You are on page 1of 13

PEMBUATAN MEDIA

Oleh :
Rahma Adilah B1A015074
Rizka Isnaeni B1A015108
Nurul Amalia B1B015014
Rombongan : I
Kelompok : 1
Asisten : Dayana Zulfadillah Intan

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI ZAT PENGATUR TUMBUH


TUMBUHAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kultur jaringan tanaman merupakan bagian suatu teknik perbanyakan vegetatif


nonkonvensional. Perbedaan teknik ini dibandingkan dengan teknik perbanyakan
vegetative konvensional biasanya terletak dalam situasi dan lokasi yang berbeda.
Penerapan teknik kultur jaringan tanaman mensyaratkan kondisi di dalam ruangan
(laboratorium) dan sifatnya aseptik (steril dari patogen). Bermuara dalam kondisi yang
aseptic, maka perlu dijelaskan bahwa segala aktifitas yang berkaitan dengan jaringan
harus dalam kondisi aseptik (Yuwono, 2008).
Keberhasilan kultur in vitro ditentukan oleh media dan macam tanaman. Media
mempunyai 2 fungsi utama, yaitu menyuplai nutrisi dan untuk mengarahkanj
pertumbuhan melalui zat pengatur tumbuh. Adanya variasi media untuk tanaman
menimbulkan beberapa macam media yang digunakan yaitu Murashige dan Skoog
(MS), Gamborg, Linsmaier, Nitsch dan Woody Plant Medium (WPM). Selain media,
zat pengatur tumbuh juga memegam peranan juga memegang peranan penting dalam
melakukan teknik kultur. Zat pengatur tumbuh adalah kelompok hormone, baik
hormone tumbuhan alami maupun sintetis (Yuwono, 2008).
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.
Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur
jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur
jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan
serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, komposisi media kultur telah
diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman
yang dikulturkan. Media kultur fisiknya dapat berbentuk padat atau cair. Media
berbentuk padat menggunakan pemadat media seperti agar. Media kultur yang
memenuhi syarat adalah yang mengandung nutrient makro dan mikro dalam kadar dan
perbandingan tertentu, sumber energy (sukrosa), serta mengandung berbagai macam
vitamin dan ZPT (Trigiano & Gray, 2000).

A. Tujuan

Tujuan praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui cara pembuatan media
kultur.
II. TELAAH PUSTAKA

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur


jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap partum-buhan
dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya (Yusnita, 2003).
Media kultur yang biasa digunakan adalah media dengan formulasi Murashige
and Skoog (MS). Media MS merupakan media dasar yang mempunyai formulasi yang
sangat lengkap. Komposisi media MS ini pada umumnya dapat digunakan pada hampir
semua jenis tanaman (Wattimena,1992). Pada umumnya media kultur jaringan
dibedakan menjadi media dasar dan media perlakuan. Resep media dasar adalah resep
kombinasi zat yang mengandung hara esensial (makro dan mikro), sumber energi dan
vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan macam media dasar.
Media kultur jaringan untuk perbanyakan tanaman menyediakan tidak hanya
unsur-unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang padaumumnya
berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya didapat melalui atmosfir
melalui fotosintesis. Untuk membuat media padat biasanya digunakan agar-agar
dimana keuntungannya dari pemakaian agar-agar adalah agar-agar tidak
dicerna oleh enzim tanaman dan tidak bereaksi dengan persenyawaan-
persenyawaan penyusun media. Metode kultur jaringan bukan hanya digunakan
untuk tujuan perbanyakan tanaman, namun dapat pula digunakan untuk
pelestarian plasma nutfah. Media kultur jaringan untuk pelestarian berbeda
dengan media untuk perbanyakan, dimana media perbanyakan menyediakan
komposisi unsur-unsur mendorong pertumbuhan berjalan cepat, sedangkan media
pelestarian menyediakan komposisi unsur-unsur selain untuk mendorong juga
menghambat pertumbuhan agar berjalan lambat, sehingga dikenal sebagai
pelestarian melalui pertumbuhan minimal. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) adalah
senyawa organic ataupun anorganik yang hanya dibutuhkan tanaman
dalam konsentrasi yang sangat sedikit. Zat pengatur tumbuh yang sering
digunakan untuk menginduksi pertumbuhan pada teknik mikropropagasi adalah
kombinasi golongan auksin dan sitokinin (Lestari, 2008)
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
kombinasi penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin
mempengaruhi pertumbuhan eksplan. Jika rasio sitokinin dan auksin relatif
seimbang maka eksplan akan membentuk massa sel yang bersifat meristematik dan
terus melakukan pertumbuhan. Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada
jaringan tanaman. Hormon diperlukan dalam konsentrasi rendah untuk mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah
dikenal memiliki aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara
alami ada, dikenal dengan sebutan zat pengatur tumbuh (Gunawan, 1992).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu gelas ukur, hot plate &
stirrer, pH meter, beaker glass, labu Erlenmeyer, botol kultur, LAF, kompor gas,
mikropipet and tip dan panci.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu larutan stok A, larutan
stok B, larutan stok C, larutan stok D, larutan stok E, gula, akuades, agar, HCl, NaOH,
ZPT BAP dan IAA.
B. Metode
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan
2. Larutan stok A, B, C, D, E dicampurkan kemudian dihomogenkan dengan
magnetic stirrer
3. Gula ditambahkan dan dihomogenkan kembali
4. Setelah ditambahkan gula, ditambahkan agar sebagai pemadat
5. Aquades ditambahkan hingga volume nya 400 ml
6. Larutan media dibagi kedalam 4 beaker glass masing-masing 100 mL
7. Larutan media ditambahkan ZPT sesuai perlakuan dan ditambahkan akuades
sampai dengan 250 mL
8. pH diukur dengan pH meter jika <5,83 ditambahkan NaOH dan bila >5,83
ditambahkan HCl
9. Larutan media ditambahkan agar 2 gram.
10. Semua larutan yang sudah dicampur dimasak hingga mendidih, dipindahkan
ke botol kultur dan disterilisasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 4.1 Larutan stok A-E Gambar 4.2 Gula dimasukan sambil
dimasukan diaduk dengan magnetic stirer

