Basa Kuat


Lolos Saringan 18
Ph Suhu (oC)
Awal Jam Jam Jam 24 Jam Awal Jam Jam Jam 24 Jam
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
9,1 8,5 9,1 9,3 5,9 25oC 24oC 24oC 23oC 24oC
12

Lolos Saringan 30
Ph Suhu (oC)
Awal Jam Jam Jam 24 Jam Awal Jam Jam Jam 24 Jam
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
11,4 10,3 11,1 10,2 6,2 24oC 24oC 24oC 23oC 23oC

4.1.3 Pengolahan dengan Basa Lemah


Lolos Saringan 18
Ph Suhu (oC)
Awal Jam Jam Jam 24 Jam Awal Jam Jam Jam 24 Jam
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
5,9 5,9 5,8 6,2 4,7 24oC 24oC 23oC 23oC 24oC

Lolos Saringan 30
Ph Suhu (oC)
Awal Jam Jam Jam 24 Jam Awal Jam Jam Jam 24 Jam
ke-1 ke-2 ke-3 ke-1 ke-2 ke-3
5,6 5,6 5,7 6,0 4,6 24oC 24oC 23oC 23oC 25oC

4.1. Pembahasan

4.2.1 Pengolahan Oleh H2SO4

Berdasarkan hasil praktikum pengolahan bahan pakan jagung lolos saring no

18 dan no 30 dengan menggunakan asam yaitu H2SO4 dengan perubahan yang diamatai

yaitu pH dan Suhu didapatkan hasil pH dibawah 5 yaitu 1,3-1,1 dan suhu diantara 23-
13

24ºC. Menurut Azrai dkk, (2007) tanaman jagung memiliki pH 5,6 – 7,5 serta suhu

antara 27 – 32ºC. Dari hasil praktikum, didapatkan hasil yaitu terjadinya penurunan pH

awal dan Suhu, hal ini sesuai dengan pernyataan Intan (2012) bahwa perlakuan dengan

menggunakan asam akan menyebabkan pH <5,0 baik asam kuat, asam organik, dll.

Pada pengamatan suhu terjadi penurunan suhu jangung yang hampir sama dengan

pengamatan kelompok lain yaitu yang normalnya menurut Azrai dkk (2007) 27-320C

menjadi 22-23 setelah diberikan perlakuan asam selama 1 hari. Perlakuan asam pada
bahan pakan jagung sendiri memiliki beberapa manfaat yaitu untuk memecah senyawa

kompleks menjadi sederhana, mengawetkan pakan, dan meningkatkan palatabilitas.

Menurut Intan (2012) fungsi pengolahan dengan asam yaitu dapat mengawetkan pakan

(feed preservation) dan mengontrol pH saluran pencernaan (acidifier). Selain itu

menurut Soltan (2008) pengawetan dengan asam dapat meningkatkan kecernaan pakan

seiring dengan penambahan zat asam dalam pakan. Hal ini karena kontrol terhadap pH

saluran pencernaan dapat menjaga keseimbangan mikroflora dan kinerja enzim saluran

pencernaan yang dapat meningkatkan laju absorpsi protein, asam amino dan mineral.

4.2.2 Perlakuan Basa Lemah


Reaksi penyabunan merupakan reaksi hidrolisis lemak atau minyak dengan

menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH sehingga menghasilkan gliserol dan

garam asam lemak atau sabun. Asam karboksilat merupakan golongan asam organik

alifatik yang memiliki gugus karboksil. Semua asam karboksilat ialah asam lemah,

dimana didalam pelarut air, sebagian molekulnynya terionisasi dengan melepas atom
14

hidrogen menjadi ion H+, asam karboksilat dapat memiliki lebih dari satu gugus

fungsional.

Asam karboksilat yang memiliki dua gugus karboksil disebut asam

dikarboksilat (alkandioat) dan jika memiliki tiga gugus karboksil disebut dengan

trikarboksilat (alkantrioat). Sedangkan esterifikasi adalah reaksi pembentukkan ester.

Dimana sebuah asam karboksilat bersama alkohol dengan katalis asam membentuk

ester.
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses terjadinya reaksi penyabunan

dengan hasil yang diharapkan yaitu esther. Pada percobaan pertama, dilakukan reaksi

penyabunan asam lemak dengan basa lemah, asam lemak yang dipakai yaitu lemak

pada jagung sebanyak masing-masing 50 gr jagung yang telah lolos saringan 18 dan

30, sedangkan basa lemah yang dipakai adalah CaCO3 0,1 N. Kemudian dicampur

hingga terlarut dan larutan ditunggu terjadi perubahan suhu dan pH atau tidak.

