You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpenting dari
pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakannya pembangunan kesehatan
adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan kesehatan
tersebut, maka diselenggarakan berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh,
berjenjang, dan terpadu (Notoatmojo, 2003).
Salah satu penyakit yang masih menjadi suatu permasalahan dan
membutuhkan upaya promosi kesehatan secara lebih lanjut mulai dari tingkat
puskesmas adalah penyakit diare. Diare merupakan penyakit infeksi saluran
cerna yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang
masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan Case
Fatality Rate (CFR) yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69
kecamatan dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).
Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang,
dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB
diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang
(CFR 1,74 %) (Depkes RI, 2015).
Pada tahun 2013 Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi kembali di
Indonesia, sebanyak 646 kasus. Jumlah kasus terbanyak terjadi di Provinsi Jawa
Tengah yang mencapai 294 kasus (Kemenkes RI, 2014). Di Kota Tegal pada
tahun 2016 ditemukan sebanyak 30.894 kasus diare dan paling banyak terjadi
pada anak usia 0-4 tahun. Di Kecamatan Tegal Selatan terdapat 1.874 kejadian

4
diare pada tahun 2016 dan sebagian besar kasus terjadi pada kelompok usia 0-
5 tahun (balita). Kejadian diare ditemukan paling banyak di Kelurahan
Randugunting, yaitu sebesar 1.117 kasus.
Angka kejadian diare di UPTD Puskesmas Tegal Selatan selama 3 bulan
terakhir yaitu dari Agustus hingga Oktober tahun 2017 terdapat 506 kasus.
Angka ini berada pada urutan 10 besar penyakit yang terjadi di UPTD
Puskesmas Tegal Selatan. Angka kejadian diare di wilayah UPTD Puskesmas
Tegal Selatan dari bulan Agustus hingga Oktober 2017 mengalami peningkatan.
Peningkatan angka kejadian diare dipengaruhi oleh beberapa faktor
risiko, yaitu: faktor lingkungan (Hannif, 2011), faktor bayi (host), faktor ibu,
dan faktor sosial ekonomi (Agus et al., 2009). Pemerintah telah membuat
kebijakan untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian karena diare
pada balita dengan melaksanakan tatalaksana diare standar di sarana kesehatan
melalui program Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare). Lintas diare
meliputi pemberian oralit untuk mencegah dehidrasi, pemberian zinc untuk
mengurangi keparahan, durasi dan kambuhnya diare, pemberian makanan,
pemberian antibiotik selektif untuk disentri dan kolera, serta pemberian nasihat
kepada ibu untuk kembali ke petugas kesehatan apabila menemukan tanda
bahaya (Kemenkes RI, 2011).
Praktik keluarga dalam pengobatan diare yang sesuai kebijakan
pemerintah dinilai masih rendah. Berdasarkan survei Indonesian Demographic
Health Survey (IDHS) tahun 2007, masih banyak bayi di bawah enam bulan
yang menderita diare tidak mendapatkan pengobatan apapun. Hanya 15% –
24% dari balita penderita diare yang mendapatkan pengobatan cairan yang baik.
Semantara itu, jumlah balita penderita diare yang mendapatkan makanan hanya
sebanyak 44% – 48% (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan fakta bahwa kejadian diare masih menjadi masalah yang
belum bisa ditangani dengan baik, dan peneliti tertarik untuk menganalisis
faktor risiko terhadap angka kejadian diare di Desa Kelurahan Randugunting
Kecamatan Tegal Selatan.

5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil rumusan masalah dalam mini
project sebagai berikut : Apa faktor risiko yang paling berpengaruh pada
kejadian diare pada balita di Kelurahan Randugunting Puskesmas Tegal Selatan
bulan September-Oktober tahun 2017 ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa faktor risiko yang paling
berpengaruh pada kejadian diare pada balita di Kelurahan Randugunting
Puskesmas Tegal Selatan bulan September-Oktober tahun 2017 ?

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan masyarakat mengenai diare dan faktor-faktor apa
saja yang berperan dalam tingginya kejadian diare di Kelurahan
Randugunting Kecamatan Tegal Selatan.
2. Bagi Instansi Terkait (Puskesmas dan Dinas Kesehatan)
Memberikan informasi kepada dinas terkait faktor risiko kejadian diare di
Kelurahan Randugunting Kecamatan Tegal Selatan, sehingga dapat
melakukan pencegahan serta pengobatan diare lebih tepat dan sesuai dengan
masalah yang ada.
3. Bagi Peneliti
Mengetahui faktor risiko apa yang paling berpengaruh terhadap kejadian
diare di Kelurahan Randugunting Kecamatan Tegal Selatan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Diare
a. Pengertian Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak
dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Definisi lain
memakai kriteria frekuensi yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali
perhari. Buang air besar encer tersebut bisa dapat atau tanpa disertai
lendir darah (Simandibrata, K dan Daldiyono., 2007).

