Professional Documents
Culture Documents
LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Guillain-Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit ‘demyelinating' saraf
(Nolte 1999). Juga merupakan salah satu polineuropati, karena hingga sekarang belum dapat
dipastikan penyebabnya. Namun karena kebanyakan kasus terjadi sesudah proses infeksi,
diduga GBS terjadi karena sistem kekebalan tidak berfungsi. Gejalanya adalah kelemahan
otot (parese hingga plegia), biasanya perlahan, mulai dari bawah ke atas. Jadi gejala awalnya
biasanya tidak bisa berjalan, atau gangguan berjalan. Sebaliknya penyembuhannya diawali
dari bagian atas tubuh ke bawah, sehingga bila ada gejala sisa biasanya gangguan berjalan
(Fredericks et all 1996).
Fungsi selaput myelin adalah mempercepat konduksi saraf. Oleh karenanya
hancurnya selaput ini mengakibatkan keterlambatan konduksi saraf, bahkan mungkin
terhenti sama sekali (Nolte 1999). Sehingga penderita GBS mengalami gangguan
motorik dan sensorik. Kelambatan kecepatan konduksi otot bisa dilihat dari hasil
pemeriksaan EMG. Gangguan motorik yang pada GBS diawali dengan kelemahan otot
bagian bawah. Mula-mula yang dirasakan kelemahan (parese), bila berlanjut menjadi lumpuh
(plegia).
Gejala GBS juga disertai gangguan saraf otonomik, sehingga akan terjadi gangguan saraf
simpatik dan para simpatik. Yang tampak adalah gejala naik- turunnya tekanan darah secara
tiba-tiba, atau pasien berkeringat di tempat yang dingin (Pryor & Webber 1998). Bila terjadi
gangguan cranial nerves akibatnya adalah tidak bisa menelan, berbicara atau bernafas,
atau kelemahan otot-otot muka. Uniknya kelemahan otot biasanya simetris, artinya anggota
badan yang kiri mengalami kelemahan yang sama dengan anggota badan kanan.
Penatalaksanaan fisioterapi berupa terapi fisik pada penderita GBS harus dimulai sejak
awal, yaitu sejak kondisi pasien stabil. Oleh karena perjalananan penyakit GBS yang unik,
ada dua fase yang perlu diperhatikan dalam memberikan fisioterapi. Yang pertama adalah
fase ketika gejala masih terus berlanjut hingga berhenti sebelum kondisi pasien terlihat
membaik. Pada fase tersebut yang diperlukan adalah mempertahankan kondisi pasien,
meskipun kondisi pasien akan terus menurun. Sedangkan yang kedua adalah pada fase
penyembuhan, ketika kondisi pasien membaik. Pada fase ini pengobatan fisioterapi ditujukan
pada penguatan dan pengoptimalan kondisi pasien.Tujuan terapi fisik adalah untuk
1
2
menstimulasi otot dan sendi, melalui berbagai gerakan fisik dan latihan, sehingga terbentuk
kekuatan, fleksibilitas, dan lingkup gerak sendi yang optimal. Seorang fisioterapi akan
melakukan programlatihan progresif dan memberikan petunjuk mengenai gerakan
fungsional yang benar, sehingga tidak terjadi kompensasi gerakan yang salah saat
penyembuhan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut :
1. Bagaimana Definisi Gbs (Guilaine Barre Syndrom)?
2. Bagaimana Etiologi Gbs (Guilaine Barre Syndrom) ?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis Gbs (Guilaine Barre yndrom) ?
4. Bagaimana Klasifikasi Gbs (Guilaine Barre Syndrom) ?
5. Bagaimana Patofisiologi Gbs (Guilaine Barre Syndrom) ?
6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Gbs (Guilaine Barre Syndrom) ?
7. Bagaimana Konsep Asuhan Keperwatan Gbs (Guilaine Barre Syndrom) ?
8. Bagaimana Pengkajian Keperawatan?
9. Bagaimana Diagnosa Keperawatan?
10.Bagaimana Intervensi Keperawatan?
11. Bagaimana Implementasi Keperawatan?
12. Bagaimana Evaluasi Keperawatan?
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam laporan ini Guillaine Barre Syndrome ini ada beberapa tujuan yang
hendak penulis capai antara lain :
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kondisi atau masalah yang dijumpai pada guillain barre
syndrome yang ditandai dengan parese (kelemahan) pada AGA dan AGB,
penurunan aktifitas fungsional.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk memahami bagaimana penatalaksanaan terapi latihan dapat
memperbaiki fungsi motorik ekstremitas
2. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan terapi latihan dapat meningkatkan
aktifitas fungsional pada pasien pasca Guillain-Barre Syndrome.
3. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan terapi latihan dapat memelihara
kemampuan fungsional kardiopulmonal.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
GBS (GUILAINE BARRE SYNDROM)
2.1 DEFINISI
Sindrom Guillain-Barre atau Acute Inflammatory Idiopathic Polyneuropathy
(AIIP) atau yang bisa juga disebut sebagai Acute Inflammatory Demyelinating
4
Polyneuropathy (AIDP) adalah sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset akut dari
gejala-gejala yang mengenai saraf tepi dan saraf kranial di mana tanda dan gejalanya
memiliki kemiripan dengan penyakit Miastenia Gravis. Proses penyakit mencakup
demielinisasi dan degenarasi selaput mielin dari saraf tepi dan kranial (Sylvia A. Price
dan Lorraine M.Wilson,1995).
2.2 ETIOLOGI
Etiologinya tidak diketahui, tetapi respon alergi atau reaksi autoimun sangat
memungkinkan terjadi. Reaksi autoimun bisa berasal dari bakteri,virus. Bisa juga karena
penyakit SLE, infeksi saluran pernafasan dan pencernaan. Biasanya terjadi respon
inflamasi di mana adanya pelepasan mediator kimia yang merangsang pengeluaran
limfosit T (makrofag/fagositosis) dan pengeluaran limfosit B. Kedua limfosit ini saling
bekerjasama. Limfosit ini menganggap mielin sebagai benda asing. Mielin sendiri
terbentuk dari protein. Selanjutnya, terjadi respon antigen-antibodi sekaligus respon
inflamasi yang semakin menambah keparahan rusaknya mielin. Akibat dari rusaknya
mielin ini terjadi keterlambatan rangsang, biasanya diawali dari ekstremitas bawah.
Tandanya terjadi baal, lama kelamaan akan naik ke bagian tubuh bagian atas.
GBS ini paling banyak ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau
gastrointestinal) 1-4 minggu sebelum terjadi serangan penurunan neurologis. GBS terjadi
dengan frekuensi yang sama antara 2 jenis kelamin dan pada semua ras. Puncak yang
agak tinggi terjadi pada kelompok usia 30-50 tahun. Mulai dari gejala sampai onset
kejadian sekitar 0 – 28 hari. Jika sembuh sebelum 20 hari maka dikatakan prognosis baik.
hanya saja rata-rata prognosisnya makin memanjang.
Biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar secara progresif, dalam
hitungan jam, hari maupun minggu, ke ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat.
Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan sampai pada yang
menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus,
biasanya berupa facial diplegia. Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara
signifikan dan bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam
bernafas.Anak anak biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas
kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan
akhirnya menjadi tetraplegia.
b. Kerusakan saraf sensoris :
Yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan pada otot. Saraf
yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. Gejala yang dirasakan
penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. Rasa sakit
dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi, terutama pada anak
anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak
anak yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.
c. Kelainan saraf otonom :
Tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian. Kelainan ini dapat
menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan cardiac arrest,
facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam
berkeringat.Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi pada
30 % dari pasien.
d. Kerusakan pada susunan saraf pusat :
Dapat menimbulkan gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara,dan yang
paling sering ( 50% ) adalah bilateral facial palsy.Gejala gejala tambahan yang
biasanya menyertai GBS adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan
alvi, konstipasi, kesulitan menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas
dalam, dan penglihatan kabur (blurred visions).
2.4 KLASIFIKASI
a. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
6
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran
cerna C jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf
sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis
motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan
paralysis simetris. AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana
didapatkan adanya aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi
‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang
dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
2.5 PATOFISIOLOGI
Merangsang limfosit T
Impuls saraf ↓
-Gangguan
Gangguan saraf kranial Gangguan saraf perifer dan neuromuskular
pemenuhan ADL Disfungsi otonom
Gangguan
-Kerusakan mobilitas Kurang
frekuensibereaksinya
jantung
Paralisis pada okular, wajah dan Parestesia dan kelemahan otot Paralisis lengkap,otot
Resti fisik
defisitkesulitan
orofaring, cairan tubuh
berbicara, dansaraf
sistem ritme,
simpatis
kaki, yang dapat berkembang ke Risikopernapasan
tinggi gagalterkena,
pernapasan
-Gangguan
mengunyah, konsep
dan menelandiri Ketidakefektifan
↓Sekresi
tonus mukus
otot seluruh bersihan
masuk
tubuh,lebih (ADRS),↓ Gawat ↓ curah perubahan
dan parasimpatis,
TD dan
Gangguan
Resti pemenuhan
pemenuhan nutrisi
nutrisi << dan ototResti
wajahinfeksi
Kelemahan
dan saluran
fisik umum,
ekstremitas napas
atas Ketidakefektifan
mengakibatkan
kemampuan pola
insufisiensi
batuk,
jantung ke ↓ filtrasi
Risiko
Gagal
↓ tinggi
ginjal
gangguan
perubahan
curah ↓ke
akut
jantung
sensori
Kecemasan keluarga
cairan↓ Prognosis
perubahan jalan penyakit
napas
estetika wajah kurang baik
Gagal napas
kardiovaskular
pernapasan
fungsi pernapasan
Anuria
glomerulus
kebutuhanNutrisi ke bawah
Pneumonia
paralisis
bawah otot jalan napas
wajah
dan parenkim paru ↑ sekresi
Kematianmukus
Koma ginjal perfusi perifer
otakvasomotor
dan jantung
7
1. PENGKAJIAN
a) Anamnesa
Identitas Klien meliputi : nama,jenis kelamin,usia,alamat,status,dll
Keluhan Utama yang sering muncul menjadi alasan klien meminta pertolongan
kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan otot baik kelemahan fisik secara
umum maupun lokalis seperti melemahnya otot-otot pernapasan.
