You are on page 1of 13

AKLIMATISASI ANGGREK

Oleh:
Anggini Laras Purbasari B1A015023
Riska Febriyana B1A015065
Marizqa Dwi Noor Rahmah B1A015073
Rahma Adilah B1A015074
Khumairo Ananda B1A015145
Nurrohmatul Jannah B1A016040
Agustina Nursanti B1A016043
Rombongan : II
Kelompok :1
Asisten : Fitria Fadhilah Anggarini

LAPORAN PRAKTIKUM ORCHIDOLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2018
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anggrek sebagai salah satu komoditas nonmigas diperdagangkan dalam


bentuk bunga potong, tanaman pot, atau dalam bentuk bibit seperti botolan, kompot,
atau individu (Widiastoety & Santi, 2014). Perkembangan produksi anggrek di
Indonesia masih relatif lambat. Karena budidayanya yang relatif lama dan
memerlukan perlakuan khusus, sehingga anggrek memiliki nilai ekonomi yang tinggi
jika dibandingkan dengan tanaman hias lain. Oleh karena itu, untuk mengatasi salah
satu kendala tersebut perlu ditangani upaya penyediaan teknologi dimulai dari
penyediaan bibit unggul terseleksi (Kurniasih et al., 2017).
Secara umum aklimatisasi ialah pemindahan dari lingkungan steril (in vitro)
ke lingkungan semi steril sebelum dipindahkan ke lapang. Aklimatisasi merupakan
saat paling kritis, karena merupakan peralihan dari heterotrof (organisme yang
kebutuhan makanannya memerlukan satu atau lebih senyawa karbon organik. Jadi
makanannya tergantung pada hasil sintesis organisme lain) ke autotrof (organisme
yang dapat membuat makanan dari zat-zat anorganik). Penanganan bibit pada tahap
aklimatisasi bila kurang baik dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit menjadi
tidak baik bahkan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu faktor-faktor yang
perlu diperhatikan saat mengeluarkan bibit dari botol antara lain: lingkungan di
sekitar tempat penanaman dengan kelembaban tinggi ± 85%, suhu berkisar antara
25o–29oC, dan diperlukan naungan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari
yang masuk, serta menghindari tetesan air hujan, bibit dalam keadaan sehat dan kuat
dengan perakaran yang baik, dan bibit yang telah dikeluarkan dari botol harus bebas
dari media agar yang melekat pada bagian tanaman terutama bagian akarnya,
sebelum ditanam secara berkelompok (Widiastoety & Santi, 2014).
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum aklimatisasi anggrek adalah dapat meningkatkan


keterampilan melakukan aklimatisasi, meningkatkan prosentase keberhasilan bibit
anggrek yang tetap hidup,dan menentukan macam-macam jenis media aklimatisasi
yang sesuai dengan masing-masing jenis anggrek.
II. TELAAH PUSTAKA

Aklimatisasi merupakan proses penyesuaian terhadap faktor lingkungan


abiotik secara morfologis maupun fisiologis pada tanaman hasil perbanyakan kultur
in vitro ke lingkungan in vivo yang septik. Aklimatisasi pada tanaman anggrek
memerlukan perlakuan dan media yang khusus agar organ-organnya tidak
mengalami pembusukan dan tidak terserang penyakit (Kurniasih et al., 2017). Oleh
karena itu, aklimatisasi in vitro membangkitkan planlet memainkan peran penting
dalam perbanyakan massa spesies anggrek yang berbeda. Aklimatisasi dapat
dipercepat dengan menanamkan planlet in vitro atau setelah transplantasi dengan
menurunkan laju transpirasi oleh antitranspirant, termasuk asam absisat (ABA), atau
dengan meningkatkan laju fotosintesis dengan menciptakan ambient dengan
konsentrasi CO2 yang tinggi (Silva et al., 2017).
Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet agar siap ditanam di
lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman hasil perbanyakan
secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan fisiologis yang disebabkan
oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena pembiakan in vitro (dalam
botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di lapangan faktor lingkungan
sulit terkontrol (Widiastoety & Bahar, 1995). Aklimatisasi melahirkan kembali
mengatasi dengan bertahap menurunkan kelembapan udara. Ventilasi menggunakan
penutupan longgar pas atau ventilasi mengurangi kelembapan relatif, yang mengarah
ke peningkatan transpirasi tanaman dan pengembangan stomata fungsional untuk
mengendalikan kehilangan air. Selama proses aklimatisasi, bibit harus mengatasi fase
kritis ketika perilaku heterotrofik dari in vitro tanaman digeser ke fungsi autotrof
(Lesar et al., 2012).
Tahap aklimatisasi sesudah dipindahkan dari botol, bibit sangat rentan
sehingga memerlukan perlindungan dari kekeringan, temperatur yang kurang baik
dan serangan dari predator atau patogen. Jika perawatan dilakukan dengan baik
selama beberapa minggu awal, bibit tersebut akan beradaptasi pada kondisi baru dan
memperlihatkan ketegaran dan ketahanan yang lebih baik dibandingkan bibit yang
diperbanyak secara vegetatif (Wetherell, 1982).
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada praktikum acara aklimatisasi anggrek adalah pinset,
kawat, baskom, pot tanah liat ukuran kecil, dan tray.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah Dendrobium sp.,
larutan fungisida, moss.
B. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum acara aklimatisasi anggrek adalah:


1. Bibit anggrek dikeluarkan dari botol kultur, anggrek ditarik pelan-pelan pada
bagian pangkal batang menggunakan kawat pengait, diusahakan agar akar keluar
terlebih dahulu agar tidak rusak daunnya.
2. Bibit anggrek dicuci pada air mengalir agar media terlepas dari akarnya.
3. Bibit anggrek direndam dalam larutan fungisida selama 5-10 detik.
4. Pot diisi dengan media styrofoam dan moss. Perbandingan yang digunakan untuk
media untuk pot kecil adalah 2/3 : 1/3, sedangkan untuk pot besar diisi dengan
pakis 2/3 bagian dan moss 1/3 bagian.
5. Bibit anggrek ditanam pada pot yang sudah terisi media.
6. Pot diletakkan dalam rak plastik dan harus terlindungi dari sinar matahari secara
langsung.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Aklimatisasi hari


pertama pot kecil

Gambar 2. Aklimatisasi hari


pertama pot besar
Gambar 3. Aklimatisasi hari
terakhir pot kecil

Gambar 4. Aklimatisasi hari


terakhir pot besar
B. Pembahasan

Praktikum aklimatisasi anggrek ini menggunak an jenis anggrek


Dendrobium sp. yang ditanam pada pot. Bibit anggrek tidak mati maupun tidak
menunjukan pertumbuhan. Tahapan aklimatisasi yang dilakukan saat praktikum
seharusnya membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa mengamati perubahan pada
bibit anggrek. Bibit anggrek yang telah melalui tahap aklimatisasi pertama
dipindahtanamkan secara individu pada pot tunggal berukuran diameter 5 cm dan
tinggi 6 cm dengan media tanam sesuai dengan perlakuan. Menurut Suradinata et al.,
(2012), aklimatisasi berlangsung selama empat bulan yaitu ditandai dengan
pertumbuhan plantlet yang lebih baik dan pertumbuhan akar yang telah maksimal,
yaitu akar telah memenuhi ruangan dalam pot sehingga akar keluar melalui lubang
drainase. Ciri-ciri planlet yang sudah siap di aklimatisasi yaitu planlet tampak sehat
dan tidak berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang
menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan akar
seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil telah
mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3-4 akar dengan
panjang 1,5-2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru bisa dikatakan
berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan
yang tinggi (Yusnita, 2004).
Media merupakan faktor penting dalam tahap aklimatisasi. Media tanam
anggrek harus memiliki beberapa persyaratan antara lain tidak lekas melapuk dan
terdekomposisi, tidak menjadi sumber penyakit, mampunyai aerasi dan drainase yang
baik, mampu mengikat air dan zat-zat hara secara optimal, dapat mempertahankan
kelembaban di sekitar akar dibutuhkan pH media 5-6, ramah lingkungan serta mudah
didapat dan relatif murah harganya. Media tumbuh untuk anggrek yang ditanam di
dalam pot umumnya berupa arang, pakis, batubara atau sabut kelapa. (Kurniasih et
al., 2017).
Pakis (Alsophia glauca) sebagai salah satu media tanam yang banyak
digunakan berasal dari batang tumbuhan paku. Media tanam ini mempunyai
kapasitas menahan air yang tinggi, terdiri dari serabut-serabut yang kaku sehingga
membentuk celah-celah mikro (udara) yang memudahkan akar tanaman tumbuh ke
segala arah dan kelebihan air dalam media dapat dengan mudah mengalir serta
mengandung zat hara organik. Anggrek selalu membutuhkan makanan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya seperti tanaman lainnya dalam hal ini yaitu
pemupukan. Unsur-unsur yang dibutuhkan yaitu unsur makro dan mikro, semua
unsur tersebut harus selalu tersedia didalam media tanam anggrek (Suradinata et al.,
2012).
Moss adalah media yang berasal dari rumput laut. Moss ini memiliki beberapa