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan


berlangsung kurang dari 14 hari. Menurut World Gastroenterology
Organization global guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai
pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari. Sedang diare kronik yaitu diare yang
berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat disebabkan infeksi maupun
non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi.
Diare infeksi dapat disebabkan virus, bakteri, dan parasite (Zein et al.,
2004).
b. Etiologi Diare
Diare disebabkan oleh banyak penyebab antara lain (bakteri,
parasit dan virus), keracunan makanan, efek obat-obatan dan lain-lain.
Menurut World Gastroenterology Organisation Global Guidlines 2005,
etiologi diare dibagi atas empat penyebab yaitu bakteri, virus, parasit dan
non-infeksi (Simandibrata, K dan Daldiyono., 2007).

7
Mikroorganisme penyebab diare akut karena infeksi antara lain :
1. Bakteri
Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A/B/C,
Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexneri, Vibrio
cholerae 01 dan 0139, Vibrio cholera non 01, Vibrio
parachemolyticus, Clostridium perfringens, Campylobacter
(Helicobacter) jejuni, Staphlyllococcus spp, Streptococcus spp,
Yersinia intestinalis, Coccidosis.
2. Parasit
Protozoa: Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis, Isospora sp. Cacing: A. lumbricoides, A. duodenale, N.
americanus, T. trichiura, O. vermicularis, T. saginata, T. sollium.
3. Virus
Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikro organisme penyebab diare akut berbeda-beda
berdasarkan umur, tempat dan waktu. Di negara maju penyebab
paling sering Norwalk virus, Helicobacter jejuni, Salmonella sp,
Clostridium difficile, sedangkan penyebab paling sering di negara
berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli (ETEC), Rota
virus dan V. cholerae.
c. Klasifikasi Diare
Diare dapat diklasifikasikan berdasarkan :
1) Lama waktu diare (Akut dan Kronis)
2) Mekanisme patofisiologik (Osmotik dan Sekretorik)
3) Berat dan ringan diare (Kecil dan Besar)
4) Penyebab infeksi atau tidak (Infektif atau Non infektif)
5) Penyebab organik atau tidak (Organik atau Fungsional)
(Simandibrata, K dan Daldiyono., 2007).
d. Faktor Risiko
Penyakit diare merupakan salah penyakit yang berbasis
lingkungan. Kejadian diare tidak hanya dipengaruhi oleh individu, tetapi

8
dipengaruhi oleh faktor yang ada di sekitarnya. Kejadian diare pada
balita dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1) Status gizi balita
Hubungan yang sangat erat antara infeksi (penyebab diare)
dengan status gizi terutama pada anak balita karena adanya tekanan
interaksi yang sinergis. Mekanisme patologisnya dapat secara sendiri-
sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat
kurangnya nafsu makan, menurunnya absorpsi, kebiasaan mengurangi
makan pada saat sakit dan peningkatan kehilangan cairan/gizi akibat
penyakit diare yang terus menerus sehingga tubuh lemas. Kondisi
tubuh saat masukan makanan atau zat gizi kurang akan
mengakibatkan terjadinya penurunan metabolisme sehingga tubuh
akan mudah terserang penyakit diare (Wiwin, 2002).
2) Berat badan lahir rendah
Markum et al (2002) menjelaskan kejadian diare dipengaruhi
oleh beberapa hal. Salah satu faktor resiko yang dapat meningkatkan
kerentanan balita untuk terkena diare adalah berat badan lahir rendah.
3) Pemberian ASI ekslusif
ASI adalah makanan alamiah untuk bayi karena ASI
mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang
sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat. Memberikan ASI kepada
bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi tapi juga keuntungan
untuk ibu. Exclusive breast feeding adalah pemberian air susu ibu
(ASI) tanpa makanan tambahan lain kepada bayi berumur nol sampai
enam bulan (Depkes RI, 2004).
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif pada bayi umur 0-6
bulan sangat berpengaruh terhadap frekuensi kejadian diare. Bayi
yang mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan pertama frekuensi
terkena diare sangat kecil bahkan mulai minggu ke-4 sampai bulan ke-
6. Keadaan ini menggambarkan seluruh produk ASI dapat terserap
oleh sistem pencernaan bayi. Hasil penelitian Roesli (2000)