Riwayat Penyakit Saat Ini. Keluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS
dan merupakan komplikasi paling berat dari GBS adalah gagal napas. Melemahnya
otot-otot pernapasan membuat klien dengan gangguan ini berisiko lebih tinggi
terhadap hipoventilasi dan infeksi pernapasan berulang
Riwayat Penyakit Dahulu. (-)
b) Pemeriksaan Fisik
Biasanya pada pasien GBS didapatkan kelemahan otot dan refleks tendon menurun.
B1(Breathing)
1. Inspeksi didapatkan klien mengalami penurunan kemampuan batuk, peningkatan
produksi mukus,infeksi saluran napas bawah dan parenkim paru, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan karena infeksi saluran pernapasan. Auskultasi
biasanya didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien.
2. Pada klien GBS didapatkan hipoksia yang akan menyebabkan Risk Acute Respiratory
Syndrome. Tindakan yang dilakukan adalah pemasangan ETT(selang dipasang dari
mulut sampai bronkus) namun ETT harus diganti tiap 2-3 minggu. Selang adalah
benda asing yang akan merangsang sel goblet untuk mengeluarkan sekret bila ETT
dibiarkan lebih lama pasien akan semakin sulit bernapas. Setelah dilakukan
pemasangan ETT, kemudian segera ganti dengan trakeostomi, kemudian diganti
dengan ventilator.
B2(Blood)
9
untuk membuat medula spinalis membuka spinkter interna. Namun, pada pasien GBS
spinkter interna tidak dapat terbuka sehingga terjadi retensi urine.
B5(Bowel)
Gangguan pemenuhan nutrisi via oral akibat sulit mengunyah dan menelan.
B6(Bone)
Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas
klien secara umum.
c) Pemeriksaan Diagnostik
Tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS ; pemeriksaan tersebut
hanya menyingkirkan gangguan. Biasanya didapat :
1. Progresivitas : kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal 4 minggu. 50%
mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, 90% dalam 4 minggu.
2. Gangguan fungsi saraf kranial kurang lebih 50% pada NVII.
d) Penatalaksanaan Medis
Intervensi yang diberikan tergantung etiologinya.
a. Sebagian sembuh sendiri
b. Plasmaparesis(PE): plasma darah diganti dengan buatan / alami 200-250 ml
plasma/kgBB. Alami 7-14 hari. Efektif diberikan 3 kali.
c. Pada pasien dengan cardiac output yang menurun diberikan Obat-obat beta
adrenergic: dobutamin untuk ↑ TD saat bradikardi, inotropik positif.
d. Pada pasien yang mengalami retensi urin dilakukan katerisasi urine
e. Pada pasien dengan gangguan pemenuhan ADL, bantu ADL-nya.
f. Pada pasien dengan gangguan mobilisasi fisik, maka bantu miring kanan miring kiri
untuk mencegah pressure ulcer.