kelebihan antara lain dapat menyerap air dan mempertahankan air dengan baik,
menjaga kelembapan media dan lingkungan sekitar anggrek serta dapat menyerap
dan menyimpan pupuk (Widiastoety & Hendastuti, 1985). Pakis merupakan media
yang selama ini digunakan untuk pembesaran bibit kompot anggrek bulan. Kompot
adalah hasil perbanyakan anggrek melalui kultur jaringan yang sudah diaklimatisasi
dalam pot berjumlah 10-30 bibit tiap pot. Media pakis memberikan nilai prosentase
tanaman hidup yang lebih baik dibandingkan dengan serasah. Media lain
menghasilkan prosentase tanaman hidup lebih dari 60%, sehingga media tersebut
dapat digunakan dalam pembesaran bibit kompot anggrek bulan. Serasah dan serat
sabut kelapa merupakan limbah pertanian dan diharapkan dapat menggantikan pakis
dan moss sebagai media pembesaran bibit kompot anggrek (Muhit, 2010).
Styrofoam digunakan untuk menyerap kelebihan air yang masuk pada media
tanam, fungisida berfungsi untuk mencegah terjadinya serangan jamur, bakteri, dan
serangga penggangu pada tanaman, media tanam maupun pot perlu direndam dalam
fungisida terlebih dahulu untuk menghindari tumbuhnya jamur serta bakteri yang
menyebabkan pelapukan pada media tanam dan mengganggu pertumbuhan bibit
anggrek. Bibit anggrek botolan digunakan sebagai bahan uji praktikum aklimatisasi.
Alat yang digunakan antara lain kawat yang menyerupai huruf “U” yang berfungsi
untuk mengambil bibit anggrek dalam botol, baskom sebagai wadah untuk cairan
fungisida, pot plastik berfungsi sebagai tempat untuk media tanam anggrek, tray
digunakan sebagai tempat untuk meletakkan pot-pot hasil aklimatisasi anggrek.
Pinset berfungsi sebagai alat untuk mengambil moss dan styrofoam untuk
dimasukkan kedalam pot plastik sebagai media tanam bibit anggrek (Wiryanta,
2007).
Habitat asli anggrek cenderung hidup di atas pohon (anggrek epifit), di atas
tanah sisa tumbuhan mati (anggrek terestrik/anggrek tanah) dan diatas humus
(anggrek saprofit). Upaya untuk mendapatkan hasil pertumbuhan yang maksimal
bagi anggrek maka haruslah anggrek tersebut mendapatkan media tanam sesuai
dengan jenisnya masing-masing. Ada berbagai macam jenis media tanam anggrek
menurut Parnata (2005) yaitu :
1. Arang
Arang yang digunakan haruslah arang yang telah mengalami pembakaran
dengan sempurna dan harus berupa pecahan kecil-kecil. Sifat arang adalah tidak
mengikat air terlalu banyak, karena itu penyiraman harus lebih sering dilakukan.
Arang memiliki banyak keuntungan diantaranya arang tidak mudah lapuk
sehingga penggantian media akan lebih lama dan arang mudah didapatkan
dengan harga yang relatif murah. Khusus untuk arang batok kelapa sangat bagus
untuk digunakan karena bersifat penawar bagi tanaman apabila mengalami
kelebihan pupuk, adanya tannin pada media dan sebagainya.
2. Pakis
Pakis yang digunakan adalah pakis yang tua. Ciri pakis tua warnanya hitam,
kering dan lebih ringan. Pakis lebih menyerap air dibandingkan dengan arang,
maka frekuensi penyiraman dapat dikurangi, kerugiannya apabila terlalu sering
disiram pakis cepat lapuk dan mudah mengundang cendawan.
3. Batu bata
Batu bata mudah dijumpai dan harganyapun relatif murah. Batu bata yang
dipergunakan dapat menggunakan batu bata tanah liat murni ataupun batu bata
campuran. Batu bata sebaiknya digunakan bersama media lain karena beberapa
sifat batu bata tidak mendukung pertumbuhan anggrek, diantaranya adalah batu
bata memiliki berat yang lebih dibandingkan media lain, estetika penggunaan
batu bata sebagai media tunggal kurang, batu bata tidak mengalami pelapukan
yang artinya tidak adanya pelepasan zat hara.
4. Sabut Kelapa