9
menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai
kemungkinan 14,2 kali lebih sering terkena diare dibandingkan
dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini dapat disebabkan
karena ASI mengandung nilai gizi yang tinggi, adanya antibodi, sel-
sel leukosit, enzim, hormon, dan lain-lain yang melindungi bayi
terhadap berbagai infeksi (Fatmawati, 2008).
Idealnya bayi yang diberi ASI eksklusif tidak terkena diare
karena ASI merupakan makanan alami yang ideal bagi bayi dan sesuai
dengan kondisi sistem pencernaan bayi yang belum matur (pada bayi
0-6 bulan) sehingga tidak menyebabkan alergi pada bayi (Purwanti,
2004). ASI juga mudah tersedia pada suhu yang sesuai dan tidak
memerlukan waktu dalam persiapannya. Susu yang dihasilkan segar
dan bebas dari kontaminasi bakteri yang akan mengurangi peluang
terjadinya diare (Behrman, 1999).
Salah satu literatur menyebutkan bahwa susu formula
merupakan formula pemula yang dapat memenuhi semua kebutuhan
nutrisi bayi selama 4-6 bulan pertama kehidupannya. Susu formula
yang disesuaikan disusun agar komposisi dan kadar nutrisinya dapat
memenuhi kebutuhan bayi secara fisiologis serupa dengan komposisi
ASI, namun beberapa peran ASI lainnya belum mampu digantikan
oleh susu formula misalnya peran bakteriostatik, anti alergi, atau
peran psikososial (Markum, 2002).
4) Pendidikan Ibu
Menurut Notoatmojo (2003) pendidikan merupakan proses
belajar yang dapat menghasilkan perubahan pada individu, kelompok
dan masyarakat. Perubahan tersebut karena usaha yang disadari dan
didapat karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang
relatif lama, sehingga semakin tinggi pendidikan ibu diharapkan ibu
dapat menerima pesan-pesan kesehatan dan memahami cara-cara
pencegahan penyakit diare pada balita.

10
5) Higienitas Ibu
Personal hygiene adalah mengusahakan cara hidup sehat,
sehingga terhindar dari penyakit. Dan personal hygiene dapat
diartikan sebagai perilaku hidup bersih, dengan menjaga kebersihan
diri maupun lingkungan, yang bertujuan mencegah dan menetralisir
timbulnya berbagai penyakit. Salah satu personal hygiene yang paling
sederhana adalah mencuci tangan. Perilaku ini menjadi faktor resiko
karena kebersihan tangan sangat mempengaruhi segala sesuatu yang
masuk dalam tubuh, mencuci tangan sangat penting untuk mencegah
diare. Hal ini dibuktikan dengan penelitian pada tinja anak yang
menderita diare, dua belas persennya ditemukan kuman-kuman
seperti Shigella, Salmonella, Giardia, Amoeba dan Eschericia coli,
Enteropatogenik (Entjang, 2000).
Faktor hygiene lain yang berpengaruh terhadap diare adalah
perilaku ibu yang tidak menutup makanan dan minuman, sehingga
dapat terkontaminasi oleh kuman yang dibawa oleh lalat (Entjang,
2000).
6) Pengetahuan Ibu
Kejadian diare pada balita dapat dipengaruhi oleh pengetahuan
seorang ibu. Kurangnya pengetahuan ibu terhadap kejadian diare pada
anak balita ini disebabkan karena ibu hanya berada pada tingkat tahu
dan belum sampai memahami, mengaplikasikan, menganalisa,
mensintesis dan mengevaluasi terhadap suatu materi yang berkaitan
dengan kejadian diare (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan Ibu sangat berperan dalam kejadian diare. Menurut
penelitian pengetahuan Ibu berpengaruh terhadap kejadian diare
secara signifikan (P<0,05) (Subekti, 2011). Pengetahuan Ibu meliputi
apa saja yang diketahui oleh Ibu tentang penyakit diare meliputi
definisi dan gejala-gejala penyakit diare , komplikasi dari penyakit
diare, pencegahan serta penanganannya.
7) Sanitasi kebersihan lingkungan

11
Selain faktor individu dari balita dan ibu, terdapat faktor lain
yang dapat mempengaruhi kejadi diare. Sanitasi kebersihan
lingkungan berperan penting dalam kejadian diare. Faktor sanitasi
lingkungan yang menjadi faktor risiko terjdinya diare meliputi :
a) Penggunaan air yang tercemar
Penggunaan air yang tercemar meningkatkan risiko untuk
terjadinya diare karena bakteri pada balita. Proporsi terjadinya
diare karena pencemaran air minum pada balita di wilayah
industri di Denmark mencapai 32,3%. (Ethelberg S et al, 2006).

b) Tempat pembuangan tinja


Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi
akan meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak
balita sebesar dua kali lipat dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat
sanitasi (Wibowo, 2004). Menurut hasil penelitian Irianto (1996),
anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban
yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4%
terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang
menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di
kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat
pembuangan tinja, yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa. Kebiasaan
membuang tinja BALITA di jamban yang tidak sehat merupakan
faktor risiko diare pada BALITA. Tinja merupakan media
transmisi bakteri enteral yang dapat mencemari lingkungan dan
menyebabkan terjadinya diare (Calistus, 2006).