g. Imunosupressan dosis 0,4 gr/kgBB selama 3 hari dan dilanjutkan 15 hari sampai
sembuh
h. Obat sitotoksik(cyclophosphamid)
i. Pada pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat dilakukan
suction,fisioterapi dada,batuk efektif(jika pasien masih bisa batuk), pemberian
mukolitik.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b/d akumulasi sekret
11
3. INTERVENSI
TUJUAN
DIAGNOSA
DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
HASIL
Tujuan :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1x
24 jam bersihan jalan
nafas menjadi efektif a. Auskultasi adanya suara
dengan, nafas tambahan sebelum
KH:
dan sesudah suction
a. Tidak ada suara nafas
b. Berikan informasi pada a. Mengetahui perbandingan suara nafas tambahan
tambahan b. Suction berfungsi dalam mengefektifkan jalan nafas
Ketidakefektifan pasien dan keluarga
Bersihan Jalan b. Mampu sehingga pasien dapat bernafas dengan mudah
tentang suction c. Memantau keadaan umum pasien
Nafas b/d mengeluarkan suara
c. Observasi tanda-tanda d. Membantu memberikan posisi nyaman dalam inspirasi
akumulasi sekret c. Tidak ada Dyspneau
d. Dapat melakukan vital dan ekspirasi
d. Posisikan pasien untuk e. Memudahkan dan juga mematenkan pernafasan pasien
batuk dengan efektif
e. Jalan nafas menjadi memaksimalkan vetilasi f. Memudahkan pasien dalam mengeluarkan sekret
e. Keluarkan sekret dengan
paten
f. Mampu bernafas batuk atau suctioner
f. Berikan nebulizer
dengan mudah
g. Dapat mengeluarkan
sekret
h. Pertukaran gas
adekuat
13
Ketidakefektifan
Pertukaran Gas b/d
perubahan Tujuan :
Setelah dilakukan a. Posisikan pasien untuk
membran alveolar
kapiler tindakan keperawatan memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi pasien
1x24 jam pertukaran gas a. Membantu memberikan posisi yang nyaman dalam
perlunya pemasangan alat
menjadi adekuat dengan, inspirasi dan ekspirasi
KH: jalan nafas buatan b. Memaksimalkan pasien untuk bernafas
a. pH BGA dalam batas c. Keluarkan sekret dengan c. Memudahkan dan juga mematenkan pernafasan pasien
d. Menjadi bahan parameter monitoring serangan gagal
normal (7.350-7,450) suction
b. kulit tidak pucat d. Auskultasi dan catat nafas dan menjadi data dasar penentuan intervensi
c. Tidak ada nafas adanya suara nafas selanjutnya
cuping hdung e. Memudahkan pasien dalam megelurkan sekret
tambahan
d. Pernafasan normal f. Memantau keadaan pasien
e. Berikan nebulizer
e. Tidak ada dyspneau f. Monitor aspirasi dan
f. pCO2 dalam batas
status O2
normal
Ketidakmampuan Tujuan : a. Pastikan alarm ventilator a. Mengetahui bahwa ventilator masih berfungsi dengan
Pemenuhan Ventilasi Setelah dilakukan
aktif baik
Spontan b/d tindakan keperawatan b. Pantau adanya b. Membantu supaya jalan nafas tetap paten
kelemahan otot c. Membantu memaksimalkan ventilasi mekanik agar
pernafasan selama 1x 7 jam , kegagalan pernafasan
pertukaran alveolar dan perfusi jaringan menjadi
masalah gangguan yang mungkin terjadi
c. Tentukan kebutuhan adekuat
ventilasi spontan dapat
d. Menjaga kebersihan mulut agar tidak menjadi kuman
penghisapan dengan
teratasi
yang dapat memperburuk keadaan
KH : mengauskultasi suara
e. Memaksimalkan pertukaran gas di alveoli sehingga
a. Tidak ada dispnea
ronchi basah, halus dan
14
b. Penggunaan
ventilator mekanik kasar di jalan nafas
d. Lakukan hygine mulut
dapat diturunan
secara rutin
sesuai target
e. Jaga agar jalan nafas
c. SpO2 99%
d. Status pernafasan tetap paten
dapat mempertahankan kosentrasi gas darah arteri
f. Kolaborasi dengan TIM
ventilasi pergerakan
dalam darah
medis dalam pemberian
udara keluar masuk f. Membantu proses penyembuhan pasien
terapi g. Memantau keadaan umum pasien
paru adekuat
g. Observasi tanda-tanda h. Memudahkan pasien dalam mengeluarkan dahak/sekret
e. Dapat menerima
i. Membantu pergerakan otot klien agar tidak kaku
vital
nutrisi adekuat
h. Berikan nebulizer
sebelum, selama dan i. Lakukan kolaborasi
setelah proses dengan TIM Rehabilitasi
penyapihan dari Medik
ventilator
15
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika
Bahan lecture Ibu Etika (Selasa, 8 Oktober 2013)
Syaifuddin.2010. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk Keperawatan dan
Kebidanan,Ed.4.Jakarta:EGC
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A DENGAN GBS
(GUILAINE BARRE SYNDROME)
DI RUANG PICU RSUD KAB. SIDOARJO
3.1 PENGKAJIAN
A. DATA SUBJEKTIF
Biodata Pasien
Nama : An. A
Umur : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : islam
Pendidikan : SD
Biodata Penanggungjawab
Nama : Ny. L
Pendidikan : SMA
Alamat : Wonoayu
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 28 Maret 2018 ; jam 11.00
Tanggal Pengkajian : 02 April 2018 ; jam 09.00
Yang merujuk : Puskesmas Wonoayu
Dx. Medis : GBS
B. RIWAYAT KESEHATAN
1) Keluhan utama :
Ibu An.A mengatakan An.A sering mengeluh sesak
2) Riwayat penyakit sekarang :
Ibu pasien mengatakan anaknya sempat demam pada hari minggu tanggal 25
Maret 2018, setelah terjatuh dan hujan-hujan selepas pulangmengaji. Pasien saat
terjatuh dengan posisi kepala membentur tanah terlebih dulu. Awalnya ibu pasien
hanya menganggap demam biasa karena efek dari hujan-hujan. Sampai pada hari
selasa subuh kaki dan tangan pasien lemas tidak bisa digerakkan dan untuk
bergerak harus dengan bantuan, ibu pasien juga mengatakan pasien tidak bisa
BAK. Kemudian ole orang tuanya pasien dibawa ke Puskesmas Wonoayu namun
tidak ada hasil, sampai leesokan harinya keluarga pasien dianjurkan untuk
merujuk pasien ke RSUD Kabupaten Sidoarjo dan disarankan opname.