Gambar 4.4 akuades dimasukan Gambar 4.5 larutan media dibagi kedalam
hingga volume 400 mL 4 beaker glass masing-masing 100 mL
Gambar 4.6 ZPT ditambahkan sesuai Gambar 4.7 pH diukur sampai 5,83
perlakuan yang dilakukan

Gambar 4.8 larutan media direbus hingga Gambar 4.9 larutan media yang sudah
mendidih direbus dipindahkan ke botol kultur
B. Pembahasan

Media merupakan suatu bahan yang penting untuk pertumbuhan kultur. Media
untuk pertumbuhan kultur dapat berupa media padat dan media cair. Media padat
biasanya digunakan untuk mengkulturkan kalus kemudian diinduksi menjadi tanaman
lengkap, sedangkan media cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Komponen yang
penting dalam suatu media adalah senyawa anorganik, sumber karbon, vitamin, zat
pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono, 2008). Media Dasar Murashige
Skoog (MS) yang digunakan pada praktikum ini termasuk media kultur yang
komposisi unsurnya lebih lengkap dibandingkan media dasar lainnya,walaupun
demikian perlu ditambah suplemen seperti air kelapa untuk mendorong pertumbuhan
jaringan, akan tetapi pada praktikum ini tidak dilakukan penambahan air kelapa.
Keistimewaan media MS adalah kandungan nitrat, kalium, dan amoniumnya yang
tinggi (Wetter & Constabel 1991).
Media murashige and skoog merupakan perbaikan komposisi media Skoog,
terutama kebutuhan garam anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada
kultur jaringan. Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N
dalam bentuk NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat
pada media Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali
lebih tinggi dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P,
1.25 mM. Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-
unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi
MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS
paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur (Hadioetomo, 1993). Media MS
mengandung hara makro dan mikro seperti NH4NO3, KNO3, CaCl3, 2H2O, MgSO4,
7H2O, KH2PO, FeSO4, NA2EDTA, MNSO4, CuSO4, CoCl2 dan CuSO4. Medium ini
umumnya menggunakan bahan bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi (pro-
analis) (Shintiavira et al., 2012).
Unsur hara di dalam media kultur tersusun atas beberapa komponen, sebagai
berikut
1. Hara makro dan hara mikro yang digunakan pada semua formulasi media kultur.
Media MS mengandung hara makro dan mikro seperti NH4NO3, KNO3, CaCl3,
2H2O, MgSO4, 7H2O, KH2PO, FeSO4, NA2EDTA, MNSO4, CuSO4, CoCl2 dan
CuSO4. Medium ini umumnya menggunakan bahan bahan dengan tingkat
kemurnian yang tinggi (pro-analis) (Shintiavira et al., 2012).
2. Vitamin-vitamin dan asam-asam amino serta N organik, umumnya ditambahkan
dalam jumlah yang bervariasi. Vitamin, asam amino dan bahan organic lain seperti
myo inositol merupakan komponen media yang berpengaruh baik terhadap
pertumbuhan kultur. Kelompok vitamin yang sering digunakan dalah dari
golongan vitamin B yaitu Thiamin-HCL (B1), Pyrodoxin-HCL (B6), ASAN
Nikotinat dan Riboflavin (B2) (Nugroho & Sugianto, 1997).
3. Sumber energi dan karbon berupa gula, merupakan keharusan, kecuali untuk
tujuan yang sangat khusus. Konsentrasi optimum sukrosa tergantung dari jenis
jaringan yang dikultur. Pada kultur kalus dan pucuk, konsentrasi sukrosa yang
digunakan adalah antara 2-4 % yang merupakan konsentrasi optimum. Namun
dalam kultur embrio, konsentrasi gula dapat mencapai 12 %.
Sumber karbon sangat penting untuk sel, jaringan, atau kultur organ untuk
regenerasi in vitro. Sukrosa hampir secara universal digunakan untuk tujuan
propagasi mikro, karena mudah digunakan (Gaurav et al., 2016).
4. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT): ada beberapa jenis, antara lain: auxin, sitokinin,
geberelin, asam absisat, etilin dan sebagainya. ZPT merupakan komponen penting
dalam media kultur jaringan. Jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan sangat
tergantung pada jenis taman dan tujuan dari kultur tersebut (Nugroho & Sugianto,