12
c) Tempat Pembuangan sampah
Sampah yang menumpuk merupakan media perantara
perkembang biakan kuman yang akan menyebabkan peningkatan
risiko terkena diare.Selain itu tempat sampah juga harus tertutup
agar tidak dihinggapi lalat yang dapat menjadi pembawa kuman
penyebab diare apabila hinggap di makanan.

e. Patogenesis
Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut
karena infeksi adalah faktor kausal (agent) dan faktor penjamu (host).
Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri
terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri atas
faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan intern traktus intestinalis
seperti keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga mencakup
lingkungan mikroflora usus, sekresi mukosa, dan enzim pencernaan.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella terbukti dapat
menyebabkan serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan
kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi oleh V. cholera. Hipomotilitas
usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit,
serta mengurangi absorbsi elektrolit, tambahan lagi akan mengurangi
kecepatan eliminasi sumber infeksi. Peran imunitas dibuktikan dengan
didapatkannya frekuensi pasien giardiasis pada mereka yang kekurangan
IgA, demikian pula diare yang terjadi pada penderita HIV/AIDS karena
gangguan imunitas. Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus
dirangsang oleh suatu toksoid berulang kali, akan terjadi sekresi antibodi.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenesis antara lain adalah
daya lekat dan penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus halus.
Kuman tersebut dapat membentuk koloni-koloni yang juga dapat
menginduksi diare.

13
Patogenesis diare yang disebabkan infeksi bakteri diklasifikasikan
menjadi:
1) Infeksi Non-Invasi
Diare yang disebabkan oleh bakteri non invasif disebut juga
diare sekretorik atau watery diarrhea. Pada diare tipe ini disebabkan
oleh bakteri yang memproduksi enterotoksin yang bersifat tidak
merusak mukosa. Bakteri non invasi misalnya V. cholera non 01, V.
cholera 01 atau 0139, Enterotoksigenik E. coli (ETEC), C.
perfringens, Stap. aureus, B. cereus, Aeromonas spp., V. cholera eltor
mengeluarkan toksin yang terikat pada mukosa usus halus 15-30
menit sesudah diproduksi dan enterotoksin ini mengakibatkan
kegiatan yang berlebihan Nikotinamid Adenin Dinukleotid pada
dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosin 3′,5′-siklik
mono phospat (siklik AMP) dalam sel yang menyebabkan sekresi
aktif anion klorida kedalam lumen usus yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat, kation natrium dan kalium.
Secara klinis dapat ditemukan diare berupa air seperti cucian
beras dan keluar secara deras dan banyak (voluminous). Keadaan ini
disebut sebagai diare sekretorik isotonik voluminial (watery diarrhea).
ETEC mengeluarkan 2 macam enterotoksin ialah labile toxin (LT) dan
stable toxin (ST). LT bekerja secara cepat terhadap mukosa usus halus
tetapi hanya memberikan stimulasi yang terbatas terhadap enzim
adenilat siklase. Dengan demikian jelas bahwa diare yang disebabkan
E. coli lebih ringan dibandingkan diare yang disebabkan V. cholerae.
Clostridium perfringens (tipe A) yang sering menyebabkan keracunan
makanan menghasilkan enterotoksin yang bekerja mirip enterotoksin
kolera yang menyebabkan diare yang singkat dan dahsyat.

14
2) Infeksi Invasif
Diare yang disebabkan bakteri enterovasif disebut sebagai
diare Inflammatory. Bakteri invasif misalnya: Enteroinvasive E. coli
(EIEC), Salmonella spp., Shigella spp., C. jejuni, V.
parahaemolyticus, Yersinia, C. perfringens tipe C, Entamoeba
histolytica, P. shigelloides, C. difficile, Campylobacter spp. Diare
terjadi disebabkan kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan
ulserasi. Sifat diarena sekretorik eksudatif. Cairan diare dapat
bercampur dengan lendir dan darah. Walau demikian infeksi oleh
kuman-kuman ini dapat juga bermanifestasi sebagai suatu diare
sekretorik. Pada pemerksaan tinja biasanya didapatkan sel-sel eritrosit
dan leukosit.
f. Patofisiologi
1) Osmolaritas intraluminal yang meninggi yang disebut diare osmotik.
Diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obatan/ zat
kimia yang hiperosmotik, malabsorpsi umum dan defek dalam
absorpsi mukosa usus misal defisiensi disararidase, malabsorpsi
glukosa atau galaktosa.
2) Sekresi cairan dan elektrolit yang meninggi disebut diare sekretorik.
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus dan menurunnya absorpsi. Khasnya dari diare ini
adalah ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali.
Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan/minum. Penyebab dari diare ini adalah enterotoksin pada
infeksi Vibro cholerae atau Escherichia coli yang menghasilkan
hormon (VIPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam
empedu) dan defek laktasif.
3) Malabsorbsi asam empedu dan malabsorbsi lemak.