Sabut kelapa banyak digunakan dalam penanaman bunga anggrek. Sabut
kelapa yang digunakan adalah sabut kelapa tua yang dicirikan dengan warnanya
yang telah coklat. Sifat sabut kelapa mudah busuk yang artinya anda harus lebih
sering mengganti media tersebut. Pemakaian sabut kelapa di daerah banyak hujan
dan kelembabannya cukup tinggi tidak dianjurkan, karena sifatnya yang lebih
menyerap air dan dapat menyebabkan kebusukan akar pada tanaman anggrek.
Umumnya anggrek lebih menyukai media tumbuh yang berongga yang
memberikan ruang respirasi yang bagus.
5. Moss Sphagnum
Moss sphagnum adalah media tanaman dari semacam lumut yang biasanya
berada di hutan-hutan. Media ini termasuk kedalam lumut Bryophyta bentuknya
mirip paku selaginela, media yang kering bentuknya seperti remah dan sangat
ringan seperti kapas. Media moss sphagnum jarang ditemui dan harganya relatif
lebih mahal. Rittershausen and Wilman (2003), moss sphagnum lebih mengikat
air dibandingkan pakis, tetapi lebih lancar dalam drainese dan aerasi udara.
6. Gabus
Sifat gabus tidak mengikat air, karena itu membutuhkan penyiraman yang
lebih sering. Keuntungan gabus adalah tanaman dan pot lebih bersih dan
cendawan jarang yang menyerang pada media gabus. Ada baiknya media gabus
dapat digunakan dengan media lainnya, misalkan dengan arang ataupun potongan
dadu sabut kelapa.
7. Kulit kayu pinus
Kulit kayu pinus sangat bagus untuk digunakan pada media tanaman anggrek
karena kulitnya mengandung lignin, selulosa dan hemiselulosa yang membuatnya
tidak mudah lapuk dan terjangkit cendawan. Kelemahannya kulit kayu pinus
jarang ditemui.
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan aklimatisasi
menurut Santoso (2005) yaitu sebagai berikut:
1. Keasaman (pH)
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan
dari larutan dalam air. Keasaman (pH) suatu larutan menyatakan kadar dari ion H
dalam larutan. Nilai di dalam pH berkisar antara 0 (sangat asam) sampai 14 (sangat
basa), sedangkan titik netralnya adalah pada pH 7. Sel-sel tanaman yang
dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif
sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 dan 6,0. Eksplan sudah mulai tumbuh, pH
dalam lingkungan kultur dalam media kultur jaringan mempunyai peran yang sangat
penting dalam menstabilkan pH. Penyimpangan pH dalam medium yang
mengandung garam tinggi kemungkinan terjadi lebih kecil, karena kapasitas
buffernya lebih besar. Kapasitas kultur sel untuk penggunaan NH4+ sebagai satu-
satunya sumber N tergantung pada pengaturan pH dari medium di atas 5.
2. Kelembapan
Kelembapan relatif (RH) lingkungan biasanya mendekati 100%. RH sekeliling
kultur mempengaruhi pola pengembangan.
3. Cahaya
Intensitas cahaya yang rendah dapat mempertinggi embriogenesis dan
organogenesis. Cahaya ultra violet dapat mendorong pertumbuhan dan pembentukan
tunas kalus pada intensitas yang rendah, sebaliknya pada intensitas yang tinggi
proses ini akan terhambat. Pembentukan kalus maksimum sering terjadi di tempat
yang lebih gelap.
4. Temperatur
Temperatur yang dibutuhkan untuk dapat terjadi pertumbuhan yang optimum
umumnya adalah berkisar di antara 200-300C, sedangkan temperatur optimum untuk
pertumbuhan kalus endosperm adalah sekitar 250C. Faktor lingkungan, di samping
faktor makanan (media tanam) yang cocok, dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Hasil bibit tanaman yang telah diaklimatisasi tampak sehat dan tidak ada hama
dan penyakit disekitar media.
2. Prosentase keberhasilan bibit anggrek yang tumbuh 100%.
3. Media yang digunakan untuk aklimatisasi anggrek yaitu moss dan styrofoam.