Berdasarkan hasil praktikum pengolahan bahan pakan jagung lolos saring no 18

dan no 30 dengan menggunakan basa yaitu CaCO3 0,1 N dengan perubahan yang

diamati yaitu pH dan Suhu didapatkan hasil pH lolos saringan 18 yaitu 5,9 dan saringan

30 yaitu 5,6 hingga dan suhu diantara 24ºC. Menurut Azrai dkk, (2007) tanaman jagung
memiliki pH 5,6 – 7,5 serta suhu antara 27 – 32ºC. Dari hasil praktikum, didapatkan

hasil yaitu terjadinya penurunan pH awal dan Suhu, hal ini sesuai dengan pernyataan

Intan (2012) bahwa perlakuan dengan menggunakan asam akan menyebabkan pH <5,0

baik asam kuat, asam organic, dll. Pada pengamatan suhu terjadi penurunan suhu

jagung yang hampir sama dengan pengamatan kelompok lain yaitu yang normalnya

menurut Azraidkk (2007) 27-320C menjadi 22-23 setelah diberikan perlakuan asam
15

selama 1 hari. Perlakuan asam pada bahan pakan jagung sendiri memiliki beberapa

manfaat yaitu untuk memecah senyawa kompleks menjadi sederhana, mengawetkan

pakan, dan meningkatkan palatabilitas. Fungsi pengolahan dengan basa yaitu dapat

menambah kandungan protein kasar (ekivalen 3 – 10%) dalam bentuk nitrogen bukan

protein (NPN), meningkatkan jumlah zat makanan tercerna (TDN = Total Digestible

Nutrient sebesar 3 – 23 %), meningkatkan konsumsi pakan 20 – 27%, mencegah

tumbuhnya jamur, tidak ada residu mineral pada produk amoniasi.


(repository.usu.ac.id/bitstream)

4.2.3 Perlakuan dengan Basa Kuat

Pada praktikum ini dilakukan penambahan basa kuat NaOH terhadap pati

(singkong), tujuannya adalah untuk menghidrolisis pati agar ikatan kompleks pada pati

menjadi lebih sederhana. Pada praktikum ini terjadi perubahan pH pada singkong lolos

saringan 18 yaitu dari pH awal 9.1, 1 jam kemudian turun menjadi 8.5 pada jam kedua

naik menjadi 9.1 dan naik pada jam ketiga menjadi 9.3 lalu 24 jam kemudian turun

drastis menjadi 5.9 sedangkan perubahan pH yang terjadi pada singkong lolos saringan

30 pH awal sebesar 11.4 lalu turun pada jam kesatu 10.3 naik kembali pada jam kedua

menjadi 11.1 dan turun lagi menjadi pH 10.2 pada jam ketiga, 24 jam kemudian terjadi
penurunan drastis dengan pH 6.2. Hal ini menandakan telah terjadinya penguraian pati

menjadi asam-asam organik, sehingga pH yang tadinya basa menjadi asam. Reaksi

yang terjadi adalah saponifikasi atau penyabunan, reaksi ini terjadi akibat adanya

penambahan NaOH. Hal ini sesuai dengan pendapat Perdana dan Hakim (2008) tanpa

bantuan NaOH maka proses kimia sabun tidak akan terjadi. Hasil yang diharapkan,

nantinya sabun akan menyelubungi pati. Penyabunan terjadi ditandai dengan adanya
16

gelembung, bila terdapat kristal terbentuk garam. Pada praktikum ini terjadi hidrolisis

pati dan terjadi saponifikasi yang ditandai dengan adanya gelembung pada akhir

pengamatan 24 jam. Hal ini terjadi karena adanya reaksi penyabunan yang dibantu oleh

NaOH. Hal ini sesuai dengan pendapat Fesscnden & Fessenden (1986), Saponifikasi

(hidrolisa basa) adalah hidrolisis dengan sifat reaksi yang ireversibel. Hasil

penyabunan adalah garam, logam alkali (garam natrium) dari asam-asam lemak.