15
Diare tipe ini disebabkan adanya gangguan pembentukan/
produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan
hati.
4) Defek sistem pertukaran anion/ transport elektrolit aktif di enterosit.
Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme
transport aktif Na+K+ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air
yang abnormal.
5) Motilitas dan waktu transit usus abnormal.
Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas
motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal pada
usus halus.
6) Gangguan permeabilitas usus.
Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal
disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada
usus halus.
7) Inflamasi dinding usus disebut diare inflamatorik.
Diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus
karenan proses inflamasi sehingga terjadi produksi mukus yang
berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit ke dalam lumen, gangguan
absorpsi air-elektrolit.
8) Infeksi dinding usus disebut diare infeksi.
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari
diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-
invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa).
Bakteri non-invasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi
oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksogenik. Contoh diare
toksogenik antara lain kolera (Simandibrata, K dan Daldiyono.,
2007).

16
g. Diagnosis
Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostik etiologi
bila anamnesis, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang
menyokongya. Beberapa petunjuk anamnesis yang mungkin dapat
membantu diagnosis:
1) Bentuk feses (watery diarrhea atau inflammatory diare)
2) Makanan dan minuman 6-24 jam terakhir yang dimakan/minum
oleh penderita.
3) Adakah orang lain sekitarnya menderita hal serupa, yang mungkin
oleh karena keracunan makanan atau pencemaran sumber air.
4) Dimana tempat tinggal penderita.
5) Pola kehidupan seksual.
Umumnya diare akut besifat ringan dan merupakan self-limited
disease. Indikasi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut yaitu diare
berat disertai dehidrasi, tampak darah pada feses, panas > 38,5o C diare
> 48 jam tanpa tanda-tanda perbaikan, kejadian luar biasa (KLB). Nyeri
perut hebat pada penderita berusia > 50 tahun, penderita usia lanjut >
70 tahun, dan pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah.
h. Manifestasi Klinis
Diare karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan
atau demam, tenesmus, hematochezia, nyeri dan kejang perut. Diare
yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis maka
akan menyebabkan terjadinya kematian akibat kekurangan cairan di
badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi
cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta
suara menjadi serak.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik dapat berupa
rejatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah yang
menurun sampai sulit untuk diukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat,

17
ujung-ujung ekstrimitas dingin dan kadang sianosis. Karena kehilangan
kalium pada diare juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul
anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti pada saat itu kita menghadapi
gagal ginjal akut (Zein et al., 2004).
i. Pemeriksaan penunjang
1) Darah
Darah perifer lengkap
Ureum, kreatinin
Serum elektrolit: Na+, K+, Cl-
Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan
keseimbangan asam basa (pernafasan Kussmaull)
Immunoassay: toksin bakteri (C. difficile), antigen virus (rotavirus),
antigen protozoa (Giardia, E. histolytica)
2) Feses
Feses lengkap (mikroskopis: peningkatan jumlah lekosit di
feses pada inflamatory diarrhea; parasit: amoeba bentuk tropozoit)
Pemeriksaan penunjang diperlukan dalam penatalaksanaan diare
akut karena infeksi, karena dengan tata cara pemeriksaan yang
terarah akan sampai pada terapi definitif.
j. Penatalaksanaan
1) Rehidrasi
Bila pasien keadaan umum baik tidak rehidrasi maka asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah, sup
dan yang lainnya. Bila pasien kehilangan cairan yang banyak dan
dehidrasi penatalaksanaan yang agresif seperti cairan intravena atau
rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung elektrolit dan
gula. Untuk memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu
derajat dehidrasi. Dehidrasi terdiri dari dehidrasi ringan, sedang dan
berat. Ringan bila pasien kehilangan cairan 2-5% dari berat badan.

18
Sedang bila pasien kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Berat
bila pasien kehilangan cairan 8-10% dari berat badan. Cairan
rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang
nasogastrik atau intravena (Simandibrata, K dan Daldiyono., 2007).
2) Diet
Pasien diare tidak dianjurkan untuk berpuasa, kecuali bila muntah-
muntah hebat. Pasien justru dianjurkan minum minuman sari buah,
teh, minuman tidak bergas, makanan yang mudah dicerna seperti
pisang, nasi atau sup (Simandibrata, K dan Daldiyono., 2007).
3) Obat anti diare
a) Kelompok opioat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid
HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Efek kelompok obat tersebut adalah menghambat propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki
konsistensi feses dan mengurangi frekuensi diare. Bila
digunakan secara benar maka obat ini mampu mengurangi
frekuensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan gejala
demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
b) Kelompok absorbent
Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin,
kaolin atau smektit diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat
ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin-toksin. Melalui
efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak langsung
dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.
c) Zat Hidrofilik
Ekstrak tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,
Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan
Catechu dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen
usus dan akan mengurangi frekuensi dan konsistensi feses tetapi
tidak dapat mengurangi kehilangan cairan dan elektrolit.