Kemudiam pasien dipindahkan ke Ruang Mawar Kuning Atas, setelah di ruang
mawar kuning atas pasien mengeluhkam kelemahan pada kaki dan tangan serta
sesak nafas. Kemudian pada hari jum’at tanggal 30 Maret 2018 pasien
mengalami gagal nafas sehingga dipindahkan ke ruang PICU dan dilakukan
pemasangan ventilator dengan mode IPPV dan FIO2 100%. Pada hari sabtu oleh
dokter yang bertanggungjawab pasien diaharuskan operasi pemasangan
tracheostomy. Saat pengkajian pasien bedrest, terpasang ventilator dengan
tracheostomy mode IPPV dan FIO2 90%, dan aktivitas dibantu orang tua pasien.
17
2. Pemerikasaan persistem
a) B1 Breathing
-
Inspeksi : frekuensi pernapasan 23x/mnt, irama nafas regular, bentuk
dada simetris, kemampuan batuk menurun, menggunakan alat bantu nafas
ventilator mode IPPV, FIO2 90% PEEP 6, tidak menggunakan otot bantu
nafas, tidak ada pernapasan cuping hidung.
-
Palpasi : vocal fremitus kanan/kiri teraba pelan
-
Perkusi : sonor
-
Auskultasi : terdapat suara nafas tambahan ronchi kanan/kiri, whezing -/-
b) B2 Blood
-
Inspeksi : tidak ada sianosis, ictus cordis tidak terlihat, tidak ada nyeri
-
Palpasi : CRT < 2 dtk, akral hangat, N = 124x/mnt, irama nadi regular,
teraba kuat, TD = 119/79 mmHg.
-
Perkusi : pekak
-
Auskultasi : tidak ada bunyi jantung tambahan, s1 dan s2 bunyi tunggal.
c) B3 Brain :
-
Inspeksi : kesadaran komposmentis, GCS = 4-5-6, gerak bola mata
normal, kemampuan membuka kelopak mata normal, kemampuan bicara
melemah atau menurun, kemampuan menelan dan mengunyah juga
terganggu sehingga terpasang sonde, sensorik raba, nyeri dan suhu menurun.
d) B4 Bladder
-
Inspeksi : tidak ada alat bantu, ganti pempers dari jam 7 – 9 pagi
dengan hasil setelah ditimbang 100cc/2 jam, dengan UP 2 cc/kgBB/jam,
warna kuning, bau khas, tidak ada endapan, kesulitan BAK tidak ada.
-
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
e) B5 Bowel
-
Inspeksi : bibir kering, gigi lengkap tidak ada gigis, mulut bersih tetapi
terkadang ada secret karena batuk, perut simetris, bentuk datar, tidak mual,
tidak muntah
-
Auskultasi : terdengar suara bising usus
-
Perkusi : tidak ada distensi abdomen, tidak ada nyeri tekan pada
semua region abdomen
-
Palpasi : timpani, tidak kembung.
f) B6 Bone
-
Inspeksi : kemampuan gerak sendi berkurang/menurun, tidak ada
odem, warna kulit coklat, kekuatan otot 2/2 1/1, kulit bersih, terpasang infus
pada tangan kiri, akral hangat, turgor kulit baik, kulit lembab, terdapat nyeri
tekan, jari jari lengkap pada ekstremitas atas dan bawah, system motoric
menurun, reflek bisep-trisep juga menurun.