Selain perubahan pH, terjadi juga perubahan suhu yaitu pada singkong lolos
saringan 18, suhu awal nya 25oC turun pada jam kesatu 24oC dan pada jam kedua juga

masih tetap 24oC namun pada jam ketiga turun menjadi 23oC dan 24 jam

kemudian kembali menjadi 24oC. Pada singkong lolos saringan 30 pun terjadi

perubahan suhu dari suhu awal 24 oC suhu tetap stabil hingga dua jam kemudian lalu

turun pada jam ketiga menjadi 23 oC suhu ini tetap stabil hingga 24 jam kemudian.

Adanya perubahan suhu yang fluktuatif ini menandakan terjadinya proses penguraian

kimia. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmini (2011), bahwa ciri-ciri telah terjadi

reaksi kimia adalah adanya perubahan suhu, terdapat endapan, perubahan warna atau

menghasilkan gas.
17

KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Perubahan pH dan Suhu didapatkan hasil pH dibawah 5 yaitu 1,3-1,1 dan suhu

diantara 23-24ºC.

2. Perubahan yang terjadi pada basa lemah didapatkan hasil yaitu terjadinya
penurunan pH awal dan Suhu, hal ini mengidentifikasikan bahwa perlakuan

dengan menggunakan asam akan menyebabkan pH <5,0 baik asam kuat, asam

organic, dll.

3. Perubahan yang terjadinya pada basa kuat yaitu terjadi penguraian pati menjadi

asam-asam organik, sehingga pH yang tadinya basa menjadi asam.


18

DAFTAR PUSTAKA

Ansori, T. 2005. Bahan Organik Tanah. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.


http://elisa1.ugm.ac.id/ [4 Novembr 2017]

AZRAI, M., M.J. MEJAYA dan M. YASIN. 2007. Pemuliaan jagung khusus. Dalam:
Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. SUMARNO, SUYAMTO, A.
WIDJONO, HERMANTO dan H. KASIM (Eds.). Puslitbang Tanaman Pangan,
Bogor. hlm. 96 – 109.

AZRAI, M., M.J. MEJAYA dan M. YASIN. 2007. Pemuliaan jagung khusus. Dalam:
Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. SUMARNO, SUYAMTO, A.
WIDJONO, HERMANTO dan H. KASIM (Eds.). PuslitbangTanamanPangan,
Bogor. hlm. 96 – 109.

Badger, P.C. 2002. Ethanol from cellulose. A general review p. 17-21. In J 8r ~- and
A. Whipkey (eds.), Trends in new crops and new uses. ASHS Press :
Alexandria, VA.

Fessenden, J.R and S.J. Fessenden. 1986. Kimia Organik Edisi Ketiga. Buku
Paket Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gebellin, Charles G.2005. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga

Harahap, N dan S. D. Wiryosuhanto. 1987. Petunjuk Teknik Penggunaan Limbah


Pertanian dan Teknologi Pengolahannya Untuk Pakan Ruminansia. Direktorat
Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/801/1/nevy%20132143320.pdf
(Diakses pada tanggal 4 November 2017 pukul 19.10 WIB).

Intan Nursiam. 2012. Penggunaan Asam Organik dalam Pakan Ternak.


http;//poultryindonesi.com (diakses pada tanggal 4 November 2017).
19

Litbang. 2011. Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan


Diversifikasi Pangan. Agroinovasi. Bogor.

Perdana & Hakim, F. K., 2008. Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q
sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q, Laporan Penelitian,
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.

Qisti, R., 2009. Sifat Kimia Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu Pada
Konsetrasi Yang Berbeda, Skripsi, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor.

Rahmini, S. 2011. IPA Terpadu. Aneka Ilmu. Semarang.

Soltan, M. A., M. A. Hanafy, and M. I. A. Wafa. 2008. An Evaluation of Fermented


Silage Made from Fish By-Products as a Feed Ingredient for African Catfish
(Clarias gariepinus). Global Veterinaria. 2 (2): 80-86.

Taherzadeh, M. J., Karimi, K. (2007). Enzyme-based Hydrolysis Processes for Ethanol


from Lignocellulosics Materials: A Review. Bioresources, 2(4). Pp. 707-738.

White, P.J. 1992. Fatty acids in oilseeds (vegetanle oils). Di dalam : Fatty Acid in
Foods and Their Health Implications. Ching, K.C. (ed.). Marcel Dekker, Inc.,
New York.

Yoeswono, Triyono, dan I. Tahir. 2007 . The Use of Ash of Palm Empty Fruits
Bunches as a Source of K,CO, Catalyst for Synthesis of Biodiesel ./'rom
Coconut Oil with Melhanol. Proceeding International Conference of
Chemical Science. Yogyakarta.
20

LAMPIRAN
21

You might also like