19
d) Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan
Bifidobacteria bila mengalami peningkatan jumlahnya do
dalam saluran cerna maka akan memiliki efek positif karena
berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat
penggunaan dan keberhasilan mengurangi/ menghilangkan
diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.
k. Pencegahan
Pencegahan penyakit diare yang efektif meliputi perilaku sehat
dan penyehatan lingkungan. Perilaku sehat meliputi (Depkes, 2011):
a) Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. ASI memiliki khasiat
preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain
yang dikandung. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare. Pemberian ASI secara penuh pada bayi yang baru lahir
memiliki daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare
dibandingkan dengan pemberian susu formula.
b) Pemberian Makanan Pendamping ASI
Makanan pendamping ASI diberikan secara bertahap dan bertujuan
untuk membiasakan bayi dengan makanan orang dewasa. Hal yang
harus diperhatikan dalam pemberian makanan pendamping ASI
adalah memulai dengan memberikan makanan lunak saat usia 6
bulan, menambahkan macam makanan pada usia 9 bulan dan
memberikan semua makanan yang dimasak dengan baik pada usia 1
tahun.
c) Menggunakan Air Bersih yang Cukup
Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan bila masuk ke
dalam mulut melalui makanan, minuman, atau benda yang tercemar
dengan tinja, misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah atau
tempat makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.
d) Mencuci Tangan

20
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar,
sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan,
sebelum menyuapi makan anak, dan sebelum makan dapat
menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%.
e) Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban memiliki dampak yang besar dalam
penurunan risiko terhadap penyakit diare. Jamban juga harus
dibersihkan secara teratur dan harus dibiasakan untuk menggunakan
alas kaki bila akan buang air besar.
f) Membuang tinja bayi yang benar
Tinja bayi dapat menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tua,
sehingga pembuangan tinja harus benar. Bila tidak ada jamban, pilih
tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di kebun
kemudian ditimbun.
g) Pemberian imunisasi campak
Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting karena anak
yang sakit campak sering disertai diare. Imunisasi campak diberikan
setelah bayi berumur 9 bulan.
Pencegahan diare dengan cara penyehatan lingkungan meliputi
(Depkes, 2011):
a) Penyediaan air bersih
Penyediaan air bersih secara kuantitas dan kualitas sangat
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Penyediaan air bersih juga
dapat mengurangi penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri,
hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata dan penyakit lainnya.
b) Pengelolaan sampah
Sampah adalah sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya
vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa. Sampah juga

21
dapat mencemari tanah, sehingga pengelolaan sampah sangat
penting. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan
sementara. Jika tidak terjangkau oleh pelayanan pembuangan
sampah ke tempat pembuangan akhir, sampah dapat dimusnahkan
dengan cara ditimbun atau dibakar.
c) Sarana pembuangan air limbah
Air limbah pabrik atau rumah tangga harus dikelola agar tidak
menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah
yang tidak memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu
estetika dan dapat menjadi tempat perindukan nyamuk dan
bersarangnya tikur, sehingga dapat berpotensi menularkan penyakit
seperti leptospirosis, filariasis, dan lain-lain.

22
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional
dengan pendekatan cross sectional.Pada studi cross sectional atau potong
lintang dilakukan pengambilan data variabel bebas dan variabel terikat secara
bersamaan pada suatu periode tertentu (Sastroasmoro, 2011).

B. Ruang Lingkup Kerja


a. Tempat: Kelurahan Randugunting, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal,
Jawa Tengah
b. Waktu : 13 November 2017 – 18 November 2017

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi dan Sampel
a) Populasi target
Seluruh balita penderita diare
b) Populasi terjangkau
Seluruh penderita diare di Kelurahan Randugunting, Kecamatan Tegal
Selatan, Kota Tegal bulan September-Oktober 2017 yaitu sebanyak 13
pasien.
2. Kriteria Sampel
Sampel penelitian diperoleh dengan menggunakan metode purposive
sampling. Sampel yang diteliti merupakan populasi terjangkau yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
a) Kriteria inklusi
1) Warga Kelurahan Randugunting Kecamatan Tegal Selatan.
2) Bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan.
b) Kriteria eksklusi

23
1) Tidak mengisi data kuesioner secara lengkap
2) Tidak menandatangani lembar persetujuan.

D. Faktor yang Diteliti (Variabel Penelitian)


1. Identitas
2. Pemberian ASI Eksklusif
3. Sanitasi Lingkungan
4. Penggunaan air bersih
5. Penggunaan jamban sehat
6. Higienitas perorangan.

E. Instrumen Pengambilan Data


1. Data Primer
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner
sebagai jenis data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Kuesioner digunakan untuk mengetahui status ASI eksklusif, kondisi sanitasi
lingkungan, penggunaan air bersih, penggunaan jamban sehat, dan higienitas
perorangan.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Tegal Selatan.

F. Rencana Penyajian dan Analisis Data


Data dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik batang,
sedangkan data hasil penelitian akan dianalisis secara univariat.