20
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Nama : Ank.A Tanggal : 02 april 2018
Jam : 09.36 No.Registrasi: 1013940
PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
WBC 24,23 4,50-13,50 103/uL
RBC 3,9 4,2-6,1 106/uL
HGB 10,2 10,8-15,6 g/dL
HCT 31,8 37,0-52,0 %
PLT 416 184-388 103/uL
MCV 82,0 79,0-99,0 fL
MCH 26,3 27,0-31,0 pg
MCHC 32,1 33,0-37,0 g/dL
RDW-SD 38,9 35,0-47,0 fL
RDW-CV 13,7 11,5-14,5 %
PDW 12,4 9,0-17,0 fL
MPV 10.6 9,0-13,0 fL
P-LCR 29,9 13,0-43,0%
PCT 0,4 0,2-0,4%
EO% 0,20 0,000-3,00%
BASO% 0,20 0,00-1,00%
NEUT% 71,5 50,00-70,00%
LYMPH 18,2 25,0-40,0%
MONO% 9.9 2,0-8,0%
EO 0.04 103/uL
BASO 0.04 103/uL
MANO 2,40 103/uL
NUET 17,3 2,0-7,7 103/uL
LYMPH 18,2 0,8-4,0 103/uL
HASIL RONTGEN
No.RM : 1913940
Nama : An.A
Tanggal : 28 Maret 2018
Jam : 13:53
Hasil Pemeriksaan
a. Cor : Bentuk dan Ukuraun Normal
b. Pulmo : Perselubungan bentuk segitiga dengan puncak di hilus
kanan,penebalan halus
c. Sinus : PHRENICOCOSTALIS Kanan kiri Tajam
d. Tulang-Tulang Baik
KESAN :ATELEKTASIS KANAN
Hasil pH BGA = 7,299
21
F. TERAPI PENGOBATAN
a. Infus D51/2 NS 800cc/24 jam
b. Injeksi Neorosanbe 1 Ampul / hari
c. Injeksi Amikasin 1x 250 mg
d. Injeksi Ranitidin 2x1/2 ampul
e. Injeksi Meropenem 3x500 mg
f. Injeksi Methylprednisolon 3x1/2 vial
g. Injeksi Penitoin 1x50 mg
Peroral:
Sucralfat 3x5cc
Nebulizer :
Ventolin 1cc+pz 1cc/ hari
Suction secara berkala
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI Probleme
1 DS: 1. Ketidakefektifan
Ibu pasien mengatakan Infeksi saluran pernafasan /
Bersihan Jalan
ISPA/Autoimun
anaknya masih sering
Nafas
mengeluhkan sesak Merangsang Limfosit meningkat 2. Ketidakefektifan
DO:
Pertukaran Gas
a.Hasil Lab WBC : 24,23
Selaput mielin rusak 3. Ketidakmampuan
103 /uL
Pemenuhan
b.Dyspneau Menyerang syraf perifer dan kranial
Penggunaan Ventilator Ventilasi Spontan
mekanik mode: IPPV, FiO2 Gangguan syaraf perifer dan
90% , PEEP 6 , SpO2= 99% neuromuskular
c. RR = 23 x/menit , TD =
119/79 mmHg Paralisis lengkap, Otot pernafasan
d. Terdapat suara nafas terkena mengakibatkan isufisiensi
tambahan, Ronchi
Resiko tinggi gagal pernafasan,
penurunan kemampuan batuk,
pH BGA = 7,299
peningkatan sekresi mukus
pCO2 = 39,0 mmHg
Kesulitan bicara atau
22
mengeluarkan suara
Sputum dalam jumlah
berlebih
Kemampuan batuk menurun
2 DS:
Ibu pasien mengatakan kaki Infeksi saluran pernafasan / Hambatan mobilitas fisik
ISPA/Autoimun
dan tangan anaknya lemah
dan tidak bisa digerakkan
Merangsang Limfosit meningkat
DO:
a. Pasien bedrest Selaput mielin rusak
b. Keperluan dibantu oleh
Menyerang syraf perifer dan kranial
ibunya
c. Mika-Miki dibantu oleh ibu
Gangguan syaraf perifer dan
terkadang perawat neuromuskular
d. Kekuatan otot
3 DS:-
D0: Infeksi saluran pernafasan / Ketidakseimbangan
a. Pasien memperoleh ISPA/Autoimun
Nutrisi kurang dari
nutrisi dari selang
Merangsang Limfosit meningkat kebutuhan
Sonde yang terpasang
b. Susu TKTP 6x100cc
c. Juice 2x 100 cc Selaput mielin rusak
d. Lab:
Hb = 10,2 g/dL Menyerang syraf perifer dan kranial
RBC = 3,9 106 /uL
e. BB= 25 kg Gangguan syaraf kranial
Nutrisi Menurun
II. DIAGNOSA
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas b/d akumulasi sekret
b. Ketidakefektifan Pertukaran Gas b/d perubahan membran alveolar kapiler
c. Ketidakmampuan Pemenuhan Ventilasi Spontan b/d kelemahan otot pernafasan
d. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan neuromuskular
e. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan
mempertahankan
kosentrasi gas darah
o. Kolaborasi dengan arteri dalam darah
o. Membantu proses
TIM medis dalam
penyembuhan pasien
pemberian terapi
p. Observasi tanda-