1997).
5. Buffer (chelating agent). Penambahan asam amino seringkali juga bersifat sebagai
buffer organik. Penambahan KH2PO4 sendiri tidak efektif sebagai buffer. Banyak
peneliti terdahulu seperti Tausson dan Kordan (George & Sherringtone, 1984)
menyarankan untuk menambahkan Fe SO4 dan Na-EDTA dalam media untuk
bertindak sebagai buffer (Nugroho & Sugianto, 1997).
6. Bahan Pemadat. Bahan ini digunakan untuk membuat media padat, yang biasa
digunakan adalah agar. Keuntungan dari pemakain agar adalah Agar membeku
pada temperatur ≤ 45o C dan mencair pada temperature 100o C, sehingga dalam
kisaran temperatur kultur, agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil. R
Tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan oleh jaringan tanaman. R Tidak
bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaan penyusun media (Nugroho &
Sugianto, 1997).
7. Faktor penting lain adalah pH yang harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma (Nugroho & Sugianto,
1997).
Auksin umumnya berpengaruh terhadap pemanjangan sel, pembentukan kalus
dan akar adventif serta menghambat pembentukan tunas aksilar. Dalam konsentrasi
rendah auksin akan memacu pembentukan akar adventif, sedangkan dalam konsentrasi
tinggi mendorong pembentukan kalus (Pierik, 1997). Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan zat pengatur tumbuh, antara lain : (1) jenis ZPT yang
akan digunakan, (2) konsentrasi ZPT, (3) urutan penggunaan, (4) periode masa induksi
dalam kultur tertentu, (5) kelemahan aktifitasnya (Lestari, 2008). Contoh auksin yang
sering dipakai dalam kultur jaringan adalah IAA (Indole Acetic Acid). Umumnya
auksin meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar
adventif, dalam medium kultur auksin dibutuhkan untuk meningkatkan embryogenesis
somatic pada kultur suspense sel. Konsentrasi auksin yang tinggi akan merangsang
pembentukan kalus dan menekan morfogenesis (George dan Sherrington, 1984).
Sitokinin pada umumnya berperan dalam pengaturan pembelahan sel dan
morfogenesis. Aktivitas utama sitokinin adalah mendorong pembelahan sel,
menginduksi pembentukan tunas adventif dan dalam konsentrasi tinggi menghambat
inisiasi akar (Pierik, 1997). Sitokinin juga menghambat perombakan protein dan
klorofil dan menghambat penuaan (senescence) (Wattimena, 1988). Sitokinin terbagi
menjadi 2, yaitu sitokinin alami dan sintetik. Sitokinin alami di antaranya adalah
zeatin. Beberapa sitokinin sintetik yang umum digunakan dalam kegiatan kultur in
vitro adalah kinetin, BAP, Thidiazuron, PBA, 2CI-4PU dan 2,6 CI-4PU. Sitokinin
yang sering dipakai dalam kultur jaringan adalah BAP dan kinetin. Benzil Aminopurin
merupakan sitokinin sintetik turunan adenin yang sangat aktif dalam mendorong
pertumbuhan kalus tembakau. Bentuk isomer 1-bensil adenine mempunyai aktivitas
kimia yang rendah, sehingga untuk dapat aktif harus diubah menjadi 6-bensil adenine.
Sitokinin BAP berperan penting dalam menginduksi respon fisiologi seperti regulasi
pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan organ serta biosintesis klorofil
(Nurmaningrum et al., 2017).
Hasil media yang telah dituang ke dalam tabung atau botol kultur selanjutnya
disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 20 menit dengan suhu 1210c
tekanan 15 psi hal ini bertujuan untuk bekerja secara aseptik dan media tidak
terkontaminasi selama proses pembuatannya. Sterilisasi sendiri dapat dilakukan
dengan beberapa cara yang umum digunakan adalah dengan autoklaf, pemanasan
kering dalam oven, penyaringan, dan sterilisasi dengan bahan kimia. Pemilihan cara
sterilisasi dipertimbangkan dari sifat bahan yang akan disetrilisasi. Media MS yang
telah disterilkan kemudian didingikan, setelah itu disimpan dalam kulkas dengan suhu
40c agar komposisi bahan dalam media tidak rusak. Media MS yang telah dibuat
diperoleh dalam keadaan steril artinya tidak terkontaminasi, dan digunakan dalam
praktikum selanjutnya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa


pembuatan media MS berhasil dilakukan dengan tidak adanya kontaminasi atau dapat
dikatakan pekerjaan yang dilakukan telah aseptik. Media MS yang digunakan ini
terdiri atas garam-garam anorganik, vitmin ZPT,asam amino, larutan hara makro dan
mikro media.
B. Saran

Saran yang diberikan yaitu lebih diperhatikan lagi dalam masalah waktu agar
praktikum bisa dikerjakan sampai selesai oleh praktikan.
DAFTAR REFERENSI

Gaurav, N., Kumar, A., Singh, A. P & Grover, A. 2016. Effect of Supplementing
Mixture of Benzene Aminopurine (BAP) and Kinetin (KN) along with
Auxin 2,4 D on Growth of Callus in Murashine and Skoog Medium
Derived from Embryonic Cotyledon Explants of Withania somnifera.
Journal for Reseacrh, 1(12): 7-11.
George, E.F. & P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation By Tissue Culture.
Handbook And Directory Of Commercial Laboratories. England: Exegetics
Ltd.
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tanaman. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Lestari, E. 2008. Kultur Jaringan. Bogor: Penerbit Akademia.
Nugroho, A dan H. Sugianto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Teknik Kultur Jaringan.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Nurmaningrum, D., Nurchayati, Y & Setiari, N. 2017. Mikropropagasi Tunas Alfafa
(Medicago sativa L.) pada kombinasi Benzil amino purin (BAP) dan
Thidiazuron (TDZ). Buletin Anatomi dan Fisiologi, 2(2): 212-217.
Pierik, R. L. M. 1997. In Vitro Culture of Higher Plants. Netherands: Kluwer
Academic Publishers.
Sinthiavira, H., Soedarjo, M., Suryawati & Winarto, B. 2012. Studi Pengaruh
Substitusi Hara Makro Dan Mikro Media Ms Dengan Pupuk Majemuk Dalam
Kultur In Vitro Krisan. J Hort, 21(4): 334-341.
Trigiano, RN and Gray DJ. 2000. Plant Tissue Culture Concepts and Laboratory
Exercises. Boca Raton: CRC Press.
Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Pusat Antar
Universitas Institut Pertanian Bogor
Wattimena, G.A. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: IPB.
Wetter, L. R & Constabel F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman. Diterjemahkan
oleh Widianto MB. Bandung: ITB Press.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman secara Efisien.
Bogor: Agromedia Pustaka.
Yuwono, T.P. 2008. Bioteknologi Pertanian. Yogyakarta : UGM Press.

You might also like