24
BAB IV
ANALISIS SITUASI

A. Data Geografi
1. Batas Wilayah
Batas-batas daerah wilayah kerja UPTD Puskesmas Tegal Selatan adalah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Wilayah UPTD Puskesmas Tegal Barat
Sebelah Timur : Wilayah Puskesmas Slerok
Sebelah Selatan: Wilayah Puskesmas Bandung
Sebelah Barat : Wilayah Puskesmas Debong Lor
2. Luas Wilayah
Luas wilayah kerja UPTD Puskesmas Tegal Selatan yaitu 3,228 km2 terdiri dari 3
Kelurahan, yaitu :
Tabel 3. LUAS DAERAH PER KELURAHAN

NO KELURAHAN LUAS WILAYAH ( Km2 )

1. Randugunting 1,378
2. Debong Tengah 1,110
3. Debong Kulon 0.740
Sumber : Data Sekunder Th. 2016

3. Relief Daerah
Merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 2,5 meter diatas permukaan
laut
B. Data Demografi
Jumlah penduduk di wilayah UPTDP Puskesmas Tegal Selatan Tahun 2016
sebanyak 35.050 jiwa dengan kepadatan penduduk 10.934 jiwa /km2 dengan jumlah
RW sebanyak 22 dan RT sebanyak 142. Perincian jumlah penduduk per kelurahan
seperti tabel dibawah ini :

25
Tabel 4. DATA JUMLAH PENDUDUK PER KELURAHAN

JUMLAH PENDUDUK ( Jiwa )


NO KELURAHAN LAKI- PEREMPUAN JUMLAH
LAKI

1. Randugunting 8.304 8.829 17.133


2. Debong Tengah 6.572 6.506 13.078
3. Debong Kulon 2.526 2.313 4.839
Jumlah 17.402 17.648 35.050
Sumber : Data Sekunder Th. 2016

Kelurahan Randugunting paling luas diantara kelurahan lain dan


juga jumlah penduduknya paling banyak yaitu 17.402 jiwa.Adapun jumlah
kepala keluarga (KK) per kelurahan sbb :
Tabel 5. JUMLAH RT/RW/KK PER KELURAHAN
NO KELURAHAN RT RW KK

1. Randugunting 89 12 4.573

2. Debong Tengah 35 6 3.491

3. Debong Kulon 18 4 1.134

Jumlah 142 22 9.198

Sumber : Data Sekunder Th. 2016

26
Tabel. 6 JUMLAH RT PER RW
NO KELURAHAN RW JUMLAH RT
1 Randugunting 1 9
2 9
3 7
4 9
5 8
6 8
7 9
8 7
9 3
10 10
11 6
12 4
Jumlah 12 89
2 Debong Tengah 1 5
2 6
3 5
4 7
5 6
6 6

Jumlah 6 35
3 Debong Kulon 1 6
2 4
3 5
4 3
Jumlah 4 18
Sumber : Data Sekunder Th. 2016

27
Tabel 6. JUMLAH TK/PAUD/SD/SMP/SMA/SMK
TK/PAU SD/MI SMP
NO KELURAHAN SMA/SMK
D

1. Randugunting 16 9 3 3
2. Debong Tengah 6 6 0 0
3. Debong Kulon 2 2 0 0
Jumlah 24 17 3 3
Sumber : Data Sekunder Th. 2016

Tabel. 7. DATA TINGKAT PENDIDIKAN


PT/AKADE SLTA SLTP SD
NO KELURAHAN
MI

1. Randugunting 1.152 4.307 4.120 4.181


2. Debong Tengah 123 2.096 2.372 2.367
3. Debong Kulon 184 637 665 1.879

Jumlah 1.459 7.040 7.157 8.427


Sumber : Data Sekunder Th. 2016

C. Luas Tanah dan Bangunan Puskesmas


Tabel. 6DATA LUAS BANGUNAN PUSKESMAS
NO NAMA BANGUNAN LUAS LOKASI
(M2)

1 Puskesmas Induk 820 Kel. Randugunting

2 Pustu Debong Tengah 327 Kel. Debog Tengah

3 Pustu Debong Kulon 357 Kel. Debong Kulon

4 Rumah Dinas 200 Kel. Randugunting

28
D. Data Ketenagaan di Puskesmas
Data karyawan di UPTD Puskesmas Tegal Selatan berjumlah 58 orang
terdiri dari 29 orang berstatus PNS dan 29 berstatus non PNS (BLUD). Adapun
perincian tenaga kesehatan di UPTD Puskesmas Tegal Selatan dapat dilihat dalam
tabel di bawah ini.
Tabel 7. DATA KETENAGAAN

NO KETENAGAAN JUMLAH
1. Kepala Puskesmas 1
2. Dokter Umum 2
3. Dokter Gigi 1
4. Bidan 3
5. Nutrisionis 2
6. Perawat 6
7. Sanitarian 2
8. Promosi Kesehatan 2
9. Perawat Gigi 2
10. Apoteker 1
11. Asisten Apoteker 2
12. Pranata Laboratorium 2
13. Administrasi/Tata Usaha 2
14. Penjaga Malam 1
15. Tenaga BLUD 29
Jumlah 58

Sumber : Data Primer Th. 2016

Selain tenaga kesehatan diatas dalam melaksanakan program


kesehatan, UPTD Puskesmas Tegal Selatan juga didukung oleh 192 orang
Kader Kesehatan yang tersebar di 3 kelurahan wilayah kerja Puskesmas
Tegal Selatan.