p. Memantau keadaan
tanda vital
umum pasien
q. Berikan nebulizer
q. Memudahkan pasien
dalam mengeluarkan
dahak/sekret
r. Lakukan r. Membantu pergerakan
kolaborasi dengan otot klien agar tidak
TIM Rehabilitasi kaku
Medik
IV. IMPLEMENTASI
No Hari/ tgl Jam Implementasi Respon Ttd
Dx
I Senin, 07.00 a. mengauskultasi a. pasien kooperatif, ronchi
2/4/2018 adanya suara pada paru kanan kiri
nafas tambahan sebelum suction
sebelum dan
sesudah suction
b. memberikan
26
tanda-tanda vital
f. memposisikan f. Posisi 30
pasien untuk g. Ronchi sudah sedikit
memaksimalkan berkurang, namun masih
11.00
ventilasi ada sesudah suction
g. menguskultasi
adanya suara
nafas tambahan
sebelum dan
sesudah suction
h. melakukan
kolaborasi dengan h. Infus D5 ½ NS 600 cc/24
tim medis dalam jam
Injeksi :
12.00 pemberian terapi Aminofusin 250 cc/24 jam
Injeksi neurosanbe 1
ampul
Amikasin 250 mg
Ranitidin ½ ampul
Meropenem 500 mg
Metylprednisolon ½ vial
Phenitoin 50 mg
P/O :
Sucralfat 5 cc
i. TD : 119/94 mmHg
N : 125x/mnt
S : 36
RR :30x/mnt
i. mengobservasi
tanda-tanda vital
27
14.00
I Selasa, 08.00 a. mengauskultasi a. pasien kooperatif, ronchi
3 April
adanya suara pada paru kanan kiri
nafas tambahan sebelum suction
b. pasien kooperatif
sebelum dan
sesudah suction
09.00 b. memberikan
nebulizer
c. mengeeluarkan
c. pasien kooperatif
sekret dengan d. TD : 119/79 mmHg
batuk atau S : 36,5
11.00
suctioner N : 124x/mnt
d. mengobservasi RR : 23x/mnt
c. mengobservasi S : 36,8
tanda-tanda vital N : 141x/mnt
d. mengeeluarkan RR : 34x/mnt
sekret dengan d. Pasien kooperatif, Ronchi
f. mengobservasi
tanda-tanda vital
g. menguskultasi
adanya suara
nafas tambahan
sebelum dan
sesudah suction
29
memaksimalkan
ventilasi
b. Memberikan
b. pasien kooperatif
Nebulizer
09.00 Mengeluarkan sekret Pasien kooperatif
dengan suction
10.00 a. Observasi tanda- a. TD = 119/79 mmHg
s/n = 36,5 / 124x/menit
tanda vital
rr= 23x/menit
b. Mengidentifikasi b. Terpasang ventilator
perlunya pemasangan mode IPPV, FIO2 90%
alat jalan nafas
buatan
11.00 a. Mengauskultasi c. Ronchi kanan kiri
adanya suara nafas sudah berkurang
tambahan, catat setelah di suction
d. Pasien kooperatif
adanya suara nafas
tambahan
b. Memberikan
nebulizer
tanda vital
09.00 a. Melakukan a. Infus D5 ½ NS 600
31
pemberian rehab
untuk pelemasan
tulang-tulang atau
otot yang sudah lama
lemas
Rabu 04 09.00 a. Memastikan alarm a. alarm ventilator dan alat
April ventilator aktif berfungsi dengan baik , set
b. Memberikan
2018 mode IPPV FIO2 90% ,
nebulizer
PEEP =6
b. Pasien kooperatif
10.00 a. Memantau adanya a. jalan nafas masih paten,
kegagalan pernafasan tidak ada kegagalan nafas
b. TD = 119/74
yang mungkin terjadi
b. Mengobservasi mmHg,S/N= 36,5/
tanda-tanda vital 145x/menit, RR =
c. Memberikan secret
30x/menit
dengan suction c. Pasien kooperatif
11.00 a. Melakukan a. pasien kooperatif saat
Hygiene mulut dilakukan hygiene mulut
b. Mengobservasi b. TD = 119/74
tanda-tanda vital mmHg,S/N= 36,5/
c. Melkaukan
145x/menit, RR =
kolaborasi dengan
30x/menit
tim medis dalam c. . Infus D5 ½ NS 600
pemberian terapi cc/24 jam
Injeksi :
Aminofusin 250 cc/24 jam
Injeksi neurosanbe 1
ampul
Amikasin 250 mg
Ranitidin ½ ampul
Meropenem 500 mg
Metylprednisolon ½ vial
Phenitoin 50 mg
P/O :
Sucralfat 5 cc
12.00 a. Menjaga agar jalan SpO2= 99%
nafas tetap paten
13.00 Memberikan Pasien kooperatif
nebulizer
14.00 a. Mengobservasi a. TD= 120/80 mmHg, S/n
35
V. EVALUASI
NO DX HARI,TANGGJA SOAP TTD
AM
1 Senin 2 April 2018 S= Ibu asien mengatakan anaknya masih mengeluh sesak
14.00 WIB
dan terdengar grok-grok
O=
a. K/U = cukup
b. Kesadaran= composmentis
36
c. G-C-S = 4-5-6
d. Terdapat ronchi