B. Saran

Sebaiknya untuk praktikum kali ini sebaiknya setiap anggota kelompok tidak
hanya menakukan aklimatisasi pada satu jenis anggrek saja, melainkan ada beberapa
jenis anggrek yang berbeda.
DAFTAR REFERENSI

Kurniasih, Wiwin., Alyaa Nabiila., Silviyani Nurul Karimah., Muhammad Farhan


Fauza., Aji Riyanto., & Rinaldi Rizal Putra. 2017. Pemanfaatan Batu Zeolit
Sebagai Media Aklimatisasi Untuk Mengoptimalkan Pertumbuhan Anggrek
Bulan (Phalaenopsis sp. ) Hibrida. Jurnal Bioma 6(2),pp. 29-41.

Lesar, H., Barbara H., Nataša Č., Damijana K. & Zlata L. 2012. Acclimatization Of
Terrestrial Orchid Bletilla Striata Rchb.F. (Orchidaceae) Propagated Under In Vitro
Conditions. Acta agriculturae Slovenica, 99(1), pp. 69-75.

Muhit, A. 2010. Teknik Penggunaan Beberapa Jenis Media Tanam Alternatif dan Zat
Pengatur Tumbuh pada Kompot Anggrek Bulan. Buletin Teknik Pertanian,
15(2), pp. 60-62.

Parnata, A. S. 2005. Panduan Budi Daya dan Perawatan Anggrek. Jakarta: Agro
Media..

Santoso, A. 2005. PanduanBudi Daya Perawatan Anggrek. Jakarta: Agromedia.

Semiarti, E., Indrianto, A., Purwantoro, A., Isminingsih, S., Suseno, N., Ishikawa, T.,
Yoshioka, Y., Machida, Y., Machida, C. 2007. Agrobacterium-mediated
transformation of the wild orchid species Phalaenopsis sp. amabilis. Plant
Biotechnology, 24(3), pp. 265-272

Silva, Jaime A. Teixeira da., Mohammad Musharof Hossain., Madhu Sharma., Judit
Dobránszki., Jean Carlos Cardoso., & Zeng Songjun. 2017. Acclimatization
of inVitro-derived Dendrobium. Horticultural Plant Journal, 3(3), pp. 22-30.

Suradinata, Y. R., A. Nuraini & A. Setiadi. 2012. Pengaruh Kombinasi Media Tanam
dan Konsentrasi Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Tanaman Anggrek
Dendrobium sp. pada Tahap Aklimatisasi. J. Agrivigor, 11(2), pp. 104-116.

Wetherell, W. F. 1982. Introduction In Vitro Propagation. New Jersey: Avery


Publishing Group.

Widiastoety, D & F. A. Bahar. 1995. Pengaruh Berbagai Sumber dan Karbohidrat


terhadap Plantet Anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura, 5(3), pp.76-80.

Widiastoety, D. & Santi, A. 2014. Peningkatan Keberhasilan dalam Penyediaan Bibit


Anggrek. Iptek Hortikultura, 10(1), pp. 62-66.

Widiastoety, D.& L. Hendastuti. 1985. Pengaruh penggunaan berbagai


macammedium tumbuh terhadap pertumbuhan anggrek Phalaenopsis
cornu-cervi. Bulletin Penelitian Hortikultura, 12(3), pp. 39-48.

Wiryanta, W. 2007. Media Tanam Untuk Tanaman Hias. Jakarta: Agromedia.

Yusnita. 2004. Kultur Jaringan: Cara memperbanyak tanaman secara efisien.


Jakarta: Agromedia.

You might also like