29
Tabel 8. DATA JUMLAH KADER KESEHATAN PER KELURAHAN

NO KELURAHAN JUMLAH

1. Randugunting 104

2. Debong Tengah 43

3. Debong Kulon 25

Jumlah 172

Sumber : Data Primer Th. 2016

E. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas


1. Tugas Pokok
Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan,dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang di wilayah UPTD Puskesmas Tegal Selatan.
2. Fungsi
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
 Pelayanan kesehatan perorangan
 Pelayanan kesehatan masyarakat
F. Sarana Kesehatan
UPTD Puskesmas Tegal Selatan terdiri dari 1 Puskesmas Induk di Jl. Ababil No.2
Tegal dan 2 Puskesmas Pembantu (Pustu) , yaitu Pustu Debong Tengah dan Pustu
Debong Kulon serta didukung dengan 26 posyandu balita ,dan 11 posyandu lansia
dengan lokasi posyandu terletak di masing-masing RW di setiap kelurahan (kegiatan
posyandu balita pada umumnya bersamaan dengan posyandu lansia) dan 8 puskesmas
keliling ( pusling ).
Tahun 2016 UPTD Puskesmas Tegal Selatan telah melaksanakan Pos Pembinaan
Terpadu (Posbindu) , di tiga kelurahan yaitu Kelurahan Randugunting, Debong Tengah

30
dan kelurahan Debong Kulon, kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan yang
sasarannya adalah masyarakat yang berumur 25 tahun sampai dengan 50 tahun.
Adapun pemeriksaannya antara lain pengukuran berat badan, tinggi badan ,
pemeriksaan kadar gula darah, asam urat dan kadar kolesterol dalam darah serta
konsultasi gizi. Pemeriksaan dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu dengan kader
yang sudah dilatih.
Sarana kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 9. DATA SARANA KESEHATAN


NO FASILITAS KESEHATAN JUMLAH

1. Puskesmas Induk 1

2. Pustu 2

3. Praktek Dokter Umum 5

4. Praktek Dokter Spesialis 9

5. Bidan Praktek Swasta 8

6. Balai Pengobatan 3

7. Rumah Sakit Umum 1

8. Rumah Sakit Khusus 2

9. Apotek 3

10. Laboratorium Klinik 1

11. Pengobatan Tradisional 11

Sumber : Data Primer Th. 2016

Tabel 10. DATA POSYANDU DAN POSBINDU

31
JUMLAH JUMLAH JUMLAH
NO KELURAHAN POSYANDU POSYANDU POSBINDU
BALITA LANSIA
.
1. Randugunting 13 8 5
2. Debong Tengah 8 2 2
3. Debong Kulon 5 1 4
Jumlah 26 11 11

G. Fasilitas Pendukung Pelayanan di puskesmas


1. Klinik IMS
Klinik IMS adalah Klinik yang memberikan pelayanan terhadap
pemeriksaan dan pengobatan Infeksi Menular Seksual. Jenis-jenis IMS
yang bisa dideteksi di puskesmas antara lain:
a. Gonorhea
b. Siphilis
c. Cervicitis
d. Uretritis non Gonorhea
e. Clamidiasis
f. Condiloma Cuminata
g. Dll

120
100
80
60
40
20
0
JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
JML 25 89 109 91 104 62 103 111 39 48 49 40

Grafik 1. Data Kunjungan Klinik IMS

32
Klinik VCT adalah Klinik yang memberikan pelayanan
pemeriksaan HIV. Pada th. 2016 Klinik VCT menemukan HIV positif 9
orang dan semua dirujuk ke klinik PDP

40
35
30
25
20
15
10
5
0
JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
JML 12 29 34 17 14 16 2 39 11 13 2 9

Grafik 2. Data Kasus IMS


Klinik PDP ( Klinik Pendampingan Dukungan dan Pengobatan)
yaitu klinik yang memberikan pengobatan kepada penderita HIV positif
dengan ARV (Anti Retroviral Virus)
Pada Th. 2016 Klinik PDP menerima rujukan sebanyak 9 orang
kasus HIV positif dari klinik VCT.

160
140
120
100
80
60
40
20
0
JAN PEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES
JML 20 67 48 158 98 62 111 111 93 100 41 90

Grafik 3. Data Kasus Konseling dan Tes HIV

33
34

You might also like