e. RR=30x/menit
f. Suara tidak bisa keluar, kadang terdengar namun
pelan
g. Batuk namun tidak efektif
h. Sputum dalam jumlah banyak
A=Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum
teratasi
P= Intervensi dilanjutkan no 1,3,5
1 Selasa, 2 april S= Ibu pasien mengatakan anaknya masih mengeluh sesak
2018 14.00 dan terdengar grok-grok
O=
a. K/U = cukup
b. Kesadaran= composmentis
c. G-C-S = 4-5-6
d. Terdapat ronchi
e. RR=26x/menit
f. Suara tidak bisa keluar, kadang terdengar namun
pelan
g. Batuk namun tidak efektif
h. Sputum dalam jumlah banyak
A=Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum
teratasi
P= Intervensi dilanjutkan no 1,3,5
1 Rabu. 03 april S= Ibu pasien mengatakan anaknya masih mengeluh sesak
2018 jam 14.00 dan terdengar grok-grok
O=
a. K/U = cukup
b. Kesadaran= composmentis
c. G-C-S = 4-5-6
d. Terdapat ronchi
e. RR=30x/menit
f. Suara tidak bisa keluar, kadang terdengar namun
pelan
g. Batuk namun tidak efektif
h. Sputum dalam jumlah banyak
A=Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas belum
teratasi
2
Senin 2 April 2018 P= Intervensi dilanjutkan no 1,3,5
14.00 WIB S: Ibu pasien mengatakan anaknya masih mengeluh sesak
O:
a. k/u = cukup
b. Kesadaran = composmentis
c. G-C-S = 4-5-6
d. Dispneau
e. Adanya pernafasan cuping hidung
f. Tanda-tanda vital
37
P= Intervensi dilanjutkan
3 Selasa, 03 april S= Ibu pasien mengatakan anaknya terkadang masih
2018 jam 14.00 mengeluh sesak
O=
a. k/u = cukup
b. Kesadaran = composmentis
c. G-C-S = 4-5-6
d. Dispneau
e. Adanya pernafasan cuping hidung
f. Tanda-tanda vital
TD= 120/90 mmHg
s/n = 36 / 142x/menit,
RR= 26x/menit
A= Masalah gangguan ventilasi spontan belum teratasi
P= Intervensi dilanjutkan
3 Rabu, 04 april S= Ibu pasien mengatakan anaknya terkadang masih
2018 jam 14.00 mengeluh sesak
O=
a. k/u = cukup
b. Kesadaran = composmentis
c. G-C-S = 4-5-6
d. Dispneau berkurang, setelah di suction
e. Masih menggunakan ventiltor mekanik
f. SpO2= 99%
g. Tanda-tanda vital
TD= 118/70 mmHg
s/n = 372 / 140x/menit,
RR= 30x/menit
A= Masalah gangguan ventilasi spontan belum teratasi
P= Intervensi dilanjutkan
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Guillain-BarreSyndrome (GBS) adalah salah satu penyakit ‘demyelinating' saraf Juga
merupakan salah satu polineuropati, karena hingga sekarang belum dapat dipastikan
penyebabnya. Namun karena kebanyakan kasus terjadi sesudah proses infeksi, diduga
GBS terjadi karena sistem kekebalan tidak berfungsi. Gejalanya adalah kelemahan otot
(parese hingga plegia), biasanya perlahan, mulai dari bawah ke atas. Jadi gejala awalnya
39
biasanya tidak bisa berjalan, atau gangguan berjalan. Sebaliknya penyembuhannya diawali
dari bagian atas tubuh ke bawah, sehingga bila ada gejala sisa biasanya gangguan berjalan
4.2 Saran
4.2.1 Bagi penulis
a. Menambah dan memperluas pengetahuan tentang penatalaksnaan fisioterapi
pada guillain barre syndrome.
b. Memberikan informasi kepada fisioterapi pada khususnya dan kepada tenaga
kesehatan pada umumnya, bahwa terapi latihan dapat meningkatkan aktifitas
fungsional pada kondisi guillain barre syndrome.
c. Memberikan informasi kepada fisioterapi pada khususnya dan kepada tenaga
kesehatan pada umumnya, bahwa terapi latihan dapat membantu mengoptimalkan
fungsi kardiopulmonari pada kondisi guillain barre syndrome.
4.2.2 Bagi Rumah Sakit
Bermanfaat sebagai salah satu metode pelayanan fisioterapi yang dapat
diaplikasikan kepada pasien dengan kondisi guillain barre syndrome, sehingga
dapat ditangani secara optimal.
4.2.3 Bagi Pembaca
Memberikan pengetahuan lebih dan memahami lebih dalam tentang kondisi
guillain barre syndrome
40